You are on page 1of 16

PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK FISIK

PERCOBAAN 2
ASAM BASA KERAS LUNAK

Disusun Oleh :
Nama : Arnoldus Danang Subakti Watutiba
NIM : 211444008
Kelas/Kelompok : A/2

Dosen Pengampu :
Johnsen Harta, M.Pd.

Asisten Praktikum
1. Felisitas Bety Marlinda
2. Rizal Galih Pratama

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
SEMESTER GASAL 2023/2024
PERCOBAAN 2
ASAM BASA KERAS LUNAK
A. Judul Praktikum
Asam Basa Keras Lunak
B. Hari dan Tanggal Praktikum
Kamis, 4 Oktober 2023
C. Tujuan Praktikum
1. Menganalisis reaksi kimia yang terjadi antara asam dan basa keras lunak.
2. Memprediksi kelarutan garam perak halida dalam air sesuai dengan prinsip
asam basa keras lunak.
D. Landasan Teori
Menurut Pearson dalam (Latupeirissa & Latupeirissa, 2012) asam keras
akan membentuk senyawa paling stabil bila berinteraksi dengan basa atau ligan
keras, begitu pula asam lunak akan membentuk senyawa kompleks yang stabil
bersama ligan atau basa lunak. Kekuatan atau dalam hal ini kekerasan atau
kelunakan dari suatu asam dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti radius ionik,
polarisasi, oksidasi, dan lainnya (Fitriah & Mahatmanti, 2012).
Asam dan basa keras ada memiliki elektron valensi rendah yang lebih
sedikit sehingga polarisasi muatan pada intinya tinggi. Sementara asam basa keras
yang memiliki valensi besar memiliki jari atom yang lebih padat sehingga
polarisasi distorsi elektron mengalami interaksi elektrostatik yang kuat. Asam basa
lunak dengan elektron valensi besar lebih mudah terpolarisasi, sementara asam basa
lunak dengan valensi rendah sedikit sulit untuk terpolarisasi. Umumnya asam keras
menempati sisi kiri tabel periodic, sedangkan asam lunak akn menempati sisi kanan
pada tabel periodik (Ghosh & Manna, 2018).
Cr3+, Cd2+, dan Cu2+, merupakan contoh ion yang menjadi asam lunak,
asam medium, serta asam keras (Djunaidi et al., 2010). Interaksi antara kompleks
asam basa lunak dan keras dijelaskan oleh konsep HSAB yang dapat meramalkan
larut atau tidaknya suatu reaksi yang melibatkan senyawa asam basa lunak keras,
yang mana pengaruh pH juga dapat mempengaruhi kelarutan (Busroni et al., 2023).
E. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Gelas Kimia 100 mL b. Labu Ukur 100 mL

1
c. Batang pengaduk h. Oven
d. Pipet ukur i. Corong
e. Pipet tetes j. Neraca
f. Rak dan tabung reaksi k. Kertas Saring
g. Spatula
2. Bahan f. Larutan FeCl3 0,1 M
a. Akuades g. Larutan KSCN 0,1 M
b. Larutan CuSO4 0,1 M h. Larutan AgNO3 0,1 M
c. Larutan NH4OH 0,1 M i. Larutan KCl 0,1 M
d. Larutan NiSO4 0,1 M j. Larutan KI 0,1 M
e. Larutan HCl 0,1 M
F. Prosedur Kerja
1. Reaksi Asam Basa-Keras Lunak

Tabung reaksi berisi 2 mL CuSO4 0,1M ditambahkan NH4OH secara


perlahan.

Tabung reaksi berisi 2 mL NiSO4 0,1M ditambahkan HCl 0,1 M secara


perlahan.

Tabung reaksi berisi 2 mL FeCl3 ditambahkan kalium tiosianat tetes


demi tetes.

Setiap perubahan yang terjadi diamati dan dicatat, kemudian pengaruh


HSAB terhadap pembentukan kompleks.

2
2. Aplikasi dari Asam Basa Keras Lunak: Prediksi Kelarutan Garak Perak
Halida

Larutan perak nitrat 0,1 M dan larutan kalium klorida 0,1 M disiapkan.

5 mL larutan perak nitrat ditambahkan kalium klorida secara terus menerus


hingga terbentuk endapan, kemudian disaring.

Endapan dikeringkan pada oven pada suhu 500C.

Endapan diambil sedikit dan dilarutkan menggunakan akuades pada tabung


reaksi.

Kelarutan endapan diamati, kemudian prosedur yang sama dilakukan pada


kalium iodida 0,1M sebagai pengganti kalium klorida. Kelarutan antara
keduanya dibandingkan

G. Data Pengamatan
1. Reaksi Asam Basa Keras-Lunak
No Reaktan Perubahan yang Teramati
1 CuSO4 + NH4OH Larutan yang awalnya bening membentuk endapan
putih setelah 40 tetes NH4OH, selama 1 menit 30
detik
Persamaan Reaksi: CuSO4(aq) + 2NH4OH(aq) → Cu(OH)2(s) +
(NH4)2SO4(aq)
2 NiSO4 + HCl Larutan yang awalnya biru menjadi sedikit lebih
bening setelah penambahan 70 tetes HCl, selama 4
menit 50 detik.
Persamaan Reaksi: NiSO4(aq) + HCl(aq) → NiCl2(aq) + H2SO4(aq)
3 FeCl3 + KSCN Larutan yang awalnya kuning menjadi merah
setelah penambahan 3 tetes KSCN, selama 4 detik
Persamaan Reaksi: FeCl3(aq) + 3KSCN(aq) → Fe(SCN)3 (aq) +
3KCl(aq)

3
2. Aplikasi Asam Basa Keras-Lunak : Kelarutan Garam Perak Halida
No Reaktan Perubahan yang Teramati
Penambahan 7 mL KCl membentuk endapan putih
menggumpal.
AgNO3 + KCl
1 0,02 gram endapan sedikit larut dalam akuades 10 mL
setelah 10 menit diaduk.
Persamaan Reaksi: AgNO3(aq) + KCl(aq) → AgCl(s) + KNO3(aq)
Penambahan 15 mL KI membentuk endapan kuning
menggumpal.
AgNO3 + KI
2 0,02 gram endapan tidak larut dalam akuades 10 mL
setelah 10 menit diaduk.
Persamaan Reaksi: AgNO3(aq) + KI(aq) → AgI(s) + KNO3(aq)
H. Pembahasan
Praktikum kedua ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis reaksi kimia
yang terjadi antara asam dan basa keras-lunak serta untuk memprediksi kelarutan
garam perak halide dalam air sesuai dengan prinsip asam basa keras-lunak. Salah
satu kegunaan dari teori HSAB yang mengklarifikasi teori asam basa lewis adalah
dapat menentukan arah reaksi serta menentukan hasil reaksi dengan melihat keras
atau lunaknya komponen dalam suatu reaktan. Asam basa keras akan membentuk
senyawa stabil dengan berikatan dengan basa asam keras dan asam basa lemah
akan membentuk senyawa stabil dengan basa asam lemah, sementara asam basa
perbatasan dapat stabil dan cepat dengan asam basa keras maupun lunak
(Latupeirissa & Latupeirissa, 2012). Oleh karena itu dalam suatu reaksi, perlu
mengamati komponen mana dalam suatu reaktan yang bersifat asam basa keras
atau lunak. Dalam Saito (2004, pp. 53), klasifikasi asam basa keras lunak berdasar
afinitasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Keras Perbatasan Lunak
H+, Li+, Na+, K+, Be2+, Fe2+, Co2+, Ni2+, Cu2+, Cu+, Ag+, Au+, Tl+,
Asam Mg2+, Ca2+, Al3+, Ti4+, Zn2+, Sn2+, Pb2+, Sb3+, Cd2+, Hg+, Hg2+, Pd2+,
Cr3+, Fe3+, BF3, Cl7+ Bi3+ Pt2+, Pt4+
NH3, H2O, R2O, F-, OH- N3-, N2, NO2-, Br-, H-, CN-, R-, I-, PR3,
Basa
, O2-, NO3-, SO42-, PO43- SO32-, SCN- SR2, CO2-

4
Menurut tabel tersebut maka sifat asam basa keras lunak pada percobaan bagian 1
adalah:
No Reaktan Sifat
1 CuSO4 Cu2+ → Asam Medium/Perbatasan
SO42- → Basa Keras
NH4OH NH3 → Basa Keras
H2O → Basa Keras
2 NiSO4 Ni2+ → Asam Medium/Perbatasan
SO42- → Basa Keras
HCl H+ → Asam Keras
Cl- → Basa Keras
3 FeCl3 Fe3+ → Asam Keras
Cl- → Basa Keras
KSCN K+ → Asam Keras
SCN- → Basa Medium/ Perbatasan
SCN- → Basa Lunak
Double displacement atau reaksi metatesis, merupakan reaksi kimia yang
melibatkan adanya pertukaran ikatan antara gugus atau ion dalam reaktan. Ikatan
yang terbentuk dapat berupa ikatan kovalen atau ikatan ionik. Asam basa keras
akan stabil bereaksi dengan basa asam keras, dikarenakan keduanya memiliki
elektronegatifitas yang tinggi akan membentuk ikatan ionik. Asam basa lunak
bereaksi stabil dengan basa asam lunak, dikarenakan keduanya memiliki
elektroengatifitas yang sama, maka akan membentuk ikatan kovalen yang kuat
(Syamsidar, 2013: pp. 36-40).

Gambar 1: Larutan CuSO4 awal Gambar 2: Endapan Putih Cu(OH)2

5
Pada percobaan bagian 1 direaksikan 2 mL larutan CuSO4 dengan larutan
NH4OH. Setelah ditambahkan 40 tetes NH4OH selama 1 menit 30 detik, terbentuk
endapan putih pada larutan biru. Jika dikaitkan dengan sifat asam basa keras lunak,
maka akan terjadi pertukaran ganda antara ion pada CuSO4 dengan ion pada
NH4OH. Menurut Andaka (2008), dengan mereaksikan larutan ion Cu2+ dalam
CuSO4 yang awalnya berwarna biru, akan membentuk senyawa Cu(OH)2 yang
berbentuk endapan putih. Hal tersebut dikarenakan terjadinya reaksi pertukaran
ganda antara ion-ion dalam CuSO4 dengan NH4OH, dengan persamaan reaksi
sebagai berikut.
CuSO4(aq) + 2NH4OH(aq) → Cu(OH)2(s) + (NH4)2SO4(aq)
Jika endapan dipanaskan, akan membentuk endapan CuO yang lebih stabil.

Gambar 3: Larutan NiSO4 awal Gambar 4: Larutan NiCl2

Bagian 2 percobaan 1 dilakukan dengan mereaksikan 2 mL larutan NiSO4


dengan HCl. Setelah HCl ditambahkan sebanyak 70 tetes selama 4 menit 50 detik,
tidak terjadi perubahan signifikan pada campuran. Perubahan yang terjadi berupa
warna biru NiSO4 menjadi sedikit lebih cerah. Jika melihat sifat asam basa keras-
lunak, maka dilihat bahwa spesi didalamnya, Ni2+ merupakan asam perbatasan
sehingga dapat bereaksi dengan basa keras atau basa lunak. Ketika terjadi
pertukaran ganda, ion Ni2+ akan membentuk NiCl2, hal ini dikarenakan preferensi
H+ yang akan lebih bereaksi dengan SO42- yang memiliki sifat basa keras yang
lebih sesuai dengan H+ sebagai basa keras. Ion Ni2+ dalam NiSO4 akan larut dalam
HCl membentuk larutan NiCl2 berwarna hijau jernih, dengan persamaan reaksi
sebagai berikut (Abd el et al., 2003).
NiSO4(aq) + HCl(aq) → NiCl2(aq) + H2SO4(aq), atau
Ni2+(aq) + HCl-(aq) → NiCl2(aq)

6
Gambar 5: Larutan FeCl3 awal Gambar 6: Larutan Fe(SCN)3
Bagian 3 percobaan 1 dilakukan dengan mereaksikan 2 mL FeCl3 dengan
KSCN. Setelah ditambahkan 3 tetes KSCN dalam kurun waktu 4 detik, terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi merah. Menurut De Berg (2019) reaksi
antara ion Fe3+ pada FeCl3 dengan SCN- akan membentuk larutan berwarna merah,
dengan mekanisme bergantung pada ligan SCN- yang merupakan ambidentat. Pada
SCN-, S atau N dapat berikatan dengan logam. S dapat mengikat basa yang lunak,
sementara N mengikat basa keras. Oleh karena itu, ketika bereaksi dengan Fe3+
yang merupakan basa keras, N pada SCN- akan bereaksi lebih stabil dan cepat
membentuk Fe(SCN)3 dengan persamaan reaksi sebagai berikut.
FeCl3(aq) + 3KSCN(aq) → Fe(SCN)3 (aq) + 3KCl(aq) (De Berg, 2019: pp. 7)
Jika melihat kembali teori menurut Pearson dalam Fitriah & Mahatmanti
(2012), maka semakin dekat preferensi asam basa keras lunak, maka bentukan
senyawa akan semakin stabil, kuat, dan cepat. Dalam praktikum percobaan 1 dari
bagian 1-3, disimpulkan bahwa reaksi FeCl3 dengan KSCN membentuk Fe(SCN)3
dan KCl3 adalah reaksi yang paling cepat. Fe3+ yang berikatan dengan N dari SCN-
lebih cepat terbentuk, karena preferensinya cukup dekat (asam keras dan basa
perbatasan). Ion Cu2+ dan Ni2+ sama-sama asam medium sehingga reaksinya dapat
berbarengan. Namun reagennya memiliki tingkat basa keras yang berbeda, dimana
H2O (dari NH4OH) lebih keras daripada Cl- (dari HCl). Sehingga dari sini dapat
dilihat bahwa urutan kedua adalah pembentukan Cu(OH)2 pada reaksi:
CuSO4(aq) + 2NH4OH(aq) → Cu(OH)2(s) + (NH4)2SO4(aq)
dan diurutan ketiga pembentukan NiCl2 pada reaksi:
NiSO4(aq) + HCl(aq) → NiCl2(aq) + H2SO4(aq)
Dalam menyimpulkan reaksi berikutnya berdasarkan data pengamatan, maka
CuSO4 dengan NH4OH lebih cepat dibanding NiSO4 dan HCl. Reaksi yang terjadi
pada CuSO4 lebih mudah diamati melalui pembentukan endapan, sementara pada
NiSO4 hasil reaksi yang berupa perubahan warna sedikit lebih sulit diamati.
7
Mengingat perubahan warna dari biru muda ke hijau kurang diamati pada
praktikum.
Percobaan 2 dilakukan untuk memprediksi kelarutan garam halida (F, Cl, Br,
I). Bagian 1 dan 2 dilakukan dengan mereaksikan 5 mL larutan AgNO3 dengan KCl
dan KI. AgNO3 ditambahkan kedua reagen pada gelas kimia yang berbeda dengan
volume reagen ditambahkan hingga terbentuk endapan yang cukup banyak. Ketika
direaksikan antara AgNO3 dengan KCl dan KI. Terbentuk endapan putih (AgCl)
dan kuning (AgI), yang mana hasil tersebut sesuai dengan teori menurut De Berg,
(2019: pp.36). Endapan yang terbentuk kemudian disaring menggunakan kertas
saring dan dikeringkan pada oven di suhu 500C hingga kering. Endapan tersebut
nantinya ditimbang dan digunakan pada uji kelarutan garam halida. Berikut
hubungan secara stoikiometri antara reaktan dan massa endapan yang dihasilkan.
Pada bagian 1 dengan reaksi:
AgNO3(aq) + KCl(aq) → AgCl(s) + KNO3(aq) (American Water Chemicals, 2023)
Dalam pembentukan endapan AgCl, dibutuhkan setidaknya 7 mL KCl.
Pada bagian 2 terjadi reaksi:
AgNO3(aq) + KI(aq) → AgI(s) + KNO3(aq) (American Water Chemicals, 2023)
Dalam pembentukan endapan AgI, dibutuhkan setidaknya 15 mL KI.
Secara stoikiometrik dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 1: Perhitungan Mol Percobaan 2
Reagen Molaritas (M) Volume(V) Mol (M x V)
AgNO3 0,1 M 5 mL → 0,005 L 5 x 10-4 mol
KCl 0,1 M 7 mL→ 0,007 L 7 x 10-4 mol
KI 0,1 M 15 mL → 0,015 L 1,5 x 10-3 mol

Tabel 2: Massa Endapan AgCl secara Stoikiometri


Percobaan 2 Bagian 1
AgNO3(aq) + KCl(aq) → AgCl(s) + KNO3(aq)
m 5 x 10-4 mol 7 x 10-4 mol - -
r 5 x 10-4 mol 5 x 10-4 mol 5 x 10-4 mol 5 x 10-4 mol
s - 2 x 10-4 mol 5 x 10-4 mol 5 x 10-4 mol

8
Maka endapan yang terbentuk
• Mol = massa/Mr
• MrAgCl = 143,5 gram/mol
• Massa AgCl = mol x Mr
Massa AgCl = 5 x 10-4 mol . 143,5 gram/mol
Massa AgCl = 0,07175 gram

Tabel 3: Massa Endapan AgI secara Stoikiometri


Percobaan 2 Bagian 1
AgNO3(aq) + KI(aq) → AgI(s) + KNO3(aq)
m 5 x 10-4 mol 1,5 x 10-3 mol - -
r 5 x 10-4 mol 5 x 10-4 mol 5 x 10-4 mol 5 x 10-4 mol
s - 1 x 10-3 mol 5 x 10-4 mol 5 x 10-4 mol
Maka endapan yang terbentuk
• Mol = massa/Mr
• MrAgI = 235 gram/mol
• Massa AgI = mol x Mr
Massa AgI = 5 x 10-4 mol . 235 gram/mol
Massa AgI = 0,1175 gram

Untuk menghubungkan hasil endapan secara stoikiometri dengan endapan yang


terbentuk dalam percobaan tidak dapat dilakukan, hal ini dikarenakan kurangnya
koordinasi sehingga praktikan belum sempat menimbang endapan keseluruhan.
Endapan diambil 0,02 gram saja dalam rangka uji kelarutan dalam air.
Uji kelarutan garam perak halida dalam air dilakukan dengan mengambil 0,02
gram endapan yang terbentuk pada prosedur sebelumnya, berupa endapan AgCl
dan AgI. Masing-maisng endapan dimasukkan ke dalam gelas kimia dan
ditambahkan dengan 10 mL akuades. Hasilnya, AgCl sedikit larut, sementara AgI
tidak larut dalam air setelah direaksikan selama 10 menit. Hasil percobaan bagian
ini dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah ini.

9
Gambar 7: Larutan AgNO3 awal Gambar 8: Endapan AgCl

Gambar 9: Endapan AgI awal Gambar 9: Endapan AgCl dan AgI

Gambar 10: Pelarutan 0,02 gram Endapan AgCl dan AgI

Ag+ merupakan asam lunak, Cl- merupakan basa keras, I- merupakan basa
lunak. Sifat keras linak tersebut berdasarkan tabel klasifikasi asam basa keras luna
menurut Saito (2004). Jika dilihat dari kekuatan keras lunaknya, maka Ag+ akan
lebih stabil dan membentuk ikatan yang kuat (interaksi asam basa lunak) dengan
AgI, sementara Ag+ dan Cl+ akan membentuk ikatan yang lebih lemah, sehingga
dapat mudah larut dalam air. Dalam reaksi kimia, teori HSAB dapat meramalkan
arah pergeseran kesetimbangan, terjadi atau tidaknya suatu reaksi, serta
meramalkan kelarutan garam (Kilo, 2018, pp. 171-176). Tren kelarutan dapat
diperkirakan menggunakan teori HSAB, menurut teori ini kelarutan AgI lebih kecil
dari AgCl dalam air. Hal ini dikarenakan dalam pelarutannya, memerlukan
pengganti basa keras lunak Cl- dan I- dengan air. Sementara air memiliki sifat basa
keras, maka AgCl hanya akan sedikit larut dan AgI tidak larut, mengingat tingkat
basa H2O > Cl- > I-. Selain itu preferensi Ag+ sebagai asam lemah, lebih kuat

10
bereaksi dengan I- yang bersifat basa lemah. Hal ini menuruti teori asam basa keras
lunak menurut Pearson dalam Latupeirissa & Latupeirissa (2012) dan Syamsidar
(2013).
I. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
reaksi kimia antara asam dan basa keras lunak dapat diramalkan melalui
penggunaan teori HSAB. Menggunakan teori tersebutm reaksi kimia akan terjadi
secara cepat dan membentuk senyawa yang stabil mengikuti preferensi teori
HSAB. Menggunakan teori ini, dapat juga diramalkan tren kelarutan garam halida
dalam air melalui pergantian basa lewis yang berikatan dengan ion Ag+ (Cl- dan I-)
dengan air sebagai basa keras.
J. Pertanyaan Pascapraktik
1. Jelaskan perbandingan kecepatan pembentukan produk dari reaksi kimia
asam basa keras lunak pada bagian 1!
Jika melihat kembali teori menurut Pearson dalam Fitriah & Mahatmanti
(2012), maka semakin dekat preferensi asam basa keras lunak, maka bentukan
senyawa akan semakin stabil, kuat, dan cepat. Dalam praktikum percobaan 1
dari bagian 1-3, disimpulkan bahwa reaksi FeCl3 dengan KSCN membentuk
Fe(SCN)3 dan KCl3 adalah reaksi yang paling cepat. Fe3+ yang berikatan
dengan N dari SCN- lebih cepat terbentuk, karena preferensinya cukup dekat
(asam keras dan basa perbatasan). Ion Cu2+ dan Ni2+ sama-sama asam medium
sehingga reaksinya dapat berbarengan. Namun reagennya memiliki tingkat basa
keras yang berbeda, dimana H2O (dari NH4OH) lebih keras daripada Cl- (dari
HCl). Sehingga dari sini dapat dilihat bahwa urutan kedua adalah pembentukan
Cu(OH)2 pada reaksi:
CuSO4(aq) + 2NH4OH(aq) → Cu(OH)2(s) + (NH4)2SO4(aq)
dan diurutan ketiga pembentukan NiCl2 pada reaksi:
NiSO4(aq) + HCl(aq) → NiCl2(aq) + H2SO4(aq)
2. Jelaskan kelarutan garam perak yang terbentuk pada bagian dua jika
ditinjau dari asam basa keras lunak!
Basa lewis yang terikat pada Ag+ berupa Cl- dan I- memiliki kekuatan keras
lunak yang berbeda. Cl- cenderung lebih keras dari pada I-. Ion Ag+ merupakan
asam lunak yang preferensinya akan berikatan dengan basa lunak, dalam hal ini

11
Ag+ akan lebih stabil dan membentuk ikatan kuat bersama I- membentuk AgI.
Sehingga bila melihat kekuatan ikatan, AgCl lebih lemah dari AgI. Ketika
melarutkan garam halida tersebut di dalam air, maka air sebagai basa keras akan
menggantikan basa yang terikat pada Ag+. Namun sifat air lebih keras dari pada
Cl- dan I-, dengan urutan keras ke lunak H2O > Cl- > I-. Sehingga AgCl- akan
sedikit larut, sementara AgI tidak dapat larut, mengingat preferensi ikatannya
cukup kuat berdasarkan teori HSAB (asam basa keras dengan basa asam keras;
asam basa lunak dengan basa asam lunak). Hal ini menuruti teori asam basa
keras lunak menurut Pearson dalam Latupeirissa & Latupeirissa (2012) dan
Syamsidar (2013).

12
K. Daftar Pustaka
Abd El Aal, E. E., Zakria, W., Diab, A., & Abd El Haleem, S. M. (2003). Anodic
Dissolution of Nickel in Acidic Chloride Solutions. Journal of Materials
Engineering and Performance, 12(2), 172–178.
https://doi.org/10.1361/105994903770343312
American Water Chemicals, I. (2023, - -). Chemical Precipitation. Retrieved from
Membran Chemicals: https://www.membranechemicals.com/water-
treatment/precipitation/
Andaka, G. (2008). Penurunan Kadar Tembaga Pada Limbah Cair Industri
Kerajinan Perak Dengan Presipitasi Menggunakan Natrium Hidroksida. Jurnal
Teknologi, 1.
Busroni, Anwar, C., & Santosa, S. J. (2023). Penjerapan Kation Fe3+, Pb2+
Menggunakan TBKA dan TBMTKA sebagai Bahan Penjerap: Kajian Variasi pH,
Kapasitas Adsorpsi, dan Waktu Kontak: Adsorption of Fe3+, Pb2+ Cations Using
TBKA and TBMTKA as Adsorbents: Study of pH Variations, Adsorption Capacity,
and Contact Time. Jurnal Teknologi Lingkungan, 24(1), 050–057.
https://doi.org/10.55981/jtl.2023.242
De Berg, K. C. (2019). The Iron(III) Thiocyanate Reaction: Research History and
Role in Chemical Analysis. Springer International Publishing.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-27316-3
Djunaidi, M. C., Khabibi, K., & Trisna, D. (2010). Sintesis Asam Eugenoksi Asetat
(EOA) dari Eugenol untuk Ekstraktan Logam Berat dan Recovery Krom dari
Limbah Elektroplating. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 13(1), 12–17.
https://doi.org/10.14710/jksa.13.1.12-17
Fitriah, H., & Mahatmanti, F. W. (2012). Pengaruh Konsentrasi Pada Pembuatan
Membran Kitosan Terhadap Selektivitas Ion Zn(II) DAN Fe(II). Indonesian
Journal of Chemical Science, 1(2).
Ghosh, S., & Manna, L. (2018). The Many “Facets” of Halide Ions in the
Chemistry of Colloidal Inorganic Nanocrystals. Chemical Reviews, 118(16), 7804–
7864. https://doi.org/10.1021/acs.chemrev.8b00158
Kilo, A. L. (2018). Kimia Anorganik: Struktur dan Kereaktifan. Gorontalo: UNG
Press.
Latupeirissa, J., & Latupeirissa, A. N. (2012). Poli (Etil Eugeniloksi Asetat)
Sebagai Ekstraktan Ion Logam. MJoCE, 2(1), 62–67.
Saito, Taro. Buku Teks Kimia Anorganik Online. Iwanami Shouten Publishing
Company, 2004. 52–53.
Syamsidar, H. (2013). Dasar Reaksi Kimia Anorganik. Alauidin University Press.

13
L. Lampiran Data Pengamatan

14
15

You might also like