You are on page 1of 7

SASTRA BANDING PUISI “Krawang-Bekasi” dan “The

Young Dead Soldier Do Not Speak”

Muhammad Joedhy Al Shaddiq


2110721021
Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Andalas
mjoedhyal26@gmail.com

Abstrak
Seni telah membuka mata dunia melalui karya sastra yang mencatat sejarah dari sebuah
tulisan. Perihal persoalan kemanusiaan juga tak luput dituangkan oleh karya sastra yang
menyinggung masalah dari sejarah dan kenangan untuk para pahlawan dahulu. Pada kedua
puisi yang berjudul “Krawang-Bekasi” dan “The Young Dead Soldier Do Not Speak” telah
membawa kita kembali mengingat kenangan para pahlawan dahulu Pandangan demikian
telah dibahas untuk menyuarakan pentingnya kesadaran kita betapa pentingnya jasa para
pahlawan. Di Indonesia Chairil Anwar Kiki adalah penulis yang mencoba menyadarkan umat
manusia di negaranya sendiri untuk saling menghargai jasa para pahlawan begitu juga dengan
karya sastra yang ada di luar indonesia yang berjudul “The Young Dead Soldier Do Not
Speak. Melihat kisah itu mendorong para penulis untuk membuat puisi mengenai kenangan
jasa para pahlawan yang menarik dan memiliki pesan moral bagi para pembaca. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teori sastra bandingan.

Latar Belakang

Sastra adalah suatu kegiatan kreatif dari karya seni, sedangkan studi sastra adalah cabang
ilmu pengetahuan (Wellek dan Werren, 2016:3). Mencipta suatu karya merupakan bagian dari
usaha dalam menyampaikan emosi dan pesan pengarang dari apa yang dirasa. Seni kreatif ini
melibatkan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai sarananya. Karya sastra berupa
peninggalan bersejarah bagaikan artefak atau benda mati yang mempunyai makna dan objek
estetik bagi manusia. Sebagaimana seorang arkeolog yang memberikan makna terhadap
sebuah objek. Begitu pula dengan sastra, pemberian makna dilakukan dalam kegiatan sastra
bandingan. Sastra bandingan memiliki aspek pokok berupa analisis, interpretasi (penafsiran),
dan evaluasi atau penilaian (Pradopo dalam Anisah, 2018:2).Sastra merupakan bagian dari
cerminan kehidupan yang dituangkan oleh seorang penulis berdasarkan pengalaman pribadi
maupun dari orang lain. Seorang penulis berusaha membedah aspek kehidupan yang
dilukiskan melalui karyanya. Lalu di interpretasi dan dikaitkan oleh beberapa ilmu yang
dimilikinya untuk menghasilkan sebuah karya yang indah.

Walau demikian, sastra tidak hanya untuk dinikmati penulis maupun pembaca tetapi karya
tersebut dinilai kembali kelebihan dan kekurangannya melalui salah satu bidang ilmu sastra
yaitu sastra bandingan. Kritik sastra bagian dari penilaian untuk melihat kekurangan maupun
kelebihan dari sebuah karya sastra tanpa menyudutkannya. Berusaha menyelidiki karya sastra
dengan menganalisis, memberi pertimbangan baik buruknya karya sastra atau bernilai
tidaknya karya sastra tersebut. Adapula cara untuk mandapatkan gambaran yang jelas
mengenai sastra bandingan pada suatu karya yaitu berkaitan dengan judgement, valuation,
proper understanding, recognition, statement giving valuation and rise in value (Devi,
2019:14). Untuk memberi penilaian perlu melihat karya tersebut secara keseluruhan. Pada
dasarnya dalam penilaian dalam membandingkan karya sastra mencakup tiga paham
penilaian. Penilaian pertama yaitu relativisme yang menghendaki tidak adanya penilaian lagi.
Penilaian kedua adalah paham penilaian absolut berdasarkan paham-paham, aliran-aliran,
politik, moral ataupun berdasarkan ukuran-ukuran tertentu. Penilaian ketiga yaitu penilaian
perspektif dari berbagai sudut pandang dengan menunjukan karya sastra pada waktu terbitnya
dan nilai-nilai karya sastra itu pada masa berikutnya (Pradopo, 2011:49).

Untuk Puisi “Krawang-Bekasi” yang ditulis oleh Chairil Anwar dan “The Young Dead
Soldier Do Not Speak” adalah karya sastra yang sama-sama mengangkat tema mengenang
jasa para pahlawan yang sangat amat berjasa dimasanya. Karya ini pada intinya, memberikan
pesan universal tentang empati, dan kepedulian.

Pembahasan

Puisi “Krawang-Bekasi” Karya Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi


Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
Terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami Cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Puisi “The Young Dead Soldier Do Not Speak”

Nevertheless they are heard in the still houses: who has not heard them?
They have a silence that speaks for them at night and when the clock counts.

They say, We were young. We have died. Remember us.

They say, We have done what we could but until it is finished it is not done.

They say, We have given our lives but until it is finished no one can know what our lives
gave.

They say, Our deaths are not ours: they are yours: they will mean what you make them.

They say, Whether our lives and our deaths were for peace and a new hope or for nothing we
cannot say: it is you who must say this.

They say, We leave you our deaths: give them their meaning: give them an end to the war
and a true peace: give them a victory that ends the war and a peace afterwards: give them
their meaning.

We were young, they say. We have died. Remember us.

Persamaan dan Perbedaan Kedua Puisi


Persamaan:
Tema Kemanusiaan: Kedua puisi mengeksplorasi tema-tema kemanusiaan, terutama tentang
penderitaan dan pengorbanan. “Krawang-Bekasi” mencerminkan ketidakadilan sosial dan
kemiskinan, sedangkan “The Young Dead Soldier Do Not Speak” berfokus pada pengorbanan
tentara muda dalam perang.
Ekspresi Emosi: Kedua puisi menyampaikan emosi yang mendalam dan kuat. Chairil Anwar
dalam “Krawang-Bekasi” mengekspresikan kemarahan dan ketidakpuasan sosial, sementara
“The Young Dead Soldier Do Not Speak” mencerminkan empati dan penghargaan terhadap
pengorbanan pahlawan perang.
Pesannya: Kedua puisi memiliki pesan moral dan sosial yang tersirat dalam kata-kata
mereka. “Krawang-Bekasi” mengkritik ketidakadilan sosial dan ketidaksetaraan, sementara
“The Young Dead Soldier Do Not Speak” merayakan pengorbanan tentara muda.

Perbedaan:
Penulis dan Latar Belakang: Puisi “Krawang-Bekasi” ditulis oleh Chairil Anwar, seorang
penyair Indonesia, sementara “The Young Dead Soldier Do Not Speak” memiliki berbagai
penulis yang mungkin berasal dari berbagai latar belakang budaya dan sejarah.
Konteks dan Lokasi: “Krawang-Bekasi” memiliki konteks sosial dan budaya Indonesia dan
merujuk pada kehidupan di Indonesia, sedangkan “The Young Dead Soldier Do Not Speak”
lebih universal dalam pesannya dan berkaitan dengan pengorbanan tentara dalam perang,
tanpa mengacu pada lokasi geografis tertentu.
Gaya dan Bahasa: Chairil Anwar dikenal dengan penggunaan bahasa yang tajam dan
inovatif dalam “Krawang-Bekasi,” sementara “The Young Dead Soldier Do Not Speak”
cenderung menggunakan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami.
Gaya Puisi: “Krawang-Bekasi” menggunakan gaya puisi modern Indonesia, sedangkan “The
Young Dead Soldier Do Not Speak” mungkin cenderung mengikuti gaya puisi yang lebih
konvensional.
Tujuan Puisi: “Krawang-Bekasi” mungkin memiliki elemen kritik sosial yang lebih kuat,
sementara “The Young Dead Soldier Do Not Speak” lebih berfokus pada penghargaan
terhadap pengorbanan pahlawan perang.

Dengan demikian, kedua puisi ini memiliki beberapa persamaan dalam hal tema dan ekspresi
emosi, tetapi juga memiliki perbedaan signifikan dalam penulis, latar belakang, konteks,
gaya, dan tujuan komunikasinya.

Kelebihan dan Kekurangan dari Kedua Puisi


Puisi “Krawang-Bekasi” Karya Chairil Anwar:
Kelebihan:

Ekspresi Emosi: Chairil Anwar terkenal dengan kemampuannya untuk mengungkapkan


emosi yang kuat melalui puisinya. “Krawang-Bekasi” juga mencerminkan emosi yang
mendalam, yang memungkinkan pembaca merasakan intensitas perasaan penulis.

Gaya Bahasa: Chairil Anwar dikenal karena penggunaan bahasa yang tajam dan inovatif.
Puisi ini menampilkan kekayaan bahasa dan imajinasi yang mengundang pembaca untuk
merenung dan meresapi kata-kata.

Kritik Sosial: “Krawang-Bekasi” merupakan karya yang kritis terhadap ketidakadilan sosial
dan kemiskinan. Ini adalah pesan yang relevan yang dapat membangkitkan kesadaran sosial.

Kekurangan:
Kesulitan Pemahaman: Chairil Anwar terkadang menggunakan bahasa simbolis dan
ambiguitas, membuat puisinya sulit dipahami oleh sebagian pembaca.
Keterbatasan Latar Belakang: Puisi ini mungkin kurang dapat diidentifikasi oleh pembaca
yang tidak memiliki pengetahuan tentang latar belakang sejarah dan budaya Chairil Anwar.

Puisi “The Young Dead Soldier Do Not Speak”

Kelebihan:

Kepedulian pada Pengorbanan Tentara Muda: Puisi ini menghormati pengorbanan tentara
muda dan mengungkapkan penghargaan terhadap pahlawan perang, yang bisa memicu rasa
nasionalisme dan penghargaan.
Bahasa yang Jelas: Puisi ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami, memungkinkan
berbagai jenis pembaca untuk memahami pesan dan emosi yang ingin disampaikan.
Pesan yang Universal: Pesan puisi ini tentang pengorbanan dalam perang adalah tema yang
dapat diidentifikasi oleh banyak orang di berbagai konteks sejarah dan budaya.

Kekurangan:

Keterbatasan dalam Bahasa dan Gaya: Puisi ini mungkin terbatas dalam penggunaan
bahasa dan gaya yang cenderung sederhana, yang bisa membuatnya terlihat kurang inovatif
dibandingkan dengan karya-karya yang lebih kompleks.
Keterbatasan Nuansa Emosi: “The Young Dead Soldier Do Not Speak” mungkin kurang
dalam nuansa emosi dibandingkan dengan karya-karya Chairil Anwar yang sangat ekspresif.

Kesimpulan

baik “Krawang-Bekasi” karya Chairil Anwar maupun “The Young Dead Soldier Do Not
Speak” memiliki nilai sastra mereka sendiri. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan
masing masing, yang mencerminkan gaya dan pesan yang berbeda dalam puisi. Pilihan antara
keduanya sangat subjektif dan tergantung pada preferensi pembaca dalam hal gaya, tema, dan
kompleksitas bahasa.

You might also like