You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN

MATERNITAS”ABORTUS”

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MATERNITAS

DISUSUN OLEH:
Ririn Sity Alfiah
(223210025)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dengan diagnose medis Gangguan Metabolisme Fisik di


ruang…………rumah sakit RSUD JOMBANG yang disusun oleh :

Nama : Ririn Sity Alfiah


Nim : 223210025

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal…………..

Jombang,………..2023

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

(……………………….) (…………………….)

Mengetahui
Kepala Ruang

(………………………)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Abortus
Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepei sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli sebelum usia 16 minggu dan 28
minggu dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat fetus hidup dibawah
400 gram itu dianggap keajaiban karena semakin tinggi BB anak waktu lahir makin
besar kemungkinan untuk dapat hidup terus (Sofian dalam Nurarif dan Kusuma,
2015)(Susilowati, 2019)
Abortus merupakan berakhirnya atau pengeluaran hasil konsepsi oleh akibat-
akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan berusia 20 minggu atau berat badan janin
kurang dari 500 gram atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan.(Darmawati, 2011)(Purwaningrum & Fibriana, 2017)
B. Klasifikasi Abortus
Menurut Mitayani, 2013
Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua kelompok:
1. Aborsi spontan
Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun medisnalis, semata-
mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Klasifikasi abortus spontan:
a. Abortus iminens
Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam. Pada 50% kasus,
perdarahan tersebut hanya sedikit berhenti setelah berlangsung beberapa hari,
dan kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun demikian, wanita yang
mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir akan akibat perdarahan pada
bayi. Biasanya kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalau
janin mengalami gangguan, maka kehamilannya tidak akan berlanjut: upaya
perawatn untuk meminta dokter membantu menenteramkan kekhawatiran
pasien merupakan tindakan yang bijaksana. Terapi yang dianjurkan pada
abortus iminens adalah tirah baring dan penggunaan sedatif selama paling
sedikit 48 jamdengan observasi cermat terhadap warna dan jenis drah/jaringan
yang keluar dari dalam vagina. Preparat enema dan laksatif idak boleh
diberikan. Pemeriksaan USG terhadap isi uterus dikerjakan pada stadium ini
dan kemudian bisa diulangi lagi 2 minggu kemudian. Pasangan suami-istri
dianjurkan untuk tidak senggama selama periode ini.
b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat,kontraksi
uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah dan
dilatasi serviks. Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus
dikosongkan dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret dan kanula
pengisap; semua bahan yang dikirim untuk pemeriksaan histologi. Antibiotik
sering diberikan pada stadium ini.
c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin, selaput
ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan
berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi.
d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan (hampir
selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada kehamilan dini seperti
halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini, perdarahan tidak segera
berkurang sementara serviks tetap terbuka. Terapi asuhan keperawatan dan
observasi pada abortus ini dilakukan sama seperti pada abortus insipiens.
Namun demikian, evakuasi uterus harus segers dilakukan setelah diagnosis
ditegakkan untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Perhatian khusus
diberikan pada higiene vulva. Pada sebagian kasus, supresi laktasi mungkin
diperlukan. Preparat gamaglobulin anti-D diberikan pada wanita dengan Rh-
negatif.
e. Missed abortion
Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens, perdarahan per
vaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan tetap berada
dalam rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu: payudara menjadi
lebih kecil dan lebih lunak, pertumbuhan uterus terhenti, dan wanita tersebut
tidak lagi ‘merasa’ hamil. Sesudah beberapa minggu, sekret kecoklatan dapat
terlihat keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda eksternal kehamilan
menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan darah dari perdarahan
plasennta kadang-kadang memenuhi uterus untuk membentuk mola karneosa.
Evakuasi spontan akhirnya terjadi pada sekitar usia kehamilan 18 minggu dan
sebagian dokter beranggapan bahwa tindakan yang lebih aman adalah
menunggu evakuasi spontan. Namun demikian, wanita meminta dokter untuk
mengeluarkannya secepat mungkin setelah menyadari bahwa bayinya sudah
meninggal. Keadaan ini memberikan situasi yang sangat sulit.
f. Abortus akibat inkompetensi serviks
Biasanya terjadi di sekitar usia kehamilan 20 minggu. Serviks berdilatasi
tanpa rasa nyeri dan kantong janin menonjol. Pada kehamilan berikutnya,
abortus dapat dicegah dengan membuat jahitan seperti tali pada mulut
kantong (purse-string suture) yang dilakukan dengan pembiusan di sekeliling
serviks pada titik temu antara rugae vagina dan serviks yang licin (jahitan
Shirodkar). Jahitan tersebut dibiarkan sampai kehamilan berusia 38 minggu
dan pada saat ini, jahitan dipotong sehingga persalinan spontan diharapkan
akan mulai terjadi. Angka keberhasilan jahitan Shirodkar mencapai 80% pada
kasus-kasus inkompetensi serviks murni.
g. Abortus habitualis
Abortus ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih
abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus habitualis lebih
dari satu (multipel). Dan sering terdapat lebih dari satu faktor yang terlibat.
h. Abortus septik Infeksi
dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi normal saluran
genitalia pada hakikatnya tidak terdapat saat ini. Abortus kriminalis (abortus
ilegal yang dilakukan secara gelap) masih menjadi penyebab infeksi yang
paling serius karena tidak dilakukan secara aseptik. Faktor lain yang terlibat
adalah keberadaan produk pembuahan, yaitu jaringan plasenta yang mati di
dalam rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium dan menyebar ke bagian
lain secara langsung atau tidak langsung untuk menyebabkan peritonitis,
salpingitis, dan septikemia.
2. Abortus provokatus (induced abortion)
terjadi karena sengaja dilakukam dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
Abortus ini terbagi menjadi dua kelompok:
a. Abortus Medisinalis (Abortus therapeutica)
Merupakan abortus yang diinduksi secara buatan, baik untuk alasan
terapeutik (bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu)
maupun alasan lain.
b. Abortus Kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis.(Susilowati, 2019)

C. Etiologi Abortus
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abortus
didahului oleh kematian janin. Menurut Sastrawinata, dkk (2005) penyebab abortus
antara lain:
A. Faktor Janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya
menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
a. Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau
kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi).
b. Embrio dengan kelainan lokal.
c. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).
B. Faktor Maternal
a. Infeksi
1. Infeksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal
trimester kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin
secara pasti, apakah janin yang terinfeksi ataukah toksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya. Penyakit-
penyakit yang dapat menyebabkan abortus :
2. Virus, misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks,
varicella zoster, vaccina, campak, hepatitis, polio, dan
ensefalomielitis.
3. Bakteri, misalnya Salmonella typhi.
4. Parasit, misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium.
b. Penyakit Vaskular, misalnya hipertensi vascular.
c. Kelainan Endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak
mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi
insulin.
d. Faktor Imunologi
Ketidakcocokan (inkompatibilitas) system HLA (Human
Leukocyte Antigen)
e. Trauma
Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah
trauma tersebut, misalnya akibat trauma pembedahan. Pengangkatan
ovarium yang mengandung korpus luteum gravidarum sebelum
minggu ke-8.
Pembedahan intraabdomial dan operasi pada uterus pada saat
hamil.
f. Kelainan uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submucosa),
serviks inkompeten atau retroflexion uteri gravidi incarcerate
g. Faktor Prikosomatik
C. Faktor Eksternal
a. Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat merusak
janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
b. Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain. Sebaiknya tidak
menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16 minggu, kecuali telah
dibuktikan bahwa obat tersebut tidak membahayakan janin, atau untuk
pengobatan penyakit ibu yang parah.
c. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan
benzen.
D. Patofisiologi
Pada awal abortus, terjadi pendarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosi jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang
dari 8 minggu, hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili korialis
belum menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 dan 14 minggu, vili korinalis menembus desidua lebih dalam
dan umumnya plasenta tidak dilepaskan dengan sempurna sehingga dapat
menyebabkan banyak pendarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas, umumnya
yang dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul setelah beberapa waktu
kemudian adalah plasenta. Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas
dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur
(Yulaikha, 2015:75).
E. Pathway

F. Tanda & Gejala


1. Abortus Imminen
a. Terlambat datang bulan
b. Terdapat perdarahan, disertai rasa sakit perut dan mules
c. Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur kehamilan dan
terjadi kontraksi rahim
2. Abortus Insipiens.
a. Perdarahn lebih banyak.
b. Perut mules atau sakit lebih hebat
c. Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis
terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba..
3. Abortus inkomplit
a. Perdarahan memanjang sampai terjadi keadaan anemis
b. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat Terjadi infeksi
ditandai dengan suhu tinggi
4. Abortus kompletus
a. Uterus telah mengecil
b. Perdarahan sedikit
c. Canalis servikalis telah menutup
5. Missed Abortion
a. Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban dan
maserasi janin
b. Payudara mengecil Kembali

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesa
a. Usia kehamilan ibu (kurang dari 20 minggu).
b. Adanya kram perut atau mules daerah atas sympisis, nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus.
c. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
2. Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik di dapat:
a. Biasanya keadaan umum (KU) tampak lemah.
b. Tekanan darah normal atau menurun.
c. Denyut nadi normal, cepat atau kecil dan lambat.
d. Suhu badan normal atau meningkat.
e. Pembesaran uterus sesuai atau lebih kecil darji usia kehamilan
3. Pemeriksaan ginekologi Hasil pemeriksaan ginekologi didapat: Inspeksi vulva untuk
menilai perdarahan pervaginam dengan atau tanpa jaringan hasil konsepsi.
a. Pemeriksaan pembukaan serviks
b. Inspekulo menilai ada/tidaknya perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri
terbuka atau tertutu, ada atau tidaknya jaringan di ostium.
c. Vagina Toucher (VT) menilai portio masih terbuka atau sudah tertutup teraba
atau tidak jaringan dalam cavum uteri, tidak nyeri adneksa, kavum doglas
tidak nyeri.
4. Pemeriksaan penunjang dengan ultrasonografi (USG) oleh dokter (Irianti, 2014: 76-
77).

H. Penatalaksanaan

Abortus memiliki penanganan secara umum sesuai klasifikasinya, antara lain:

A. Abortus imminiens adalah Penangananya:

Abortus memiliki penanganan secara umum sesuai klasifikasinya, antara lain:

1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda
vital (nadi, tekann darah, pernapasan, suhu).
2. Pemeriksaan tanda-tanda syok (akral dingin,pucat, takikardi, tekanan sistolik
3. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan. komplikasi, berikut
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk jam:
a Ampisilin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam.
b. Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
c. Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segerah rujuk ibu ke rumah sakit.
5. Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
kongseling kontrasepsi pasca keguguran.
6. Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
A. Abortus imminiens adalah Penangananya:
a. Berbaring, cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
sehingga rangsang mekanik berkurang
b. Pemberian hormon progesteron
c. Pemeriksa ultrasonografi (USG).
B. Abortus Insipiens:
a. pengeluaran janin dengan kuret vakum atau cunan ovum
b. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu maka sebaiknya proses abortus
dipercepat dengan pemberian infus oksitosin
c. bila sisa plasenta tertinggal sebaiknya dilakukan pengeluaran secara digital
karena bahaya peforasi pada kerokan lebih besar
C. Abortus inkomplit
a. Penanganan syok
b. Infus Oksitosik membantu pengeluaran bekuan darah atau jaringan
danmengurangi kemungkinan perforasi uterus selama dilatasi dan kuretase.
c. Tranfusi bila perlu
D. Abortus komplit dan abortus tertunda (missed Abortion)

Penganan terbaru missed abortion adalah induksi persalinan dengan supositoria


prostaglandin E2, jika perlu dengan oksitosin IV (C.Benson, 2013: 302)

I. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada abortus yang di sebabkan oleh abortus kriminalis dan abortus
spontan adalah sebagai berikut:

1. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak di berikan pada waktunya.
2. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat menimbulkan
kemandulan.
3. Faal ginjal rusak disebabkan karena infeksi dan syok. Pada pasien dengan abortus
diurese selalu harus diperhatikan. Pengobatan ialah dengan pembatasan cairan dengan
pengobatan infeksi.

J. Prognosis
Prognosis abortus umumnya baik terutama pada ibu hamil yang baru pertama kali
mengalami abortus dan tidak didapatkan kelainan yang mendasari maupun komplikasi
apapun. Pada ibu dengan kejadian abortus berulang, dibutuhkan pemeriksaan lebih
lanjut mengenai berbagai faktor yang dapat menyebabkan abortus jika ingin
merencanakan kehamilan selanjutnya.
Expectant management telah dilaporkan memiliki tingkat keberhasilan 66-91%,
tergantung pada jenis abortus, dengan keberhasilan tertinggi pada abortus inkomplit.
Pada 1-2% kasus akan diperlukan transfusi darah. Terapi medikamentosa dengan
misoprostol dilaporkan menghasilkan terminasi komplit pada 81-95% kasus. Aplikasi
melalui vagina dikaitkan dengan efikasi terbaik dan efek samping lebih sedikit.
Kuretase dibutuhkan pada 5-20% kasus. Kuretase menggunakan suction dikaitkan
dengan angka keberhasilan 97-98%, dengan kebutuhan kuretase ulang 2-3
1. Pengkajian

A. Identitas

1) Identitas pasien berupa nama,alamat,umur,status,agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal


lahir, nomor RM, diagnosa medis.jenis kelamin.

2) Identitas pengguang jawab berupa nama, alamat, tanggal lahir, status, agama,
pendidikan,pekerjaan, hubungan dengan pasien, jenis kelamin.

B. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan pasien.

2) Riwayatpenyakitsekarang

Pengkajian kondisi kesehatan pasien saat ini.

3) Riwayat kesehatan sebelumnya

Pengkajian riwayat penyakit dimasalalu yang berhubungan kodisi kesehatan saat ini.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya riwayat alergi,
stroke,penyakit jantung,diabetes melitus.

C. Pengkajian fungsional Gordon Perubahan pola kebutuhan dasar manusia sebelum sakitdan
sesudah sakit

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

2) Polanutrisi

3) Polaeliminasi

4) Pola istirahat dan tidur

5) Pola personal hygiene

6) Pola aktivitas

7) Pola kognitif dan persepsi


8) Pola konsep diri

9) Pola hubungan dan peran

10) Pola seksual dan reproduksi

11) Pola penanganan masalah stress

12) Pola keyakinan dan nilai-nilai

d. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum dan kesadaran umum

2) Tanda tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu

3) Pemeriksaan head to toe

e. Pemeriksaan penunjang

1) Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu stelah
kehamilan.

2) Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup

3) Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

2. Diagnosa Keperawatan

(SDKI DPP PPNI. 2017 Edisi 1)

a. Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat

b. Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d tampak gelisah

c. Risiko syok d.d kekurangan volume cairan

d. Risiko ketidak seimbangan cairan d.d perdarahan


3. Intervensi

No Diagnosa Keperawatan SLKI - SIKI


1 Nyeri akut b.d agen pendera fisiologis Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
d.d frekuensi nadi 1. Keluhan nyari (4 Observasi
cukup menurun) 1. Identifikasi lokasi,
2. Gelisah (3 karakteristik durasi,
sedang) frekuensi, kualitas,
3. Pola napas (4 intensitas nyeri
cukup membaik) 2. Identifikasi skala
4. Tekanan darah (3 nyeri
sedang) 3. Identifikasi
respons nyeri non
verbal
4. Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri

Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri (akupresur,
terapi musik,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat dingin, terapi
bermain
2. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis, suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebesingan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur

Edukasi
1. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri.
Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi

Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
4. Implementasi Keperawatan

Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi.(Archives _ Jurnal Biomedik_JBM, n.d.)

Tujuan implementasi adalah Melaksanakan hasil dari rencana keperawatan untuk selanjutnya
di evaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien dalam periode yang singkat,
mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi, dan menemukan perubahan sistem
tubuh.(Sadeli, 2023)

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status
kesehatan klien. Evaluasi adalah proses penilaian, pencapaian, tujuan serta pengkajian ulang
rencana keperawatan. Menurut Dinarti evaluasi terdiri dari dua tingkat yaitu:

1) Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap respon yang segera timbul
setelah intervensi dilakukan. Respon yang dimaksud reaksi pasien secara fisik, emosi, sosial
dan spiritual terhadap intervensi yang baru dilakukan.

2) Evaluasi sumatif disebut juga respon jangka panjang yaitu Penilaian terhadap
perkembangan kemajuan ke arah yang tujuan atau hasil yang diharapkan. Tujuannya adalah
memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai apakan tujuan dalam rencana
tercapai atau tidak, menentukan efektif atau tidaknya tindakan yang telah diberikan.
(Mitayani, 2018)

DAFTAR PUSTAKA

Archives _ Jurnal Biomedik_JBM. (n.d.).

Mitayani. (2018). LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.


Y DENGAN DIAGNOSA GERD (.

Sadeli, J. (2023). Habitualis abortion : A Case Report Of Pregnancy Care. In Jurnal


Kesehatan Siliwangi (Vol. 3, Issue 3, pp. 728–735).
https://doi.org/10.34011/jks.v3i3.1407

You might also like