You are on page 1of 7

SAVICA – Formative Study TPT IDI Report - Pemegang Program Kab/Kota(Dinkes) (wasor TB atau

HIV)

Pewawancara (ID) 06

Pencatat (ID) 06

Tanggal dan waktu interview 31/10/23 – 08.00

Lokasi Wawancara SUDINKES JAKTIM

ID Laporan IDI_JTM_PHK_06

Kode Partisipan PHK

Usia 39 Tahun

Jenis kelamin Perempuan

Lembaga dan jabatan SUDINKES JAKTIM / PPHIV

No. HP 085782568423 (Email : alliesafitri@gmail.com)

Pekerjaan PNS

Pendidikan terakhir S1 Kedokteran Umum

Status perkawinan Menikah

Pendapatan >Rp 10.000.000

Domisili Jakarta

Lama bekerja sebagai pemegang 2 Tahun


program

Catatan hal yang menarik:

1. P: Apakah anda pernah mendapatkan pelatihan TPT? (kapan, dimana, diselenggarakan oleh siapa, pelatihan
tentang apa mengenai TPT?)
T: Pernah mendapatkan pelatihan TPT 2 kali yaitu saat dirinya berada di pelayanan (puskesmas) dan saat
sudah di tempatkan di sudinkes pada akhir tahun 2021. Diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta dibantu oleh YKI mengenai TPT HIV. Setelah itu, beberapa ada kegiatan workshop dan OJT.
Peserta pelatihan tersebut yaitu PPHIV Sudinkes Jaktim, dokter, pelaksana program TB dan farmasi di
puskesmas yang ada di Jakarta Timur. Dibuat 2 batch karena puskesmas di Jakarta Timur cukup banyak.
- Informasi yang disampaikan ketika pelatihan mengenai TB-HIV, pengobatan, dan pentingnya TPT
untuk ODHIV
- Tidak ada perbedaan yang siginifikan terkait TPT TB dan TB HIV, perbedaannya hanya pada
kelompok sasarannya saja yakni TPT TB diberikan kepada yang kontak erat dengan penderita TB.
Sedangkan HIV diberikan kepada semua yang menderita HIV.
- Tidak ada perbedaan pendekatan/konseling dalam pemberian TPT seperti menjelaskan alasan diberikan
TPT dan kenapa harus menjalani TPT. Tetapi secara pendekatan personal Justru lebih sulit
memberikan atau menawarkan TPT pada yang kontak erat TB dan masih sehat sehingga tidak ke
puskesmas untuk kontrol. Sedangkan pasien HIV rutin kontrol ke puskesmas untuk mengambil ARV
sehingga saat hari ini pasien tidak mau TPT masih bisa di tawarkan di minggu selanjutnya. Pasien
ODHIV sudah ada kepercayaan terhadap nakes di puskesmas, karena pasien juga suka bercerita terkait
hal lain diluar pengobatannya.
- Saat pelatihan juga diberikan cara pendekatan kepada pasien dalam memberikan TPT kemudian ada
roleplay nya juga bermain peran ada yang menjadi pasien dan petugas. Bagaimana cara
menawarkannya lalu apa saja yang perlu disampaikan, saat pelatihan juga mengundang dari LSM yang
biasana mengetahui kendala dilapangan dijadikan sebagai klien. Pembicara dalam pelatihan tersebut
yaitu dr Adria dari RSPI yang merupakan mentor HIV juga dan spesialis paru yang ahli dalam
bidangnya

2. P: Kapan pertama anda mengetahui program TPT dilaksanakan di kota/kabupaten ini?


T: Tahun 2020 informan pertama kali mengetahui program TPT saat masih di Puskesmas Duren Sawit
karena menjadi salah satu pilot project untuk menerima 3HP karena saat itu logistik obat belum banyak dan
tahun 2021 mulai gencar diberikan TPT untuk ODHIV dilakukan pelatihan kepada puskesmas dan
dilakukan pemantauan.

3. P: Saat pertama anda mengetahui program ini, apa pendapat anda? apa hasil program yang anda harapkan?
lalu bagaimanakah hasil dari program saat ini menurut anda? Apakah sesuai dengan harapan anda?
Mengapa? (tanyakan tentang pendapatnya terhadap capaian program ini??)
T: Informan sangat setuju, karena TB dapat menyerang siapapun tidak mengenal sosial ekonomi semua bisa
terkena TB terutama penderita HIV yang memang kondisinya masih baik-baik saja terlihat sehat, namun
ada juga yang sudah lemas. Sehingga, penting sekali diberikan TPT. Karena TB merupaka penyakit yang
paling sering diderita oleh ODHIV. Untuk efektifitasnya masih perlu menunggu beberapa tahun yang akan
datang.
- Regimen yang diberikan kepada kontak erat TB dengan ODHIV sama yaitu INH dan 3HP. Sehingga
aman tidak ada efek samping yang berat
- Harapan informan, para ODHIV bisa teredukasi dengan baik mengenai TPT sehingga menyadari
bahwa TPT penting untuk kesehatannya. Harapan tidak terlepas dari kendala, kendala yang dihadapi
yaitu terdapat ODHIV yang tidak mau obatnya ditambah, karena mereka sudah meminum obat ARV
setiap hari. Namun, masih banyak juga yang mau untuk menjalani TPT. Kemudian, masih adanya
nakes yang ragu saat memberikan TPT karena khawatir jika pasien diberikan obat yang banyak, pasien
akan malas untuk datang lagi ke Puskesmas, kondisi tersebut sudah diatasi oleh informan dan
menekankan bahwa TPT merupakan program nasional dan program yang baik. Sehingga sudah mulai
banyak yang nakes yang memberikan TPT.
- Kemudian, saat sudah menjalani TPT banyak ODHIV yang merasakan efek samping kemudian
berhenti. Ada yang saat berhenti TPT melapor dan ada yang tidak melapor karena belum merasa butuh
terhadap TPT. Sehingga perlu dilakukan monitoring untu benar-benar dipastikan TPT yang diberikan
masih diminum atau tidak.
- Efek samping yang sering dikeluhkan yaitu mual dan pusing. Namun ada juga yang sampai lemas dan
mengganggu aktivitas sehari-harinya.
- Sampai saat ini monitoring yang bisa dilakukan oleh informan dan nakes pelayanan HIV di puskesmas
yaitu pemberian TPT 2 minggu sekali untuk memantau apakah TPT tersebut benar-benar diminum atau
tidak. Kemudian respon tubuhnya seperti apa. Jika memang semuanya baik maka diberikan perbulan.
Informan juga bisa melihat dari sistem yang sedang TPT yakni status skriningnya sudah ada di sistem.
Nakes dilayanan juga bisa melihat siapa saja yang dijadwalkan datang ke Puskesmas setiap harinya dan
apa saja datanya
- Ada juga pendukung sebaya namun tidak spesifik mendampingi TPT tetapi secara umum khususnya
terkait ARV. Namun pendukung sebaya juga menyampaikan informasi kepada ODHIV mengenai TPT
dan jika diminta bantuan untuk memantau TPT, menurut informan pendukung sebaya akan
melaksanakannya.
- Pendukung sebaya dari LSM sesuai dengan populasi kunci dari LSL, WPS, waria dan lainnya. LSM
tersebut berMOU dengan sudinkes dan puskesmas. Dan disetujui untuk memberikan pendampingan
kepada ODHIV dipuskesmas.

4. P: Menurut anda bagaimana akses dan pemanfaatan TPT di kota/kabupaten ini? boleh anda berikan
alasannya (baik negatif dan positif)? Pertanyaan sama dengan nomor 7. Silakan isi di nomor 7.
5. P: Menurut anda faktor-faktor apa yang menyebabkan kondisi pemanfaatan TPT di Kota/Kabupaten ini
seperti yang tadi anda sebutkan? Pertanyaan sama dengan nomor 8. Silakan isi di nomor 8.
6. P: Menurut anda pribadi seberapa besar tingkat keefektifan TPT dalam mencegah penyakit TB (skala 1-5, 1
sangat tidak efektif sampai 5 sangat efektif dan ceritakan alasan memilih angka dalam skala tersebut? (Gali
lebih dalam mengenai pengalaman kesuksesan maupun kegagalan dalam pemberian TPT)
T: Menurut informan, program TPT ini masih baru tahun ke-2. Kalau untuk melihat efektifitas baru bisa
dilihat 3-5 tahun sehingga belum bisa dipastikan. Secara umum, menurut informan TPT sudah bisa
mencegah TB yang parah, tetapi untuk TB SO masih ada kemungkinan untuk terpapar apabila saat imunya
sedang turun. Sehingga secara efektifitas TPT ini bagus dengan catatan saat kondisi ODHIV sedang baik.
Namun saat ODHIV sedang dalam kondisi rendah/sakit TB bisa muncul namun tidak separah ODHIV yang
tidak menjalani TPT. Sehingga TPT bisa mengurangi derajat kesakitan.

7. P: Menurut anda bagaimana akses (keterjangkauan jarak dan harga, kemudahan, koordinasi dokter-pasien)
dan pemanfaatan TPT di Kota/Kabupaten ini? boleh anda berikan alasannya (baik negatif dan positif)?
T: ODHIV dapat mengakses TPT di puskesmas berbarengaan saat mengambil ARV dengan obat yang
lainnya. Diberikan secara gratis untuk dropping dari dinkes. Beberapa bulan yang lalu sempat tidak ada stok
TPT, ada beberapa rumah sakit yang pengadaan mandiri sehingga mau tidak mau menjadi berbayar karena
rumah sakit pun membeli sendiri biasanya rumah sakit swasta yang seperti itu. Regimen yang pengadaan
mandiri yaitu INH.
- Awal tahun 2023 logistik TPT kosong cukup lama sekitar 6 bulan dan INH juga sedang distop karena
mungkin ada masalah diregulasinya dan 3 HP juga kosong. Akhrinya dari sudinkes meminta
puskesmas yang memiliki dana BLUD dipersilahkan untuk membeli mandiri namun karena masih dana
BLUD sehingga masih gratis diberikan kepada ODHIV. Namun untuk rumah sakit karena pengadaan
mandiri dari dana sendiri sehingga berbayar dan untuk harganya, sudinkes mengembalikan kepada
masing-masing RS
- Koordinasi antara dokter dan pasien biasanya di puskesmas terdapat grup khusus yang berisikan pasien
odhiv dan nakes untuk memudahkan koordinasi. WA nya pun berbisnis sehingga tidak bisa melihat
siapa saja anggota yang masuk dalam grup tersebut. Informasi yang diberikan tidak hanya terkait TPT
saja, yakni informasi terkait pemeriksaan yang harus dilakukan, jadwal pengambilan obat dan lainnya
- Ada juga Grup PPHIV sudinkes dengan pelaksana program HIV dipuskesmas, dengan bagian farmasi
dipuskesmas maupun farmasi sudinkes ada, sehingga ketika di puskesmas membutuhkan logistik obat
maka mudah untuk berkoordinasi. Apabila stok di sudinkes masih ada maka diberikan tetapi apabila
dari puskesmas lain memiliki stok maka akan dipinjam terlebih dahulu yang dropping dari sudinkes
tetapi kalau pengadaan mandiri dari BLUD tidak bisa.
- Informasi dari bagian farmasi untuk saat ini TPT untuk HIV stoknya ada namun tidak banyak. Jika ada
yang meminta akan diberikan tetapi tidak memenuhi permintaan yang terlalu banyak. Agar semuanya
terbagi.
- Stok diberikan sesuai permintaan dari puskesmas yang di laporkan di SIHA dan puskesmas
melampirkan surat bukti barang keluar (SBBK) saat mengambil logistik
- Untuk pengadaan logistik secara mandiri ada aturan dari sudinkes untuk diperbolehkan pengadaan
secara mandiri
- Pengamprahan TPT HIV dengan TPT TB berbeda, dan penanggung jawab farmasi disudinkesnya pun
berbeda. Kemudian turun logistik dari dinas kesehatan provinsi datangnya berbeda antara TPT untuk
TB dan TPT untuk HIV sehingga turun ke puskesmasnya pun berbeda
- Sudinkes bisa saja membuat kebijakan first out apabila TPT HIV dan TPT TB dua-duanya memiliki
stok yang sama. Silahkan bisa dikeluarkan yang tanggal kadaluarsanya lebih dulu. Tetapi jika TPT HIV
memiliki dan TPT TB kosong maka tidak bisa dilakukan. Karena secara program informan memiliki
tanggung jawab terhadap logistik. Karena khawatir apabila stok TPT untuk TB kurang begitupun
sebaliknya apabila TPT HIV harus memberikan kepada ODHIV namun stok tidak ada karena diberikan
kepada TPT TB informan pun tidak mau. Namun jika sama-sama memiliki stok dikeluarkan yang
tanggal kadaluarsanya sudah dekat sehingga stok TPT tidak terbuang
- Di sistem memang ada obat yang dropping dan ada pengadaan sendiri jadi semuanya terlaporkan.
Sehingga di semua puskesmas di Jakarta Timur sudah ada pemberian TPT untuk ODHIV
- Saat stok TPT kosong, sudinkes tidak bisa menganggarkan karena dana APBN dan APBD sudah
terencana ditahun sebelumnya sehingga solusinya adalah pengadaan sendiri yakni dari BLUD yang
bersifat fleksibel sesuai kebutuhan namun tetap terlaporkan. Untuk dirumah sakit yang sudah memiliki
layanan PDP maka sudah ada pemberian TPT HIV juga yang jika sudinkes memiliki stoknya maka
diberikan juga kepada rumah sakit, karena stok obat terbatas
- Untuk TPT dirumah sakit, apabila pasien memiliki BPJS menurut informan bisa diklaim menggunakan
BPJS sehingga gratis]
- Pemberian TPT pada HIV tidak dilakukan tes Mantoux cukup dengan skrinning yaitu diberikan 5
pertanyaan dan 1 pemeriksaan seperti ada batuk tidak, demam,penurunan berat badan, ada kelenjar atau
tidak. Jika tidak ada maka langsung diberikan TPT. Tetapi dari 5 pertanyaan tersebut ada 1 yang
dialami langsung masuk ke suspect dan dilakukan TCM di Puskesmas secara gratis
- Pemakaian siha terkadang servernya down karena pemakaian secara bersamaan seluruh Indonesia.
Sehingga tidak bisa realtime saat pasien datang langsung diinput. Pencatatan dan pelaporan TPT HIV
tidak hanya di SIHA tetapi di ARK juga karena ada beberapa item yang belum ada di SIHA seperti
notifikasi pasangan, CD4 sehingga harus menginput di ARK. Dilaporkan setiap 1 bulan sekali ada
pertemuan untuk validasi data puskesmas dan rumah sakit ada 44 layanan PDP di Jakarta Timur.
Terdapat data officer yang membantu informan untuk memvalidasi data namun, informan juga dapat
mengaksesnya.
- Distribusi TPT ada 2 yaitu distribusi rutin yaitu yang dilaporkan oleh PJ HIV di puskesmas sebanyak
yang dilaporkan yang akan didropping sehingga apabila PJ HIV telat menginput maka tidak diberikan
obat, namun apabila membutuhkan obat akan diberikan teguran agar jangan seperti itu lagi kedepannya
dan tetapndiberikan sesuai kebutuhan terlebih dahulu dan distribusi khusus yaitu apabila logistik obat
datang diluar jadwal rutin dan jumlahnya banyak sehingga langsung didistribusikan kepada puskesmas.
Sehingga obat tidak menumpuk di sudinkes. Kendala yang dialami saat pengamprahan terdapat layanan
yang belum menyelesaikan pencatatan dan pelaporan sehingga belum ketahuan jumlah obat yang
dibutuhkan. Namun tetap dimonitoring oleh bagian farmasi jika ada puskesmas yang belum
memberikan laporan.
- Stok TPT yang terbatas sehingga harus memberikan TPT secara merata. Biasanya bidang HIV
berkoordinasi dengan bagian farmasi untuk memastikan jumlah TPT yang puskesmas minta sesuai
dengan jumlah pasien HIV yang ditangani
- Ada monitoring dan supervise yang dilakukan sudinkes setiap bulan ke 7-8 puskesmas dan rumah sakit.
Integrasi program HIV, bagian data, global fund terkait pemeriksaan VL dan farmasi terkait logistik
berbarengan semuanya turun terkait HIV, data HIV dan pemeriksaan HIV
- Dahulu saat selesai pelatihan ada media KIE diberikan dari YKI, tetapi jika ada update yang terbaru
saat ini belum ada. Kecuali memang ada dari puskesmas yang merasa memerlukan media maka
membuat sendiri seperti flichart, banner dan lainnya. Dana dari BLUD
- Untuk di bagian HIV sudinkes tidak ada dana untuk membuat media karena semuanya dikumpulkan di
promkes. Jika bagian HIV ingin membuat media KIE maka berkoordinasi dengan bagian promkes dan
akan dibuatkan
- Media KIE mengenai HIV saat ini tidak spesifik untuk pasien HIV anak, hanya penjelasan secara
menyeluruh
- Pendekatan kepada ODHIV harus bisa membangun trust atau kepercayaan karena HIV sifatnya masih
konfidensial tidak serta merta boleh dibuka dan dibagikan. Sehingga jika sudah terbangun kepercayaan
dan berteman dengan pasien ODHIV. Maka mereka akan terbuka dengan sendirinya, apa yang mereka
butuhkan, kondisinya seperti apa dan apa yang mereka harapankan dari nakes. Hal tersebut untuk
konseling awal. Dan menurut informan teman-teman di Puskesmas sudah ahli mengenai itu.
- Dinas kesehatan provinsi melalukan supervisi juga pada saat dan ada pembinaan dan pengawasan,
sudinkes memiliki format baku yang berisi apa saja yang akan dibahas dalam supervisi salah satunya
terkait TPT seperti berapa banyak pasien TB yang skrinning HIV, berapa banyak pasien HIV yang TPT
dan menyelesaikan TPT, juga pasien HIV yang skrinning TB
- Ada panduan yang diberikan oleh dinas kesehatan provinsi dalam bentuk pdf turunan dari kemenkes
- Secara nomenklatur dinas kesehatan provinsi dengan sudinkes pasti berbeda. Karena lingkunya juga
berbeda. Dan mungkin jumlah yang dapat diajukannya pun berbeda. Tetapi secara tujuan sama. Jika
DINKES provinsi menghitungnya 6 kota yang ada di provinsi DKI Jakarta dan Sudinkes
menghitungnya jumlah puskesmas dan lingkup faskes yang ada di Jakarta Timur. Tidak ada perbedaan
yang signifikan, karena sudinkes juga bisa menganggarkan program apa yang diminta oleh Dinkes
provinsi.

8. P: Menurut anda faktor-faktor apa yang menyebabkan kondisi pemanfaatan TPT di kota/kabupaten seperti
yang tadi anda sebutkan? Gali faktor-faktor yang mendorong/mempermudah dan yang mempersulit kondisi
tersebut.
T:
- Faktor yang mendorong/mempermudah
- Faktor yang mempersulit
9. P: Menurut anda sebagai pelaksana program TB, bagaimana tentang ketersediaan sumber daya yang ada di
tempat anda bekerja dalam menunjang implementasi TPT? (apakah ada panduan TPT, sarana dan
prasarana, kebijakan/peraturan)
T:
10. P: Bagaimana implementasi TPT di tempat Anda? Mohon dijelaskan. PROBE: Jika sudah
diimplementasikan secara rutin di kota/kab ini mengapa? jika TIDAK/BELUM, mengapa? Bila TPT sudah
diimplementasikan, di mana saja dan berapa faskes yang menyediakan layanan ini? Dari mana sumber
pembiayaan program TPT?, Apa komponen pembiayaan program TPT selain regimen obat TPT,
Apakah komunikasi medis tentang TPT sudah termasuk? Jika tidak, apakah komponen komunikasi medis
dapat di klaim ke BPJS? Apakah ada komponen terkait pembiayaan TPT yang tidak ditanggung oleh DAK
NF 2023 yang dapat di klaim ke BPJS? Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan logistik TPT?
Bagaimana mekanisme/prosedur distribusi TPT ke puskesmas? Bagaimana mekanisme mulai dari
pengadaan sampai distribusi TPT untuk TPT TB-RO dan TPT TB-SO? Apakah ada perbedaan,
jelaskan? (perbedaan prioritas, kecepatan pengadaan sampai distribusi, dll.), Apakah ada distribusi TPT
TB-RO ke puskesmas? Jika ya, puskemas mana saja. Apa yang menjadi dasar jika tidak semua puskesmas
mendapat distribusi TPT TB RO? Terkait media KIE TPT, bagaimana mekanisme pengadaan materi
media KIE? Bila stok media KIE habis, apa yang dilakukan? sistem monitoring dan evaluasi? Apakah ada
dana alokasi untuk ini?
T:
11. P: Bagaimana Anda menyikapi kelompok tertentu dalam sasaran TPT yang rentan? (mis PLHIV). Apa hal
yang unik dari setiap kelompok rentan yang ada selama ini dan bagaimana strategi yang anda gunakan
dalam menjangkau kelompok rentan tersebut? jika ada kendala, apa saja?
T:
12. P: Peran dan dukungan apa saja yang telah dilakukan pemerintah, (khususnya dinas/kantor di mana anda
bekerja) terhadap kondisi tersebut? seperti apa bentuknya? Isi tabel di bawah

Nama Kebijakan Panduan Logistik Supervisi Monitoring Pelatihan Lainnya


Organisasi

Bappeda

PDPI/IDAI

PKK

- Bagaimana sistem kesehatan pada Sudinkes Jaktim, apakah ada perbedaan dengan Dinkes Kab/Kota
dalam hal otoritas, pendanaan, program TB dan HIV dengan Dinkes Prov?
- Pelatihan apa saja yang sudah dilakukan terkait TPT? Siapa saja yang dilatih? Apa saja isi materi
pelatihan, adakah materi komunikasi? Apa tantangan yang ditemukan? Monitoring dan evaluasi hasil
pelatihan seperti apa?
T:
13. P: Bagaimana dengan OPD lainnya seperti Dinas-dinas terkait dan kewilayahan (Camat, lurah/kepala
desa)? apakah selama ini mereka juga berperan?
T: bantuan yang diberikan oleh OPD lain tidak spesifik kearah TPT. Tetapi kalau untuk HIVnya sudah ada
yang terlibat seperti dinas Pendidikan, dinas tenagakerja. Camat juga sudah mulai terpapar dan baru-baru
ini sudinkes bekerjasama dengan walikota mengundang camat-camat namun tidak spesifik mengenai TPT.
Tetapi terkait HIV secara umum yakni membangun kesadaran terhadap HIV di Jakarta Timur. Jika camat
dan lainnya sudah menyadari dan paham perannya maka akan dibuat lebih spesifik lagi salah satunya terkait
TPT dan pemantauannya
Sudinkes inginnya dinas pariwisata memiliki peran dalam rumah-rumah hiburan dan tempat wisata yang
dijadikan tempat berkumpul ODHIV. Kemudian dinas Pendidikan terkait skrinning anak sekolah, dan dinas
ketenagakerjaan yaitu skrinning terhadap pekerja yang merupakan sasaran besar penemuan kasus. Sudinkes
inginnya OPD tersebut terpapar pentingnya testing HIV sehingga tidak terbatas yang berisiko saja yang
melakukan testing tetapi anak sekolah, ibu rumah tangga yang sebenarnya sama risikonya untuk dilakukan
testing. Sudinkes menginginkan adanya kolaborasi antar OPD. Untuk camat dan lurah sudinkes
mengingkan untuk berperan dalam pemantauan namun HIV ini masih sulit karena adanya stigma dan
diskriminasi sehingga perlu untuk menurunkan terlebih dahulu stigma dan diskriminasi di masyarakat.

14. P: Selama ini apa saja peranan tokoh masyarakat, kader dan tokoh agama dalam pelaksanaan TPT?
T: untuk tokoh masyarakat sudah banyak dilibatkan terkait program HIV tidak spesifik TPT seperti dari
KPA (Komisi Peduli AIDS) sudah disenggol untuk tokoh masyarakat, warga peduli AIDS, kader dan
mungkin selanjutnya adalah tokoh agama.
Menurut informan jika untuk TPT tokoh agama akan lebih terbuka karena lebih berbicara mengenai
tuberculosis tidak membawa stigma HIV. Karena sudah banyak yang sadar bahwa tuberkulosis di Indonesia
kasusnya banyak. Namun untuk berbicara terkait TB-HIV menurut informan belum berkoordinasi sampai
sejauh itu.

15. P: Menurut Anda dukungan sosial seperti apa yang ada saat ini untuk TPT dan dukungan yang seperti apa
yang Anda pikir bisa meningkatkan implementasi TPT ke depannya?
T: Berbicara mengenai dukungan sosial, informan membahas LSM yang memberikan pendampingan
kepada ODHIV. Informan berharap pendamping sebaya bisa terpapar dan dilatih dengan benar sehingga
paham mengenai pentingnya TPT, bentuk TPT seperti apa yang diminum oleh pasien ODHIV dan apa saja
yang harus dipantau karena nantinya pendamping sebaya yang akan menyampaikan ke pasien juga.
Sehingga pasien ODHIV menjadi sadar bahwa TPT penting untuk dirinya. Karena menurut informan,
informasi dari pendamping sebayalah yang lebih didengar oleh pasien ODHIV karena satu rasa karena
sesama ODHIV

16. P: Apakah ada kepercayaan setempat yang mungkin dapat mempengaruhi pelaksanaan TPT?
T: untuk TPT tidak ada tetapi untuk HIV masih adanya stigma dan diksriminasi di masyarakat terhadap
pasien ODHIV dan melihat penyakit HIV disebabkan oleh perilaku penderitanya padahal tidak semuanya
dari perilaku melainkan bisa dari transfusi darah, penularan dari ibu ke bayi, kemudian suami yang jajan
lalu istrinya yang terkena. Sehingga sudinkes masih berusaha untuk menurunkan stigma tersebut bahwa
yang dijauhi adalah penyakitnya bukan orangnya. Karena jika orangnya dijauhi maka akan makin banyak
yang tertularkan, karena makin banyak tidak mau melakukan pemeriksaan sehingga risiko semakin besar
dan akan banyak juga yang dapat tertular. Tetapi jika dirangkul untuk melakukan pemeriksaan kemudian
minum obat maka akan menurunkan risiko penularan. Dan pasien ODHIV akan banyak diberikan informasi
oleh nakes untuk mengurangi perilaku risiko supaya tidak terpapar ulang dan tidak memaparkan kepada
orang lain. Tidak semua pasien ODHIV tertutup ada juga yang memang sudah terbuka dengan statusnya.
Dan nakes tidak memaksakan harus membuka status pasien ODHIV. Ada yang memang sudah terbuka
dengan statusnya diantar oleh pasangannya atau keluarga yang lain setiap kontrol ke puskesmas. Untuk
yang belum terbuka namun tetap mengajurkan pasangannya untuk melakukan tes disebut notifikasi
pasangan yaitu dengan mendapat rujukan petugas yakni petugas menginformasikan untuk tes HIV tanpa
membuka identitas pasangannya. Kemudian ada yang diberi kesempatan untuk memberitahukan sendiri
kepada pasangannya jika tidak bisa maka nakes yang akan menginformasikan namun tidak membuka
identitas pasien ODHIV.
Informan baru mendapatkan informasi bahwa sedang viral ODHIV percaya buah merah dari timur papua
dapat menghilangkan virus HIV, sedangkan virus HIV tidak bisa dihilangkan hanya bisa di terkontrol. Dan
pasien ODHIV banyak yang mempercayainya dan tergiur karena pasien HIV harus minum obat seumur
hidup dan mencobanya selama 1-2 bulan kemudian tidak minum obat dan berdampak akan lost follow up
pasiennya akan hilang dan tidak mau datang ke layanan. Pasien ODHIV mengetahui informasi tersebut dari
media sosial yang sangat berpengaruh besar saat ini.

Saat ini pendamping sebaya dan nakes banyak yang memberikan edukasi melalui medsos. Karena
mengetahui ada grup kelompok sasarannya di medsos tersebut yang perlu disasar.

17. P: Apakah ada bantuan-bantuan teknis yang diberikan oleh pemerintah pusat dan lembaga non pemerintah
lainnya terkait program TPT di kota/kabupaten ini? Lembaga-lembaga mana saja? Bagaimana bentuk
bantuan tersebut? (panduan, logistik, supervisi, monitoring, pelatihan, dsb), bagaimana bentuk koordinasi
antara kantor anda dengan lembaga tersebut?
T: bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat yaitu kebijakan,panduan, logistik. Kemudian dari dinkes
provinsi yaitu supervisi,monitoring dan pelatihan
Lembaga non pemerintahan yaitu dari NGO EPIC membantu seluruh program HIV salah satunya TPT-HIV
mulai dari testing, terdiagnosa, sampai pemantauan pengobatan, CD4 . kemudian global fund memberikan
bantuan monitoring, supervisi, evalusia yang dilakukan setiap bulannya. Cara berkoordinasinya ketika EPIC
dan global fund memiliki program kerja, sudinkes diundang dan meminta masukan dari sudinkes apasaja
sekiranya yang bisa dielaborasi pada tahun ini dan program apa yang bisa ditambahkan atau dikurangkan

18. P: Dukungan apa sajakah yang diberikan oleh organisasi-organisasi tersebut yang dinilai paling
mempengaruhi program TPT? (kebijakan, panduan, logistik, supervisi, monitoring, pelatihan, dsb)
T: Dukungan dari EPIC karena yang mendampingi
19. P: Adakah peran lembaga lain yang menurut anda dapat mendukung pelaksanaan TPT di kota/kabupaten ini
untuk lebih baik? lembaga apa kiranya? dan apa peran lembaga tersebut untuk mendukung pelaksanaan
TPT? lembaga mana yang paling dominan dukungannya selama ini?
T:
20. P: Selama Kota/Kabupaten ini menjalankan program TPT, tantangan-tantangan apa saja yang pernah
dihadapi kantor anda bekerja bersama dengan pihak-pihak tersebut? (tanyakan tentang bentuk tantangan
tersebut? Bagaimanakah mengatasinya? Siapakah yang terlibat dalam mengatasi tantangan tersebut?)
T:
21. P: Bagaimana sejauh ini prioritas dan komitmen Pemerintah Daerah terhadap implementasi TPT?
(anggaran, strategi, ketersediaan OAT, media komunikasi, pelatihan nakes))
T:
22. P: Menurut Anda, apakah istilah Terapi Pencegahan Tuberkulosis cukup dapat diterima atau bisa
menggunakan kata-kata atau istilah lainnya? Bila ada istilah lain yang menurut Anda lebih pas, apa saran
Anda untuk istilah ini?
T:
23. P: Sebelum menutup, adakah saran dan masukan untuk peneliti?
T:

You might also like