You are on page 1of 4

SERUM MALONDIALDEHID PADA OBESITAS DAN NON OBESITAS

1
Yulia Khairina Ashar
1
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan
1
yuliakhairinaa@uinsu.ac.id

ABSTRACT
Obesity raising public health problems because it is a major causative factor in the development of various diseases such as dyslipidemia, atherosclerosis, cardiovascular and others through increased
production of Reactive Oxygen Species (ROS). Increased production of ROS causes oxidative stress to cell damage. Oxidative stress in the body can be seen from serum Malondialdehyde (MDA)
levels. This study aims to determine the relationship of obesity with serum MDA levels that are obese and non-obese. This type of research uses case control study design. Research subjects of 35
people who were divided into two groups, namely obesity and non-obesity. Measurement of serum MDA levels was carried out by the TBARs method (Thiobarbituric Acid and Reactive
Substances) by spectrophotometry, then the data were analyzed using the Independent T-test. This study produced an average serum MDA level that was obese was 1.7 ± 0.4 nmol / ml and the
average non-obese serum MDA level was 1.5 ± 0.5 nmol / ml. This shows that obese people have higher MDA levels than non-obese people, with a value of p = 0.200 (p> 0.05) which means there
is no significant difference in the average serum MDA level between obesity and non-obesity. The conclusion of this study is that there is no significant difference in the average MDA level between
obesity and non-obesity.
Keywords: MDA, Obesity, ROS, Oxidative stress

ABSTRAK
Obesitas dapat meningkatkan masalah kesehatan masyarakat karena merupakan faktor penyebab utama dalam pengembangan berbagai penyakit seperti dislipidemia, aterosklerosis, kardiovaskular
dan lainnya melalui peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS). Peningkatan produksi ROS menyebabkan stres oksidatif hingga kerusakan sel. Stres oksidatif dalam tubuh dapat dilihat
dari kadar Malondialdehyde (MDA) serum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan obesitas dengan kadar MDA serum yang obesitas dan non – obesitas. Jenis penelitian menggunakan
desain case control study. Subjek penelitian berjumlah 35 orang yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu obesitas dan non – obesitas. Pe ngukuran kadar MDA serum dilakukan dengan metode
TBARs (Thiobarbituric Acid and Reactive Substances) dengan spektrofotometri, selanjutnya data dianalisis dengan uji T-Test Independent. Penelitian ini menghasilkan rata-rata kadar MDA serum
yang obesitas adalah 1,7 ± 0,4 nmol/ml dan rata-rata kadar MDA serum yang non – obesitas adalah 1,5 ± 0,5 nmol/ml. Hal ini menunjukkan orang yang obesitas memiliki kadar MDA yang lebih
tinggi dibandingkan orang yang non – obesitas, dengan nilai p=0,200 (p>0,05) yang artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar MDA serum antara obesitas dengan non –
obesitas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar MDA antara obesitas dengan non – obesitas.

Kata kunci: MDA, Obesitas, ROS, Stres Oksidatif


9
PENDAHULUAN pada sel. Seseorang yang dikategorikan obesitas (yaitu dengan Indeks Massa Tubuh
Prevalensi obesitas terus meningkat di Indonesia dan dapat ≥ 25 kg) lebih tinggi kadar MDA serumnya dibandingkan dengan orang yang non
10
meningkatkan masalah kesehatan masyarakat, berdasarkan laporan riset kesehatan obesitas (Indeks Massa Tubuh < 25 kg). Berbagai penelitian telah membuktikan
dasar pada tahun 2007, 2013 dan 2018. Obesitas paling umum ditemukan di wilayah adanya hubungan yang bermakna antara kadar MDA serum dan kelompok IMT. Studi
perkotaan karena adanya perubahan gaya hidup yang disebabkan oleh tingginya yang dilakukan oleh Huemei (2018) menunjukkan adanya korelasi antara kadar MDA
1 11
kesejahteraan masyarakat kota. Salah satu bentuk perubahannya adalah aktifitas fisik dengan IMT (r =0,333, p value= 0,002).
2
rendah perseorangan yang diikuti oleh pola makan tinggi lemak dan karbohidrat. Hal
Masih terbatasnya informasi tentang MDA dan obesitas di Indonesia
ini menyebabkan sindroma metabolik akibat ketidakseimbangan aktifitas fisik dan
membuat pola intervensi obesitas menjadi belum maksimal. Pola intervensi obesitas
3
asupan tubuh pada penderita obesitas.
dengan indikator MDA akan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam diet
Indikator penilaian sindroma metabolic pada penderita obesitas adalah tinggi antioksidan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
4
stres oksidatif. Stres oksidatif terjadi karena peningkatan produksi ROS di dalam hubungan kadar MDA serum antara obesitas dan non obesitas. Sehingga diharapkan
jaringan lemak yang obesitas. Stres oksidatif didefinisikan sebagai kondisi dapat memberikan pendekatan yang komprehensif dan mendasar dalam
ketidakseimbangan antara manifestasi sistemik dari ROS dan kemampuan tubuh pengembangan pengendalian kadar MDA serum pada obesitas dan non obesitas
untuk mendetoksifikasi intermidier reaktif ROS atau memperbaiki kerusakan yang berdasarkan pola diet tinggi antioksidan.
5
dihasilkan. Gangguan pada keadaan reduksi-oksidasi normal sel dapat menyebabkan
METODE
efek toksik atau berbahaya melalui produksi peroksida dan radikal bebas yang dapat
6 Penelitian ini menggunakan desain case control dengan kelompok kasus
merusak seluruh komponen sel seperti protein, lipid, dan DNA.
adalah kelompok obesitas dan non-obesitas sebagai kelompok kontrol. Penelitian
Stres oksidatif dapat dipantau melalui tes TBARs menggunakan kadar
dilakukan pada daerah perkotaan dengan mempertimbangkan tingginya kasus
7
Malondialdehid (MDA) sebagai marker. TBARs adalah tes yang paling sering
obesitas tersebut. Variabel independen utama dalam penelitian ini adalah indeks
digunakan untuk mengukur kadar stres oksidatif dengan mengukur hasil dari
massa tubuh (IMT) dan variabel dependen berupa Malondialdehid (MDA) serum.
8
perkosidasi lipid yaitu MDA.
Populasi penelitian ini adalah kelompok usia produktif di lokasi
Malondialdehid bersifat reaktif dan berpotensi bersifaubah t mutagenik
penelitian. Kelompok kasus berjumlah 19 orang dengan kriteria inklusinya adalah
serta dapat menyebabkan sel tubuh mengalami sehingga membuat sumbatan protein

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 1


berusia minimal ≥ 18 tahun dengan IMT ≥ 25, bersedia menjadi responden dan telah Tabel 2. Gambaran Kadar MDA
menandatangani lembaran informed consent setelah mendapat penjelasan dari Variabel Mean ± SD (95% CI)
peneliti. Kelompok non-obesitas berjumlah 16 orang dengan kriteria minimal ≥ 18 Kadar MDA 1.7 ± 0.5 (1.5 -1.9)
tahun dengan IMT < 25, bersedia menjadi responden dan telah menandatangani
lembaran informed consent setelah mendapat penjelasan dari peneliti. Jumlah Pada kelompok non-obesitas diketahui kadar MDA rerata yaitu 1.5

kelompok kontrol kurang dari kelompok kasus dikarenakan serum tidak dapat nmol/ml, sedangkan responden yang memiliki status obesitas memiliki kadar MDA

dianalisis laboratorium. Penelitian ini mengekslusikan beberapa kriteria menjadi rerata yaitu 1.7 nmol/ml. Kadar MDA serum pada obesitas lebih tinggi secara rerata

sampel penelitian seperti mempunyai penyakit kronis, mengonsumsi alkohol, dibandingkan pada responden yang tidak obesitas walaupun secara statistik tidak

merokok, dan mengonsumsi beberapa obat tertentu secara rutin. terdapat hubungan yang signifikan.

Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan metode Thiobarbituric Acid Tabel 3. Hubungan Kadar MDA serum pada obesitas dan non-obesitas

Reactive Substances (TBARS) dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 530


Kelompok Rerata Kadar MDA p value
nm dengan cara mengambil sampel darah vena responden yang dikumpulkan
(nmol/ml)
sebanyak 1 ml dengan menggunakan jarum suntik sekali pakai. Pengukuran kadar
Non Obesitas 1.5 ± 0.5
MDA ini dilakukan di Laboratorium FK Universitas Indonesia. Pengukuran IMT 0,200
Obesitas 1.7 ± 0.4
dengan mengukur tinggi badan (meteran) dan berat badan (timbangan digital)
responden. PEMBAHASAN

Analisis univariat dilakukan dengan melihat proporsi karakteristik Pada penelitian ini didapatkan adanya perbedaan kadar MDA antara

responden dan menghitung nilai ukuran tengah dan variasi dari kadar MDA serum. serum dari obesitas dan non-obesitas dimana kadar MDA pada obesitas lebih tinggi

Analisis hubungan kadar MDA serum pada kelompok obesitas dan non obesitas (1,7 ± 0,4 nmol/ml) dibandingkan dengan non-obesitas (1,5 ± 0,5 nmol/ml) walaupun

menggunakan uji T-Test Independent. secara statistik tidak bermakna. Tingginya kadar MDA pada obesitas dapat
disebabkan karena tingkat stress oksidatif lebih tinggi dibandingkan non-obesitas.
HASIL
Keadaan ini menyatakan bahwa semakin tinggi IMT seseorang maka semakin tinggi
Pada sampel penelitian dengan kelompok obesitas (N=19 sampel) dan 10
juga stres oksidatif yang terjadi pada tubuh orang tersebut.
kelompok non-obesitas (N=16 sampel), diketahui bahwa sampel didominasi oleh
perempuan di masing-masing kelompok obesitas (64,6%) dan kelompok non-obesitas Peningkatan ROS dan turunnya aktivitas antioksidan dapat

(56.2%) (Tabel 1). Terdapat perbedaan usia yang signifikan antara kelompok obesitas menyebabkan gangguan pada keseimbangan reaksi reduksi-oksidasi (redoks),

(39.1 tahun) dan non obesitas (52.2 tahun). menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan pada
12
lemak, protein, DNA, dan komponen-komponen sel lainnya. Selain itu, ROS juga
Kadar MDA pada perempuan non-obesitas memiliki rata-rata selisih
dapat menggangu dan merusak struktur dan fungsi jaringan tubuh, menyebabkan
sebesar 0.4 nmol/ml lebih besar dibandingkan dengan kelompok obesitas.
gangguan-gangguan lain yang terkait obesitas seperti sindroma metabolik, diabetes
Tabel 1. Karakteristik Demografi Penelitian
melitus tipe-2, Non-Alcoholic Fatty Liver Disease, steatohepatitis, dan sampai
13
Obesitas Non Obesitas (%) meningkatkan resiko seseorang terkena kanker.

(%) Stres oksidatif juga dapat menyebabkan kerusakan DNA dan RNA
Jenis Kelamin secara tidak langsung. Kerusakan DNA akibat stres oksidatif disebut dengan oksidasi
Laki-Laki 4 (36.4) 7 (43.8) DNA. Oksidasi DNA terjadi akibat basa nukleotida DNA, khususnya guanin,
Perempuan 15 (64.6) 9 (56.2) teroksidasi akibat tingginya kadar ROS yang ada di dalam sel yang diproduksi
Usia (Mean ± SD) melalui rantai transport elektron pada saat proses fosforilasi oksidatif, menyebabkan
Laki-Laki 34.7 ± 11.6 55.7 ± 12.9 teroksidasinya guanin menjadi 8-hidroksiguanin. Oksidasi RNA terjadi akibat asam
Perempuan 40.3 ± 8.8 49.4 ± 14.3 nukleotida RNA teroksidasi oleh ROS melalui reaksi Fenton. Oksidasi RNA lebih

Kadar MDA (Mean ± SD) sering terjadi dibandingkan dengan oksidasi DNA dikarenakan struktur RNA yang

Laki-Laki 1.6 ± 0.2 1.5 ± 0.4 lebih sederhana dibandingkan dengan struktur DNA dan juga jumlah RNA tersebar di
6
Perempuan 1.6 ± 0.5 2.0 ± 0.5 nukleus dan sitoplasma sel dibandingkan DNA yang hanya berada di nukleus.

Tingginya tingkat stres oksidatif, dan kadar MDA sebagai akibatnya,


Secara umum, rata-rata kadar MDA adalah 1.7 nmol/ml (95% CI : 1.5 dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis non-infeksi sebagai akibat dari
nmol/ml -1.9 nmol/ml), dengan standar deviasi 0.5 nmol/ml dengan kadar MDA kerusakan yang diakibatkan oleh efek destruktif dari ROS dan radikal bebas lainnya,
terendah 1.5 nmol/ml dan kadar MDA tertinggi 1.9 nmol/ml (Tabel 2). kerusakan DNA dan mutasi maupun iregularitas yang disebabkannya. Tingginya

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 2


kadar MDA pada pasien obes dapat menyebabkan Parkinson, Alzheimer, dan Lou 9. Farmer EE, Davoine C. Reactive electrophile species. Curr. Opin. Plant
14, 15
Gehrig, yang disebabkan oleh kerusakan sel akibat stres oksidatif. Stress Biol 2007; 10 (4): 380–6.
oksidatif yang berkepanjangan dapat menyebabkan ROS merusak membrana lipid 10. WHO.2019.(http://www.euro.who.int/en/
dari komponen fofolipid bilayer dari dinding sel, menyebabkan kematian sel tersebut healthtopics/disease-prevention/nutrition/a
12, 16
yang berlanjut ke kerusakan jaringan sekitar sel. healthy-lifestyle/body-mass-index-bmi)
11. Huimei A, Xiangdong D. Lingyan Q, Qiufang J, Guangzhong Y et al. Obesity, altered

KESIMPULAN oxidative stress, and clinical correlates in chronic schizophernia patients. Tranlastional Psychiatry.
2018; 8: 258. (11).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingginya kadar MDA pada
12. Halliwell B, Whiteman M . Measuring reactive species and oxidative damage in vivo in
kelompok obesitas disebabkan oleh terjadinya stress oksidatif pada tubuh. cell culture: how should you do it and what do the result means? Journal of Pharmacology 2004;
142:231-255.
SARAN
13. Myers Jr GM, Rudolph LL, Randy JS, Michael WS. Obesity and leptin resistance: dis-
Penelitian lanjutan untuk menelaah lebih dalam peran MDA sebagai
tinguishing cause from effect. Trends Endocrionol Metab 2010; 21(11): 643-651.
biomonitoring obesitas menjadi penting dalam penyusunan program intervensi diet 14. Farooqui AA, Horrocks LA, Farooqui T. Glycerophospholipids in brain: their metabo-

pada obesitas. lism, incorporation into membranes, functions, and involvement in neurological disorders. Chemistry
and Physics of Lipids 2000; 106(1):1–29.

UCAPAN TERIMA KASIH


15. Barnes A. Obesity and sedentary lifestyles: risk for cardiovascular disease in women.
Texas Heart Institute Journal 2012; 39(102): 224 -227.

Ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat yang telah 16. Wang Q, Sun Y, Ma A, Li Y, Han X, Liang H. Effects of vitamin E on plasma lipid

memberikan motivasi, bimbingan, dan bantuan kepada penulis dalam melakukan status and oxidative stress in Chinese women with metabolic syndrome. Int. J. Vitam. Nutr. Res.
2010;80:178– 187.
penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Obesity and overweight. World Health Or-


ganization. 2016 Desember. Tersedia di
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/
e n/.
2. Ramachandran A, Chamukuttan S. Rising burden of obesity in asia in
world health organization, Journal of Obesity. 2010; 31:1-2.
3. Kanazawa M, N Yoshiike, T Osaka, Y Numba, P Zimmet, S Inoue. Cri-
teria and classification of obesity in japan and asian-oceania. Asian Pacific Journal
2002; 8:1-10.
4. Isabella S, Maria VC, Daniela E, Valeria G, Luciana A: Obesity-associ-
ated oxidative stress: Strategies finalized to improve redox state. Int J Mol Sci 2013;
14(5): 10497-10538.
5. Murray RK, Granner DK. Aspek biokimia komunikasi ektrasel dan in-
traseluler. In: Murray RK, Granner DK, Rodwell VW, editors. Penerjemah; Brahm
U.P. Biokimia Harper, 27th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC P.415– 433.
6. Chandra K, Syed SA, Abid M, Sweety, Najam AK. Protection against
fca induced oxidative stress induced dna damage as a model of arthritis and in vitro
anti-arthritic potential of costus speciosus rhizome extract. Int Jour of Pharmacognosy
and Phytochemical Rsrch 2015; 7(2): 383 - 398.
7. Del Rio D, Stewart AJ, Pellegrini N. A review of recent studies on mal-
ondialdehyde as toxic molecule and biological marker of oxidative stress. Nutr Metab
Cardiovasc Dis 2005; 15 (4):316–28.
8. Devasagayam TPA, Bollor KK, Ramasarma T. Methods for estimating
lipid peroxide: an analysis of merits and demerits. Indian J Biochem Biophys 2003;
20(40): 3008.

PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 3


PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 4

You might also like