You are on page 1of 14

Distribusi Obat

Dosen Pengampu :
Ayu Trisna Darmayanti, S.Farm., M.S.Farm

Disusun Oleh :
I Putu Oddy Abhel Satya Artana (033)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Distribusi Obat” tepat waktu.

Makalah “Distribusi Obat” disusun guna memenuhi tugas dari Ibu Ayu Trisna
Darmayanti, S.Farm., M.S.Farm selaku dosen pengampu mata kuliah Praktikum
Biofarmasetika dan Farmakokinetika. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang distribusi obat.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah
membantu baik langsung maupun tidak langsung, karena menyadari bahwa tanpa adanya
dukungan dari mereka, makalah ini tidak akan selesai tepat waktu. Tugas yang telah diberikan
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Tukadsumaga, 20 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Distribusi Obat ............................................................................................... 3
2.2 Struktur, Sifat Fisikokimia dan Mekanisme Kerja Secara Umum Dari Warfarin ............ 3
2.3 Farmakokinetika Warfarin ................................................................................................ 5
2.4. Interaksi Obat warfarin dengan Ibuprofen ...................................................................... 6
2.5. Clotting Time................................................................................................................... 6
2.6 Bleeding Time .................................................................................................................. 8
BAB III .................................................................................................................................... 10
PENUTUP................................................................................................................................ 10
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Farmakokinetika adalah segala proses yang dilakukan tubuh terhadap obat berupa
absorpsi, distribusi, metabolisme ( biotransformasi ), dan ekskresi. Tubuh kita dapat
dianggap sebagai ruangan besar, yang terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisah
oleh membrane membran sel. Sedangkan proses absorpsi, distribusi dan ekskresi obat
dari dalam tubuh pada hakekatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena
proses ini tergantung pada lintasan obat melalui lintasan tersebut.

Membran sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein ( lemak dan protein ) yang
mengandung banyak pori-pori kecil, terisi dengan air. Membran dapat ditembus dengan
mudah oleh zat-zat tertentu, dan sukar dilalui zat-zat yang lain, maka disebut semi
permeable Zat-zat lipofil ( suka Iemak ) yang mudah laryt dalam lemak dan tanpa
muatan listrik umumnya lebih lancar melintasinya dibandingkan dengan zat-zat hidrofil
dengan muatan (ion).

Interaksi farmakokinetik adalah interaksi antar 2 atau lebih obat yang diberikan
bersamaan dan saling mempengaruhi dalam proses ADME (absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan eliminasi) sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah satu
kadar obat dalam darah. Tubuh kita punya banyak enzim yang dapat berinteraksi dengan
berbagai molekul, termasuk obat, yang berpotensi menjadi racun atau nutrien. Namun,
setiap individu juga memiliki gen berbeda dan produk proteinnya menentukan
kemampuan individu merespons obat.

Obat yang masuk dalam tubuh - entah - lewat cara oral, irup, suntik, atau serap
lewat pori- pori- pori kulit - akan melalui beberapa tahap sebelum mencapai sasaran.
Setelah diserap, protein menjemput dan mengantarkan obat ke dalam suatu sel, misal sel
hati. Di sini mereka mengalami modifikasi oleh sejumlah enzim metabolik
(pembongkar-penyusun); bisa diaktifkan atau diurai. Pada manusia bentuk enzim itu
berlainan akibat perbedaan dari genetic. Bisa jadi seseorang punya enzim sangat aktif
sedangkan milik orang lain malah tidak terlalu aktif

1
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud distribusi obat?
2. Bagaimana struktur, sifat fisikokimia dan mekanisme kerja secara umum dari
warfarin?
3. Bagaimana farmakokinetika warfarin: absorpsi obat warfarin, waktu paruh warfarin,
durasi dan onset warfarin, volume distribusi warfarin, metabolisme warfarin?
4. Bamaimana interaksi obat warfarin dengan ibuprofen?
5. Apa itu clotting time, perbedaan dengan metode bleeding time dan jenis - jenis uji
clotting time?
6. Apa itu bleeding time, perbedaan dengan metode clotting time dan jenis - jenis uji
bleeding time?

1.3 Tujuan
Berdasarkan beberapa rumusan masalah diatas, maka adanya beberapa tujuan yang akan
diperoleh dari penyusunan makalah ini, tujuan-tujuan tersebut yaitu :
a) Pembaca dapat mengetahui apa itu distribusi obat.
b) Pembaca dapat mengetahui struktur, sifat fisikokimia dan mekanisme kerja secara umum
dari warfarin.
c) Pembaca dapat mengetahui farmakokinetika dari warfarin.
d) Pembaca dapat mengetahui interaksi obat warfarin dengan ibuprofen.
e) Pembaca dapat mengetahui pengertian clotting time, perbedaan dengan metode bleeding
time dan jenis - jenis uji clotting time.
f) Pembaca dapat mengetahui pengertian bleeding time, perbedaan dengan metode clotting
time dan jenis - jenis uji bleeding time?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Distribusi Obat


Distribusi obat adalah transfer obat yang dapat dibalikkan antara satu
kompartemen ke kompartemen lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi
obat termasuk diantaranya adalah kecepatan aliran darah regional, ukuran molekul,
polaritas dan ikatan dengan protein serum, membentuk kompleks. Distribusi obat ini
dapat menjadi masalah serius di beberapa penghalang alami seperti penghalang darah-
otak.

Setelah obat dikonsumsi dan diserap oleh tubuh, obat tersebut akan disalurkan
melalui sirkulasi darah ke seluruh tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti:

1. Kecepatan aliran darah regional


2. Ukuran molekul
3. Polaritas dan ikatan dengan protein serum
4. Kemampuan obat untuk menembus membran sel tubuh

Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke
seluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi.
Distribusi obat ini dapat menjadi masalah serius di beberapa penghalang alami seperti
penghalang darah-otak. Selain itu, distribusi obat juga dipengaruhi oleh berat dan
komposisi tubuh, yaitu cairan tubuh, massa otot, fungsi, dan peredaran darah berbagai
organ. Jumlah obat yang digunakan untuk mengobati pasien usia lanjut harus
diminimalkan untuk mengurangi kejadian reaksi merugikan, potensi interaksi obat-
obatan, dan kesulitan kepatuhan sementara pada saat yang sama meminimalkan biaya
yang terkait dengan farmakote rapi.

2.2 Struktur, Sifat Fisikokimia dan Mekanisme Kerja Secara Umum Dari Warfarin
Warfarin adalah senyawa kimia dengan rumus molekul C19H16O4. Ini adalah
obat antikoagulan yang digunakan untuk mencegah pembentukan dan migrasi
pembekuan darah. Struktur warfarin terdiri dari bentuk keto rantai terbuka dengan dua

3
isomer, R dan S, dan hemiketal yang memperkenalkan pusat asimetris kedua, sehingga
menghasilkan isomer RR, SS, RS, dan SR. Kedua enansiomer, R-warfarin dan S-
warfarin, memiliki efek yang berbeda secara klinis sebagai obat. Natrium warfarin,
senyawa terkait, bertindak sebagai antikoagulan dengan menghambat sintesis faktor
koagulasi yang bergantung pada vitamin K

Sifat Fisika warfarin:

• Bentuk: Kristal
• Warna: Tanpa warna
• Kekentalan (viskositas): Tidak berlaku

Sifat Kimia:

• Kelarutan air: Praktis tidak larut


• Metabolisme: R-Warfarin utamanya dimetabolisme oleh sitokrom P450
(CYP).
• Aktivitas farmakologis: Dalam keadaan terikat, warfarin tidak memiliki
aktivitas farmakologis, tidak bertransformasi serta tidak diekskresi.

Warfarin bekerja dengan mencegah pembentukan faktor pembekuan darah, dan


efektif untuk pencegahan stroke kardioembolik. Namun, penggunaan warfarin
memiliki keterbatasan, seperti indeks terapi yang sempit dan banyak berinteraksi
dengan obat lain atau makanan, sehingga memerlukan pemantauan laboratorium secara
berkala.

4
Warfarin adalah senyawa antagonis vitamin K yang bekerja dengan cara
menghambat vitamin K pada jenjang karboksilasi γ sintesis faktor koagulasi II, VII, IX,
dan X. Dalam hal ini, warfarin menghambat aktivitas enzim epoksidase vitamin K yang
diperlukan untuk menghasilkan bentuk aktif dari faktor-faktor pembekuan darah
tersebut. Dalam keadaan terikat, warfarin tidak memiliki aktivitas farmakologis, tidak
bertransformasi serta tidak diekskresi. Efek anti-koagulan dari warfarin membutuhkan
waktu beberapa hari karena efeknya terhadap faktor pembekuan darah yang baru
dibentuk bukan terhadap faktor yang sudah ada di sirkulasi. Warfarin tidak mempunyai
efek langsung terhadap trombus yang sudah terbentuk, tetapi dapat mencegah perluasan
trombus. Warfarin memiliki sepasang enantiomer, yaitu R-warfarin dan S-warfarin,
yang memiliki cara metabolisme berbeda oleh sitokrom P450 (CYP). R-warfarin
utamanya dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 1A2 menjadi 6-hidroksiwarfarin
dan 8-hidroksiwarfarin.

2.3 Farmakokinetika Warfarin


Absorpsi obat warfarin terjadi secara cepat dan komplit setelah diberikan secara
oral, dengan konsentrasi puncak umumnya dicapai dalam 4 jam pertama. Efek
antikoagulasi terjadi dalam 24-72 jam setelah administrasi, dengan waktu puncak efek
terapeutik terlihat dalam 5-7 hari setelah inisiasi.

Warfarin diabsorpsi sepenuhnya dan efek antikoagulasi terjadi dalam 24-72 jam
setelah pemberian. Warfarin diekskresikan melalui urine (92%), terutama sebagai
metabolit dan dalam jumlah kecil sebagai obat yang tidak berubah. Waktu paruh
eliminasi sekitar 20-60 jam. Interaksi obat dapat mempengaruhi farmakokinetik
warfarin, termasuk di dalamnya adanya perubahan absorpsi, metabolisme, dan transport
obat yang dapat mengakibatkan penurunan maupun peningkatan aktivitas antikoagulan.

Waktu paruh eliminasi warfarin adalah sekitar 35 jam. Durasi satu dosis warfarin
dapat bertahan hingga 2-5 hari dengan waktu plasma puncak dicapai dalam 1,5-3 hari.
Volume distribusi warfarin adalah 0,14 liter/kg. Warfarin diabsorpsi secara cepat dan
komplit, dengan konsentrasi puncak umumnya dicapai dalam 4 jam pertama. Efek
antikoagulasi terjadi dalam 24-72 jam setelah administrasi, dengan waktu puncak efek
terapeutik terlihat dalam 5-7 hari setelah inisiasi. Warfarin diekskresikan melalui urine
(92%), terutama sebagai metabolit dan dalam jumlah kecil sebagai obat yang tidak
berubah. Warfarin dimetabolisme oleh hati. Interaksi obat dapat mempengaruhi

5
farmakokinetik warfarin, termasuk di dalamnya adanya perubahan absorpsi,
metabolisme, dan transport obat yang dapat mengakibatkan penurunan maupun
peningkatan aktivitas antikoagulan

Awal kerja warfarin biasanya 24 hingga 72 jam. Durasi efeknya adalah 2-5 hari,
dengan waktu puncak plasma dicapai dalam 1,5-3 hari. Warfarin memiliki onset kerja
yang lambat, dan efek terapeutiknya tertunda selama 4 hingga 5 hari hingga semua
faktor pembekuan yang diaktifkan habis. Perubahan paling awal pada International
Normalized Ratio (INR), suatu ukuran pembekuan darah, biasanya terlihat 24 hingga
36 jam setelah pemberian dosis. Onset kerja dan durasi efek yang tertunda ini harus
dipertimbangkan ketika memulai atau menyesuaikan terapi warfarin untuk mencapai
efek antikoagulan yang diinginkan sambil meminimalkan risiko perdarahan.

2.4. Interaksi Obat warfarin dengan Ibuprofen


Interaksi antara warfarin dan ibuprofen dapat meningkatkan risiko perdarahan
karena ibuprofen dapat mempengaruhi agregasi platelet. Meskipun beberapa penelitian
menyatakan bahwa ibuprofen dapat diresepkan dengan warfarin, perlu diingat bahwa
penggunaan bersama keduanya dapat menyebabkan masalah klinis, terutama pada
pasien lanjut usia dengan regimen obat yang kompleks. Interaksi obat ibuprofen dengan
warfarin juga dapat meningkatkan risiko efek samping seperti ulkus peptikum atau
perforasi saluran cerna.

2.5. Clotting Time


Clotting time mengacu pada waktu yang diperlukan sampel darah untuk
membentuk gumpalan. Ini adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
waktu yang dibutuhkan darah untuk membeku. Pengukuran ini sering digunakan dalam
tes seperti waktu protrombin (PT), waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT),
waktu pembekuan teraktivasi (ACT), waktu trombin (TT), atau waktu Reptilase untuk
menilai kemampuan pembekuan alami sampel darah. Kisaran normal waktu
pembekuan biasanya 2-8 menit. Waktu pembekuan dipengaruhi oleh kadar ion kalsium
dan berbagai penyakit. Alat ini digunakan dalam diagnosis kondisi seperti hemofilia
dan dalam memantau terapi antikoagulan. Waktu pembekuan dapat ditentukan dengan
menggunakan berbagai metode, termasuk metode tabung kapiler dan metode tabung
reaksi.

6
Perbedaan antara clotting time dan bleeding time terletak pada metode
pemeriksaan yang digunakan dan variabel yang diukur. Berikut adalah perbedaan
utama antara keduanya:

Clotting Time:

1. Metode: Clotting time diketahui menggunakan metode lee-white


2. Variabel: Clotting time menilai kemampuan pembentukan protrombin dan
mengukur waktu yang diperlukan untuk membentuk protrombin.
3. Normal: Waktu normal clotting time adalah antara 2-8 menit

Bleeding Time:

1. Metode: Bleeding time diketahui menggunakan metode Ivy, yaitu dengan


cara ujung jari dilukai dengan menggunakan lanset.
2. Variabel: Bleeding time menunjukkan kemampuan vasokonstriksi,
trombosit (termasuk kesimpulan fungsi dan jumlah), dan gangguan
vaskuler, kemampuan vasokonstriksi atau gangguan agregasi trombosit.
3. Normal: Waktu normal bleeding time tidak ada, karena variabel ini
tergantung pada kondisi pasien dan gangguan yang ada.

Secara singkat, clotting time lebih berkaitan dengan kemampuan pembentukan


protrombin dan waktu yang diperlukan untuk membentuk protrombin, sementara
bleeding time lebih berkaitan dengan kemampuan vasokonstriksi, trombosit, dan
gangguan vaskuler yang mungkin terjadi. Keduanya menggunakan metode yang
berbeda untuk mengukur waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan pemeriksaan.

Jenis-jenis uji clotting time meliputi:

a) Metode Lee-White: Metode ini digunakan untuk mengukur clotting time


dengan menggunakan dua tabung silikon yang telah dipanaskan pada suhu
37°C. Setelah pengambilan sampel darah, 1 mL darah ditempatkan di
masing-masing tabung, dan waktu mulai pembentukan bekuan dicatat.
b) Metode Slide: Metode ini juga digunakan untuk mengukur clotting time
dengan menggunakan slide. Metode ini memerlukan pengambilan 4 mL
darah untuk setiap tabung dan pencatatan waktu saat bekuan pertama kali
terbentuk.

7
2.6 Bleeding Time
Absorpsi obat adalah proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke dalam
aliran darah. Kecepatan dan efisiensi absorbsi bergantung pada cara pemberiannya.
Proses ini menentukan seberapa cepat dan seberapa banyak obat yang mencapai aliran
darah, yang nantinya akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran
darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat antara lain aliran darah pada
lokasi absorbsi, jumlah area permukaan yang tersedia untuk absorbsi, dan lama kontak
dengan permukaan absorbs.

Bleeding time (waktu perdarahan) adalah waktu yang diperlukan untuk


menghentikan perdarahan setelah pengambilan luka. Waktu ini mencakup kemampuan
vasokonstriksi, trombosit (termasuk kesimpulan fungsi dan jumlah), dan gangguan
vaskuler, kemampuan vasokonstriksi atau gangguan agregasi trombosit. Bleeding time
diukur dengan metode Ivy, yaitu dengan cara ujung jari dilukai dengan menggunakan
lanset. Darah yang pertama keluar dihapus selanjutnya amati perdarahan yang keluar
sampai darah benar-benar berhenti dengan hati-hati dan dengan tidak menyentuh luka
tersebut. Waktu normal bleeding time tidak ada, karena variabel ini tergantung pada
kondisi pasien dan gangguan yang ada.

Perbedaan utama antara bleeding time dan clotting time terletak pada apa yang
diukur dan bagaimana pengukuran dilakukan:

Bleeding Time:

Bleeding time adalah waktu yang diperlukan untuk menghentikan perdarahan


setelah pengambilan luka.

a) Metode pengukuran: Bleeding time diukur dengan cara ujung jari dilukai
dengan menggunakan lanset, dan waktu yang diperlukan untuk
perdarahan berhenti dicatat.
b) Variabel yang diukur: Bleeding time mencakup kemampuan
vasokonstriksi, fungsi dan jumlah trombosit, serta gangguan vaskuler.
c) Normal: Tidak ada rentang waktu normal yang pasti untuk bleeding time
karena variabel ini tergantung pada kondisi pasien dan gangguan yang
ada.

Clotting Time:

8
Clotting time adalah waktu yang diperlukan untuk darah membeku atau
membentuk bekuan.

a) Metode pengukuran
Clotting time diukur dengan metode seperti metode Lee-White atau
metode tabung, di mana waktu yang diperlukan untuk pembentukan
bekuan darah dicatat.
b) Variabel yang diukur
Clotting time menilai kemampuan pembentukan protrombin dan
mengukur waktu yang diperlukan untuk membentuk protrombin.
c) Normal
Waktu normal clotting time adalah antara 3-10 menit.

Dengan demikian, bleeding time mengukur waktu yang diperlukan untuk


menghentikan perdarahan setelah luka, sementara clotting time mengukur waktu yang
diperlukan untuk darah membeku atau membentuk bekuan.

Ada beberapa metode yang digunakan untuk pemeriksaan bleeding time (waktu
perdarahan), antara lain:

1. Metode Duke
Metode ini melibatkan pembuatan luka kecil pada kulit, biasanya pada
lengan, dan pengukuran waktu yang diperlukan untuk perdarahan
berhenti. Metode ini umum digunakan di Indonesia karena perlukaannya
lebih kecil.
2. Metode Ivy
Metode ini juga digunakan untuk mengukur bleeding time. Pada metode
ini, luka pungsi dibuat pada lengan bawah, dan waktu yang diperlukan
untuk perdarahan berhenti dicatat. Kedua metode ini digunakan untuk
mengevaluasi kemampuan tubuh dalam menghentikan perdarahan setelah
trauma. Pemeriksaan bleeding time penting untuk menilai fungsi
trombosit dan mendeteksi adanya kelainan hemostasis

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Distribusi obat adalah proses-proses yang berhubungan dengan transfer senyawa
obat dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam tubuh. Distribusi obat terjadi melalui
beberapa mekanisme, seperti pemasukan ke dalam jaringan lymphatik dan pemasukan
ke dalam jaringan vena sanguin. Jumlah lemak merupakan tempat penyimpanan utama
untuk obat, dan lemak juga mempunyai peranan dalam membatasi efek senyawa yang
kelarutannya dalam lemak adalah tinggi dengan bekerja sebagai akseptor obat selama
fase redistribusi.

Farmakokinetika obat membantu mengevaluasi kemampuan distribusi obat di


dalam tubuh, termasuk kemampuan penyimpanan, pemeliharaan, dan efek obat.
Pelepasan obat dari sediaan bisa diatur atau dikontrol sehingga absorpsi bisa terjadi
lama di saluran cerna, maka timbulah sediaan farmasi yang semula dipakai tiga kali
sehari menjadi satu kali sehari.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hardman, J. G., & Limbird, L. E. (Eds.). (2017). Goodman & Gilman's The Pharmacological

Basis of Therapeutics. New York: McGraw-Hill Education.

Supartondo, S. (2015). Farmakokinetika dan Farmakodinamika Obat. Jakarta: EGC.

11

You might also like