You are on page 1of 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya keresahan yang dirasakan oleh

peneliti pada dunia pendidikan khususnya pembelajaran IPS. Proses pembelajaran

Ilmu Pengetahuan Sosial lebih kuat tampak sebagai proses pengalihan dan

penyerapan informasi berupa bahan pelajaran sebagai muatan kurikulum. Hal ini

konsisten dengan posisi dan peran guru yang kurang kreatif dalam menciptakan

iklim, situasi dan kondisi bagi tumbuhnya proses pembelajaran pada peserta didik.

Peran peserta didik tampak belum secara optimal diperlakukan sebagai

subyek didik yang memiliki potensi untuk berkembang secara mandiri. Posisi

peserta didik masih dalam situasi dan kondisi belajar yang menempatkan mereka

dalam keadaan pasif, aktivitas belajar mengajar masih didominasi guru dalam

menyampaikan informasi yang secara garis besar bahan-bahannya telah tertulis

dalam buku paket. Kebiasaan guru bertindak sebagai penyampai informasi,

mengembangkan budaya belajar yang menerima dengan pengembangan berpikir

pada tingkat hapalan. Peserta didik masih kuat kedudukannya sebagai murid yang

memusatkan perhatiannya pada bahan yang disajikan guru. Usaha guru kearah

yang lebih mengaktifkan peserta didik untuk belajar tampak ada. Namun kendala

yang bersumber dari aspek sosial budaya lebih kuat, sehingga memaksa siswa

kembali pada kondisi semula.


2

Peserta didik sangat tinggi ketergantungan pada guru. Guru dijadikan satu-

satunya sumber informasi dalam belajar. Mereka juga kurang terlatih dalam

belajar secara bersama-sama. Model pembelajaran kooperatif untuk

mengembangkan ide-idenya, dan sangat terbatas pada tatap muka dikelas. Dalam

situasi proses belajar mengajar terlihat sifat individualistis siswa. Siswa cenderung

berkompetisi secara invidual untuk meraih nilai yang tinggi dan mengejar target

rangking kelas, kurang memberi perhatian kepada teman sekelas, bersikap tertutup

dengan temannya dan kurang menghargai pendapat orang lain.

Peserta didik dalam pembelajaran IPS kurang terlatih dalam kemampuan

mengapresiasikan nilai-nilai sosial budaya. Selain itu, proses pembelajaran IPS

belum memberikan kesempatan yang memadai kepada siswa untuk

mengembangkan kemampuan dasar berpikir logis, kritis dan pemahaman konsep.

Pembelajaran IPS juga belum mampu menggunakan model dan pendekatan dan

metode yang bervariasi dan inovatif.

IPS sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah

mempunyai karakteristik tersendiri. Sebagai suatu mata pelajaran IPS dapat

mengantarkan peserta didik untuk dapat menjawab masalah-masalah mendasar

tentang individu, masyarakat, pranata sosial, problem sosial, dan kehidupan

masyarakat berbangsa dari waktu ke waktu (Depdiknas, 2007).

Pada tingkat SD /MI mata pelajaran IPS perlu diajarkan karena melalui

mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara

Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta

damai, Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan
3

pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial

masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Standar isi materi pelajaran IPS dalam Permendiknas No 22 tahun 2006;

terdapat beberapa pertimbangan pentingnya diajarkan IPS; Pertama, mengenal

konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

Kedua, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan dalam kehidupan sosial. Ketiga

memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

Keempat memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetensi

dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.

Belajar IPS hendaknya memberdayakan siswa sehingga segala potensi

kemampuannya baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan dapat

berkembang. Seluruh kemampuan tersebut dapat terwujud dalam proses

pembelajaran dengan melibatkan partisipasi belajar siswa secara sepenuhnya.

Keterlibatan atau partisipasi siswa dalam belajar mengajar merupakan dasar

pengembangan dan pelatihan bagi siswa untuk berpartisipasi dan bekerja sama

dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh

Jerolimek dan Parker (1930) bahwa “ujian yang sesungguhnya dalam bentuk

belajar IPS terjadi ketika siswa berada diluar sekolah yakni hidup dimasyarakat”.

Pendidikan IPS sebagai bidang studi yang terkait dengan kenyataan sosial

yang bertujuan membentuk warga negara yang baik (good citizenship), maka

perlu pengembangan kepada proses pembelajaran yang humanis dan dinamis


4

(Sapriya, dkk, 2007: 1 ). Untuk itu perlu berbagai strategi, pendekatan dan teknik

untuk membangun sikap sosial dan berpikir kritis siswa.

Pendidikan IPS tersirat tujuan untuk membentuk warga negara yang baik,

seperti diungkapkan oleh Gross (1978) bahwa: tujuan utama pendidikan IPS

adalah untuk melatih generasi muda agar dapat bertanggung jawab sebagai warga

negara yang baik. Untuk menjadi warga yang baik, program pendidikan IPS harus

membekali siswa dengan kemampuan antara lain.

a. Pengetahuan IPS, yaitu pemahaman tentang pemahaman tentang konsep konsep

lmu-ilmu sosial yang menjadi unsur IPS itu sendiri agar dapat dipergunakan

dalam rangka memecahkan masalah.

b. Sikap, yaitu sikap untuk memahami nilai, etika dan moral yang mampu

menjadikannya sebagai wargan negara yang bertanggung jawab.

c. Keterampilan, adapun keterampilan yang dikehendaki dalam pendidikan IPS

dibagi dalam empat kelompok, yaitu:

1) Keterampilan sosial, meliputi keterampilan bertanggungjawab, bekerjasama,

menghormati orang lain, membina kesadaran sosial dan lain-lain.

2) Keterampilan belajar dan kebiasaaan kerja, seperti keterampilan

mengumpulkan data, membuat laporan, memanfaatkan sumber referensi dan

lain-lain.

3) Keterampilan kerja kelompok, seperti diskusi dan mengevaluasi pekerjaan

secara bersama-sama.

4) Keterampilan intelektual, seperti penggunaaan dan aplikasi dari suatu model

pembelajaran yang rasional dalam pemecahan masalah.


5

Berdasarkan pengamatan peneliti pada saat melakukan observasi ke

beberapa sekolah di Kota Pangkal Pinang khususnya di Kecamatan Pangkal

Balam ditemukan beberapa fakta yang menunjukan bahwa pembelajaran IPS

banyak mengalami kelemahan dalam pelaksanaannya, diantaranya:

1. IPS di SD dianggap oleh sebagian siswa sebagai mata pelajaran yang “tidak

penting” dan mata pelajaran yang “ membosankan” dan identik dengan materi

hapalan dengan jumlah yang besar, dalam pandangan siswa bahkan orang

pada umumnya merupakan indikasi rendahnya kualitas pendidikan IPS.

Rendahnya hasil belajar tercermin dari hasil ujian akhir sekolah berstandar

nasional (UASBN) selalu berada dibawah mata pelajaran lainya.

2. Kondisi proses belajar mengajar ditingkat persekolah dewasa ini masih

diwarnai penekanan pada aspek kognitif, sedangkan ranah afektif diakui

mengalami kesulitan, baik dalam program maupun dalam melaksanakannya.

IPS lebih banyak memuat aspek kognitif pada tingkat rendah dan berpusat

pada hapalan dan masih sedikit yang mengacu pada perlibatan secara aktif

dalam proses belajar mengajar itu sendiri. Kondisi menguat, terutama pada

kelas VI disebabkan orientasi pada pencapaian target.

3. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini

cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan

pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman konsep. Hal ini dapat

dilihat dari kegiatan pembelajaran didalam kelas yang selalu didominasi oleh

guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode

ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang
6

disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan

demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa

menjadi pasif.

4. Dalam proses pembelajaran IPS yang terjadi dikelas terlihat sifat

individualitas siswa. Siswa cenderung berkompetisi secara individu untuk

memperoleh nilai yang tinggi untuk mengejar rangking kelas, bersikap

tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian pada teman sekelas dan

selalu ingin menang sendiri.

5. Isi materi yang besar dalam arti kuantitas tidak dibarengi dengan kualitas

yang memadai pernyataan ini didasarkan pada banyaknya buku teks yang

dikemas sedemikian rupa namun tidak memberi peluang pada siswa untuk

terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran sesungguhnya dalam arti

siswa mengenali masalah yang ada menyangkut kehidupan sosial

disekitarnya, menemukan cara dalam menghadapi permasalahan tersebut dan

menyesuaikan diri dengan permasalahan sehingga mengakomodasi diri

dengan lingkungan, disinilah terbentuk kompetensi-kompetensi sosial yang

menjadi tuntutan mata pelajaran IPS.

6. Proses pembelajaran pendidikan IPS tidak merangsang siswa untuk terlibat

secara aktif dalam proses belajar mengajar, disamping itu, proses belajar

mengajar IPS yang dilakukan oleh guru belum mampu menumbuhkan budaya

belajar yang baik dikalangan siswa.

7. Guru lebih mendominasi siswa (teacher centered) sehingga kebutuhan

belajar siswa tidak terlayani atau dengan kata lain dominasi guru dalam
7

proses pembelajaran menyebabkan kecendrungan siswa lebih bersifat pasif

sehingga mereka lebih banyak menunggu sajian guru dari pada mencari dan

menemukan sendiri pengetahuan keterampilan atau sikap yang mereka

butuhkan.

8. Metode pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional yang

lebih menekankan pada lingkungan belajar individual dan kompetisi sehingga

tidak menumbuhkan nilai-nilai sosial kemasyarakatan.

9. Belum melibatkan siswa dan seluruh komunitas sekolah dalam berbagai

aktivitas kelas sehingga tidak tampak keterampilan sosial dalam hal

berpartisipasi.

10. Guru kurang mengaitkan pengetahuan yang sudah diketahui siswa dengan

pelajaran yang diberikan, kurang mengembangkan pemahaman konsep dan

keterampilan berpikir siswa dalam proses pembelajaran IPS.

11. Peran peserta didik tampak belum optimal diperlakukan sebagai subyek didik

yang memiliki potensi untuk berkembang secara mandiri. Posisi peserta didik

masih dalam situasi dan kondisi belajar yang menempatkan mereka dalam

keadaan pasif, aktivitas belajar mengajar masih didominasi guru dalam

menyampaikan informasi secara garis besar bahan-bahannya telah tertulis

dalam buku paket.

12. Peserta didik sangat tinggi ketergantungan pada guru. Guru di jadikan satu-

satunya sumber informasi dalam belajar. Mereka juga kurang terlatih dalam

belajar secara bersama-sama dan sangat terbatas pada tatap muka dikelas.
8

13. Proses pembelajaran IPS berlangsung secara klasikal tanpa memperhatikan

perbedaan individual yang melekat pada siswa, ini terlihat dari cara guru

berkomunikasi dengan siswanya dimana siswa tidak diberi kesempatan untuk

secara aktif untuk mengekspresikan ide-idenya.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu dicarikan penyelesaiannya.

Penyelesaiannya yang penulis ajukan untuk mengatasi masalah tersebut dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran

IPS.

Melalui pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw,

diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui bekerjasama

dengan teman dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi dan

bertukar pikiran sehingga mereka bisa saling mengajar dan belajar untuk materi

yang baru. Melatih siswa untuk menguasai materi dalam pemahaman konsep dan

keterampilan berpikir kritis siswa.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem

belajar dan bekerja dalam kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara

kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar

(Slavin, 1995).

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model belajar yang

mengembangkan siswa belajar dalam kelompok kecil yang beranggotakan empat

atau enam orang yang bekerja sama saling bergantung positif dan bertanggung

jawab (Anita Lie, 2010), dimana model pembelajaran tipe jigsaw ini siswa akan

lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka berdiskusi
9

dengan temannya dan bekerja dalam kelompok ahli. Siswa secara penuh untuk

menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan

yang nyata sehingga mendorong mereka untuk menerapkannya dalam kehidupan

mereka sendiri. Disini guru lebih banyak berperan sebagai fasilisator dan

mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan

rasa tanggung jawab serta siswa akan senang berdiskusi tentang materi dalam

kelompoknya.

Manfaat dari model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini merupakan

model pembelajaran yang menekankan pada bekerja secara sama-sama, bahwa

dalam proses pembelajaran siswa aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri

(student centered), meningkatkan partisipasi, memfasilitasi siswa dengan

pengalaman, sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta

memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-

sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Selain itu meningkatkan kinerja

siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan

berpikir kritis. (Trianto, 2007). Sehubungan dengan hal itu, perlu adanya

perubahan dalam penerapan model pembelajaran yang lebih menekankan siswa

dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa dapat memahami konsep dan

memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya.

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model

pembelajaran yang menekankan pada bekerja secara bersama sama. Model

pembelajaran ini menekankan bahwa setiap proses pembelajaran siswa aktif


10

dalam membangun pengetahuannya sendiri (student centered). Dalam hal ini

pembelajaran tidak dimaksudkan untuk mengumpulkan pengetahuan sebanyak

mungkin tetapi lebih pada bagaimana proses mendapatkan pengetahuan tersebut,

Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam diri siswa karena

lebih mudah memahami konsep, peka terhadap masalah yang terjadi sehingga

dapat memahami dan menyelesaikan masalah, dan mampu mengaplikasikan

konsep dalam situasi yang berbeda. Scriven dan Paul (dalam Sutrisno2007).

Kemampuan berpikir kritis dapat membantu manusia membuat keputusan yang

tepat berdasarkan usaha yang cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan

berbagai sudut pandang. Bukan hanya mengajar kemampuan yang dilakukan,

tetapi juga mengajar sifat, sikap nilai, karakter yang menunjang berpikir kritis.

Artinya anak perlu didik untuk untuk berpikir kritis.

Sementara untuk keterampilan berpikir kritis memang salah satu

kemampuan siswa yang dikembangkan disekolah dasar. Kemampuan berpikir

sering diasosiasikan dengan aktivitas mental dalam memperoleh pegetahuan dan

memecahkan masalah. Kemampuan berpikir siswa berhubungan erat dengan

kegiatan belajarnya (Surya, 1992). Pada saat belajar, siswa menggunakan

kemampuan berpikirnya untuk memahami pengetahuan dan memecahkan masalah

yang dihadapi. Sementara kemampuan berpikir sangat bergantung pada kualitas

dan kuantitas hasil belajar yang diperolehnya.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Edward dan Vries (dalam

Slavin 2005) yang meneliti pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif

yang dikaitakan dengan perolehan pengetahuan siswa secara umum mengatakan


11

bahwa; (1) keuntungan yang diperoleh dalam pembelajaraan kooperatif adalah

siswa dapat meningkatkan kemampuan akademiknya, (2) siswa yang belajar

dengan kooperatif ternyata memiliki perolehan pengetahuan yang lebih baik

dibandingankan siswa belajar secara tradisional.

Anita Lie ( 2003) melakukan penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw, hasil penelitiannya menunjukan bahwa penerapan pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw prestasi belajar siswa lebih baik serta membentuk sikap

yang positif terhadap pembelajaran siswa.

Hariyanto (2000: 82) melakukan penelitian tentang perbandingan hasil

belajar matematika antara siswa yang menggunakan model kooperatif tipe jigsaw

dengan model tradisional, hasil penelitiannya menunjukan bahwa : (1) terdapat

perbedaan hasil belajar antara siswa dengan menggunakan model kooperatif tipe

jigsaw dengan menggunakan model tradisional, (2) Aktivitas siswa dan guru

selama proses pembelajaran berlangsung lebih tinggi, (3) Keterampilan kooperatif

siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang menggunakan model kooperatif

jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan model tradisional.

Susana Vonny Noviana Rante (2008) melakukan penelitian, hasil

penelitiannya menunjukan bahwa dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran IPA SD dapat meningkatkan

penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa secara signifikan.

Johnson and Johnson (dalam Rusmana 2009) melakukan penelitian

tentang pembelajaran kooperatif model jigsaw yang hasilnya menunjukan bahwa


12

interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap perkembangan

anak.

Berdasarkan latar belakang diatas, dan dengan melihat kenyataan

dilapangan kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam pembelajaran IPS pada

tingkat persekolahan, kemudian keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw, maka penulis perlu melakukan penelitian yang berjudul “ Penggunaan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran IPS

untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis

Siswa Sekolah Dasar.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran

IPS melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ?

2. Bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dalam

pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ?

3. Bagaimana perbedaan peningkatan hasil belajar siswa menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang belajar melalui

pembelajaran konvensional dalam pembelajaran IPS?

4. Bagaimana proses pembelajaran IPS dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan pemahaman konsep

dan keterampilan berpikir kritis siswa?


13

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa setelah

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam

pembelajaran IPS dikelas V Sekolah Dasar.

2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran

IPS di kelas V Sekolah Dasar.

3. Memperoleh informasi tentang peningkatan hasil belajar siswa setelah

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang

belajar melalui pembelajaran konvensional dalam pembelajaran IPS di kelas

V Sekolah Dasar.

4. Untuk mengetahui proses pembelajaran IPS dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan pemahaman konsep

dan berpikir kritis siswa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan IPS dan kepentingan

praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan dalam memperkaya

khasanah kajian dan pengembangan IPS, terutama dalam pembelajaran IPS

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang merupakan


14

salah satu alternative metode pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman

konsep dan berpikir kritis siswa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna:

a. Bagi pengambil kebijakan pendidikan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai

rekomendasi dalam pengembangan pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang salah satu altenatif model

pembelajaran khususnya pembelajaran IPS.

b. Bagi guru sebagai masukan dan umpan balik bagaimana merencanakan

pembelajaran IPS.

c. Untuk mengetahui bagaimana siswa memahami konsep-konsep IPS secara

utuh dan benar untuk meningkatkan hasil belajarnya, serta mengetahui

peningkatan keterampilan berpikir kritisnya.

d. Bagi siswa memberikan pengalaman dan kemudahan dalam mengikuti

pembelajaran, langkah awal untuk mengembangkan kemampuan bertanya,

mengeluarkan pendapat, dan menjawab pertanyaan dengan dilandasi

argumentasi yang tepat.

E. Definisi Operasional

Sebelum kepada definisi operasional terlebih dahulu peneliti menguraikan

definisi konseptual menurut para ahli:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah model pembelajaran

kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6

orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif
15

dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus

dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang

lain (Arends, 1997).

2. Pemahaman konsep adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian

seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan kedalam bentuk

yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu

mengaplikasikannya (Bloom, 1979).

3. Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan memberikan alasan,

berpikir secara reflektif dan fokus untuk memutuskan apa yang akan

dilakukan atau apa yang diyakini (Ennis, 2000).

Berdasarkan definisi konseptual di atas maka peneliti menguraikan definisi

operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam penelitian ini adalah

model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kelompok untuk

berkerjasama menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang

maksimal.

2. Pemahaman konsep adalah kemampuan menangkap dan menjabarkan materi

pelajaran kedalam bentuk lain berdasarkan sifat-sifat khas yang diberikan

pada sejumlah objek, proses, fenomena sehingga dapat dikelompokan

berdasarkan sifat khas yang dimiliki atau membuat hubungan-hubungan

berdasarkan atribut-atribut yang sama dari objek tertentu yang sedang

dipelajari.
16

3. Keterampilan berpikir kritis adalah kegiatan untuk memberikan penjelasan

sederhana, untuk memutuskan segala sesuatu yang diyakini berdasarkan pada

hasil pengamatan dan pertimbangan dengan akal yang sehat.

4. F. Asumsi Dan Hipotesis

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw merupakan salah satu alternative metode yang dapat digunakan dalam

pembelajaran IPS SD dengan beberapa keunggulan yakni : dapat mengembangkan

kooperatif dan hubungan lebih baik antar siswa dalam mengembangkan

kemampuan akademis, serta keterlibatan dan partisipasi setiap siswa untuk

mampu menemukan konsep, mengemukakan pendapat, berdiskusi

mengkomunikasikan hasil-hasil diskusi kelompok, mengeluarkan ide-ide dan

kemampuan berpikir dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan teori yang mendukung mengenai penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran IPS SD, maka asumsi

dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw dalam pembelajaran IPS SD dapat meningkatkan pemahaman konsep dan

keterampilan berpikir kritis siswa.

Sedangkan hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran

IPS SD secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa

dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional.

2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran


17

IPS SD secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan berpikir kritis

siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional.

3. Penggunaan pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam

pembelajaran IPS secara signifikan dapat lebih meningkatkan hasil belajar

siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional.

G. Variabel Penelitian

Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu;

variabel penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai variabel

bebas dan variabel pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa sebagai variabel

terikat.

Variabel penelitian adalah objek penelitian atau sesuatu yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian (Arikunto Suharsimi:1998:99). Variabel dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai variabel bebas

atau independen (variabel X).

2. Pemahaman konsep siswa adalah sebagai variabel terikat atau dependen

(variabel Y1).

3. Keterampilan berpikir kritis siswa sebagai variabel terikat atau dependen

(variabel Y2).
18

Hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian ini diperjelas dengan

kerangka pikir pada tabel 1.1 berikut ini:

Tabel 1.1

Variabel Penelitian

Pemahaman konsep
siswa (Y1)
Model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw (X)

Keterampilan Berpikir
Kritis (Y2)

You might also like