You are on page 1of 18

MAKALAH SEMI ILMIAH

POLA HIDUP MASYARAKAT PEDESAAN

“Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan

guru pengampu Martalena, S.Pd,. M.Pd”

Azka Maulana Putra Fadhli

XI IPS 1

MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 PEKANBARU

KEMENTERIAN AGAMA KOTA PEKANBARU

PEKANBARU

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT.

Karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas yang

diberikan oleh bunda Martalena, S,Pd,. M.Pd. guru pengampu mata pelajaran Bahasa

Indonesia yang diberi judul “makalah semi ilmiah pola hidup masyarakat pedesaan”.

Tak ada gading yang tak retak. karenanya saya selaku penulis menyadari

bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari sisi isi

maupun penulisannya. Dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima

kritik maupun saran yang bersifat membangun sehingga berguna bagi penulis

kedepannya.

Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya,

siswa, dan pembaca pada umumnya. Amin.

Pekanbaru, 19 Maret 2023

Penulis

A
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3

A. Pengertian Masyarakat pedesaan.................................................................... 3

B. Karakteristik Masyarakat Pedesaan................................................................ 4

C. Paguyuban pada Masyarakat Pedesaan.......................................................... 6

D. Nilai-nilai dan Norma-norma Sosial.............................................................. 7

E. Pola Kehidupan Masyarakat Pedesaan…………………………………….. 8

BAB III PENUTUP............................................................................................. 13

A. Simpulan........................................................................................................... 13

B. Saran................................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 15

B
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Aristoteles, manusia pada kodratnya adalah makhluk sosial. Dia

tidak akan memperoleh keutamaan dan menjadi baik jika dia tidak mempunyai teman

dan terasing dari masyarakatnya. Menurutnya, manusia harus hidup dalam

masyarakat. Di dalam hidup bermasyarakat, kita harus menunjukkan sikap sosial

yang positif. Bentuk sikap sosial yang positif antara lain adalah tenggang rasa,

kerjasama, dan solidaritas.

Idealnya, masyarakat pedesaan atau rural community memiliki aktifitas yang

berkaitan dengan tradisi, bermata pencaharian petani, berkebun, dan berladang.

Sistem kehidupannya biasanya berkelompok atas dasar kekeluargaan dan mempunyai

hubungan yang erat serta mendalam diantara anggota masyarakatnya. Kehidupan di

desa juga sering dinilai sebagai kehidupan yang damai, tenteram, selaras, jauh dari

perubahan dan yang dapat menimbulkan konflik.

Namun perlu diingat, bahwa tidak semua masyarakat desa disebut masyarakat

tradisional sebab ada sebagian desa yang sedang mengalami perubahan kearah

kemajuan dengan meninggalkan kebiasaan lama sehingga lebih ditekankan pada

masyarakat desa yang berada di pedalaman dan kurang memahami perubahan atau

pengaruh dari kehidupan kota.

Pada faktanya, kehidupan masyarakat pedesaan sulit dilakukan perubahan

karena pola pikir masyarakat terutama generasi tua masih didasarkan pada tradisi. Di

samping itu jika dibandingkan dengan kota, pembangunan dan informasi belum

sepenuhnya merata sehingga menimbulkan kondisi yang kontras antara masyarakat

pedesaan dengan masyarakat perkotaan.

Oleh karena itu, penulis menulis makalah dengan judul “pola kehidupan

masyarakat pedesaan”

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah makalah ini

adalah sebagai berikut.

1. Apa pengertian masyarakat pedesaan?

2. Apa karakteristik masyarakat pedesaan?

3. Apa itu paguyuban pada masyarakat desa?

4. Bagaimana nilai dan norma sosial masyarakat pedesaan?

5. Bagaimana pola kehidupan masyarakat desa?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan dari makalah

ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan pengertian masyarakat pedesaan.

2. Mendeskripsikan karakteristik masyarakat pedesaan.

3. Mendeskripsikan paguyuban pada masyarakat desa.

4. Mendeskripsikan nilai-nilai dan norma sosial masyarakat desa.

5. Mendeskripsikan pola kehidupan masyarakat desa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas tentang pengertian Masyarakat pedesaan, karakteristik

masyarakat pedesaan, kelompok sosial paguyuban pada masyarakat pedesaan, dan

nilai dan norma sosial masyarakat pedesaan, pola kehidupan masyarakat pedesaan,

serta permasalahan sosial dalam masyarakat pedesaan.

1. Pengertian Masyarakat pedesaan

Pedesaan merupakan daerah kawasan desa. Adapun desa merupakan kesatuan

wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan

sendiri yang dikepalai oleh seorang kepala desa. Masyarakat tradisional merupakan

masyarakat yang masih terikat dengan kebiasaan atau adat-istiadat yang telah turun-

temurun. Keterikatan tersebut menjadikan masyarakat mudah curiga terhadap hal

baru yang menuntut sikap rasional, sehingga sikap masyarakat tradisional kurang

kritis. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rentelu, Pollis dan

Shcaw yang dikutip dalam (Sosiologi suatu pengantar. 1986: 153) masyarakat

tradisional merupakan masyarakat yang statis tidak ada perubahan dan dinamika yang

timbul dalam kehidupan.

Menurut Sudjarwo (2011: 93) berpendapat bahwa Desa adalah suatu wilayah

yang jumlah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri yaitu: (1)

Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antra ribuan jiwa, (2) Ada

pertalian perasaan yang sama tentang kesukuaan terhadap kebiasaan, dan (3) Mata

pencaharian bersifat agraris dan dipengaruhi oleh faktor-faktor alam sekitar seperti

iklim, keadaan alam, kekayaan alam.

Berdasarkan pandangan para ahli masyarakat pedesaan atau masyarakat

tardisional merupakan masyarakat yang melangsungkan kehidupannya berdasar pada

patokan kebiasaan adat-istiadat yang ada di dalam lingkungannya. Kehidupan mereka

belum terlalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berasal dari luar

3
lingkungan sosialnya, sehingga kehidupan masyarakat tradisional cenderung statis

(sulit menerima perubahan).

Masyarakat desa erat kaitannya dengan bidang pertanian, sebab mayoritas

pedesaan di negara kita masih bergantung pada bidang pertanian. Sayangnya,

masyarakat desa yang terkenal sebagai penghasil pangan justru terkenal pula akan

kemiskinannya. Desa, pertanian dan kemiskinan sangat erat kaitannya dengan

kehidupan masyarakat tani. Masyarakat tani adalah mereka yang berprofesi sebagai

petani dan tergabung dalam komunitas tani di suatu wilayah, sehingga ada ungkapan

bahwa secara umum kehidupan masyarakat tani memang sangat miskin dan rentan

terhadap gejolak sekecil apapun yang menimpa mereka.

2. Karakteristik Masyarakat Pedesaan

Dalam buku sosiologi karangan Ruman Sumadilaga (1997: 23) seorang ahli

sosiologi Talcot Parsons menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat

tradisional (Gemeinschaft) yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1) Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan dan

kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong-menolong, menyatakan

simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.

2) Orientasi kolektif sifat ini merupa kan konsekuensi dari afektifitas, yaitu mereka

mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang

yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman

persamaan.

3) Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan

keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif,

perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu

saja (lawannya Universalisme).

4) Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh

berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang

sudah merupakan kebiasaan atau keturunan (lawanya prestasi).

4
5) Kekabaran (diffuseness), sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara

pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan

bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu.

Sedangkan Soerjono Soekanto (2003: 87) menyatakan bahwa sebagai suatu

pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu

mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut :

a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak

ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.

Akan tetapi, secara teoritis angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.

b. Bercampur untuk wilayah yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama

dengan kumpulan benda-benda mati, seperti kursi, meja dan sebagainya, karena

berkumpulnya manusia akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat

bercakap-cakap, kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup

bersama itu timbulah sistem komunikasi dan timbulah peraturan-peraturan yang

mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

c. Mereka sadar merupakan sebuah kesatuan.

d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama

menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya

terikat satu dengan yang lainnya.

Menurut radfield, karakteristik masyarakat desa di Indonesia meliputi berikut

ini, yaitu: (1) berkaitan dengan tradisi masyarakat, (2) memiliki rangkaian sistem

teknologi yang masih sederhana, (3) bersifat tetap/ tidak banyak mengalami

perubahan, (4) memiliki sifat sederhana dan daya pakai serta produktifitas yang

relative rendah, (5) dalam beberapa hal memiliki sifat yang rasional, (6) tingkat buta

huruf relatif tinggi, (7) hukum yang berlaku tidak tertulis, tidak kompleks, (8)

ekonomi produksi untuk keluarga.

Karaktersitik kehidupan masyarakat desa terutama nampak dengan adanya

tata masyarakat dan ekonomi pertanian yang membedakan dengan tata masyarakat

kota. Secara umum dapat dikemukakan bahwa perbedaan utama antara kehidupan

5
masyarakat kota dengan masyarakat desa adalah dalam tuntutan kebutuhan dalam

usaha-usaha memenuhi kebutuhan hidup. Pada umumnya keluarga petani dapat

memenuhi kebutuhan sendiri dalam melengkapi keperluan hidupnya. Mereka

memproduksi pangannya sendiri, sekaligus memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang

esensiil lainnya seperti sandang, peralatan dan lain-lain.

Di daerah pedesaan kegiatan masyarakat sangat didominir oleh kegiatan

pertanian atau perikanan. Dengan kata lain susunan masyarakatnya merupakan satuan

yang bersifat lebih homogen dibanding dengan masyarakat di daerah perkotaan yang

bersifat heterogen.

Pada umumnya keadaan masyarakat di desa bila dilihat dari segi sosial

mempunyai sifat yang statis. Apabila menemukan suatu masalah mereka

menyelesaikannya dengan cara musyawarah, karena mereka masih memiliki rasa

kekeluargaan yang kuat.

3. Paguyuban pada masyarakat desa

Paguyuban (gemeinschaft) merupakan buah pikiran Ferdinand Tonnies dan

Loomis. Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya

diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal.

Dasar hubungannya adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin yang telah dikodratkan

sebelumnya. Kelompok sosial ini timbul dari keseluruhan kehidupan alami, nyata dan

organis, sebagaimana yang diumpakan pada organ tubuh manusia ataupun hewan.

Pada masyarakat desa, perbedaan kepandaian pada umumnya kurang

menonjol, sehingga kedudukan para anggota secara individual tidak begitu

diperhitungkan. Dari sudut pembagian kerja, apabila ada suatu anggota yang

dikeluarkan, maka hal itu tidak begitu terasakan. Artinya, masyarakat secara

keseluruhan memiliki kedudukan yang lebih penting dibanding individu.

Tonnies mengemukakan setidaknya ada tiga ciri-ciri pokok yang dimiliki

kelompok paguyuban (gemeinschaft), yaitu: (1) intimate, hubungan yang menyeluruh

secara mesra/ intim, (2) private, hubungan bersifat pribadi, yaitu khusus beberapa

6
orang saja, (3) exclusive, hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak

untuk orang-orang lain di luar “kita”.

Paguyuban sering dikaitkan dengan masyarakat pedesaan. Ditandai dengan

ikatan kebersamaan (kolektif) yang sangat kuat. Ikatan tersebut didasarkan pada

kesetiakawanan dan kegotong royongan yang masih kuat. Paguyuban berfokus pada

upaya peningkatan kelompok itu sendiri. Misalnya peningkatan hubungan melalui

kegiatan bersama.

Dalam paguyuban, alangkah baiknya bila kita merubah sikap kita dengan cara

cara berikut: Kita harus menjunjung tinggi etika, selalu bersikap mengalah dan tetap

rasional serta menjauhi kata sombong dan menghormati orang lain juga

menghilangkan ego pribadi yang sering kali muncul pada diri kita sendiri. Paguyuban

sebagai bagian dari kelompok sosial adalah wadah yang tepat khususnya bagi mereka

yang berasal dari daerah yang jauh dari daerah asalnya. Mari kita jaga paguyuban kita

masing masing agar menjadi contoh kelompok sosial yang baik bagi masyarakat dan

juga bagi kelompok sosial lainnya.

4. Nilai dan Norma Sosial Masyarakat Desa

Dengan berkembangnya iptek dan informasi, melalui media massa yang mulai

masuk ke masyarakat perdesaan, berakibat perubahan karakter atau watak, bahkan

menghilangkan karakter masyarakat perdesaan, dimana masyarakat perdesaan

memiliki keyakinan yang mendalam terhadap norma sosial sehingga mereka memiliki

sikap sulit berubah. Hal ini menguntungkan dalam pembakuan akhlak dan budi

pekerti, namun merugikan dalam perkembangan iptek. Kepatuhan warga bukan

kepada sanksi sosial, melainkan keyakinan mendalam akan kebenaran nilai sosial

dalam norma.

Kehidupan di desa sering dinilai sebagai kehidupan yang tenteram, damai,

selaras, jauh dari perubahan yang dapat menimbulkan konflik. Sebagai contoh, betapa

kuatnya pengaruh luar, misalnya di bidang pertanian mengenai soal cara-cara

penanaman yang lebih efisien, penggunaan pupuk dan sebagainya. Akan tetapi,

7
masyarakat desa masih mempertahankan tradisi yaitu hubungan yang erat dengan

tanah, karena tanah itulah yang memberi kehidupan kepadanya.

Maka dengan demikian, masyarakat desa disebut juga masyarakat sederhana.

Masyarakat sederhana merupakan kelompok yang masih memegang teguh nilai-nilai

dan norma-norma yang ditanamkan atau diajarkan sedari kecil. Mereka masih ada

ikatan keluarga sehingga seringkali dijumpai larangan untuk menikah dengan

anggota-anggota masyarakat setempat yang sama suku atau adatnya.kesetiaan dan

pengabdian terhadap kelompok sangat kuat, karena hidupnya tergantung kelompok.

Sosialisasi individu lebih mudah, karena hubungan yang erat antar warga masyarakat

setempat yang masih sederhana.

Soerjono Soekanto berpendapat (2003: 186) disiplin hukum masyarakat

tradisional terhadap hukum negara lemah. Akan tetapi disiplin terhadap hukum adat

cukup kuat. Sosial kontrol dan disiplin hukum adat akan digunakan oleh masyarakat

untuk mengatur ketertiban tata hidup sosialnya. Dari penjelasan tersebut, dapat

dimaknai keseragaman masyarakat sering di jumpai pada masyarakat tradisional lebih

patuh terhadap hukum adat daripada negara atau hukum nasional. Dalam masyarakat

tradisional hukum yang ada bersifat represif. Hukum dengan sanksi represif

memperoleh pernyataan hukumnya yang utama dalam kejahatan dan hukuman.

Pelanggaran peraturan-peraturan sosial berarti kejahatan dan menimbulkan hukuman.

5. Pola kehidupan masyarakat pedesaan

Pola kehidupan adalah corak atau kebiasaan dalam suatu kehidupan kelompok

manusia. Pada umumnya masyarakat pedesaan masih memegang erat nilai-nilai

kerukunan, kebersamaan dan kepedulian. Sehingga tidak heran sering kita jumpai

adanya kerja bakti, saling memberi dan menolong.

Menurut Soerjono Soekanto (2003: 153) berpendapat bahwa Sebagian besar

orang – orang di desa hidup bergantung dari hasil bumi, walaupun terlihat adanya

tukang kayu, tukang genteng dan bata, dan seterusnya. Akan tetapi, inti pekerjaan

penduduk di pedesaan adalah pertanian. Pekerjaan disamping pertanian hanya

8
merupakan pekerjaan sampingan saja. Bila tiba masa panen atau masa menanam padi,

pekerjaan-pekerjaan sambilan tadi segera mereka tinggalkan.

Di Sumatera, disamping pertanian penduduk pedesaan juga berkebun,

misalnya berkebun lada, karet, kelapa sawit, dan sebagainya. Pada umumnya,

penduduk pedesaan di Indonesia apabila ditinjau dari segi kehidupan sangat terikat

dan sangat tergantung dari tanah (earth-bound). Sehingga mereka juga akan bekerja

sama untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Misalnya pada musim

pembukaan tanah atau pada waktu menanam tiba, mereka akan bersama-sama

mengerjakannya. Sebagai akibat kerjasama tadi, timbullah dorongan untuk

membentuk suatu lembaga kemasyarakatan yang dikenal dengan nama “gotong-

royong”.

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang

peranan penting dalam kehidupan mereka. Masyarakatanya cenderung menaati

golongan-golongan tua yang didasarkan pada tradisi yang kuat, sehingga sukar untuk

mengadakan perubahan-perubahan nyata. Orang akan selalu meminta nasihat kepada

golongan orang tua apabila ada kesulitan yang mereka hadapi.

Masyarakat pedesaan memegang erat nilai-nilai dan norma-norma sosial yang

telah diwarisi turun temurun, dari satu generasi ke generasi lainnya. Itulah sebabnya

mengapa sulit sekali mengubah jalan pikiran yang sosial kea rah jalan pikiran yang

ekonomis. Hal ini disebabkan karena kurangnya alat-alat komunikasi. Sistem

komunikasi yang dipertahankan cenderung bersifat negatif yang disebut “desas-

desus”. Sebagai akibat sistem komunikasi yang masih sederhana tadi, hubungan antar

individu terasa erat sekali. Rasa persatuan yang erat kemudian menimbulkan saling

mengenal dan saling menolong yang akrab.

Apabila ditinjau dari sudut pemerintahan, maka hubungan antara penguasa

dengan rakyat bersifat secara tidak resmi (informal). Segala sesuatu dijalankan atas

dasar musyawarah, seperti lambing provinsi Sumatera Barat “Tuah Sakato” yang

bermakna Kesepakatan untuk melaksanakan hasil musyawarah merupakan hal yang

bertuah bagi masyarakat.

9
Masyarakat kota dan masyarakat pedesaan memiliki perbedaan yang saling

melengkapi satu dengan lainnya, khusunya terhadap keperluan hidup. Di desa, yang

diutamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan utama kehidupan, hubungan-

hubungan untuk mempertahankan fungsi pakaian, makanan, rumah dan sebagainya.

Sedangkan pandangan orang kota dalam hal keperluan hidup menitikberatkan pada

gengsi dan pandangan masyarakat sekitarnya. Misalnya dalam menghidangkan

makanan, orang kota lebih mengutamakan kesan bahwa yang menghidangkannya

mempunyai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila ada tamu, diusahaka nuntuk

menghidangkan makanan yang mewah dan terhormat. Disini terlihat perbedaan

penilaian, orang desa menilai makanan sebagai suatu alat untuk memenuhi kebutuhan

biologis, orang kota menilai sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosialnya.

Sehubungan dengan perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan

masyarakat perkotaan, kiranya perlu disinggung pula perihal urbanisasi. Urbanisasi

adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula

dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.

Dalam urbanisasi, ternyata pertumbuhan daerah perkotaan melaju dengan pesat pada

tahun 2000 mencapai 5,75%. Secara nasional, proporsi penduduk di perkotaan

mencapai 42,5%, tetapi di DKI Jakarta, D.I Yogyakarta, dan Kalimantan Timur

proporsi penduduk perkotaan sudah lebih dari 50%.

Penduduk miskin di pedesaan lebih banyak daripada perkotaan. Kemiskinan

menjadikan keluarga tidak memiliki akses dan bersifat pasif dalam meningkatkan

kualitas keluarganya, jauh dari sentuhan teknologi, dan akhirnya menghambat

pembangunan. Kegagalan pembangunan ditandai oleh meningkatnya kemiskinan,

tidak adanya akses masyarakat terhadap kesehatan, pendidikan dasar, ketahanan

pangan, kerusakan lingkungan, dan konflik agraria.

Banyaknya masalah sosial di kehidupan masyarakat desa, membuat mereka

melakukan perpindahan penduduk secara non permanen dengan tujuan untuk

memperbaiki taraf kehidupan mereka untuk menjadi lebih baik. Hal itu dapat kita

10
sebut sebagai faktor penarik masyarakat yang disebut dorongan sentrifugal dan

sentripetal.

1. Faktor sentrifugal adalah kekuatan yang terdapat pada suatu wilayah yang

mendorong penduduk meninggalkan daerahnya disebabkan karena kurangnya

sarana prasarana penduduk, terbatasnya fasilitas pendidikan, kurangnya daya

beli masyarakatnya, kurangnya lapangan pekerjaan dengan gaji tinggi dan

sebab lainnya.

2. Faktor sentripetal adalah kekuatan mengikat penduduk untuk tetap tinggal di

daerahnya. Hal-hal yang mengikat penduduk untuk tetap tinggal di desa,

antara lain sebagai berikut:

a. Jalinan persaudaraan dan kekeluargaan di antara warga desa yang sangat

erat

b. Adanya sistem gotong royong yang kuat di pedesaan

c. Penduduk sangat erat dengan tanah pertaniannya

d. Warga desa terikat pada desa tempat mereka tinggal.

Masyarakat desa yang terlampau banyak meninggalkan daerahnya

mengakibatkan beberapa keadaan yang merugikan kota. Penduduk desa yang

berbondong-bondong mencari pekerjaan di kota menjumpai kekecewaan yang besar,

karena besarnya jumlah mereka yang mencari pekerjaan. Maka timbullah persaingan

antara mereka sendiri ditambah dengan persaingan yang datang dari penduduk kota

sendiri.

Menurut Soerjono Soekanto (2003: 160) berpendapat bahwa kemungkinan

besar aktifitas urbanisasi mengakibatkan perluasan kota, karena pusat kota tidak akan

sanggup menampung perpindahan penduduk desa yang begitu banyak. Akibatnya

timbullah tempat-tempat tinggal baru dipinggiran kota, yang menghendaki mereka

membentuk kawasan permukiman kumuh perkotaan.

Di kota tak akan ada orang lain yang mau membantu. Orang-orang desa tidak

mengerti bahwa mereka harus berjuang sendiri. Cita-cita yang selama ini mereka

impikan terhambat, lalu timbul pengangguran yang pada akhirnya mengakibatkan

11
meningkatnya tuna karya. Persoalan meningkatnya tuna karya secara korelatif

mengakibatkan meningkatknya tuna susila, dan meningkatnya kriminalitas.

Kriminalitas yang mula-mula didorong oleh rasa lapar, dapat berubah menjadi suatu

pekerjaan tetap, sehingga timbullah organisasi penjahat yang sangat sukar untuk

dicegah dan diberantas. Gejala semacam itu banyak dijumpai di kota-kota besar

seperti Jakarta, Surabaya dan lain sebagainya.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang pada umumnya memiliki

mata pencaharian bertani, berkebun, berladang. Masyarakat pedesaan juga

diidentikkan dengan mesyarakat tradisional, yaitu masyarakat yang mempertahankan

tradisi, memiliki sistem kekerabatan yang erat dan langgeng, serta belum maju di

bidang teknologi dan pembangunan.

Ciri-ciri atau karakteristik masyarakat desa adalah berkaitan dengan tradisi

masyarakat setempat, bersifat statis, teknologi masih sederhana, dalam beberapa hal

memiliki sifat rasional. Masyarakat desa juga mengalami dinamika dari waktu ke

waktu.

Paguyuban atau gemeinschaft merupakan ikatan kekeluargaan masyarakat

pedesaan yang masih terus dipertahankan hingga kini. yaitu hubungan yang memang

telah dikodratkan dengan penuh rasa cinta dan rasa persatuan batin. Hubungan

tersebut didasarkan pada kesetiakawanan dan kegotong royongan yang masih kuat.

Masyarakat pedesaan memegang teguh nilai-nilai dan norma-norma yang

diajarkan sedari kecil. Masyarakat pedesaan enggan melanggar nilai dan norma

masyarakatnya karena jika ketahuan melanggar akan mendapat sanksi adat berupa

dikucilkan dan diusir dari masyarakatnya.

Pola kehidupan masyarakat pedesaan masih tradisional seperti bertani,

berkebun, berladang. Sistem komunikasinya masih sederhana yaitu desas desus

sehingga memiliki persatuan yang erat. Berbicara tentang perpindahan penduduk juga

dikenal istilah urbanisasi. Perpindahan ini memiliki faktor tarik menarik dan juga

berdampak positif dan negatif bagi masyarakat sekitarnya dan masyarakat pendatang.

13
B. Saran

Setelah menyelesaikan tugas membuat makalah semi ilmiah ini, penulis

merasa perlu diadakan peninjauan kembali terhadap isi dan kebahasaan yang

digunakan. Penulis juga merasa dari segi bahan materi kurang kaya sehingga

menghilangkan makna esensial makalah semi ilmiah. Dengan rendah hati dan tangan

terbuka, penulis menerima masukan yang membangun bagi karya ilmiah kedepannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Danial, Endang. 2009. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Laboratorium

Pendidikan Kewarganegaraan.

Sudjarwo. 2011. Dinamika Kelompok. Jakarta: Mandar Maju.

Sumadilaga, Ruman. 1994. Sosiologi 3 SMU. Jakarta: Yudistira.

Soekanto, Soerjono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

15

You might also like