You are on page 1of 6

Thabaqat Al-Muhadditsin Menurut Pandangan Ibnu Hajar

Nabila Thufail Azzahra, Nasya Sabila Cahya, Nazzillana Hilma Ramadhana

Universitas Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Abstrak

Taqsimu at-Thabaqat (klasifikasi-periodik) merupakan tradisi asli dalam Islam sebagai buah

dari hasil pemikiran sahabat Nabi. Ada beberapa faedah atau manfaat didalam mempelajari

thabaqat almuhadditsin diantaranya adalah dapat mengetahui sejumlah rawi yang memiliki

keserupaan dan sulit dibedakan, bisa terhindar dari kekeliruan lantaran kesamaan antar rawi

dalam nama, dapat mengetahui hakikat di balik tadlis, atau meneliti maksud pernyataan

seorang rawi, apakah ia dalam bentuk sanad yang mustahil atau munqathi’. Teori Ibn Hajar di

abad 9 H. bisa dianggap teori klasik dilihat dari segi originalitas teori yang sebelumnya

belum ada, juga dibandingkan dengan teori pengembangan. Dari beberapa studi tentang

periodisasi perawi, belum ada pengembangan yang cukup signifikan terhadap teori klasik Ibn

Hajar hingga abad ke 15 H saat ini.

Kata kunci: Thabaqat, Muhadditsin dan Ibnu Hajar

PENDAHULUAN

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi pernah membuat pernyataan yang berbunyi,

“Ummat terbaik adalah generasi masaku, kemudian generasi setelahnya, lalu generasi

setelahnya”. Dari pernyataan tersebut bisa kita simpulkan bahwa periodisasi perawi secara

tidak langsung sudah ada sejak awal sejarah Islam. Taqsimu at-Thabaqat (klasifikasi-

periodik) merupakan tradisi asli dalam Islam sebagai buah dari hasil pemikiran sahabat Nabi.

Klasifikasi periodik ini menjadi metode tertua dalam hal klasifikasi waktu yang pernah ada
pada sejarah tradisi ilmiah pemikiran Islam yang kemudian pada abad kedua hijriyah

berkembang menjadi ilmu kritik sanad hadits.

Ilmu Thabaqat dalam pembahasan dalam Ilmu Hadis biasanya masuk dalam

pembahasan ilmu tarikh al-ruwat yang ada dalam rijal al-hadits. Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib

membagi ilmu rijal al-hadits menjadi dua macam, yaitu ilmu tarikh al-ruwat dan al-jarh wa

al-ta’dil. Ilmu tarikh alruwat adalah ilmu yang mencoba mengenal para periwayat hadis dari

aspek yang berkaitan dengan periwayatan mereka terhadap hadis tersebut. Sedangkan ilmu

al-jarh wa al-ta’dil adalah ilmu yang membahas perihal ihwal para periwayat dari segi

diterima atau ditolaknya riwayat mereka.1

PEMBAHASAN

A. Pengertian Thabaqat Al-Muhaddistsin

Thabaqat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang pembahasannya mengarah kepada

kelompok yang memiliki satu pengikat yang sama. Perkembangan ilmu thabaqat sejak abad

ke-2 H ditangan para ulama’ hadist. Ilmu thabaqat ini bagian dari ilmu rijalul hadist karena

memiliki kesamaan objek yakni, pembahasan mengenai perawi yang menjadi sanad suatu

hadist. Maka dari itu ilmu thabaqat merupakan pengelompokan para rawi dalam beberapa

golongan sesuai dengan pengikatnya.

Thabaqat Al Muhadditsin secara etimologi ialah kaum yang sebaya atau serupa. Bisa

juga dimaknai dengan martabat-martabat, sederajat- sederajat. Sedangkan menurut

terminologi ialah sekumpulan orang yang hidup dalam satu masa dengan periwayatannya

yang sama. Yang dimaksut dengan kesamaan perawinya melilup beberapa hal, antara lain;

kesamaan hidup dama satu masa, kesamaan tentang umur, kesamaan menerima hadist dari

syaikh-syaikhnya, dan juga kesamaan tant bertemu dengan syaikh-syaikhnya.

1
‘Ajaj Al Khathib, Ushul Al Hadits: Pokok-Pokok Ilmu Hadits, 277-233.
B. Faedah Thabaqat Al-Muhadditsin

Ada beberapa faedah atau manfaat didalam mempelajari thabaqat almuhadditsin

diantaranya adalah dapat mengetahui sejumlah rawi yang memiliki keserupaan dan sulit

dibedakan, bisa terhindar dari kekeliruan lantaran kesamaan antar rawi dalam nama, dapat

mengetahui hakikat di balik tadlis, atau meneliti maksud pernyataan seorang rawi, apakah ia

dalam bentuk sanad yang mustahil atau munqathi. Keamanan dari hadis mursal dan munqathi

dan membedakannya dari yang musnad, selain untuk mengetahui ke muttashilan dan ke

mursalan suatu hadist. Sebab hadist tidak dapat ditemukan sebagai hadist muttashil atau

mursal jikalau tidak diketahui apakah thabiin yang meriwayatkan hadist dari sahabat itu

hidup segenerasi atau tidak. Dikarenakan jika seorang tabiin tersebut tidak pernah hidup

segenerasi dengan para sahabat sudah tentu hadist yang diriwayatkannya tidak muttashil atau

apa yang di dakwakan sebagai sabda atau perbuatan nabi itu adalah mursal.

C. Thabaqat Al-Muhadditsin Menurut Ibnu Hajar

Teori Ibn Hajar di abad 9 H. bisa dianggap teori klasik dilihat dari segi originalitas

teori yang sebelumnya belum ada, juga dibandingkan dengan teori pengembangan. Dari

beberapa studi tentang periodisasi perawi, belum ada pengembangan yang cukup signifikan

terhadap teori klasik Ibn Hajar hingga abad ke 15 H saat ini. Kecuali hasil pengembangan

dari seorang sejarawan Islam di Makkah Abu Ibrahim Muhammad Ilyas (w. 1440 H/2019 M)

yang berhasil membuat perhitungan tabulasi berdasarkan teori klasik Ibn Hajar.

Hasil penditian Abu Ibrahim pada rumusan periodisasi perawi yang dilakukan oleh

Ibn Hajar Al-Asqalani dalam bukunya Taqrib At-Tahdzib, menurut Abu Ibrahim. periodisasi

perawi Ibn Hajar didasarkan pada enam indikator berikut: (1) pertemuan Guru-Murid, (2)

tahun lahir, (3) tahun wafat. (4) usia, (5) generasi, dan (6) usia saat mendapatkan data Hadits.

Untuk melihat konsep original dari rumusan Periodisasi Perawi Ibn Hajar Al-Asqalani di
Buku Taqrib Al-Tahdzib, berikut penulis lansir rumusan tersebut (Ibn Hajar, 1421 H. hal. 81-

82):

Periode Kelas Keterangan Patokan

Tahun

I Sahabat Melingkup seluruh kelas di dalam Sebelum tahun

periode ini. termanak pembedaan antara 100 Hijriyah

sahabat yang hanya pernah malihat Nabi (ahad kesatu

namun tidak pernah menjadi Perawi. Hiriyah)

II Kibar Tabi’in Tabi'in kelas tua seperti Sa'id Al-

Musayyib (l. 15 w. 94 H). Termasuk

kelompok Mukhaddram.

III Wustha Tabi’in Tabi’in kelas tengah, seperti Hasan Al- Sebelum tahun

Bashri (l. 21 w. 110 H) dan Ibn Sirin 200 Hijriyah

(w.110 H). (abad kedua

Hijriyah)

IV Tali Wustha Tabi’in kelas setelah tengah mayoritas

riwayat mereka dari kelas Kibar Tabi'in,

seperti Ibn Syihab Az-Zuhri (l. 49 w. 124

H) dan Qatadah bin Diamah (l. 61 w. 118

H).

V Sughra Tabi’in Tabi'in kelas kecil. Mereka yang pernah

melihat satu atau dua Sahabat, namun

belum pernah mendapatkan data Hadits

dari Sahabat, seperti Sulaiman bin


Mahran Al-A’mash (l. 61 w. 148 H).

VI Asharu Tabi'in yang sezaman dengan kelas

Khamisah Sughra Tabin namun tidak pernah

bertemu dengan Sahabat, seperti Abdull

Malik ban Juraij (l. 80 w. 150 H).

VII Kibar Atba’ Atba’ Tabi’in kelas tua, seperti Malik bin

Tabi’in Anas (l. 93 w. 79 H) dan Sufyan At-

Tsauri (l. 97 w. 161 H).

VIII Wustha Atba’ Atba’ Tabi’in kelas tengah, seperti

Tabi’in Sufyan bin Uyainah (l. 107 w. 198 H)

dan Ismail bin Ulayyah (l. 110 w. 193

H).

IX Sughra Atba’ Atba’ Tabi’in kelas kecil, seperti Yazid Setelah tahun

Tabi’in bin Harun (l. 118 w. 206 H), As-Syafi’i 200 Hijriyah

(l. 150 w. 201 H), Abu Daud At- (abad ketiga

Tayyalisi (l. 133 w. 204 H), dan Abd Ar- Hijriyah)

Razzaq As-Shan’ani (l. 126 w. 211 H).

X Kibar Tubba’ Tubba’ Atba’ kelas tua yang mendapat

Atba’ data hadits dari kelas-kelas Atba’ Tabi’in

dan tidak pernah bertemu dengan

Tabi’in, seperti Ahmad bin Hanbal (l.

164 w. 241 H).

XI Wustha Tubba’ Tubba’ Atba’ kelas tengah, seperti

Atba’ Muhammad bin Yahya Ad-Dzuhli (l. 172

w. 258 H) dan Muhammad bin Ismail


Al-Bukhari (l. 194 w. 256 H).

XII Sighar Tubba’ Tubba’ Atba’ kelas kecil, seperti Abu Isa

Atba’ Muhammad At-Turmudzi (l. 209 w. 279

H).

KESIMPULAN

Jadi pembahasan presentasi kali ini tentang thabaqat muhadditsin, yaitu suatu

kelompok orang-orang yang memang pakar dalam meriwayatkan hadits dan jelas sanadnya.

Kendati itu hadits dhaif, hasan, shahih yang penting sanadnya perawinya juga jelas. Artinya

yang terkait dengan thabaqoh persoalan perawi dan jarak sanadnya kemudian ia mendapatkan

beberapa hadits lalu kemudian di turun temurunkan kepada generasi pakar hadits selanjutnya.

Turun temurun hadits yang terus berkembang oleh para pakar hadits dan muhadditsin

itu banyak corak bertahap dari hadits klasik hingga hadits-hadits kontemporer. Jika dari

seorang muhadditsin juga pakar-pakar hadits terus melihat keadaan dunia terus berkembang

maka akan bertahap corak hadits yang di riwayatkan dan tentunya dengan sanad yang jelas.

DAFTAR PUSTAKA

• Abdurrahman. 2021. Periodisasi Perawi Hadits. Riwayah: Jurnal Studi Hadits Vol.7.

https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/riwayah/article/view/10048

• Itr, Nuruddin. 2012. ‘Ulumul Hadits. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

• Abd. Majid Khon, 2013. 'Ulumul Hadist. Jakarta:Amzah

• Pengertian thabaqot: Rizky zanwal

You might also like