You are on page 1of 12

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN

TOKSIKOLOGI EKSPERIMENTAL

PERCOBAAN 9

PENGAMATAN AKTIVITAS ANTIFUNGI

Disusun oleh :

Alifah Malebina Aryan (10060322057)

Wulandari Sri Wijaya (10060322058)

Elfitri Nurhaliza (10060322059)

Silviya Nur Hasanah (10060322060)

Shift/Kelompok : B/6

Tanggal Praktikum : Senin, 08 Mei 2023

Tanggal Laporan : Senin, 15 Mei 2023

Nama Asisten : Imas Yumniati, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2023 M/1444 H
PERCOBAAN 9

PENGAMATAN AKTIVITAS ANTIFUNGI

I. Pendahuluan
Fungi adalah sekelompok besar makhluk hidup eukariotik yang
heterotrof. Fungi termasuk ke dalam organisme heterotrof absortif dimana
fungi mendapat makanannya dari luar tubuh (lingkungan) lalu menyerap
molekul nutrisi ke dalam sel-selnya. Jamur atau fungi merupakan organisme
berspora, tidak berklorofil, bereproduksi secara seksual dan aseksual, fungi
berdasarkan ukuran tubuhnya ada yang makroskopis yaitu fungi yang
berukuran besar, sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang dan ada juga
jamur yang mikroskopis yaitu fungi yang berukuran kecil dan hanya dapat
dilihat dengan menggunakan alat bantu mikroskop (Darwis dkk, 2013).
Fungi mempunyai peranan penting dalam ekosistem. Jamur secara luas
dihargai di seluruh dunia untuk nilai gizi dan pengobatan. Mereka memiliki
rendah lemak, protein tinggi dan vitamin. Fungi mengandung beberapa mineral
dan elemen, serta sejumlah serat makanan (Badalyan, 2012). Fungi mampu
menguraikan bahan organik seperti selulosa, hemiselulosa, lignin protein, dan
senyawa pati dengan bantuan enzim. Fungi menguraikan bahan organic
menjadi senyawa yang diserap dan digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan (Hasanuddin, 2014).
Jamur biasanya tumbuh pada kondisi lingkungan yang teduh dan
tingkat kelembapan yang cukup tinggi, arus angin dan pencahayaan. Beberapa
faktor lainnya adalah kebutuhan sinar matahari tidak langsung, pada kondisi
ini jamur dapat tumbuh dengan cepat, suhu dan sirkulasi udara yang sejuk, dan
kondisi lingkungan dataran rendah sangat cocok untuk kehidupan jamur
makroskopis (Hidayati, dkk, 2015).
Istilah fungi ada dua yaitu kapang dan khamir. Kapang adalah fungi
multiseluler yang mempunyai miselium atau filamen, dan pertumbuhannya
dalam bahan makanan mudah sekali dilihat, yakni seperti kapas. Pertumbuhan
fungi mula-mula berwarna putih, tetapi bila telah memproduksi spora maka
akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Sifat-siat kapang
baik penampakan mikroskopik ataupun makroskopik digunakan untuk
identifikasi dan klasifikasi kapang. Kapang adalah fungi multiseluler yang
mempunyai miselium atau filamen, dan pertumbuhannya dalam bahan
makanan mudah sekali dilihat, yakni seperti kapas. Pertumbuhan fungi mula-
mula berwarna putih, tetapi bila telah memproduksi spora maka akan terbentuk
berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Sifat-siat kapang baik
penampakan mikroskopik ataupun makroskopik digunakan untuk identifikasi
dan klasifikasi kapang (Waluyo, 2016) .
Khamir merupakan fungi uniseluler tidak berfilamen. Biakan khamir
mirip dengan bakteri saat ditumbuhkan pada permukaan media buatan di
laboratorium,namun khamir 5 sampai 10 kali lebih besar dibandingkan dengan
bakteri. Secara mikroskopis, sel-sel khamir dapat terbentuk ellipsoid, bulat atau
terkadang silindris. Kandungan vitamin yang tinggi pada khamir membuat
khamir sangat bernilai sebagai suplemen makanan. Jenis khamir seperti
Candida albicans merupakan khamir patogenik yang dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih dan infeksi vagina (Cappuccino & Sherman, 2013).
Kapang dan khamir merupakan kelompok mikroorganisme yang
termasuk filum Fungi. Fungi menghasilkan berbagai jenis enzim, vitamin,
hormon tumbuh, asam-asam organik dan antibiotik. Sementara itu dari segi
merugikan, kehadiran fungi ini dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit
yang membahayakan bagi organisme lain terutama manusia (Noverita, 2015).
Jamur dapat mengakibatkan berbagai penyakit infeksi, diantaranya
disebabkan oleh jamur Candida albicans. Penyakit yang disebabkan oleh
Candida albicans dikenal dengan kandidiasis. Kandidiasis adalah suatu
penyakit jamur yang bersifat akut dan sub akut yang disebabkan oleh spesies
Candida sp. yang dapat menyerang mulut, vagina, kuku, kulit,
bronki, atau paru-paru. Jamur Candida albicans dapat tumbuh baik pada media
yang mengandung nutrisi yang dapat memenuhi syarat sebagai media
pertumbuhan salah satunya dari sumber karbohidrat pada biji-bijian (Getas,
2014).
Candida albicans merupakan spesies terpatogen dan menjadi penyebab
utama kandidiasis. Candida albicans tumbuh pada berbagai tubuh manusia.
Candida albicans dalam keadaan normal dapat hidup secara seimbang dengan
berbagai mikroba lain di dalam usus. Individu dengan sistem imun yang
ditekan, fungi normal tubuh dapat menyebabkan timbulnya penyakit
(Kavanagh & Sullivan, 2014).
Antifungi merupakan zat berkhasiat yang digunakan untuk penanganan
penyakit yang di sebabkan oleh jamur (kandidiasis). protein, dan senyawa pati
dengan bantuan enzim. Jamur menguraikan bahan organic menjadi senyawa
yang diserap dan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Salah satu
antifungi yang biasa digunakan sebagai obat untuk penyakit yang disebabkan
candida adalah ketokenazole (Hasanuddin, 2014).
Antifungi adalah antibiotik yang mampu menghambat hingga
mematikan pertumbuhan fungi. Antifungi mempunyai dua pengertian yaitu
fungisidal dan fungistatik. Fungisidal didefinisikan sebagai suatu senyawa
yang dapat membunuh jamur, sedangkan fungistatik dapat menghambat
pertumbuhan jamur tanpa mematikannya. Antibiotik adalah metabolit yang
dihasilkan dari berbagai mikroorganisme serta dalam konsentrasi rendah
mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Mikroorganisme
tersebut meliputi bakteri, arkea, fungi, protozoa, alga, dan virus (Radji,2010).
Metode difusi disk (Disc Diffusion test) digunakan untuk mengukur
zona hambat larutan uji terhadap pertumbuhan jamur, yang dilakukan
dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan
petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan jamur oleh suatu
senyawa antifungi dalam larutan uji. Metode difusi merupakan salah satu
metode yang sering digunakan. Salah satu metode difusi adalah metode
sumuran/lubang dengan cara membuat lubang berukuran 5mm pada media
yang sudah menjadi agar dan telah diinokulasi jamur atau bakteri tertentu.
Kemudian setiap lubang diberi perlakuan dengan memasukkan sampel, kontrol
positif dan kontrol negatif,dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama
48 jam. Setelah itu baca zona hambat sekitar sumuran (Hermawan, 2015).

II. Tujuan Percobaan


2.1 Menjelaskan perbedaan waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan fungi di
laboratorium dibandingkan dengan bakteri
2.2 Memahami metode pengujian aktivitas antifungi dari ekstrak tanaman dan
antibiotic.
2.3 Merancang dan dapat melakukan eksperimen mengenai pengujian aktivitas
antifungi dari ekstrak tanaman.

III. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu Bunsen, cawan
petri steril, gelas kimia, jarum ose bundar, labu erlenmeyer, perforator, pipet
ukur steril, rak tabung, dan tabung reaksi steril.
Bahan yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu aquadest steril,
Candida albicans, Flukonazol, infusa daun sirih dengan konsentrasi 50%,
40%, 30%, 20% & 10% , dan SDA (Sabouraud Dextrose Agar).

IV. Prosedur Percobaan


4.1 Persiapan satu hari sebelum praktikum
Alat dan bahan disterilisasi. Pembuatan biakan segar inoculum
Candida albicans 48 jam sebelum praktikum dan pembuatan infusa 50%
daun sirih 1 hari sebelum praktikum. Kemudian disiapkan perhitungan
untuk pengenceran infusa daun sirih 50% menjadi 40%, 30%, 20% dan
10%. Lalu disiapkan perhitungan untuk membuat larutan ketokonazol
10mg/ml.
4.2 Hari praktikum
Dibuat tiga area pada bagian bawah cawan petri, setiap area
diperuntukkan untuk satu konsentrasi larutan uji dan diberi label atau tanda.
Dituangkan 0,5 ml suspensi Candida albicans kedalam cawan petri yang
sudah diberi tanda dan tambahkan media agar sebanyak 40 mL kedalam
cawan petri yang sudah berisi suspensi Candida albicans, media diambil
menggunakan pipet ukur. Semua pengerjaan dilakukan secara aseptis.
Kemudian cawan petri diputar diatas meja untuk meratakan campuran
suspense dan media supaya menjadi homogen dan dibiarkan menjadi padat.
Setelah itu, dibuat sumuran menggunakan alat perforator, sumuran dibuat
disetiap area konsentrasi pada cawan petri, sehingga terdapat tiga sumuran
pada satu cawan petri. Kemudian dimasukan infusa daun sirih dan
flukonazol masing-masing kedalam lubang sebanyak 40µl kedalam lubang
sumuran yang sudah dibuat sesuai dengan label konsentrasi yang terdapat
pada cawan petri. Dilakukan prainkubasi selama 60 menit di area aseptis.
Setelah itu, diinkubasi seluruh cawan petri selama 24-48 jam didalam
inkubator pada suhu 25˚C.

V. Data Pengamatan
Aktivitas Antijamur Terhadap Candida albicans
Diameter Hambat (mm)
Bahan Uji
Pengamatan 24 Jam Pengamatan 48 Jam
Flukonazol 10mg/mL 30 30
Infusa daun sirih 50% 15 15
Infusa daun sirih 40% 13 13
Infusa daun sirih 30% 12 12
Infusa daun sirih 20% 10 10
Infusa daun sirih 10% 8 8
kontrol (aquadest) - -

VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, berjudul Pengamatan Aktivitas Antifungi.
Yang bertujuan untuk menjelaskan perbedaan waktu yang diperlukan untuk
pertumbuhan fungi di laboratorium dibandingkan dengan bakteri,
memahami metode pengujian aktivitas antifungi dari ekstrak tanaman dan
antibiotik, serta merancang dan dapat melakukan eksperimen mengenai
pengujian aktivitas antifungi dari ekstrak tanaman.
Prosedural kali ini, dibuat biakan segar inokulum Candida albicans
48 jam sebelum praktikum. Candida albicans merupakan jamur yang
pertumbuhannya cepat yaitu sekitar 48-72 jam. Kemampuan Candida
albicans tumbuh pada suhu 37˚C merupakan karakteristik penting untuk
identifikasi. Spesies yang patogen akan tumbuh secara mudah pada suhu
25˚C-37˚C. Dan juga dibuat infusa daun sirih, ekstrak daun sirih dilaporkan
mempunyai aktivitas anti cendawan terhadap Candida albicans.
Perbedaan utama antara bakteri dan jamur adalah bahwa bakteri
adalah organisme prokariotik uniseluler sedangkan jamur adalah organisme
eukariotik multiseluler. Bakteri dan jamur mengandung DNA sebagai bahan
genetiknya. Bahan genetik bakteri diatur dalam sitoplasma. Tetapi dalam
jamur, itu diatur di dalam nukleus. Dinding sel bakteri terdiri dari
peptidoglikan. Dinding sel jamur terdiri dari kitin. Bakteri dan jamur adalah
heterotrof yang menggunakan senyawa organik eksternal sebagai makanan.
Bakteri dan jamur adalah dua jenis mikroorganisme yang hidup sebagai
saprofit. Bakteri adalah prokariota uniseluler sedangkan jamur eukariota
uniseluler atau multiseluler. Perbedaan utama antara bakteri dan jamur
adalah organisasi sel dari masing-masing jenis organisme. (Jawetz, 2005).
Sel pada jamur memiliki nukleus dan organel seperti sel tumbuhan
dan hewan. Akan tetapi, dinding sel jamur mengandung kitin, bukan
selulosa seperti sel tumbuhan. Jamur bereproduksi secara seksual dan
aseksual. Beberapa dari mereka termasuk uniseluler (bersel tunggal),
sementara yang lain multiseluler (bersel banyak). Sel-sel dari kebanyakan
Fungi tumbuh berbentuk tabung, memanjang, dan seperti benang (filamen)
yang disebut dengan hifa. Tabung itu sendiri dapat tanpa sekat, atau
bersekat-sekat dan terbagi menjadi kompartemen-kompartemen (sel), sekat
tersebut disebut dengan septa. Hifa yang tidak bersekat disebut dengan
senositik (coenocytic). Pada hifa jenis ini terdapat banyak inti sel yang
tersebar dalam sitoplasma (multinukleat). Hifa kemudian bercabang
berulang kali menjadi jaringan rumit dan meluas secara radial yang disebut
miselium, yang kemudian membentuk talus. (Radji, 2010).
Diameter daerah hambat kombinasi infusa daun sirih pada variasi
konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40 %, dan 50% mengalami peningkatan
seiring dengan pertambahan konsentrasi pada infusa tersebut. Pengamatan
dilakukan waktu 24 jam & 48 jam. Pada infusa daun sirih 50%, hasil
pengamatan 24 jam dan 48 jam memiliki nilai yang sama yaitu 15 mm. Pada
infusa daun sirih 40%, hasil pengamatan 24 jam dan 48 jam memiliki nilai
yang sama yaitu 13 mm. Pada infusa daun sirih 30%, hasil pengamatan 24
jam dan 48 jam memiliki nilai yang sama yaitu 12 mm. Pada infusa daun
sirih 20%, hasil pengamatan 24 jam dan 48 jam memiliki nilai yang sama
yaitu 10 mm. Pada infusa daun sirih 10%, hasil pengamatan 24 jam dan 48
jam memiliki nilai yang sama yaitu 8 mm. Sebagai perbandingan dari rata-
rata diameter daerah hambat pertumbuhan jamur Candida albicans akibat
pemberian variasi kombinasi ekstrak daun sirih hijau digunakan kontrol
positif fluconazole 10 mg/mL. Dengan hasil pengamatan 33 mm dalam
waktu pengamatan 24 dan 48 jam.
Terbentuknya diameter daerah hambat (DDH) akibat pemberian
kombinasi ekstrak daun sirih hijau menunjukkan bahwa terdapat senyawa
bioaktif yang bersifat antifungi pada masing-masing ekstrak. Suatu
antifungi dapat bereaksi dengan cara merusak dinding sel (menghambat
biosintesis kitin dan menghambat biosintesis glukan), merusak membran sel
(merusak fungsi mannoprotein dan interaksi dengan ergosterol) serta
antifungi polien. kandungan senyawa yang diketahui memiliki aktivitas
sebagai antifungi yaitu senyawa terpen seperti eugenol, carvacrol, dan
linalool. Besarnya DDH yang terbentuk menunjukkan efektivitas kombinasi
ekstrak daun sirih dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida
albicans. Semakin besar DDH yang terbentuk maka semakin efektif
kombinasi ekstrak daun sirih tersebut. Kategori daya hambat jamur dapat
ditentukan dengan melihat rerata diameter daerah hambat dari setiap variasi
kombinasi ekstrak daun sirih (Franklin & Snow, 2005).
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas
penghambatan pertumbuhan jamur, salah satunya adalah konsentrasi
senyawa aktif bahan antifungi. Semakin banyak bahan antifungi
(konsentrasi atau volume) yang diberikan semakin cepat kontak yang terjadi
antara sel jamur dengan bahan antifungi tersebut. Faktor lain yang juga
berpengaruh adalah jumlah mikroorganisme, suhu, spesies bakteri, adanya
bahan lain dan pH (Radji, 2005).

VII. Kesimpulan
1. Fungi berkembang baik dengan cara seksual (generatif) dan aseksual
(vegetatif), yang membutuhkan fase pertumbuhan mulai dari 23-48 jam.
Waktu pertumbuhan yang diperlukan fungi lebih lama dibandingkan
waktu pertumbuhan yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri.
2. Metode pengujian antifungi dari ekstrak tanaman daun sirih dan obat
antifungi yaitu flukonazol menggunakan metode difusi agar dengan cara
sumur, dimana adanya zona bening menunjukkan adanya hambatan
terhadap pertumbuhan jamur.
3. Aktivitas antijamur pada infusa daun sirih 10% dengan terbentuknya
diameter hambatan 8 mm pada pengamatan dalam waktu 24 dan 48 jam,
dan diameter hambatan yang paling besar ditunjukkan pada infusa daun
sirih 50% dengan terbentuknya diameter hambatan sebesar 15 mm pada
pengamatan dalam waktu 24 dan 48 jam. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan ukuran diameter daya hambat yang terjadi antar
berbagai konsentrasi umumnya dipengaruhi oleh besarnya ukuran
konsentrasi. Semakin tinggi nilai konsentrasi infusa daun sirih
umumnya maka semakin luas zona hambat yang terbentuk (nilai
diameter daya hambat semakin besar). Hal ini karena adanya
peningkatan kandungan antijamur yang disebabkan oleh kandungan zat
aktif yang terlarut meningkat pada konsentrasi yang lebih tinggi pada
infusa daun sirih yang diuji, sehingga aktivitas antifungi yaitu efektivias
untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan jamur pun semakin
tinggi. Terbukti bahwa infusa daun sirih memiliki aktivitas antifungi.
Daftar Pustaka

Badalyan, S.M. (2012). Edible Ectomycorrhizal Mushrooms. Berlin: Springer-


Verlag.

Cappucino, J.G., dan Sherman, N., (2013), Microbiology A Laboratory Manual,


Rockland Community College, State University of New Yor

Darwis, W., Desnalianif., & Supriati, R. (2013). Inventarisasi Jamur yang Dapat
Dikonsumsi dan Beracun yang Terdapat di Hutan dan Sekitar Desa Tanjung
Kemuning Kaur Bengkulu. Jurnal Konservasi Hayati, 07(02), 1-8.

Franklin, T. J. dan G. A. Snow. (2005). Biochemistry and Molecular Biology of


Antimicrobial Drug Action. Springer Science & Business Media

Getas, I.W., Wiadnya, I.B.R., dan Waguriani, L.A. (2014). Pengaruh Penambahan
Glukosa dan Waktu Inkubasi pada Media SDA (Sabaroud Dextrose Agar)
terhadap Pertumbuhan Jamur Candida Albicans. Media Bina Ilmiah. 8(1):
51-6

Hasanuddin. (2014). Jenis Jamur Kayu Makroskopis Sebagai Media Pembelajaran


Biologi (Studi di TNGL Blangjerango Kabupaten Gayo Lues). Jurnal Biotik,
2(1), 1-76

Hermawan, A.,. (2015). Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Dengan
Metode Difusi Disk. Artikel Ilmiah, Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga Surabaya.

Hidayati, Hidayat, R.M., & Asmawati. (2015). Pemanfaatan Serat Tandan Kosong
Kelapa Sawit Sebagai Media Pertumbuhan Jamur Tiram Putih.
BIOPROPAL INDUSTRI, 6(2), 73-80

Jawetz, Melnick, dan Adelberg. (2005). Mikrobiologi Kedokteran. Jilid 2, Jakarta:


Salemba Medika
Kavanagh, K. & Sullivan, D., (2014). Fungi, dalam Denyer, S. T., Hodges, N. A.,
& Gorman, S. P., Hugo and Russell’s Pharmaceutical Microbiology,
Seventh Edition, Blackwell Publishing Company, UK

Noverita, (2015), Identifikasi Kapang dan Khamir Penyebab Penyakit Manusia


pada Sumber Air Minum Penduduk pada Sungai Ciliwung dan Sumber Air
Sekitarnya. Vis Vitalis, 2 (2): 15-19

Radji, Maksum. (2010). Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Jakarta: EGC

Waluyo. (2016). Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah


Malang Press.

Lampiran

No. Nama NPM Penugasan


1. Alifah Malebina Aryan 10060322057 Pembahasan
Edit, tujuan, dan
2. Wulandari Sri Wijaya 10060322058
kesimpulan
Alat bahan, data
3. Elfitri Nurhaliza 10060322059 pengamatan,
prosedur kerja
Teori dasar,
4. Silviya Nur Hasanah 10060322060
daftar pustaka

You might also like