You are on page 1of 8

JMS Vol. 6 No. 1, hal.

13 – 20 April 2001

Aktivitas Antidiabetika Ekstrak Etanol Herba Sambiloto


(Andrographis paniculata Nees (Acanthaceae))

Elin Yulinah, Sukrasno*) dan Muna Anom Fitri


Jurusan Farmasi FMIPA ITB, Jl. Ganesa 10, Bandung, Indonesia
Tlp./Fax. 022-250-8143
Diterima tanggal 22 Januari 2001, disetujui untuk dipublikasikan 10 April 2001

Abstrak
Aktivitas antidiabetes ekstrak etanol herba Andrographis panniculata Nees telah
diuji menggunakan uji toleransi glukosa pada tikus dan mencit diabetes yang diinduksi
dengan aloksan. Ekstrak menurunkan gula darah tikus pada dosis 2,0 g/kg bb, tetapi pada
dosis 0,5 g/kg bb dan 1,0 g/kg bb tidak teramati adanya efek. Hal yang menarik adalah
bahwa ekstrak pada dosis 2,1 g/kg bb dan 2,8 g/kg bb, dan efeknya jauh lebih rendah pada
dosis 3,5 g/kg bb juga menunjukkan kemampuan untuk menurunkan kadar glukosa darah
mencit diabetes yang diinduksi aloksan.

Kata kunci: Andrographis paniculata, ekstrak etanol, antidiabetes, gula darah

Abstract
Antidiabetic activity of the ethanol extract of Andrographis paniculata Nees herbs
had been tested using glucose tolerance test in rat and alloxan induced diabetic mice. The
extract reduced rat blood glucose at the dose of 2.0 g/kg bw but there was no effect
observed at dose of 0.50 g/kg bw and 1.0 g/kg bw. It is interesting that the extract at doses
2.1 g/kg bw and 2.8 g/kg bw, and the effect was much lower at 3.5 g/kg bw also showed
the capacity to reduce blood glucose level of alloxane induced diabetic mice.

Keywords: Andrographis paniculata, ethanol extract, antidiabetes, blood glucose

1. Pendahuluan
Herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees, Acanthaceae) merupakan salah
satu bahan obat tradisional yang paling banyak dipakai di Indonesia. Dalam buku resmi
tanaman obat Indonesia1), herba sambiloto digunakan sebagai diuretika dan antipiretika,
sedangkan pustaka lain menyebutkan bahwa herba sambiloto yang digunakan bersama-
sama dengan kumis kucing (Orthosiphon stamineus) diindikasikan sebagai obat kencing
manis2,3). Efek analgetik, antipiretik dan antiulserogenik dari isolat andrografolida, suatu
glikosida diterpenoid yang diperoleh dari herba sambiloto telah dilaporkan4). Ekstrak
etanol dan andrografolida dari herba sambiloto juga menunjukkan aktivitas pada hepatitis
yang disebabkan oleh Plasmodium berghei5).

13
14 JMS Vol. 6 No. 1, April 2001

Adanya efek antidiabetes dari herba sambiloto telah ditunjukkan baik pada kelinci
maupun penderita diabetes. Namun demikian, baik ekstrak segar maupun ekstrak
keringnya mempunyai efek yang kurang menguntungkan, yaitu menunjukkan daya inhibisi
terhadap respirasi jaringan6). Pada pengujian dengan menggunakan uji toleransi glukosa,
komponen non-polar dari herba sambiloto tidak menunjukkan adanya aktivitas sebagai
penurun gula darah. Efek sebagai penurun gula darah ditunjukkan oleh komponen polar,
yaitu ekstrak etanol yang diperoleh dari serbuk yang telah diekstraksi secara berturut-turut
dengan heksana dan etilasetat7).

Sebagai kelanjutan dari penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini ekstrak etanol
herba sambiloto diuji aktivitas hipoglisemiknya dengan menggunakan uji toleransi glukosa
pada tikus. Pada uji ini, induksi hiperglisemia dilakukan dengan pemberian glukosa dosis
tinggi yang akan meningkatkan konsentrasi glukosa darah yang sifatnya sementara. Kalau
pada percobaan sebelumnya digunakan satu dosis, yaitu 0,5 g/kg bb, pada percobaan ini
digunakan tiga dosis, yaitu: 0,5; 1,0 dan 2,0 g/kg bb. Pengujian juga dilakukan terhadap
mencit diabetes yang diinduksi dengan aloksan. Pemberian aloksan dosis tertentu akan
menyebabkan kerusakan seluruh sel-sel β-pulau Langerhans. Bila terjadi kerusakan
seluruh sel β maka akan terjadi diabetes permanen. Tetapi untuk penelitian ini digunakan
dosis yang lebih rendah, sehingga hanya merusak sebagian sel β-pulau Langerhans. Dosis
aloksan yang dipilih adalah 70 mg/kg bb8). Mencit dibiarkan selama satu minggu,
kemudian untuk percobaan dipilih yang bobotnya tidak berkurang sebanyak lebih dari atau
sama dengan 10% akan tetapi kadar gula darahnya tetap tinggi. Senyawa kimia lain yang
banyak digunakan untuk menginduksi kerusakan sel β adalah streptozotosin9).

2. Bahan dan Metode

2.1 Bahan Uji


Herba sambiloto diperoleh dari darerah Klaten (Jawa Tengah) dan diidentifikasi
sebagai Andrographis paniculata Nees (Acanthaceae) di Herbarium Bandungense, Jurusan
Biologi, FMIPA ITB. Herba yang telah dikeringkan digiling untuk menghasilkan serbuk.

*)
Penulis untuk berkorespondensi Tlp./Fax. 022-2508143
JMS Vol. 6 No. 1, April 2001 15

2.2 Ekstraksi dan penyiapan bahan uji


Pada percobaan sebelumnya7) serbuk simplisia diekstraksi secara berturut-turut
secara sinambung menggunakan alat Soxhlet dengan pelarut heksana, etilasetat dan etanol.
Dalam percobaan ini, serbuk diekstraksi langsung dengan cara perkolasi menggunakan
etanol 95% dan ekstrak yang diperoleh dipekatkan pada tekanan diperendah pada suhu
tidak lebih dari 60oC menggunakan alat penguap putar (rotary evaporator). Bahan uji
dibuat dengan mensuspensikan ekstrak kental dalam larutan tragakan 1% dalam air.

2.3 Uji toleransi glukosa


Pengujian toleransi glukosa ini dilakukan menurut metode Varley &
Gowenblock8,10). Tiap kelompok uji terdiri dari 3 (tiga) ekor tikus jantan (Wistar,
Biofarma Bandung) dan secara keseluruhan terdiri dari lima kelompok, yaitu: kelompok
kontrol (hanya diberi tragakan 1%), kelompok dosis 0,5 g/kg bb, 1,0 g/kg bb dan 2,0 g/kg
bb, serta kelompok pembanding yang diberi tolbutamid 50 mg/kg bb. Sebelum percobaan
tikus dipuasakan selama 18 jam, tetapi air minum tetap diberi. Setiap tikus diberi bahan uji
sesuai dengan kelompoknya dan satu jam kemudian diberi larutan glukosa 10% pada dosis
2,0 g/kg bb secara oral. Glukosa darah ditentukan pada 30, 60, 90 dan 150 menit setelah
pemberian glukosa.

2.4 Pengujian pada mencit diabetes aloksan


Mencit jantan (Swiss Webster, Biofarma Bandung) diinduksi dengan aloksan
monohidrat dengan dosis 70 mg/kg bb disuntikkan secara i.v. pada ekor mencit dengan
volume penyuntikan 5,0 ml/kg bb10). Mencit diberi makan dan minum seperti biasa. Pada
hari ketiga, diamati keadaan mencit meliputi bobot badan dan urin mencit. Mencit
diabetes ditunggu selama tujuh hari untuk melihat apakah ada mencit hiperglisemia yang
menjadi normal. Mencit diabetes dipuasakan kurang lebih delapan jam dan darahnya
diambil untuk ditentukan kadar glukosanya dan hasilnya dinyatakan sebagai kadar glukosa
awal. Hewan uji dibagi dalam lima kelompok yaitu: kelompok kontrol negatif, kontrol
pembanding (tolbutamid dosis 0,46 g/kg bb), kelompok uji: dosis 2,1 g/kg bb, 2,8 g/kg bb
dan 3,5 g/kg bb. Tiap kelompok terdiri tiga ekor mencit jantan. Obat diberikan setelah
kadar glukosa awal ditentukan dan selanjutnya kadar glukosa darah ditentukan pada hari
ke-1 dan hari ke-7.
16 JMS Vol. 6 No. 1, April 2001

2.5 Penentuan konsentrasi glukosa darah


Glukosa darah ditentukan secara enzimatis dengan pereaksi GOD-PAP9) diikuti
dengan kolorimetri. Sampel darah diambil dari vena ekor tikus atau mencit, lebih kurang
0,1 ml darah disentrifugasi pada 300 rpm selama 10 menit. Pada 0,02 ml serum
ditambahkan 0,2 ml larutan deproteinase dan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10
menit. Pada 0,1 ml supernatan ditambahkan 2 ml pereaksi warna (GOD-PAP). Setelah
diiinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit serapan larutan pada 546 nm dibaca
menggunakan Clinicon Photometer (Boehringer-Mannheim).

3. Hasil dan Pembahasan


Pada uji toleransi glukosa, ekstrak etanol herba sambiloto tidak mempunyai efek
menurunkan glukosa darah pada dosis 0,5 g/kg bb (Tabel 1 dan Gambar 1). Pada dosis ini
kadar glukosa darah lebih besar dari kelompok kontrol. Setelah diinduksi dengan glukosa,
kadar glukosa darahnya tidak turun hingga 120 menit sejak pemberian glukosa. Sedangkan
pada kelompok kontrol, glukosa darah naik dan setelah 30 menit turun hingga mendekati
konsentrasi glukosa darah normal. Hasil ini sesuai dengan laporan sebelumnya yang
menunjukkan bahwa pengujian pada dosis 0,5 g/kg bb memberikan efek yang kurang
nyata7).
Efek penurunan glukosa darah pada uji toleransi glukosa mulai terlihat pada dosis
1,0 g/kg bb dan efek yang lebih besar diberikan oleh dosis 2,0 g/kg bb. Data ini
menunjukkan adanya korelasi positif antara dosis dengan efek. Pada dosis tertinggi yang
digunakan, efek hipoglisemik dari ekstrak etanol sambiloto pada uji toleransi glukosa
masih lebih rendah dibandingkan dengan tolbutamid pada dosis 50 mg/kg bb yang
digunakan sebagai pembanding..
JMS Vol. 6 No. 1, April 2001 17

Tabel 1. Uji toleransi glukosa ekstrak etanol herba sambiloto pada tikus

Kelompok Glukosa darah tikus (mg/dl) sebelum dan setelah pemberian glukosa
Perlakuan Sebelum 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit
Kontrol 68,6 ± 33,8 154,0 ± 19,5 134,9 ± 16,3 111,6 ± 16,5 115,1 ± 16,6
Ekstrak 47,9 ± 5,4 97,5 ± 31,6 113,1 ± 10,5 116,3 ± 13,1 114,4 ± 25,5
0,5 g/kg bb
Ekstrak 76,2 ± 30,2 125,1 ± 20,3 148,0 ± 13,1 128,2 ± 26,3 98,5 ± 18,3
1,0 g/kg bb
Ekstrak 118,8 ± 21,3 191,3 ± 17,8 166,8 ± 26,2 158,9 ± 6,8 130,0 ± 6,8
2,0 g/kg bb
Tolbutamid 72,4 ± 26,4 85,7 ± 36,4 99,0 ± 13,7 88,6 ±19,3 48,0 ± 26,0
50 mg/kg bb

Yang sangat menarik adalah efek ekstrak etanol daun sambiloto pada mencit
diabetes yang diinduksi dengan aloksan. Aloksan ini merusak sel-sel penghasil insulin,
yaitu sel β-pulau Langerhans11). Ekstrak etanol herba sambiloto secara bermakna
menurunkan glukosa darah mencit yang diinduksi dengan aloksan, artinya merangsang
pelepasan insulin pada sel yang tidak rusak sempurna. Berdasarkan data percobaan ini,
tolbutamid tidak berfungsi pada mencit diabetes yang diinduksi dengan aloksan. Berbeda
dengan pada uji toleransi glukosa yang menunjukkan adanya korelasi positif antara dosis
dengan respon, efeknya justru menurun dengan meningkatnya dosis pada rentang dosis
yang digunakan. Terlihat pada tabel 2 bahwa pada dosis terbesar yang digunakan, efeknya
justru lebih kecil daripada dosis yang paling kecil. Hal ini sering dijumpai pada aktivitas
ekstrak bahan alam yang merupakan campuran multikomponen. Efek dari komponen-
komponen tersebut dapat saling sinergis, aditif maupun antagonis. Kemungkinan pada
dosis yang lebih besar ekstrak herba sambiloto memperparah kerusakan jaringan penghasil
insulin juga tidak dapat diabaikan. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut efek toksik dari
ekstrak herba sambiloto dalam kaitannya dengan penggunaannya sebagai obat antidiabetes.
18 JMS Vol. 6 No. 1, April 2001

160

140
0,5 g/kg bb
% kenaikan glukosa darah 120

100

80
kontrol
60

40
1,0 g/kg bb
20

0
2,0 g/kg bb
0 30 60 90 120
-20
Tolbutamid
-40
Waktu setelah pemberian glukosa (menit)

Gambar 1. Kurva kenaikan glukosa darah tikus setelah diberikan ekstrak etanol herba
sambiloto, kontrol (u), dosis 0,5 g/kg bb (n), dosis 1,0 g/kg bb (s), dosis 2,0
g/kg bb (l) dan tolbutamid 50 mg/kg bb(6)

Tabel 2. Kadar glukosa darah mencit diabetes aloksan setelah pemberian ekstrak
sambiloto

Kelompok Kadar glukosa darah (mg/dl)


Perlakuan Awal Hari pertama Hari ke tujuh
Kontrol 442,2 ± 211,6 218,9 ± 114,7 858,7 ± 211,1
Ektrak 2,1 g/kg bb 215,2 ± 42,1 220,6 ± 113,2 92,3 ± 15,4*
Ekstrak 2,8 g/kg bb 536,5 ± 369,1 315,8 ± 146,2 82,9 ± 26,9*
Ekstrak 3,2 g/kg bb 704,6 ± 476,4 537,0 ± 262,5 517,9 ± 164,3
Tolbutamid 0,46 g/kg bb 465,2 ± 232,4 500,7 ± 591,1 783,3 ± 518,6
* Berbeda secara bermakna pada P=0,05

Efek penurunan glukosa darah pada mencit diabetes yang diinduksi aloksan ini
barangkali disebabkan oleh perbaikan sel-sel β-pulau Langerhans oleh komponen-
komponen ekstrak etanol herba sambiloto. Percobaan lebih lanjut diperlukan untuk
membuktikan kemungkinan tersebut. Sejauh ini, kemampuan ekstrak dalam meningkatkan
sekresi insulin yang diuji in vitro dengan mengukur peningkatan produksi insulin tidak
JMS Vol. 6 No. 1, April 2001 19

memberikan hasil yang bermakna dibandingkan kontrol in vitro12). Kemungkinan


andrografolida, zat pahit dari sambiloto yang bertanggungjawab terhadap aktivitas
hipoglisemik perlu dikaji lebih lanjut. Disamping itu, penentuan dosis optimal yang dapat
memberikan efek yang bermakna perlu dilakukan sebagai dasar bagi penggunaan ekstrak
ini dalam pengobatan.

4. Kesimpulan
Ekstrak etanol herba sambiloto mempunyai efek menurunkan glukosa darah pada
uji toleransi glukosa dengan efek yang meningkat dengan peningkatan dosis pada kisar
dosis yang diberikan (0,5-2,0/kg bb). Ekstrak ini menunjukkan aktivitas yang lebih
bermakna (P = 0,05) pada mencit diabetes yang diinduksi dengan aloksan.

Ucapan Terimakasih
Penelitian ini dibiayai Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan
Terapan, No. kontrak: 70/P21PT/DPPM/97/PHBVI/1/V/1997

Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan RI, “Materia Medika III”, 20-25 (1979).
2. Heyne, K., “Tumbuhan Berguna Indonesia” (Terjemahan), Balai Penelitian Kehutanan,
Dep. Kehutanan, Jakarta, 1756 (1987).
3. Perry, L.M., “Medicinal Plant of East and South East Asia”, The MIT Press,
Cambridge, Massachusetts and London, 1, (1980).
4. Madav, S., Tripathi, H.C. Tandan, J.S. & S.K. Mishra, “Analgesic, antipyretic and
antiulcerogenic effects of andrographolide”, Indian J. Pharm. Sci., 57:3, 121-125.
(1995).
5. Chander, R.; Srivastava, V. , Tandon, J.S. & N.K. Kapoor, “Antihepatotoxic activity
of diterpenes of Andrographis paniculata (Kal Megh) against Plasmodium berghei
induced hepatic damage in mastomys natalensis”, Int. J. Pharmacog., 33:2, 135-138
(1995).
6. Soedigdo, P., Kurniasari, A.A., Kiao, T.L. & S. Soedigdo, “Penghambatan Respirasi
Jaringan Oleh Ekstrak daun Sambiloto, Andrographis paniculata Nees”, Proceeding
ITB, 6:4, 127-132 (1972).
20 JMS Vol. 6 No. 1, April 2001

7. Soetarno, S., Sukandar, E.Y., Sukrasno & Yuwono, A., “Aktivitas Hipoglisemik
Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees, Acanthaceae)”, J.M.S., 4:2,
62-69 (1999).
8. Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, “Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia
dan Pengujian Klinik”, Yayasan Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam,
Jakarta, 15-17 (1993).
9. Fukunaga, T., Miura, T., Furuta, K. & Kato, A., “Hypoglycemic effect of rhizomes of
Smilax glabra in normal and diabetic mice”, Biol. Pharm. Bull., 20, 44-46 (1997).
10. Varley, H. & Gowenblock, A.L., “Practical Clinical Biochemistry”, 5th ed. William
Heinemann Medical Book Ltd., 406-414, (1980).
11. Ammon, H.P.T., “The Situation of Phytotherapy in Europe, Especially in The Field of
Diabetes, Inflamation and Hepatitis”, dalam: Pemanfaatan Obat Bahan Alam.
Prosiding Seminar Sehari 25 September 1993. Jurusan Farmasi FMIPA ITB-Yayasan
Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica, Bandung, 14-35 (1993).
12. Chandrasekar, F., “Penggunaan pankreas tikus terisolasi dalam uji aktivitas ekstrak
sambiloto, Andrographis paniculata Nees (Acanthaceae) terhadap sekresi insulin”.
Tugas Akhir: Jurusan Farmasi FMIPA ITB. Bandung (1996).

You might also like