Makalah Kep Darurat Kel 01 Ns. Maria

You might also like

You are on page 1of 44

MAKALAH KEPERAWATAN KEGAWAT DARURAT ( OBSTETRI)

OLEH KELOMPOK I

IMANUEL RATO NONO 2120001

JENI RIANA BULU 2120007

SITIRAHMATIA YASIN 2120012

OLIVIA VILOMENA SIWI 2120002

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmatNYA serta hidayah-NYA kepada kami, sehingga kami

dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah mata kuliah Keperawatan

Gawat Darurat sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.Pembuatan

makalah ini adalah sebagai salah satu tugas kami dalam menempuh

pembelajaran di semester ini

Penulis berharap dengan disusunnya makalah ini dapat sedikit

banyak menambah pengetahuan para pembaca. Penulis menyadari bahwa

dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi

penyempurnaan makalah ini.


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurang lebih sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil


setiap tahunnya. Pada umumnya kehamilan ini berlangsung dengan
aman. Tetapi, sekitar 1554 menderita komplikasi berat, dengan
sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu.
Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu
setiap tahun.
Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu
sewaktu hamil atau dalam waktu 42 hari setelah sesudah berakhirnya
kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau usia kehamilan.
Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah Angka
Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian ibu
dalam 1.000.000 kelahiran hidup. Angka ini mencerminka risiko obstetri
yang dihadapi oleh seorang ibu sewaktu ia hamil. Jika ibu tersebut
hamil beberapa kali, risikonya meningkat dan digambarkan sebagai
risiko kematian ibu sepanjang hidupnya, yaitu pribabilitas menjadi hamil
dan probabilitas kematian karena kehamilan sepanjang masa
reproduksi.
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsug.
Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan,
persalinan, atau masa nifas dan segala intervensi atau penanganan tidak
tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung merupakan

akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang sudah timbul
sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya
malaria, anemia, HIV/AIDS dan penyakit kardiovaskular.
Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian
langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu
perdarahan (25 %, biasa perdarahan pascapersalinan), sepsis (15 %),
hipertensi dalam kehamilan (12 %), partus macet (8 %), komplikasi
aborsi tidak aman (13 %), dan sebab-sebab lain (8 %).
Mengenal kasus gawatdarurat obstetri secara dini sangat penting agar
pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Dalam menangani
kasus gawatdarurat, penentuan permasalahan utama (diagnosis) dan
tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, cermat, dan
terarah. Dengan diagnosis yang tepat maka penatalaksanaan yang
dilakukan juga dapat tepat mengenai sasaran, hal ini dapat memprkecil
angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip dasar penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetri?

2. Bagaimana penilaian awal kegawatdaruratan obstetri?

3. Bagaimana penilaian klinik lengkap kegawatdaruratan obstetri?

4. Bagaimana prinsip umum penanganan syok perdarahan?


5. Bagaimana penanganan kasus perdarahan dalam obstetri (kehamilan,
persalinan, dan masa nifas?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui prinsip dasar penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetri

2. Mengetahui penilaian awal kegawatdaruratan obstetri

3. Mengetahui penilaian klinik lengkap kegawatdaruratan obstetri

4. Mengetahui prinsip umum penanganan syok perdarahan

5. Mengetahui penanganan kasus perdarahan dalam obstetri (kehamilan,


persalinan, dan masa nifas

D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat dengan
pertimbangan sebagai berikut:

1. Sebagai informasi mengenai penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetri.


2. Menjadi pembelajaran bagi penulis agar lebih baik dalam penulisan-
penulisan berikutnya.
BAB II PEMBAHASAN

A. Prinsip Dasar
Kasus kegawatdarurat obstetri ialah kasus obstetri yang apabila
tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan
kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama
kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir. Dari sisi obstetri empat
penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir ialah (1)
perdarahan; (2) infeksi dan sepsis; (3) hipertensi dan
preeklampsia/eklampsia, serta (4) persalinan macet ( distosia).
Persalinan macet hanya terjadi pada saat persalinan berlangsung,
sedangkan ketiga penyakit yang lain dapat terjadi dalam kehamilan,
persalinan, dan dalam masa nifas. Yang dimaksudkan dengan kasus
perdarahan disini termasuk kasus perdarahan yang diakibatkan oleh
perlukaan jalan lahir mencakup juga kasus ruptura uteri. Selain keempat
penyebab kematian utama tersebut, masih banyak jenis kasus
gawatdarurat obstetri baik yang terkait langsung dengan kehamian dan
persalinan, misalnya emboli air ketuban, maupun yang tidak terkait
langsung dengan kehamilan dan persalinan, misalnya luka bakar, syok
anafilaktik karena obat, dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas.

Manifestasi klinik kasus gawatdarurat tersebut berbeda-beda dalam


rentang yang cukup luas.

1. Kasus perdarahan, dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan berwujud


bercak, merembes, profus, sampai syok.
2. Kasus infeksi dan sepsis, dapat bermanifestasi mulai dari pengeluaran
cairan pervaginam yang berbau, air ketuban hijau, demam, sampai
syok.
3. Kasus hipertensi dan preeklampsia/eklampsia, dapat bermanifestasi
mulai dari keluhan sakit/pusing kepala, bengkak, penglihatan kabur,
kejang-kejang, sampai koma/pingsan/tidak sadar.
4. Kasus persalinan macet, lebih mudah dikenal yaitu apabila kemajuan
persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu yang normal;
tetapi kasus persalinan macet ini dapat merupakan
manifestasi ruptura uteri.

1. Kasus gawatdarurat yang lain, bermanifestasi klinik sesuai dengan


penyebabnya.
Mengenal kasus gawatdarurat obstetri secara dini sangat penting agar
pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan . mengingat
manifestasi klinik kasus gawatdarurat obstetric yang berbeda-beda
dalam rentang yang cukup luas, mengenal kasus tersebut tidak selalu
mudah dilakukan, bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya
pikir dan daya analisis, serta pengalaman tenaga penolong. Kesalahan
ataupun kelambatan dalam menentukan kasus dapat berakibat fatal.
Dalam prinsip, pada saat menerima setiap kasus yang dihadapi harus
dianggap gawatdarurat atau setidak-tidaknya dianggap berpotensi
gawatdarurat, sampai ternyata setelah pemeriksaan selesai kasus itu
ternyata bukan kasus gawatdarurat.
Dalam menangani kasus gawatdarurat, penentuan permasalahan
utama (diagnosis) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan
dengan cepat, cermat, dan terarah. Walupun prosedur pemeriksaan dan
pertolongan dilakukan dengan cepat, prinsip komunikasi dan hubungan
antara dokter-pasien dalam menerima dan menangani pasien harus
tetap diperhatikan.

B. Penilaian Awal
Dalam menentukan kondisi kasus obstetri yang dihadapi apakah dalam
keadaan gawatdarurat atau tidak, secara prinsip harus dilakukan
pemeriksaan secara sistematis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
umum, dan pemeriksaan obstetrik. Dalam praktik, oleh karena
pemeriksaan sistematis yang lengkap membutuhkan waktu agak lama,
padahal penilaian harus dilakukan secara cepat, maka dilakukan
penilaian awal.
Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan
cepat kasus obstetri yang dicurigai dalam keadaan gawatdarurat dan
membutuhkan pertolongan segera dengan mengidentifikasi penyulit
(komplikasi) yang dihadapi. Dalam penilaian awal ini, anamnesis
lengkap belum dilakukan. Anamnesis awal dilakukan bersama-sama
periksa pandang, periksa raba, dan penilaian tanda vital dan hanya
untuk mendapatkan informasi yang sangat penting berkaitan dengan
kasus. Misalnya, apakah kasus mengalami perdarahan, demam, tidak
sadar, kejang, sudah mengejan atau bersalin berapa lama, dan
sebagainya. Fokus utama penilaian adalah apakah pasien mengalami
syok hipovolemik, syok septik, syok jenis lain (syok kardiogenik, syok
neurologik, dan sebagainya), koma, kejang-kejang, atau koma disertai
kejang- kejang dan hal itu terjadi dalam kehamilan, persalinan,
pascasalin, atau masa nifas. Syok

kardiogenik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik jarang terjadi pada


kasus obstetri. Syok
kardiogenik dapat terjadi pada kasus penyakit jantung dalam
kehamilan/persalinan. Angka kematian sangat tinggi. Syok neurogenik
dapat terjadi pada kasus inversio uteri sebagai akibat rasa nyeri yang
hebat disebabkan oleh tarikan kuat pada peritoneum, kedua
ligamentum infundibulopelvikum dan ligamentum retundum. Syok
anafilaktik dapat terjadi pada kasus emboli air ketuban.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk penilaian awal sebagai berikut:

1. Penilaian dengan periksa pandang (inspeksi):

a. Menilai kesadaran penderita: pingsan/koma, kejang-kejang, gelisah,


tampak kesakitan.

b. Menilai wajah penderita: pucat, kemerahan, banyak berkeringat.


c. Menilai pernapasan: cepat, sesak napas.

d. Menilai perdarahan dari kemaluan


2. Penilaian dengan periksa raba (palpasi):

a. Kulit: dingin, demam.

b. Nadi: lemah/kuat, cepat/normal.


c. Kaki/tungkai bawah: bengkak.
3. Penilaian tanda vital:
Tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan.
Hasil penilaian awal ini, berfokus pada apakah pasien mengalami
syok hipovolemik, syok septik, syok jenis lain, koma, kejang-kejang atau
koma disertai kejang-kejang, menjadi dasar pemikiran apakah kasus
mengalami penyulit perdarahan, infeksi, hipertensi/ preeklampsia/
eklampsia, atau penyulit lain. Dasar pemikiran ini harus dilengkapi dan
diperkuat dengan melakukan pemeriksaan klinik lengkap selesai dilakukan,
langkah-langkah untuk melakukan pertolongan pertama sudah dapat
dikerjakan sesuai hasil penilaian awal, misalnya ditemukan kondisi syok,
pertolongan pertama untuk mengatasi syok harus sudah dilakukan.
C. Penilaian Klinik Lengkap
Pemeriksaan klinik lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
umum, dan pemeriksaan obstetri termasuk pemeriksaan panggul secara
sistematis meliputi sebagai berikut:
1. Anamnesis: diajukan pertanyaan kepada pasien atau keluarganya beberapa
hal berikut dan jawabannya dicatat dalam catatan medik.

a. Masalah/keluhan utama yang menjadi alasan pasien datang ke klinik


b. Riwayat penyakit/masalah tersebut, termasuk obat-obatan yang sudah
didapat

c. Tanggal hari pertama haid yang terakhir dan riwayat haid

d. Riwayat kehamilan sekarang


e. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu termasuk kondisi
anaknya

f. Riwayat penyakit yang pernah diderita dan penyakit dalam keluarga

g. Riwayat pembedahan
h. Riwayat alergi terhadap obat
2. Pemeriksaan fisik umum:

a. Penilaian keadaan umum dan kesadaran penderita

b. Penilaian tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan)


c. Pemeriksaan kepala dan leher

d. Pemeriksaan dada (pemeriksaan jantung dan paru-paru)


e. Pemeriksaan perut (kembung, nyeri tekan atau nyeri lepas, tanda
abdomen akut, cairan bebas

dalam rongga perut)


f. Pemeriksaan anggota gerak (antara lain edema tungkai bawah dan kaki)
3. Pemeriksaan obstetri:

a. Pemeriksaan vulva dan perineum

b. Pemeriksaan vagina
c. Pemeriksaan serviks

d. Pemeriksaan rahim (besarnya, kelainan bentuk, tumor, dan sebagainya)


e. Pemeriksaan adneksa

f. Pemeriksaan his (frekuensi, lama, kekuatan, relaksasi, simetri dan


dominasi fundus)
g. Pemeriksaan janin
1) Di dalam atau di luar rahim

2) Jumlah janin

3) Letak janin

4) Presentasi janin dan turunnya presentasi (tangan, tali pusat, dan lain-lain)

5) Anomali kongenital pada janin

6) Taksiran berat janin

7) Janin mati atau hidup, gawat janin atau tidak

4. Pemeriksaan panggul:

a. Penilaian pintu atas panggul:

1) Promontorium teraba atau tidak

2) Ukuran konjugata diagonalis dan konjugata vera

3) Penilaian linea inominata teraba berapa bagian atau teraba seluruhnya

b. Penilaian ruang tengah panggul:


1) Penilaian tulang sakrum (cekung atau datar)

2) Penilaian dinding samping (lurus atau konvergen)

3) Penilaian spina iskiadika (runcing atau tumpul)

4) Ukuran jarak antarspina iskiadika (distansia interspinarum)

c. Penilaian pintu bawah panggul:

1) Arkus pubis (lebih besar atau kurang dari 90o)

2) Penilaian tulang koksigis (ke depan atau tidak)

d. Penilaian adanya tumor jalan lahir yang menghalangi persalinan


pervaginam

e. Penilaian panggul (panggul luas, sedang, sempit atau panggul patologik)


5. Penilaian imbang feto-pelvik: (imbang feto-pelvik baik atau disproporsi
sefalo-pelvik)
D. Prinsip Umum Penanganan Syok Perdarahan
Syok hemoragik adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan
yang banyak yang dapat disebabkan oleh perdarahan antepartum seperti
plasenta previa, solusio plasenta, dan ruptura uteri, juga disebabkan oleh
perdarahan pascapersalinan seperti atonia dan laserasi serviks/vagina.
Gejala klinik syok hemoragik bergantung pada jumlah perdarahan yang
terjadi mulai dari yang ringan sampai berat seperti terlihat pada tabel
berikut.

1. Klasifikasi Perdarahan
Tabel 2.1: Klasifikasi Perdarahan

Kelas Jumlah Perdarahan Gejala Klinik

I - Tekanan darah dan nadi normal


(Ringan) • Tes Tilt (+)
II 20-25 %
• Takikardi-takipnea
(Sedang) • Tekanan nadi < 30 mmHg

t k a n a n d ar a h si s to l i k
• P en g i s i an d a r ah k a p i l
r e n da h
ar l a m b at
III
30-35 • Kulit dingin, berkerut, pucat
% • Tekanan darah sangat rendah
(Berat • Gelisah
) • Oliguria (< 30 ml/jam)
IV • Asidosis metabolic (pH < 7,5)

• Hipotensi berat
40-45 • Hanya nadi karotis yang teraba
%
• Syok ireversibel
(Sang
at
berat)

Pada syok yang ringan gejala-gejala dan tanda tidak jelas, tetapi
adanya syok yang ringan dapat diketahui dengan “tilt test“ yaitu bila
pasien didudukkan terjadi hipotensi dan/atau takikardia, sedangkan dalam
keadaan berbaring tekanan darah dan frekuensi nadi masih normal.
2. Fase Syok
Perempuan hamil normal mempunyai toleransi terhadap
perdarahan 500-1000 ml pada waktu persalinan tanpa bahaya oleh
karena daya adaptasi fisiologik kardiovaskular dan hematologic selama
kehamilan, jika perdarahan terus berlanjut, akan timbul fase-fase syok
sebagai berikut:
a. Fase Kompensasi

1) Rangsangan/refleks simpatis: Respons pertama terhadap kehilangan darah


adalah vasokontriksi pembuluh darah perifer untuk mempertahankan
pasokan darah ke organ vital.
2) Gejala klinik: pucat, takikardia, takipnea

b. Fase Dekompensasi

1) Perdarahan lebih dari 1000 ml pada pasien normal atau kurang karena
faktor-faktor yang ada.
2) Gejala klinik: sesuai gejala klinik syok di atas

3) Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki keadaan dengan
cepat tanpa meninggalkan efek samping.
c. Fase Kerusakan Jaringan dan Bahaya Kematian
Penanganan perdarahan yang adekuat menyebabkan hipoksia jaringan
yang lama dan kematian jaringan dengan akibat berikut.
1) Asidosis metabolik : disebabkan metabolisme anaerob yang terjadi
karena kekurangan oksigen.

2) Dilatasi arteriol: akibat penumpukan hasil metabolism selanjutnya


menyebabkan penumpukan dan stagnasi darah di kapilar dan keluarnya
cairan ke dalam jaringan ekstravaskular.

3) Koagulasi intravascular yang luas (DIC) disebabkan lepasnya


tromboplastin dari jaringan yang rusak.
4) Kegagalan jantung akibat berkurangnya lairan darah koroner.

5) Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak


adekuat, lagi dan jika penyembuhan (recoνery) dari fase akut terjadi,
sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal dan/atau hipofise akan
timbul.
3. Penanganan

Jika terjadi syok, tindakan yang harus segera dilakukan antara lain
sebagai berikut:
a. Cari dan hentikan segera penyebab perdarahan.

b. Bersihkan saluran napas dan beri oksigen atau pasang selang


endotrakheal.

c. Naikkan kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi sentral.

d. Pasang 2 set infus atau lebih untuk transfuse, cairan infus dan obat-
obat I.V. bagi pasien yang

syok. Jika sulit mencari vena, lakukan/pasang kanul intrafemoral.


e. Kembalikan volume darah dengan:

1) Darah segar (whole blood) dengan cross-matched dari grup yang


sama, kalau tidak tersedia berikan darah O sebagai life-saνing.
2) Larutan kristaloid: seperti ringer laktat, larutan garam fisiologis atau
glukosa 5 %. Larutan- larutan ini mempunyai waktu paruh (half life) yang
pendek dan pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru.
3) Larutan koloid: dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma (plasma
protein fraction), atau plasma segar.
f. Terapi obat-obatan

1) Analgesik: morfin 10-15 mg I.V. jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan
atau gelisah.
2) Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg I.V. pelan-
pelan. Cara kerjanya masih controversial: dapat menurunkan resistensi
perifer dan meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan perfusi
jaringan.
3) Sodium bikarbonat: 100 mEq I.V. jika terdapat asidosis.

4) Vasopresor: untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan


perfusi renal.

a) Dopamin: 2,5 mg/kg/menit I.V.. sebagai pilih utama.

b) Beta-adrenergik stimulan: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukosa 5 %


I.V. infus pelan-pelan.
g. Monitoring
1) @entral νenous pressure (CVP): normal 10-12 cm air
2) Nadi

3) Tekanan darah

4) Produksi urine

5) Tekanan kapilar paru: normal 6-8 Torr

6) Perbaikan klinik: pucat, sianosis, sesak, keringat dingin, dan kesadaran.

4. Komplikasi
Syok yang tidak dapat segera diatasi akan merusak jaringan
diberbagai organ sehingga tidak dapat terjadi seperti komplikasi-
komplikasi seperti gagal ginjal akut, nekrosis, hipofise (sindroma
Sheehan), dan koagulasi intravaskular diseminata (DIC).

5. Mortalitas
Perdarahan 500 ml pada partus spontan dan 1000 ml pada
seksio sesarea pada umumnya masih dapat ditoleransi. Perdarahan
karena trauma dapat menyebabkan kematian ibu dalam kehamilan
sebanyak 6-7 % dan solusio plasenta 1-5 %. Di USA perdarahan
obstetric menyebabkan angka kematian ibu (AKI) sebanyak 13,4 %.

6. Penanganan Syok Hemoragik dalam Kebidanan


Bila terjadi syok hemoragik dalam kebidanan, segera lakukan
resusitasi, berikan oksigen, infus cairan, dan transfusi darah dengan
“crossmatched“.
Diagnosis plasenta previa/solusio plasenta dapat dilakukan
dengan bantuan USG. Selanjutnya atasi koagulopati dan lakukan
pengawasan janin dengan memonitor denyut jantung janin. Bila terjadi
tanda-tanda hipoksia, segera lahirkan anak.
Jika terjadi atonia uteri pasca persalinan segera lakukan
masase uterus, berikan suntikan metal-orgemtrin (0,2 mg) I.V. dan
oksitosin I.V. atau per infus (20-40 U/l), dan bila gagal menghentikan
perdarahan lanjutkan dengan ligasi hipogastrika atau histerektomi bila anak
sudah cukup. Kalau ada pengalaman dan tersedia peralatan, dapat
dilakukan embolisasi a.iliaka interna dengan bantuan transkateter.
Semua laserasi yang ada sebelumnya harus dijahit.
E. Penanganan Kasus Perdarahan dalam Obstetri (Kehamilan,
Persalinan, dan Masa Nifas)
1. Perdarahan pada Kehamilan Muda

a. Mola Hidatidosa
Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah suatu
kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin
dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah
dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi
cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1
atau 2 cm.
Gambaran hitopatologik yang khas dari mola hidatidosa adalah
edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili/ degenerasi
hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.

1) Gejala-gejala dan Tanda


Pada permulaannya gejala hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan
kehamilan biasa yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain, hanya saja
derajat keluhannya sering lebih hebat.
Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar
uterus lebih besar dari umur kehamilan. Adapula kasus-kasus yang
uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya belum
dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu
aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan
perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit.
Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai
ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa
intermiten, sedikit- sedikit atau sekaligus banyak sehingga
menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya
pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai
dengan preeclampsia (eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa
preeclampsia pada mola terjadinya lebih muda dari pada kehamilan
biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir ini banyak dipermasalahkan ialah
tirotoksikosis. Maka Martaadisoebrata menganjurkan agar tiap kasus
mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti kita
selalu mencari tanda-tanda preeclampsia pada tiap kehamilan biasa.
Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-
paru. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke
paru-paru tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi pada mola,
kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat
menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian.
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral
maupun bilateral.
Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan,
tetapi ada juga kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu
follow up. Dengan pemeriksaan klinik insidensi kista lutein lebih kurang
10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%.
Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk
mendapat degenerasi keganasan dikemudian hari daripada kasus-kasus
tanpa kista.

2) Diagnosis

Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan


amenorea, perdarah pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya
kehamilan dan tidak tanda kehamilan pasti
seperti ballotement dan detak jantung anak. Untuk memperkuat
diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic
Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin, baik secara
bioassay, immunoassay, maupun radioimmunoassay. Peninggian hCG
terutama dari hari ke-100, sangat sugestif. Bila belum jelas dapat
dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola menunjukkan
gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern)
atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya
gelombang mola. Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola
keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya
disertai perdarahan yang bayak dan keadaan umum pasien menurun.
Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak
spesifik, sehingga sering kali sulit dibedakan dari kehamilan
anembrionik, missed abortion, abortus inkompletus, atau mioma uteri.
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian
berisi janin yang ukurannya relative kecil dari umur kehamilannya
disebut mola parsialis. Umumnya janin mati pada bulan pertama, tapi
ada juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm. Pada
pemeriksaan histopatologik tampak dibeberapa tempat vili yang edema
dengan sel trofoblas yang tidak
begitu berproliferasi, sedangkan ditempat lain masih tampak vili yang
normal.

Umumnya mola parisalis mempunyai kariotipe triploid. Pada perkembangan


selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas.
3) Pengelolaan Mola Hidatidosa
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 4 tahap berikut ini:

a) Perbaikan Keadaan Umum


Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfuse darah untuk
memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi
penyulit seperti preeclampsia atau tirotoksikosis.
b) Pengeluaran Jaringan Mola

Ada 2 cara yaitu:

(1) Vakum kuretase


Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa
pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika.
Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase
dengan menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret
cukup dilakukan satu kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan
bila ada indikasi.
Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga bila
terjadi perdarahan yang banyak.
(2) Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur
tua dan paritas tinggi merupakan factor predisposisi untuk terjadinya
keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak
hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila
dilakukan pemeriksaan hitopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda
keganasan berupa mola invasive/koriokarsinoma.
(3) Pemeriksaan Tindak Lanjut
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan
setelah mola hidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8
minggu setelah evakuasi. Lama pengawasan berkisar satu tahun. Untuk
tidak mengacaukan
pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu
dengan menggunakan kondom, diafragma, atau pantang berkala.

4) Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi,
payah jantung, atau tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena
mola hampir tidak ada lagi. Akan tetapi, di Negara berkembang masih
cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari
pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya
dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Presentase
keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-
berbeda, berkisar antara 5,56%. Bila terjadi keganasan, maka
pengelolaan secara khusus pada divisi Onkologi Ginekologi.
b. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur
yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum
uteri. Lebih dari 95 % kehamilan ektopik berada di saluran telur (Tuba
Fallopii). Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat dibagi
menjadi 5 berikut ini.
• Kehamilan tuba, meliputi > 95 % yang terdiri atas:

Pars ampularis (55 %), pars ismika (25 %), pars fimbriae (17 %), dan
pars interstisialis (2 %).
• Kehamilan ektopik lain (<5 %) antara lain terjadi di serviks uterus,
ovarium, atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering
merupakan kehamilan abdominal sekunder dimana semula merupakan
kehamilan tuba yang kemudian abortus dan meluncur ke abdomen dari
ostium tuba pars abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian
embrio/buah kehamilannya mengalami reimplantasi di kavum abdomen,
misalnya di mesenterium/mesovarium atau di imentum.
• Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.


Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin
berada di kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan
ektopik. Kejadian sekitar satu per 15.000 ‐ 40.000
kehamilan.

• Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini perlu dilaporkan walaupun


sangat jarang terjadi.
1) Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara
patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan
sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi diluar kavum uteri
atau diluar endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik.
2) Patologi
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di
saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti
dalam kehamilan pada umumnya.
3) Gambaran Klinik
Gambaran klinik kehamilan tuba yang terganggu tidak khas, dan
penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau rupture tuba. Pada
umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan
mungkin merasa nyeri sedikit di bagian bawah yang tidak seberapa
dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek
walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang
mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada
pemeriksaan bimanual. Pada pemeriksaan USG sangat membantu
menegakkan diagnosis kehamilan ini apakah intrauterine atau
kehamilan ektopik. Untuk itu setiap ibu yang memriksakan kehamilan
mudanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG.
4) Pengelolaan Kehamilan Ektopik
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita saat itu, keinginan penderita atau
fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomic organ
pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan
kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini
menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba,
atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya
dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi
penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan
salpingektomi.

`. Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan,
sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut
abortus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
abortus provokatus medisinalis, dan abortus provokatus kriminalis. Disebut
medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan
ibu. Di sini pertimbangan dilakukan oleh minimal tiga dokter spesialis
yaitu
spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan
Spesialis Jiwa. Bila perlu dapat pertimbangan oleh tokoh agama terkait.
Setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan
suaminya tidak terkena trauma psikis di kemudian hari.
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus
banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi.
Abortus spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit
memberikan tanda dan gejala sehingga biasanya ibu tidak melapor atau
berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20 %
merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5 % dari
pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang
berurutan, dan sekitar 1 % dari pasangan mengalami 3 atau lebih
keguguran yang berurutan.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi
menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20 % dari semua
kehamilan. Jika dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa
mendekati 50 %. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical
pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2 - 4 minggu setelah
konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan
kegagalan gamet (misalnya sperma disfungsi oosit). Pada 1988
Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221 perempuan
yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198
kehamilan, dimana 43 (22 %) mengalami abortus sebelum saat haid
berikutnya.
Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara
berturut-turut.

Kejadian sekitar 3 ‐ 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa


setelah satu kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15 % untuk
mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan
meningkat 25 %. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus
setelah 3 abortus berurutan adalah 30 ‐ 45 %
KONSEP MEDIS
A. DEElNlSl

Abortus menentukan sebagai janin sebelum mencapai viabilitas.


Karena resolusi viabilitas yang berbeda-beda diberbagai negara, WHO
memutuskan bahwa kehamilan tersebut mencapai 22 minggu atau
lebih, atau mendukung berat janin 500 gr atau lebih.
Abortus adalah suatu usaha perbincangan dengan mengeluarkan hasil
pembuahan sebelum dipaksakan janin mampu bertahan hidup jika
didukung.

Jenis-jenis abortus dapat dibagi sebagai berikut:

1. Abortus apontan: memutuskan abortus terjadi tanpa tindakan


mekanis atau medis untuk mengosongkan rahim, disebabkan oleh
sebab- sebab alami.
Sebuah. Abortus iminens (keguguran memenangkan): abortus ini baru
membantah dan masih ada harapan untuk mempertahankannya, pada
abortus ini memerlukan pemeliharaan kram pada perut bagian bawah
atau perawatan pada punggung bawah, tetapi bisa juga tidak.

b. Abortus incipiens: abortus ini telah terjadi dan tidak dapat dicegah
lagi.abortus ini terjadi kompilasi ada yang membuka serviks atau
ketuban pecah diperbaiki perdarahan dan pemulihan pada bagian perut
bawah atau pada punggung.

c. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap): sebagian besar dari


buah-buahan yang diperoleh tetapi sebagian besar (biasanya jaringan
plasenta) masih tertinggal dalam raahim, yang akan menyebabkan
perdarahan yang menambah parah atau infeksi, lebih baik aborsi yang
terjadi pada trimester ke II
d. Abortus kompletus: keguguran lengkap

e. Abortus yang terlewatkan (keguguran tertunda): keadaan dimana


janin telah mati selama 22 minggu tetapi tertahan dalam rahim
selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati.

f. Abortus Habitualis: keguguran berulang ulang, terjadi pada wanita


yang telah dibatalkan abortus lebih dari tiga kali.

g. Abortus infeksiosus dan abortus septik: abortus yang merupakan


infeksi pada genetalia, sedang abortus septik adalah abortus infeksius
yang berat yang disebarkan menggunakan kuman atau toksin sesuai
peredaran darah atau peritonium.

2. Abortus provocatus (disengaja, digugurkan):


Sebuah. Abortus provocatus therapeuticus adalah
pengguguran kehamilan, biasanya dengan alat- alat dengan
alasan kehamilan, membawa maut untuk ibu, misalnya
karena ibu menghasilkan penyakit berat.

b. Abortus provocatus kriminal adalah pengguguran uang


tanpa
alasan medis yang syah dan ditangguhkan oleh hukum.

D. O]CHFHAC MBK EBI]HT TOPCIH

1. Faktor ovofetal yang menyebabkan abortus adalah kelainan


pertumbuhan janin dan kelainan pada plasenta. Penyebab
kelainan pertumbuhan janin adalah kelainan kromosom,
Lingkungan kurang sempurna, dan pengaruh dari luar.

2. Kelainan plasenta yang menyebabkan endarteritis pada


vili koriales yang menghambat oksigenisasi plasenta
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan yang
menyebabkan kematian (Prawirohardjo, S, 2002).

3. Keadaan ibu yang menyebabkan abortus antara lain:

a. penyakit Ibu seperti pneumonia, tifus abdominalis,


pielonefritis, malaria,
b. toksin, bakteri, virus, plasmodium masuk ke janin
menyebabkan kematian sehingga terjadi abortus,
c. penyakit menahun, dan

d. kelainan traktus genitalis, seperti inkompetensi serviks,


retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus
(Prawirohardjo, 2002).

4. faktor-faktor hormonal, misalnya penurunan sekresi


progesteron diperkirakan sebagai penyebab abortus pada
usia kehamilan 10-12 minggu, yaitu pada saat plasenta
mengambil alih fungsi korpus luteum dalam produksi
hormon.
berkontraksi sehingga proses abortus mulai. Jika terjadi
sebelum minggu kedelapan, embrio defektif yang tertutup
vilidan desidua dikeluarkan dalam gumpalan yang disebut
blighted ovum, meskipun sedikit konsepsi dapat tertahan
dalam uterus atau serviks.

Perdarahan uterus terjadi selama proses penerbitan, antara


minggu kedelapan dan ke empat belas, perubahan atas dapat
terjadi. Atau membran ketuban bisa mengeluarkan janin yang
cacat, tetapi gagal mengeluarkan plasenta. Plasenta ini dapat
menonjol di osteum serviks eksterna. Atau tetap melekat pada
dinding rahim.
Abortus ini diikuti oleh perdarahan yang banyak. Antara
minggu ke14 dan 22 janin dikeluarkan dengan diikuti plasenta
beberapa saat kemudian. Plasenta lebih jarang tertahan.
Sederhana perdarahan tidak berat, tetapi rasa sakit dapat
hebat, sehingga menimbulkan persalinan kecil.

1. Abortus komplet

a. Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang

b. Servik tertutup atau terbuka.


c. uterus lebih kecil dari ukuran normal

d. Masalah sedikit atau tanpa rasa sakit perut.

2. Abortus inkompli = et

a. setelah terjadi abortus dengan menggunakan jaringan,


perdarahan berlangsung terus

b. sering servik tetap terbuka karena masih ada benda di


dalam rahim yang dianggap korpus allenum, maka utherus
akan meminta menelurkannya dengan kontraksi, tetapi jika
digunakan ini dibiarkan lama, servik akan ditutup kembali.

c. Perdarahan sedang hingga masif

d. Gejala / tanda: kram / nyeriakaut perut bawah, dan ekspulsi


sebagai hasil konsepsi

3. Abortus incipiens
a. perdarahan banyak

b. nyeri akibat kontraksi rahim yang kuat

c. akibat kontraksi rahim terjadi pembukaan

4. Abortus iminiens

a. Perdarahan sedikit
b. Nyeri melilit karena kontraksi tidak ada atau sedikit
sekali, kram perut bawah dan utherus lunak

c. Pada pemeriksaan dalam belum ada pembukaan

d. Serviks Tertutup

5. Aborsi yang terlewat


a. rahim tidak membesar, mengalah karenaair ketubanmasrasi
janain

b. buah dada mengecil kembali

c. amenore berlangsung terus

F. KOMPLIKASI
a. Perdarah perforasi sering terjadi selama dilatasi dan
kuretasi dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli seperti bidan
atau dukun, stok pada abortus dapat disebabkan oleh
perdarahan yang lebih banyak disebut syok hemorogik, dan
obat berat atau sepsis disebuyt septik, penggunaan dan
tetanus, payah ginjal

b. Pada melewatkan aborsi dengan retensi lama, konsepsi


dapat terjadi kelainan pembekuan darah (kapita selekta
kedokteran).

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Diagnostik:

1. Tes HCG Urine Indikator kehamilan Positif

2. Ultra Sonografi Kondisi janin / cavum uterus janin / sisa


janin

3. Kadar Hematokrit / Status Ht Hemodinamika Penurunan


(<35 mg%)
4. Status Kadar Hemoglobin Hemodinamika Penurunan (<10
mg%)

5. Kadar SDP Resiko Infeksi Meningkat (> 10.000 U / dl)


6. Kultur Kuman spesifik yang diperoleh kuman

H. PENATALAKSANAAN
1. Abortus imminiens:

a. Tidak perlu perawatan khusus atau tirah baring total

b. Jangan melakukan aktivitas fissik yang berlebihan atau


hubungan seks

c. Jika terjadi perdarahan


Berhenti: lakukan asuhan antenatal seperti biasa,
lakukan estimasi jika perdarahan terjadi lagi Terus
berlangsung: nilai penilaian janin (uji penilaian USG),
lakukan verifikasi
Kemungkinan penyebab lai, perdarahan, perincian, temukan
utherus yang lebih besar dari apa yang diharapkan ,
mungkib menunjukkan kehamilan ganda atau mola. Tidak
perlu hormon terestrial (estrogen atau progresteron) atau
tekolitik (misalnya albutamol atau idometasin) karena obat
ini tidak dapat mencegah abortus.

2. abortus insipiens

Sebuah. jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu


melakukan penilaian uterus denga aspirasi vakum manual,
jika evaluasi tidak dapat segera dilakukan: persiapan untuk
mengeluarkan hasil konsepsi dari uterus yang disediakan
ergromentin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit jika
perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat
diulanginggal 4 jam bila perlu)

b. jika penilaian lebih dari 16 minggu Tungu ekspulsi hasil


spontan konsepsi lalu penilaian sisa hasil konsepsi. Jika perlu
lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan IV
c. Dapatkan untuk ibu hamil setelah penangan

d. Tirah baring total

e. Tindakan observasi yang cermat terhadap bahan yang


keluar dari vagina.
f. Pengawasanm sering dan adekut terhadap tanda tanda vital

3. Abortus inkomplet

a. Jika perdarahan tidak memerlukan banyak dan


kehamilan kurang dari 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan
secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi melalui servik.Jika perdarahan
berhenti, beri ergrometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 4090
mcg per oral

b. Jika perdarahan banyak atau terus menerus berlangsung


dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evaluasi sisa
hasil konsepsi dengan: Aspirasi vacum manual Evaluasi
dengan kuret tajam dipahami hanya dilakukan jika aspirasi
vakum manual tidak tersedia. Jika evakuasi belum dapat
dilakukan segera, beri ergrometin 0,2 mg IM (dapat diulang
setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per
oral (dapat diulang setelah 4 jam jika perlu).

c. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu: Berikan infus oksitosin


20 unit dalam 500 mi cairan IV (garam fisiologik atau RL)
dengan kecepatan 40 tetes permenit.sampai terjadi ekspulsi
hasil pencarian data. Jika dibutuhkan, misoprostol 200 mcg
pervagina setiap 4 jam samapi maks 800 mcg) Evaluasi sisa
hasil konsepsi yang tertinggal dalam rahim.

d. Pastikan untuk tetap menggunakan ibu setelah


penanganan,
pada sebagian besar kasus, supresi laktasi mungkin
diperlukan untuk mencegah perdarahan lebioh lanjut.
4. abortus komplit

a. tidak perlu evaluasi lagi

b. Observasi untuk melihat perdarah banyak


c. Pastikan untuk tetap merawat ibu setelah penanganan

d. Saat terjadi anemia sedang, diberikan tablet sulfas ferrosus


600 mg per hari selama 2 minggu.Jika anemia berat diberikan
transfusi darah.

e. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut


KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Pemeriksaaan fisik terhadap jumlah perdarahan

b. Pemeriksaaan uteri

1. Tinggi dan terbatas tetap sesuai dengan usia

2. Tnggi dan tinggi sudah mengecil

3. Fundus tidak teraba diatas simpisis

4. Tinggi fundus 28 cm atau lebih

5. DJJ dalam batas tertentu atau dapat menunjukkan takikardi


/ bradikardi

6. Perut keras seperti papan uterus tegang dan dengnan


pembesaran simetris atau asimetri

c. Pemeriksan dalam

1. Servik ditutup

2. Servik sudah dibuka dan dapat teraba ketuban dan hasil


konsepsi dalam kavum uteri atau pada kanalis servikalis

3. Besarnya rahim telah mengecil

4. Konsistensinya melunak

d. Kaji TTV

1. TD normal

2. Nadi normal
3. Pernafasan normal

4. Suhu normal.

e. Pengkajian psikologi

1. Cemas psikologi

2. Gelisah
3. Koping individu

f. Pengkajian data yang mungkin muncul

1. Nyeri dengan hemorogi retroplasenta

2. Nyeri tekan nyata atau berat secara lokal atau lokal

3. Nyeri punggung bawah

4. Hipotensi, takikardi, perlambatan pengisisn kapiler, kulit


dingin dan lembab, pucat, pusing

5. Mual

6. Muntah

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b / d kontraksi otot, dilatsi serviks,

2. Perubahan perfusi jaringan b / d hipovolemia

3. Restorasi terkait dengan tindakan infasif


BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Kasus kegawatdarurat obstetri menjadi penyebab utama
kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir. Penilaian awal ialah
langkah pertama untuk menentukan dengan cepat kasus
obstetri yang dicurigai dalam keadaan gawatdarurat dan
membutuhkan pertolongan segera dengan mengidentifikasi
penyulit (komplikasi) yang dihadapi. Pemeriksaan klinik
lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan
pemeriksaan obstetri termasuk pemeriksaan panggul.
Syok hemoragik adalah suatu syok yang disebabkan oleh
perdarahan yang banyak yang dapat disebabkan oleh
perdarahan antepartum, inpartu, dan perdarahan
pascapersalinan. Gejala klinik syok hemoragik bergantung
pada jumlah perdarahan yang terjadi. Dengan penegakan
diagnosis

yang tepat maka penatalaksanaan kasus perdarahan dalam


obstetri yang dilakukan juga dapat tepat mengenai sasaran.

B. Saran
Mahasiswi harus dapat melatih diri untuk dapat melakukan
penilaian awal dan penilaian klinik untuk menentukan suatu
kegawatdaruratan obstetri. Selain itu, mahasiswi harus benar-
benar mengetahui klasifikasi dari kasus gawatdarurat pada
kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Mahasiswi diharapkan
dapat menerapkan penatalaksanaan gawatdaruratan
perdarahan pada obstetri baik dalam kehamiFrlan, persalinan,
dan masa nifas.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.


Fraser, Diane M. dan Margaret A. Cooper. 2009. Buku Ajar Bidan.
Jakarta:EGC.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri
untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: EGC.
Manuaba, dkk. 2001. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

You might also like