You are on page 1of 6

Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Sebaran Klorofil-A .......................................................................

(Syetiawan)

PENENTUAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN BERDASARKAN


SEBARAN KLOROFIL-A
(Determination of Potential Fishing Zone Based on Distribution of Chlorophyll-A)

Agung Syetiawan
Badan Informasi Geospasial
Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911, Indonesia
E-mail: agung.syetiawan@big.go.id
Diterima (received): 31 Juli 2015.; Direvisi (revised): 20 September 2015; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 15 Oktober 2015

ABSTRAK

Potensi perikanan di Provinsi Lampung cukup berlimpah dengan luas perairan laut (12 mil) 24.820 km 2 (41,2% dari
total luas keseluruhan) termasuk didalamnya luas perairan pesisir 16.625,3 km 2. Namun, potensi perikanan yang cukup
besar itu belum dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan karena belum terkelola
dengan baik. Kandungan klorofil-a di perairan dapat dijadikan sebagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu
perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Penelitian ini dilakukan untuk
menentukan lokasi zona penangkapan ikan berdasarkan sebaran klorofil-a. Penentuan sebaran klorofil-a untuk
penentuan zona potensi penangkapan ikan menggunakan data penginderaan jauh citra SPOT-4 dengan daerah kajian
penelitian di perairan laut Provinsi Lampung. Pemilihan kanal citra yang sesuai untuk mengembangkan model algoritma
dilakukan dengan cara meregresikan data digital dari kanal tunggal yang potensial, kemudian menduga konsentrasi
klorofil dengan hasil pengukuran insitu dari parameter kualitas air tersebut. Berdasarkan hasil klasifikasi yang telah
dilakukan, daerah Lampung memiliki jenis klorofil-a dengan klasifikasi konsentrasi tinggi dan sangat tinggi. Untuk
konsentrasi tinggi memiliki luas area sebesar 48.897 Ha sementara konsentrasi sangat tinggi memiliki luas sebesar
30.313,04 Ha. Secara keseluruhan, sebaran klorofil-a di perairan Lampung lebih tinggi konsentrasinya pada perairan
pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Lokasi perairan dengan kandungan klorofil-a tinggi dapat
diindikasikan di perairan tersebut kaya dengan ikan. Plankton yang mengandung klorofil-a tersebut merupakan indikator
ketersediaan pangan bagi ikan di laut.
Kata kunci: zona potensi penangkapan ikan, klorofil-a, penginderaan jauh

ABSTRACT

Potential fisheries in the province of Lampung is quite abundant with sea area (12 miles) 24.820 km2 (41,2% of
the total area) including 16.625,3 km2 area of coastal waters. However, the fisheries potential is large enough can not
provide a great benefit to the community, especially fishermen because it is not managed properly. The content of
chlorophyll-a in the water can be used as a measure of the amount of phytoplankton in certain waters and can be used
as a guide marine productivity. This study was conducted to determine the location of fishing zones based on
distribution of chlorophyll-a. Determining the distribution of chlorophyll-a for the determination of potential fishing zones
using remote sensing imagery SPOT-4 with the area of research studies on marine waters Lampung Province. The
selection of the appropriate channels to develop the image of a model algorithm was done by regressing digital data of a
single channel potential, suspected chlorophyll concentration in situ measurement results of the water quality
parameters. Based on the results of the classification has been done the area of Lampung have a kind of chlorophyll-A
with the classification of high and very high concentrations. For high concentration has an area of 48.897 hectares while
the very high concentration has an area of 30.313,04 hectares. Overall, the distribution of chlorophyll-A in the waters of
Lampung higher concentrations in coastal waters, as well as low in offshore waters. Location waters with a high content
of chlorophyll-a may be indicated in these waters rich with fish. Plankton containing chlorophyll-a is an indicator of the
availability of food for the fish in the sea
Keywords: potential fishing zones, chlorophyll-a, remote sensing

tersebut kaya akan keanekaragaman hayati laut.


PENDAHULUAN Berdasarkan pada data statistik tahun 2012,
potensi ikan di perairan barat sebesar 85.379 ton
Provinsi Lampung merupakan provinsi per tahun untuk areal penangkapan sejauh 30
dengan jumlah penduduk sekitar 7,972 juta mil, sedangkan untuk areal sampai dengan ZEE
penduduk (BPS, 2014) dan memiliki luas perairan sebesar 97.845 ton per tahun. Potensi ikan
laut sekitar (12 mil) 24.820 km2 (41,2% dari total tangkap di pantai barat Lampung sebesar 182.864
luas keseluruhan) termasuk didalamnya luas ton per tahun, sedangkan potensi ikan tangkap di
perairan pesisir sebesar 16.625,3 km2. Posisi Selat Sunda sebesar 97.752 ton per tahun dengan
perairan Lampung yang strategis karena sebagian didominasi dengan jenis ikan karang (Agustina,
besar terletak di Selat Sunda membuat kawasan 2015). Fakta ini membuktikan bahwa perairan

131
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 21 No. 2 Desember 2015: 131 - 136

Lampung kaya dengan hasil perikanan dan ikan pula (Cahyono, 2010). Klorofil-a merupakan salah
merupakan salah satu sumber mata pencarian satu parameter yang sangat menentukan
utama bagi masyarakat di Provinsi Lampung. produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi
Namun, potensi perikanan yang cukup tinggi itu rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait
belum dapat memberikan manfaat yang besar dengan kondisi oseanografis suatu perairan.
kepada masyarakat khususnya nelayan karena Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai
belum terkelola dengan baik. ukuran banyaknya fitoplaknton pada suatu
Pengetahuan nelayan mengenai lokasi perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai
potensial penangkapan ikan sangat kurang petunjuk produktivitas perairan (Fausan, 2011)
sehingga membuat penangkapan ikan cenderung Penelitian yang sama sudah pernah dilakukan
kurang optimal dan bahkan boros waktu dan oleh prasasti pada tahun 2005 untuk mengetahui
bahan bakar. Kebanyakan nelayan masih sensivitas beberapa algoritma dan kanal-kanal
menggunakan cara tradisional untuk mencari menggunakan data citra MODIS untuk mendeteksi
ikan. Nelayan hanya mengandalkan pengalaman sebaran klorofil. Pada penelitian kali ini yang
dan kebiasaan dalam menangkap ikan tanpa membedakan dengan penelitian yang sudah
didukung dengan data-data teliti mengenai lokasi dilakukan oleh prasasti adalah digunakannya data
yang ideal untuk penangkapan ikan. Padahal citra SPOT-4 dalam proses deteksi sebaran klorofil
sebenarnya teknologi penginderaan jauh bisa di perairan Provinsi Lampung. Tujuan dari
dimanfaatkan oleh para penangkap ikan untuk penelitian ini adalah membantu para nelayan
lebih mengoptimalkan penangkapannya. Hal ini untuk bisa menentukan daerah potensial
disebabkan data penginderaan jauh memberikan penangkapan ikan berdasarkan sebaran klorofil-a
informasi tentang objek dan fenomena yang di perairan. Kandungan klorofil yang tinggi di
terjadi melalui analisis data satelit mencakup suatu perairan dapat dianggap daerah tersebut
wilayah yang luas, kontinu dan akurat tanpa kaya sumber makanan ikan sehingga bisa
diperlukan kontak langsung dengan objek atau diasumsikan lokasi tersebut potensial untuk
fenomena tersebut (Lillesand et al., 2007) dilakukan penangkapan ikan. Para penangkap
SPOT atau sering disebut Systeme Pour ikan akan lebih efektif waktu dan efisien bahan
I.Observation de la Terre adalah merupakan bakar apabila mereka sudah mengetahui lokasi
satelit penginderaan jauh milik konsorsium penangkapan ikan yang potensial terlebih dahulu.
pemerintah Prancis, Swedia dan Belgia. Generasi
SPOT salah satunya adalah versi SPOT-4 yang METODE
menggunakan gelombang inframerah pendek
(sort wave infrared/swir) yang mempunyai Penentuan sebaran kandungan klorofil-a
kemampuan untuk membedakan penutupan lahan dilakukan di sekitar perairan Provinsi Lampung.
terutama vegetasi hutan secara lebih jelas. SPOT- Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan
4 dapat meliput areal seluas 60 x 60 km dan pengumpulan data. Data yang digunakan untuk
memungkinkan memperoleh citra 3 dimensi menentukan kandungan klorofil-a adalah data
(Mulyono dalam Herawati, 2008). Karakteristik citra SPOT-4 Multispektral pada tanggal 16 Juni
citra SPOT-4 yang membawa dua sensor HRVIR tahun 2012. Data SPOT-4 diperoleh dari LAPAN
(High Resolution Visible and Infra Red) ini mampu sementara pengolahan data citra menggunakan
digunakan untuk menentukan kandungan klorofil- perangkat lunak ER-Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.3.
a di perairan. SPOT-4 sendiri memiliki resolusi Tahap awal pengolahan data citra adalah
spasial 10 m untuk citra pankromatiknya melakukan proses koreksi geometrik dan
sedangkan 20 m untuk citra multi spektralnya. radiometrik terhadap citra SPOT-4, kemudian citra
Band 1 dengan tampilan warna merah yang sudah registered akan dilakukan proses
menggambarkan klorofil-a, band 2 dengan masking area untuk memisahkan antara daratan
tampilan warna hijau menggambarkan dengan lautan. Tahapan selanjutnya adalah
produktifitas primer, sementara band 3 dengan proses penentuan konsentrasi klorofil di perairan
tampilan warna biru untuk menggambarkan Lampung, kemudian hasil dari proses ini
padatan tersuspensi (Hartoko, 2004). konsentrasi klorofil akan diklasifikasikan
Salah satu parameter yang sangat berdasarkan tingkatan kandungannya. Urutan
berpengaruh terhadap keberadaan ikan di suatu proses pengolahan data dapat dilihat pada
perairan adalah ada tidaknya sumber makanan Gambar 1.
yang dibutuhkan. Sumber makanan ikan Pada tahapan koreksi geometrik ini
terkonsentrasi di wilayah perairan yang subur. menggunakan citra referensi yang sudah
Daerah perairan yang subur memiliki kandungan diorthorektifikasikan sebelumnya. Titik-titik kontrol
nutrien yang tinggi, seperti orthoposphat, nitrat, tanah dipilih berdasarkan citra yang sudah
nitrit dan unsur hara lainnya. Daerah ini biasanya dikoreksi sebelumnya. Titik tersebut berjumlah 20
diindikasikan dengan kelimpahan fitoplankton titik dan menyebar di sepanjang pantai Lampung.
yang tinggi dan konsentrasi klorofil-a yang tinggi Tahapan selanjutnya adalah melakukan koreksi

132
Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Sebaran Klorofil-A ....................................................................... (Syetiawan)

radiometrik berdasarkan metadata citra SPOT-4. θS = sudut zenith


Koreksi radiometrik adalah kesalahan yang ρp = reflektan
berkaitan dengan respon/tanggapan sensor akibat ESUNλ = Irradiance
adanya hamburan partikel di atmosfer dan posisi
Citra satelit pada umumnya mengandung
matahari ataupun kerusakan detektor.
nilai Digital Number (DN) asli yang belum diproses
Data citra berdasarkan nilai spektral radian sesungguhnya.
Mulai Persiapan
SPOT-4 Efek ini akan berdampak pada hasil informasi
yang kurang akurat. Hal ini, disebabkan oleh
perbedaan nilai sudut perekaman, lokasi
Koreksi
Geometrik
matahari, kondisi cuaca dan faktor pengaruh
lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi
radiometrik untuk memperbaiki nilai piksel dengan
Base
Map cara mengkonversi nilai DN menjadi nilai unit
spektral reflektan (Kustiyo, Dewanti, & Lolitasari,
Koreksi
Radiometrik 2014)
Proses Masking area digunakan untuk
metadata
memisahkan antara daratan dan lautan, dimana
Citra dalam penelitian ini hanya bagian lautanlah yang
registered digunakan. Proses masking area dilakukan dengan
mengalikan nilai spektral yang terdapat dalam
citra asli dengan citra yang mempunyai nilai
Masking Area spektral 1 untuk perairan dan null untuk daratan.
Citra yang memiliki nilai null dan 1 diproses
sebelumnya dengan menggunakan persamaan
Penentuan sebagai berikut:
klorofil-a
If i1/i2 <= 0.5 then 1 else null ............... (3)
Dimana i1 adalah band 3 dan i2 adalah band
Klasifikasi
1 pada citra SPOT. Hal ini dikarenakan band-band
tersebutlah yang sesuai untuk mengekstraksi
perairan pada citra SPOT-4. Persamaan tersebut
Kesimpulan memiliki arti bahwa dalam citra SPOT yang
memiliki nilai spektral <=0,5 akan dirubah
nilainya menjadi 1 dan yang lainnya akan berubah
Peta persebaran nilai menjadi null. Sementara nilai spektral air
klorofil-a
adalah <=0,5 sehingga akan terlihat jelas
perbedaan antara daratan dengan lautan.
Untuk membuat model algoritma, terlebih
Selesai
dahulu harus diketahui kanal yang sensitif dan
kanal yang tidak sensitif terhadap parameter yang
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Data Citra. akan diamati. Menurut Ekstrand (dalam Prasasti,
2005) pemilihan kanal yang sesuai untuk
Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengembangkan model algoritma dilakukan
memperbaiki kualitas visual dan sekaligus dengan cara meregresikan data digital dari kanal
memperbaiki nilai pixel yang tidak sesuai dengan tunggal yang potensial menduga konsentrasi
nilai pantulan atau pancaran spektral objek yang klorofil dengan hasil pengukuran insitu dari
sebenarnya. parameter kualitas air tersebut. Kanal-kanal
Lλ = DN/(Gλ*Aλ) + Bλ ...................................... (1) terpilih paling sensitif dan kurang sensitif
selanjutnya dirasiokan untuk menghasilkan data
ρp = ((π*Lλ*d2)/(ESUNλ*COS(θS)) .................. (2) dengan korelasi tertinggi dengan nilai pengukuran
langsung di lapangan. Pada sensor SPOT, kanal-
keterangan : kanal yang dirasiokan biasanya adalah kanal 2
Lλ = radiansi spektral sensor (W/m2/sr/μm) dan kanal 3. Bentuk rasio terbaik yang diperoleh
kemudian dikembangkan menjadi model algoritma
G = gain
penduga konsentrasi klorofil-a (Prasasti, 2005).
A = koreksi absolut Penentuan konsentrasi klorofil-a menggunakan
DN = digital number algoritma dan persamaan sebagai berikut:
B = bias (Herawati, 2008)
d2 = kuadrat jarak bumi-matahari

133
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 21 No. 2 Desember 2015: 131 - 136

C = 2,41 (b3 / b2) + 0,187 ............................. (4) akan diolah. Hasil masking area dapat dilihat
seperti pada Gambar 3.
Keterangan :
C = jumlah konsentrasi klorofil-a (μg/L)
b3 = nilai digital band 3 citra SPOT-4
b2 = nilai digital band 2 citra SPOT-4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil proses koreksi geometrik menghasilkan


citra terkoreksi dengan nilai Root Mean Square
(RMS) kurang dari 1 m, seperti ditunjukkan pada
Gambar 2. Hasil ini lumayan bagus mengingat
nilai RMS masih dibawah dari resolusi spasial citra
SPOT-4.

Gambar 3. Hasil Masking Area.

Menurut Septiawan (2006) pembagian kelas


klasifikasi klorofil adalah: rendah yaitu 0,01 – 0,50
mg/l3; sedang: 0,501 – 1,00 mg/l3; tinggi berkisar
1,01 – 1,50 mg/l3; sangat tinggi yaitu 1,501 –
1,80 mg/l3. Proses klasifikasi menghasilkan
sebaran klorofil-a dengan area seperti bisa dilihat
pada tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Klorofil Perairan Provinsi


Lampung.
kandungan
(a) No Kelas klorofil Area (Ha)
(mg/l3)
1 tinggi 1,010 – 1,500 48.897,00
2 sangat tinggi 1,501 – 1,800 30.313,04

Berdasarkan hasil klasifikasi yang telah


dilakukan untuk daerah perairan Lampung
memiliki jenis klorofil-a dengan konsentrasi tinggi
dan sangat tinggi. Untuk konsentrasi tinggi
memiliki luas area sebesar 48.897 Ha sementara
konsentrasi sangat tinggi memiliki luas sebesar
30.313,04 Ha. Total area yang memiliki
kandungan klorofil-a di perairan Provinsi Lampung
berjumlah 79.210,04 hektar.
Pada Gambar 4 dapat dilihat warna merah
menunjukkan konsentrasi klorofil sangat tinggi
sementara warna biru menunjukkan konsentrasi
(b) dengan klasifikasi tinggi. Berdasarkan peta
sebaran klorofil tersebut dapat dilihat bahwa
Gambar 2. Koreksi Geometrik: (a) Nilai RMS Hasil; klorofil dengan klasifikasi sangat tinggi berada
(b) Lokasi titik GCP.
pada perairan pantai dan pesisir. Warna merah
Proses masking area akan menghasilkan pada Gambar 4 mengelilingi daratan perairan
Lampung mengindikasikan bahwa kandungan
daerah perairan yang sudah dipisahkan dengan
daratan. Daratan akan bernilai null sehingga pada klorofil tinggi di daerah perairan pantai dan
proses selanjutnya untuk penentuan nilai sekitar pesisir pantai.
konsentrasi klorofil-a hanya perairan saja yang

134
Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Sebaran Klorofil-A ....................................................................... (Syetiawan)

Gambar 4. Sebaran Kandungan Klorofil di Perairan Lampung.

KESIMPULAN yang dihasilkan melalui proses fisik massa air,


dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari
Perairan Lampung memiliki konsentrasi lapisan dalam ke lapisan permukaan
klorofil dengan tingkatan klasifikasi tinggi dan (Presetiahadi, 1994).
sangat tinggi. Total area yang memiliki Penelitian ini perlu ditambahkan data suhu
kandungan klorofil-a di perairan Provinsi Lampung permukaan laut untuk menentuan lokasi
berjumlah 79.210,04 hektar. Secara keseluruhan, penangkapan ikan yang lebih akurat. Data
sebaran klorofil-a di perairan Lampung lebih tinggi tersebut menjadi penting karena ikan tidak
konsentrasinya pada perairan pantai dan pesisir, tersebar hanya pada lokasi yang memiliki tingkat
serta rendah di perairan lepas pantai. nutrien makanan tinggi (ditunjukkan dengan
Klorofil-a merupakan salah satu pigmen yang kandungan klorofil-a tinggi) akan tetapi pada suhu
terkandung dalam fitoplankton dan merupakan tertentu yang memungkinkan ikan dapat hidup
bagian yang terpenting dalam proses fotosintesis. dan berkembang biak disana. Suhu merupakan
Klorofil-a sebagian besar dikandung oleh sebagian satu faktor yang sangat berperan dalam
besar dari jenis fitoplankton yang hidup di dalam kehidupan dan pertumbuhan organisme. Menurut
laut (Carolita et al., 1999). Lokasi perairan dengan Raymont (1961), secara umum kisaran suhu yang
kandungan klorofil-a tinggi dapat diindikasikan di optimal bagi perkembangan plankton di daerah
perairan tersebut kaya dengan ikan karena di tropis adalah 25ºC–32ºC. Plankton hidup pada
lokasi tersebut kaya akan makanan. Sebaran kisaran suhu yang luas disebut eurythermal,
klorofil-a lebih tinggi konsentrasinya pada sedangkan yang hidup pada kisaran suhu yang
perairan pantai dan pesisir, serta rendah di sempit disebut stenothermal. Selain faktor suhu
perairan lepas pantai. Tingginya sebaran penelitian untuk menentukan zona penangkapan
konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir ikan ideal tidak hanya dilakukan secara spasial
disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam akan tetapi harus menggunakan data temporal
jumlah besar melalui run-off dari daratan melalui yang lebih banyak, sehingga didapatkan daerah
limpasan air sungai dan cenderung rendah di pergerakan ikan atau tempat berkumpul ikan
perairan lepas pantai karena tidak adanya suplai secara time series.
nutrien dari daratan secara langsung (Fausan,
2011). Namun pada daerah-daerah tertentu di UCAPAN TERIMA KASIH
perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-
a dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini Penulis mengucapkan banyak terima kasih
disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien kepada Saudara Dicky Hermawan yang telah

135
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 21 No. 2 Desember 2015: 131 - 136

berkenan membimbing serta memberikan data Herawati, V.E. 2008. Analisis Kesesuaian Perairan
dalam rangka untuk menyelesaikan penelitian ini. Segara Anakan Kabupaten Cilacap Sebagai Lahan
Budidaya Kerang Totok (Polymesoda Erosa)
DAFTAR PUSTAKA Ditinjau Dari Aspek Produktifitas Primer
Menggunakan Penginderaan Jauh. Thesis Program
Agustina, S. 30 Juni 2015. Prospek Lampung Menjadi Studi Magister Managemen Sumberdaya Pantai
Lumbung Perikanan. Universitas Diponegoro. Semarang.
(www.lampost.co/berita/prospek-lampung- Kustiyo, Dewanti, R., & Lolitasari, I. (2014).
menjadi-lumbung-perikanan, diakses 18 Oktober Pengembangan Metode Koreksi Radiometrik Citra
2015). SPOT 4 Multi-Spektral dan Multi-Temporal untuk
BPS (Badan Pusat Statistik). 2014. Jumlah Penduduk Mosaik Citra. Seminar Nasional Penginderaan
dan Luas Perairan Provinsi Lampung: Jakarta. Jauh, 79–87.
Cahyono, B. 2010. Proses Pengolahan Data Citra Modis Lillesand, T., Kiefer, R.W., Chipman, J. 2007. Remote
untuk Menduga Konsentrasi Klorofil-a Sebagai Sensing and Image Interpretation. John Wiley &
Indikator Tingkat Kesuburan di Perairan Utara Sons, Inc, U.S.A., 6 th ed., 804 p. ISBN: 978-
Papua. Laporan Praktek Kerja Lapangan Fakultas 0470052457.
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Prasasti, I. 2005. Sensivitas Beberapa Algoritma dan
Diponegoro. Semarang. Kanal-Kanal Data Modis Untuk Deteksi Sebaran
Carolita, I., B. Hasyim, D. Dirgahayu, S. Irwan, H. Klorofil. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV,
Noviar, I.W. Bagja dan Y. Noulita. 1999. Analisis 14 – 15 September 2005. Surabaya.
Kualitas Air di Sekitar perairan Surabaya Presetiahadi. K, 1994. Kondisi Oseonografi Perairan
Menggunakan Data Landsat-TM. Majalah Lapan Selat Makassar Pada Juli 1992 (Musim Timur).
Edisi Penginderaan Jauh, 01(01) : 10-19. Skripsi Program Studi Ilmu dan Teknologi
Fausan. 2011. Pemetaan Daerah Potensial Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Raymont, J.E.G. 1961. Plankton and Produktivity in The
Pelamis) Berbasis Sistem Informasi Geografis di Ocean, 2nd Edition,Vol 1 Phyro. Pergamon Press,
perairan Teluk Tomini Provinsi Gorontalo. Skripsi Oxford. England
Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin. Septiawan, A.W. 2006. Pemetaan Persebaran Klorofil di
Makassar. Wilayah Perairan Selat Bali Menggunakan
Hartoko, A. 2004. Development of Digital Multilayer Teknologi Penginderaan Jauh. Skripsi Teknik
Ecological Model For Padang Coastal Water (West Geodesi Institut Teknologi Surabaya. Surabaya.
Sumatra). Coastal Development. Universitas
Diponegoro. Semarang. 129 – 136 hlm.

136

You might also like