You are on page 1of 107

KAJIAN PENGGUNAAN RUANG PASAR TRADISIONAL

DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU


(STUDI KASUS : PASAR TRADISIONAL MELATI MEDAN)

SKRIPSI

OLEH

RONALD YOHANES CLINTON SINAGA


110406132

DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KAJIAN PENGGUNAAN RUANG PASAR TRADISIONAL
DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU
(STUDI KASUS : PASAR TRADISIONAL MELATI MEDAN)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik


Dalam Departemen Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

RONALD YOHANES CLINTON SINAGA


110406132

DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN

KAJIAN PENGGUNAAN RUANG PASAR TRADISIONAL


DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU
(STUDI KASUS : PASAR TRADISIONAL MELATI MEDAN)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 14 Desember 2018

Ronald Yohanes Clinton Sinaga

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
4

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada

Tanggal : 14 Desember 2018

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Wahyuni Zahrah, S.T., M.S.

Anggota Komisi Penguji : 1. Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc.

2. Beny O. Y. Marpaung, S.T., M.T., Ph. D.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
6

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Bangunan pasar tradisional merupakan ruang arsitektur yang berfungsi sebagai

tempat yang dapat menampung aktifitas pengguna ruang, yaitu transakasi jual beli

antara pedagang dan pembeli. Namun dalam perkembangannya, ruang pasar

berubah menjadi kesemrawutan. Salah satu contohnya adalah pedagang mulai

berdagang tidak pada tempat yang telah disediakan. Munculnya pedagang yang

berdagang dikoridor jalan. Skripsi ini bertujuan untuk memaparkan pola

pemanfaatan ruang dan perilaku pengguna ruang secara teritori,crowding, adaptasi,

dan adjustment yang dilakukan pengguna ruang terhadap kondisi pasar. Jenis

penelitian yang digunakan dalam skripsi sarjana ini adalah penelitian kualitatif

deskriptif dengan metode observasi untuk mendapatkan setting lapangan, pemetaan

perilaku untuk mendapatkan pola aktifitas yang terjadi, dan kusioner/ wawancara

untuk mendapatkan latar belakang sosial pengguna ruang. Berdasarkan survey pada

studi kasus pasar tradisioanal Melati, dapat disimpulkan bahwa kondisi pasar

tradisional melati sekarang tidak dapat menampung segala aktiftas pengguna ruang

sehingga mengakibatkan pedagang memilih untuk berdagang di luar ruangan pasar.

Kata kunci : Pasar tradisioanal, Pengguna ruang, Pola perilaku

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Traditional market buildings are architectural spaces that function as a place that

can accommodate the activities of space users, namely buying and selling

transactions between merchants and buyers. But in its development, the market

space has turned into chaos. One example is the merchants do not sell at the place

provided. They sell in the road corridor. This study aims to describe the pattern of

spatial use and space user behavior in a territorial, the crowd, adaptation and

adjustments made by space users to market conditions. The type of research is

descriptive qualitative with observation methods to get field settings, behavior

mapping to get patterns of activities that occur and questionnaires / interviews to

get social background of space users. Based on the case study, the results obtained

that the Melati traditional market is currently not able to accommodate all activities

of space users, which then impacts on the merchants sell in the outside of market.

Keywords: traditional markets, space users, behavior patterns

ii

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur pada Universitas Sumatera Utara

(USU) Medan. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Wahyuni Zahrah, S.T., M.S., selaku dosen pembimbing yang telah

membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi

ini.

2. Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc. dan ibu Beny O. Y. Marpaung, S.T.,

M.T., Ph. D. Selaku penguji yang telah memberikan komentar serta kritik

yang membangun kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan baik.

3. Kedua orangtua serta saudara-saudara penulis yang tercinta, yang telah

memberikan semangat, dorongan dan bantuan untuk menyelesaikan studi

dan skripsi ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan motivasi serta dorongan

hingga selesainya skripsi ini

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi dapat memberikan manfaat

yang besar bagi semua pihak.

Medan, 14 Desember 2018

Penulis

(Ronald Yohanes Clinton Sinaga)

iii

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................... i

ABSTRACT ................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4

1.5. Batasan Penelitian .................................................................................. 4

1.6. Kerangka Berpikir .................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

2.1. Pembahasan Arsitektur Perilaku ............................................................. 6

2.1.1. Pengertian Behaviorisme (Perilaku) .............................................. 6

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Behaviorisme (Perilaku) .................... 7

2.1.3. Behaviorisme (Perilaku) Dalam Kajian Arsitektur ......................... 8

2.1.4. Pemetaan Perilaku ........................................................................ 10

2.2. Pembahasan Pola Perilaku ...................................................................... 10

2.2.1. Teritori ......................................................................................... 11

2.2.2. Kesesakan (Crowding).................................................................. 12

iv

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Adaptasi dan Adjustment .............................................................. 12

2.3. Pembahsan Ruang .................................................................................. 13

2.3.1. Ruang Publik ................................................................................ 14

2.4. Pasar Tradisional .................................................................................... 14

2.4.1. Menurut Jenis Kegiatannya .......................................................... 15

2.4.2. Menurut Lokasi dan Kemampuan Pelayanannya ........................... 15

2.4.3. Menurut Waktu Kegiatannya ........................................................ 16

2.4.4. Menurut Status Kepemilikannya................................................... 17

2.4.5. Prinsip Klasifikasi Pasar ............................................................... 17

2.4.6. Sejarah Pasar ................................................................................ 18

2.4.7. Tinjauan Tempat Berdagang......................................................... 20

2.4.8. Tata Letak (Lokasi) Bangunan Pasar ............................................. 21

2.4.9. Tata Ruang Pasar ......................................................................... 22

2.5. Pedagang Kaki Lima .............................................................................. 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 29

3.1. Jenis Penelitian....................................................................................... 29

3.2. Variabel Penelitian ................................................................................. 30

3.3. Populasi/ Sampel .................................................................................... 31

3.4. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 32

3.5. Kawasan Penelitian ................................................................................ 34

3.6. Metode Analisa Data .............................................................................. 35

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN.............................................. 36

4.1. Lokasi Penelitian .................................................................................... 36

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
4.2. Sejarah Perkembangan Pasar Tradisional Melati .................................... 38

4.3. Identifikasi Pasar Tradisional Melati ...................................................... 42

4.4. Karakter Perdagangan dan Jasa Pasar Tradisional Melati ........................ 45

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 47

5.1. Tata Guna Lahan .................................................................................... 47

5.2. Tapak (Lay Out) ..................................................................................... 50

5.3. Aksesbilitas ............................................................................................ 55

5.4. Parkir ..................................................................................................... 56

5.5. Tata Ruang Pasar ................................................................................... 58

5.6. Analisis Responden Pedagang ................................................................ 61

5.7. Aktivitas Pengguna Ruang ..................................................................... 66

5.8. Teritori ................................................................................................... 71

5.9. Crowding ............................................................................................... 74

5.10. Adaptasi ................................................................................................. 75

5.11. Adjustment ............................................................................................. 77

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 80

6.1. Kesimpulan ............................................................................................ 80

6.2. Saran ...................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 84

LAMPIRAN .................................................................................................. 85

vi

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

2.1. Prinsip klasifikasi pasar ............................................................................18

3.1. Teknik pengumpulan data primer ..............................................................33

4.1. Jumlah pedagang berdasarkan komoditi pedagang di ruang dalam pasar ...45

4.2. Jumlah pedagang berdasarkan komoditi pedagang di ruang luar pasar.......46

5.1. Peraturan tata ruang kota...........................................................................49

vii

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1.1. Kerangka berpikir ...................................................................................5

2.1. Diagram arsitektur membentuk perilaku manusia ...................................9

2.2. Diagram perilaku manusia membentuk arsitektur ...................................9

2.3. Perkembangan bentuk pasar tradisional ..................................................19

2.4. Bentuk pasar yang tidak bersebelahan atau terpecah ...............................23

2.5. Toko dan kios saling berhadapan ............................................................24

2.6. Banyaknya pertemuan jalur sirkulasi pengunjung ..................................24

2.8. Pendeknya jarak pertemuan untuk pergerakan pembeli ...........................25

2.9. Panjang jalur untuk pergerakan pembeli .................................................25

2.10. Lebar dan panjang jalur untuk pergerakan pembeli .................................25

2.11. Sempit jalur untuk pergerakan pembeli ...................................................26

3.1. Peta lokasi penelitian ..............................................................................34

4.1. Batas lokasi penelitian ............................................................................37

4.2. Perkembangan pasar tradisional Melati ...................................................41

4.3. Suasana ruang dalam pasar tradisional Melati .........................................42

viii

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
4.4. Wilayah jangkauan pasar tradisional .......................................................43

5.1. Tata guna lahan lingkungan sekitar pasar tradisional...............................48

5.2. Ground plan pasar tradisional .................................................................50

5.3. Tampak depan dan suasana ruang pasar tradisional .................................51

5.4. Tampak belakang dan suasana ruang pasar tradisional ............................51

5.5. Site plan pasar tradisional .......................................................................52

5.6. Potongan melintang dari jalan Flamboyan Raya .....................................54

5.7. Akses masuk area pasar tradisional .........................................................55

5.8. Diagram tingkat aksesbilitas ...................................................................56

5.9. Titik lokasi parkir di lingkungan pasar tradisional...................................57

5.10. Diagram manfaat lokasi parkir bagi pedagang ........................................58

5.11. Kondisi tata ruang pasar tradisional ........................................................60

5.12. Diagram usia responden .........................................................................62

5.13. Diagram jenis kelamin responden ...........................................................62

5.14. Diagram asal responden ..........................................................................63

5.15. Diagram lamanya responden berdagang ..................................................63

5.16. Diagram lamanya kepindahan responden ke koridor jalan .......................64

ix

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
5.17. Diagram rentan waktu usaha responden setiap hari .................................64

5.18. Diagram tingkat pendidikan responden ...................................................65

5.19. Diagram ukuran lahan dasaran yang dibutuhkan responden ....................65

5.20. Titik distribusi pedagang (formal dan PKL) di lingkungan pasar .............66

5.21. Diagram hubungan sosial antara sesama pedagang .................................67

5.22. Aktivitas pasar tumpah pedagang di jalan Flamboyan Raya ....................68

5.23. Person-centered mapping seorang PKL di jalan Flamboyan Raya ..........70

5.24. Diagram bentuk batasan/ pengaturan tempat berdagang ..........................71

5.25. Perilaku PKL terhadap teritori menggunakan alat bantu ..........................72

5.26. Perilaku PKL sejenis terhadap teritori menggunakan alat bantu ..............72

5.27. Perilaku PKL terhadap teritori menggunakan batasan dinding ................73

5.28. Perilaku PKL menyebabkan crowding di jalan Flamboyan Raya.............74

5.29. Diagram faktor yang mempengaruhi memilih tempat berjualan ..............75

5.30. Bentuk adaptasi PKL dipasar tradisional .................................................77

5.31. Adaptasi pedagang di pasar tradisional ...................................................77

5.32. Kondisi ruang dalam dan ruang luar pasar Melati ...................................78

5.33 Diagaram cara penyesuaian pedagang dalam menempati tempat berdagang

dipasar ....................................................................................................79

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dinamika perekonomian suatu kota ditentukan oleh seberapa jauh efisiensi

penggunaan ruang atau pola penggunaan ruang untuk aktifitas perekonomian di

kota tersebut. Perkembangan perekonomian kota ini secara spesifik akan ditentukan

oleh dinamika sistem perdagangan yang ada di kota itu dan juga di kawasan

sekitarnya. Salah satu sarana perdagangan yang ada di kota adalah pasar, baik pasar

tradisional maupun pasar modern.

Menurut Indriati dan Widyatmoko (2008), mendefenisikan pasar tradisional

sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli yang ditandai dengan adanya

interaksi secara langsung antara penjual dan pembeli berupa transaksi tawar-

menawar. Umumnya pasar ini terdiri dari kios, los maupun dasaran yang dibuka

oleh penjual maupun pengelola pasar. Di pasar ini dapat ditemukan banyak jenis

barang dagangan seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daging, dan lain-lain.

Pasar tradisional menempati ruang tersendiri di hati para konsumennya

dengan keramah tamahan yang khas, otentik, dan tanpa dibuat-buat. Dalam pasar

ini, interaksi antara penjual dan pembeli bukan hanya tindakan untuk memenuhi

kebutuhan dalam hal ekonomis, namun juga untuk memenuhi kebutuhan sosial.

Berlangsungnya interaksi antara penjual dan pembeli di pasar ini menunjukkan

bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang

lain (Indriati dan Widyatmoko, 2008).

Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara yang sangat

menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor perdagangan khususnya

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
pasar tradisional. Bentuk penataan infrastruktur pasar tradisional yang dikelola oleh

pemerintah dan swasta sangat berbeda. Pada pasar tradisional swasata masih minim

fasilitas infrastrukurnya dibandingkan dengan pasar tradisional yang dikelolah

pemerintah.

Salah satu pasar tradisional yang cukup ramai di kota Medan adalah pasar

tradisional Melati atau yang lebih dikenal dengan istilah pajak Melati. Pasar ini

berlokasi di jalan Flamboyan Raya, kelurahan Tanjung Selamat, kecamatan Medan

Tuntungan. Pasar ini dikelola oleh pihak swasta, pasar ini menjadi salah satu pusat

perdagangan pasar di kecamatan Medan Tuntungan yang memiliki makna sosial

yang kuat bagi para pelaku di pasar dan penduduk di sekitar pasar.

Pasar tradisional Melati menjadi tumpuan mata pencaharian serta sarana

pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari penduduk di sekitar pasar. Sehingga pasar

ini selalu ramai dikunjungi di setiap hari oleh penduduk sekitar pasar maupun luar

pasar untuk berbelanja untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Pasar tradisional Melati memiliki sistem penataan kawasan yang kurang

tertata dengan baik. Hal ini terlihat dengan sistem aksesbilitas menuju kawasan

pasar ini mengalami kemacetan pada jam waktu operasional pasar. Adapun

penyebab kemacetan pada pasar ini disebabkan banyak pedagang pasar yang

menggelar lapak berdagang tidak pada tempatnya. Menarik untuk diteliti

bagaimana peran pedagang memanfaatkan ruang yang ada di pasar. Apakah yang

mendasari pemilihan ruang, dan bagaimana pola perilaku mereka. Maka penelitian

ini diharapkan dapat mendeskripsikan pola penggunaan ruang pasar dengan

pendekatan arsitektur perilaku.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah

Pertumbuhan dan perilaku pedagang yang berdagang pada pasar tradisional

Melati dan lingkungannya menyebabkan situasi yang tidak nyaman bagi para

pedagang, pembeli, dan penduduk setempat. Hal ini terlihat dari menurunya

kualitas lingkungan pasar seperti terjadinya kesemrawutan yang disebabkan

pedagang yang berdagang sembarangan. Adapun dasar permasalahan pada

penelitian ini terletak pada user (pengguna ruang). Maka pokok permasalahan yang

akan saya jawab pada penelitian skripsi ini, yaitu:

a. Bagaimana pengguna ruang memanfaatkan ruang pasar tradisional Melati

dan lingkungannya?

b. Bagaimana perilaku pengguna ruang pada pasar tradisional Melati dan

lingkungannya?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan akhir dalam penelitian skripsi ini, yaitu:

a. Menemukan pola pemanfaatan ruang pasar di pasar tradisional Melati dan

lingkungannya.

b. Menemukan pola perilaku pengguna ruang di pasar tradisional Melati dan

lingkungannya.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian skripsi ini, yaitu:

1. Manfaat praktis, memberi masukan kepada instansi lembaga yang

menangani tata kelola pasar dalam menetapkan regulasi perencanaan dan

penataan pasar tradisonal yang tanggap terhadap perilaku pengguna ruang

,yaitu pedagang pasar yang menempati ruang pasar tersebut.

2. Manfaat akademik, memperkaya pemahaman keilmuan, dalam topik

hubungan antara ruang terhadap perilaku manusia dalam lingkup topik

penelitian, yaitu pasar tradisional.

1.5. Batasan Penelitian

Adapun batasan lingkup dalam penelitian skripsi ini, yaitu:

1. Studi kasus penelitian ini yaitu pasar tradisional Melati dan lingkungan.

Kemudian lebih ditekankan penelitian terhadap pedagang pasar segar.

2. Penelitian ini hanya berfokus pada pengamatan terhadap perilaku pengguna

ruang, yaitu pedagang yang berdagang di lingkungan pasar tradisional

Melati, dan untuk mendapatkan informasi bagaimana mereka menggunakan

ruang pasar tersebut.

3. Kemudian penelitian ini tidak melibatkan faktor ekonomi pasar, dan faktor

lain diluar pembahasan topik penelitian, yaitu ruang, lingkungan, dan

perilaku.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
1.6. Kerangka Berpikir

Latar Belakang
Fenomena: Adanya pertumbuhan dan perilaku pedangang yang berdagang tidak pada
tempatnya pada lingkungan pasar tradisional Melati
Aktualitas: Menurunya kualitas lingkungan pasar seperti munculnya pedangang
yang berdagang tidak pada tempatnya sehingga mengakibatkan kemacetan sirkulasi
jalan.

Rumusan Masalah Tujuan Penelitian


 Bagaimana pengguna ruang  Menemukan pola pemanfaatan
memanfaatkan ruang? ruang.
 Bagaimana perilaku pengguna  Menemukan pola perilaku
ruang? pengguna ruang

Manfaat Penelitian
Tinjauan Pustaka  Sebagai masukan dalam regulasi
 Pasar tradisional. perencanaan dan penataan pasar
 Ruang, dan arsitektur perilaku. tradisional yang tanggap terhadap
perilaku pengguna ruang.
 Sebagai bahan literature mengenai
hubungan antara ruang terhadap
perilaku manusia
Metode Penelitian
 Jenis penelitian kualitatif
deskriptif.
 Pemilihan sampel purposive Temuan
sampling.  Kajian penggunaan ruang di pasar
 Teknik pengumpulan data: survei tradisional dengan pendekatan
visual, wawancara, dan arsitektur perilaku.
penyebaran kuisioner.

Objek Penelitian
Analisis
 Pengguna ruang, yaitu pedagang.
 Analisi pengguna ruang, yaitu
 Lokasi, yaitu pasar tradisional karakter fisik dan non fisik pasar
Melati dan lingkungan serta aktivitas pasar.
sekitarnya.
 Analisis pola perilaku pedagang,
yaitu adaptasi, adjustment, teritori
dan crowding.

Gambar 1.1. Kerangka berpikir


(Sumber : Peneliti, 2018)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembahasan Arsitektur Perilaku

Arsitektur adalah ilmu seni yang merancang sebuah bangunan. Di dalam

merancang sebuah bangunan, seni dalam arsitektur mempunyai tiga nilai, yaitu

fungsi, estetika, dan teknologi. Perkembangan teknologi sejalan dengan

perkembangan ilmu yang semakin canggih dan kompleks, sehingga perilaku

manusia turut mengalami perkembangan juga. Perilaku manusia harus

diperhitungkan karena manusia adalah user (pengguna ruang) dari sebuah proses

perancangan, keadaan ini disebut pengkajiaan lingkungan perilaku dalam

arsitektur.

2.1.1. Pengertian Behaviorisme (Perilaku)

Kata perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan

aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun

dengan lingkungan fisiknya (Tandal dan Egam, 2011).

Teori behaviorisme hanya menganalisa perilaku yang tampak, dapat diukur,

dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behaviorisme lebih dikenal dengan nama

teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya

perubahan perilaku manusia sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak

mempersoalkan apakah manusia itu baik atau jelek, rasional atau emasional,

behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya

dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk

reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku manusia

dapat dibedakan menjadi dua (Tandal dan Egam, 2011), yaitu:

a. Perilaku tertutup, adalah bentuk respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/

kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bias diamati secara jelas oleh orang

lain.

b. Perilaku terbuka, adalah bentuk respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam bentuk tindakan/ praktek.

2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Behaviorisme (Perilaku)

Perilaku manusia dan hubungannya dengan suatu setting fisik sebenarnya

terdapat keterkaitan yang erat dan pengaruh timbal balik diantara setting tersebut

dengan perilaku manusia. Dengan kata lain, apabila terdapat perubahan setting yang

disesuaikan dengan suatu kegiatan, maka akan ada imbas atau pengaruh terhadap

perilaku manusia. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prilaku

manusia (Setiawan, 1995), antara lain:

a. Ruang. Hal yang paling penting dari pengaruh ruang terhadap perilaku

(behaviorisme) pengguna ruang adalah fungsi atau pemakaian ruang

tersebut. Perencanaan fisik ruang memiliki faktor yang berpengaruh

terhadap perilaku penggunanya.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
b. Ukuran dan bentuk. Ukuran dan bentuk ruang harus disesuaikan dengan

fungsi yang akan diwadahi, ukuran yang terlalu besar atau kecil akan

mempengaruhi keadaan psikologis penggunanya.

c. Perabot dan penataannya. Bentuk penataan perabot harus disesuaikan

dengan sifat dari kegiatan yang ada di ruang tersebut. Penataan yang

berbentuk simetris memberi kesan kaku, dan resmi. Sedangkan penataan

bentuk asimetris lebih berkesan dinamis dan kurang resmi.

d. Warna. Warna memiliki peranan penting dalam mewujudkan suasana ruang

ruang dan mendukung terwujudnya perilaku-perilaku tertentu. Pada ruang,

pengaruh warna tidak hanya menimbulkan suasana panas atau dingin, tetapi

warna juga dapat mempengaruhi kualitas ruang tersebut.

e. Suara, Temperatur, dan Pencahayaan. Suara akan berpengaruh buruk bila

terlalu keras. Demikian pula dengan temperatur, dan pencahayaan yang

dapat mempengaruhi psikologis seseorang.

2.1.3. Behaviorisme (Perilaku) dalam Kajian Arsitektur

Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah lepas dari lingkungan yang

membentuk diri mereka. Diantara sosial dan arsitektur dimana bangunan yang

didesain manusia, secara sadar atau tidak sadar, mempengaruhi pola perilaku

manusia yang hidup didalam arsitektur dan lingkungan tersebut. Sebuah arsitektur

dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dan sebaliknya, dari arsitektur

itulah muncul kebutuhan manusia yang baru kembali (Tandal dan Egam, 2011).

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Manusia membangun bangunan demi permanen kebutuhan pengguna, yang

kemudian bangunan itu membentuk perilaku pengguna yang hidup dalam bangunan

tersebut dan mulai membatasi manusia untuk bergerak, berperilaku, dan cara

manusia dalam menjalani kehidupan sosialnya. Hal ini menyangkut kestabilan

antara arsitektur dan social dimana keduanya hidup berdampingan dalam

keselarasan lingkungan.

Desain Aristektur Perilaku Manusia


Gambar 2.1. Diagram arsitektur membentuk perilaku manusia
(Sumber : Tandal dan Egam, 2011)

Skema diatas menjelaskan bahwa arsitektur membentuk perilaku manusia,

dimana hanya terjadi hubungan satu arah yaitu desain arsitektur yang dibangun

mempengaruhi perilaku manusia sehingga membentuk perilaku manusia dari

desain arsitektur tersebut.

Setelah perilaku manusia terbentuk akibat arsitektur yang telah dibuat,

manusia kembali membentuk arsitektur yang telah dibangun atas dasar perilaku

yang telah terbentuk, dan seterusnya.

Desain Aristektur Perilaku Manusia

Gambar 2.2. Diagram perilaku manusia membentuk arsitektur


(Sumber : Tandal dan Egam, 2011)

Pada skema diatas menjelaskan bahwa perilaku manusia membentuk

arsitektur. Artinya desain arsitektur yang telah terbentuk mempengaruhi perilaku

manusia sebagai pengguna yang kemudian manusia mengkaji kembali desain

arsitektur tersebut sehingga perilaku manusia membentuk kembali desain arsitektur

yang baru.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Pemetaan Perilaku

Menurut Sommer, (1980) pemetaan perilaku dapat digambarkan dalam

bentuk sketsa atau diagram mengenai suatu area dimana manusia melakukan

berbagai kegiatannya.Istilah ini lebih dikenal dengan istilah behavioral mapping .

Adapun tujuan pemetaan perilaku ini adalah mengidentifikasikan jenis dan

frekuensi perilaku, serta menunjukkan kaitan antara perilaku tersebut dengan wujud

perancangan yang spesifik. Ada dua cara untuk melakukan pemetaan perilaku

menurut Setiawan, (1995), yakni:

a. Pemetaan berdasarkan tempat (place-centered mapping). Teknik ini

digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok manusia

memanfaatkan, menggunakan, atau mengakomodasikan perilakunya dalam

suatu situasi waktu dan tempat yang tertentu.

b. Pemetaan berdasarkan pelaku (person-centered mapping). Teknik ini

menekankan pada pergerakan manusia pada suatu periode waktu. Dengan

demikian, teknik ini akan berkaitan dengan tidak hanya satu tempat atau

lokasi akan tetapi dengan beberapa tempat atau lokasi.

2.2. Pembahasan Pola Perilaku

Menurut Tandal dan Egam (2011) kata perilaku menunjukan manusia dalam

aksinya, berkaitan dengan aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia

dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fiksinya. Aktivitas atau kegiatan

sebagai apa yang dikerjakan oleh seseorang pada jarak waktu tertentu. Rapoport

(1986) mendefenisikan kegiatan selalu mengandung empat hal pokok, yaitu:

pelaku, macam kegiatan, tempat, dan waktu berlangsungnya kegiatan.

10

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Keberadaan aktivitas pendukung tidak terlepas dari adanya fungsi-fungsi kegiatan

publik yang mendominasi pengguna ruang publik kota umumnya.

2.2.1. Teritori

Teritori merupakan pola perilaku individu atau sekelompok individu yang

didasarkan pada kepemilikan ruang fisik yang terdefenisi, objek atau ide yang

melibatkan pertahanan, personalisasi, dan penandaan. Faktor kunci dalam

pengelompokkan teritori adalah tingkat kebutuhan privasi, keanggotaan atau akses

yang diperbolehkan untuk masing-masing tipe. Tipologi teritori secara ringkas

disampaikan oleh I. Altman (1975), antara lain:

a. Teritori primer, adalah teritori yang daya aksesnya tinggi. Dimana penghuni

memiliki kontrol penuh terhadap suatu ruang. Contohnya, domisili sesorang

( rumah, apartemen, kantor, dsb.)

b. Teritori sekunder, adalah teritori yang daya aksesnya sedang. Dimana

penghuni memiliki kekuatan selama periode tertentu ketika individu

merupakan penghuni yang sah. Contohnya, bangku favorit sesorang dikelas,

meja di kantin, dsb.

c. Teritori publik, adalah teritori yang daya aksesnya rendah. Dimana

penghuni memiliki kontrol sangat sulit diakses. Contohnya, pantai, taman,

ruang tunggu, trasportasi umum, dsb.

Teritori dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah

faktor personal dimana jenis kelamin, usia, kepribadian, dan tingkat intelektual

mengambil peran. Faktor kedua adalah faktor situasional seperti setting fisik, iklim,

dan sosial dalam suatu lingkungan mempengaruhi teritori seseorang.

11

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Kesesakan (Crowding)

Crowding adalah suatu situasi dimana sesorang atau sekelompok orang

sudah tidak mampu mempertahankan ruang privatnya. Crowding tidak selalu

berarti rasio fisik yang tinggi, namun dapat juga berarti pemahaman subjektif

seseorang bahwa individu yang hadir di sekelilingnya terlalu banyak. Sama halnya

dengan teritori, crowding juga dapat dipengaruhi oleh faktor personal, sosial, dan

situasional.

2.2.3. Adaptasi dan Adjustment

Menurut Sarwono (1992) dalam bukunya yang berjudul Psikologi

Lingkungan, penyesuian perilaku diri terdiri dari dua jenis yaitu:

a. Mengubah tingkah laku agar sesuai dengan lingkungan yang disebut dengan

adaptasi.

b. Mengubah lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku yang disebut

adjustment.

Seperti pembahasan sebelumnya, perilaku penyesuaian diri terhadap

lingkungan diawali dengan stress, yaitu suatu keadaan dimana ligkungan

mengancam atau membahayakan keberadaan atau kesejahteraan atau kenyamanan

diri seseorang. Baum (1985:188). Stress mempunyai reaksi yang berbeda-beda, bisa

berupa tindakan langsung maupun tidak langsung yaitu penyesuain mental.

12

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
2.3. Pembahasan Ruang

Ruang didefenisikan sebagai salah satu komponen arsitektur terpenting

dalam pembahasan studi hubungan arsitektur lingkungan dan perilaku dikarenakan

fungsinya sebagai wadah untuk menampung aktifitas manusia. Konsep mengenai

ruang dari masa ke masa selalu mengalami perkembangan.

Menurut Friedman dan Weaver (1979), Harvey (1973) dalam Setiawan

(1995), tiga pendekatan ruang yang paling mendominasi adalah:

a. Pendekatan ekologi (ecological approach). Ruang sebagai satu kesatuan

ekosistem, dimana komponen-komponen ruang saling terkait dan

berpengaruh secara mekanitis. Pendekatan ini cenderung melihat ruang

sebagai suatu sistem yang tertutup dan mengesampingkan dimensi-dimensi

sosial, ekonomi, dan politis dalam ruang.

b. Pendekatan fungsional dan ekonomi (funcitional and economical

approach). Ruang sebagai wadah fungsional berbagai kegiatan, dimana

faktor jarak atau lokasi menjadi penting. Penataan ruang bukanlah sesuatu

yang penting dalam pendekatan ini karena mekanisme pasar akan dengan

sendirinya menjaga keseimbangan atara permintaan dan penawaran.

c. Pendekatan sosial politik (socio-political approach). Ruang tidak sebagai

sarana produksi akan tetapi juga sebagai sarana untuk mengakumulasi

power atau penguasaan ruang. Aspek teritori ruang sangat ditekankan,

yakni mengaitkan satuan-satuan ruang dengan satuan-satuan organisasi

sosial tertentu.

13

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ruang lingkupnya ruang publik dapat dibagi menjadi beberapa

tipologi (Carmona, et al, 2003), antara lain:

a. External public space. Ruang publik ini berbentuk ruang luar yang dapat

diakses oleh semua orang seperti taman kota, alun-alun, jalur pejalan kaki,

dan lain sebagainya.

b. Internal public space. Ruang publik ini berupa sebuah bangunan fasilitas

umum yang dikelola pemerintah dan dapat diakses oleh warga secara bebas

tanpa ada batasan tertentu, seperti kantor pos, kantor polisi, dan pusat

pelayanan warga lainnya.

c. External and internal public space. Ruang publik ini berupa fasilitas umum

yang dikelola oleh sektor privat dan ada batasan atau aturan yang harus

dipatuhi warga, seperti mall, restoran, dan lain sebagainya.

Sebuah perancangan ruang publik dapat dikatakan berhasil apabila dapat

menampung aktivitas publik secara fungsional, memiliki aksesbilitas yang mudah,

nyaman dan terjadi interaksi sosial yang baik didalamnya.

2.4. Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan pasar yang bentuk bangunannya relatif

sederhana, dengan suasana yang relatif kurang menyenangkan (ruang tempat usaha

sempit, sarana parkir yang kurang memadai, kurang menjaga kebersihan pasar, dan

penerangan yang kurang baik). Barang-barang yang diperdagangkan adalah barang

kebutuhan sehari-hari dengan mutu barang yang kurang diperhatikan, harga barang

relativ murah, dan cara pembeliannya dengan sistem tawar menawar. Para

pedagangnya sebagian besar adalah golongan ekonomi

14

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
lemah dan cara berdagangnya kurang professional (Kementerian Koperasi Dan

Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia, Senin 25 April 2005).

Menurut Lilinanda (1997), pasar sebagai perusahaan daerah digolongkan

menurut beberapa hal, yakni menurut jenis kegiatannya, menurut lokasi dan

kemampuan pelayanannya, menurut waktu kegiatannya, dan menurut status

kepemilikannya.

2.4.1. Menurut Jenis Kegiatannya

Pasar digolongkan menjadi tiga jenis:

a. Pasar eceran, yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran barang

secara eceran.

b. Pasar grosir, yaitu pasar dimana terdapat permintaan dan penawaran dalam

jumlah besar.

c. Pasar induk, yaitu pasar yang melayani lebih besar dari pasar grosir atau

lebih dikenal sebagai pusat pengumpulan dan penyimpanan bahan-bahan

pangan untuk disalurkan ke grosir-grosir dan pusat pembelian.

2.4.2. Menurut Lokasi dan Kemampuan Pelayanannya

Pasar digolongkan menjadi lima jenis:

a. Pasar regional, yaitu pasar yang terletak di lokasi yang strategis dan luas,

bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi

seluruh wilayah kota bahkan sampai ke luar kota, serta barang yang

diperjual belikan lengkap dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

b. Pasar kota, yaitu pasar yang terletak di lokasi yang strategis dan luas,

bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi

15

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
seluruh wilayah kota, serta barang yang diperjual belikan lengkap. Melayani

200.000-220.000 penduduk. Contohnya adalah pasar induk, dan pasar

grosir.

c. Pasar wilayah (distrik), yaitu pasar yang terletak di lokasi yang cukup

strategis dan luas, bangunan permanen, dan mempunyai kemampuan

pelayanan yang meliputi seluruh wilayah kota, serta barang yang diperjual

belikan cukup lengkap. Melayani sekitar 50.000-60.000 penduduk.

Contohnya adalah pasar eceran, pasar khusus, dan pasar induk.

d. Pasar lingkungan, yaitu pasar yang terletak di lokasi yang strategis,

bangunan permanen/ semi permanen, dan mempunyai pelayanan meliputi

lingkungan permukiman saja, serta barang yang diperjual belikan kurang

lengkap. Melayani 10.000-15.0000 penduduk. Contohnya adalah pasar

eceran.

e. Pasar khusus, yaitu pasar yang terletak di lokasi yang strategis, bangunan

permanen/ semi permanen, dan mempunyai kemampuan pelayanan meliputi

wilayah kota, serta barang yang diperjual belikan terdiri dari satu macam

barang khusus. Contohnya adalah pasar bunga, atau pasar hewan.

2.4.3. Menurut Waktu Kegiatannya

Pasar digolongkan menjadi empat jenis:

a. Pasar siang hari, yaitu pasar yang beroperasi dari pukul 04.00-16.000.

b. Pasar malam hari, yaitu pasar yang beroperasi dari pukul 16.00-04.00.

c. Pasar siang malam, yaitu pasar yang beroperasi 24 jam nonstop.

16

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
d. Pasar darurat, yaitu pasar yang menggunakan jalanan umum atau tempat

umum tertentu atas penetapan Kepala Daerah dan ditiadakan pada saat

peringatan hari-hari tertentu. Contohnya adalah pasar Idulfitri dsb.

2.4.4. Menurut Status Kepemilikannya

Pasar digolongkan menjadi tiga jenis:

a. Pasar pemerintah, yaitu pasar yang dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah

pusat maupun daerah.

b. Pasar swasta, yaitu pasar yang dimiliki dan dikuasai oleh badan hukum yang

diijinkan oleh pemerintah daerah.

c. Pasar liar, yaitu pasar yang aktivitasnya diluar pemerintah daerah, yang

kehadirannya disebabkan kurangnya fasilitas perpasaran yang ada dan letak

pasar yang tidak merata, biasanya dikelola oleh perorangan.

2.4.5. Prinsip Klasifikasi Pasar

Kotller (1976), membuat suatu prinsip klasifikasi pasar menurut lokasi,

skala, pelayanan, jenis barang dagangan, konstruksi fisik, jumlah pedagang,

keramaian, permodalan dan laus areal pasar. Aspek-aspek tersebut berbeda untuk

setiap tingkatan pasar, seperti berikut.

17

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Prinsip klasifikasi pasar
(Sumber : Kottler, 1976)
Kelas Utama
Ciri-ciri Kelas III Kelas II
Krempayang / Kelas I (Pasar
No Fasilitas (Pasar (Pasar
darurat (Pasar Kota) Regional)
Pasar Lingkungan) Kecamatan
1 Lokasi RW Kelurahan Kecamatan Wilayah sub Wilayah kota
kota / yang sangat
wilayah kota strategis
strategis
2 Skala
Pelayanan
Radius : 1.000 m 2.000 m 7.500 m 10.000 m Local dan
Pengguna : 250-750 jiwa 10.000-20.000 50.000- 250.000- regional
jiwa 75.000 jiwa 500.000 jiwa 500.000-
750.000 jiwa

3 Barang Kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan Kebutuhna


Dagangan pokok primer dan primer dan primer dan primer dan
sekunder sekunder sekunder sekunder
dengan harga dengan dengan harga dengan harga
murah harga menengah lux
menengah serta lux
4 Konstruksi Bangunan biasa Bagunan semi Bagunan Bagunan Bagunan
Fisik dan alat peraga permanen permanen permanen permanen
dan tersedia bertingkat, bertingkat
fasilitas tersedia standart,
parkir fasilitas berukuran
parkir dan memadai,
bongkar muat tersedia parkir,
bongkar muat
dan fasilitas
penunjang lain
cukup

5 Jumlah 100-150 jiwa 250-300 jiwa 300-500 1000-2500 2000-4000


Pedagang jiwa jiwa jiwa

6 Keramaian Cukup, waktu Cukup ramai Cukup Cukup tinggi Tinggi


terbatas ramai
7 Permodalan Relatif kecil Relatif kecil Relatif Relatif besar Relatif besar
sedang
8 Luas Areal 0,05-0,07 ha 0,07-0,30 ha 0,60-1,50 ha 1,00-2,50 ha 5,00-6,00 ha

2.4.6. Sejarah Pasar


Perkembangan sebuah pasar secara garis besar diawali dengan adanya dua
kebutuhan yang berbeda sehingga muncul barter pada saat itu. Pasar terus
berkembang setelah dikenal nilai tukar barang (uang), muncul pasar tradisional
yang memiliki lokasi tersebar pada ragam wilayah dan menempati tempat yang
lebih permanen. Pada awalnya pasar tradisional ini mengambil tempat di suatu
ruang atau lapangan terbuka, di bawah pohon besar yang telah ada, di salah satu

18

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
sudut perempatan jalan atau tempat lain yang setidaknya adalah strategis dilihat dari
lokasi lingkungan yang bersangkutan (Moersid, 1995).
Pedagang dalam berjualan hanya sekedar menempati ruang terbuka tersebut

dengan alat bantu berjualan yang dibawa dari tempat tinggalnya dan dibawa pulang

setelah selesai berjualan. Pasar berkembang sejalan dengan munculnya bangunan

sederhana terbuat dari bahan seperti bambu, kayu dan menempati ruang bercampur

dengan para pedagang yang berjualan dengan cara sebelumnya. Campur tangan

pihak pengelola daerah pada aktivitas pasar ini adalah berupa pembuatan kios/ los

yang permanen. Adapun perkembangan bentuk pasar tradisional adalah dapat

dijelaskan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.3. Perkembangan bentuk pasar tradisional


(Sumber : Moersid, 1995)

Dari gambar tersebut diatas maka dapat dijelaskan:

a. Pada awalnya pasar berada pada ruang terbuka seperti lapangan, dan lokasi

berada di bawah pohon.

b. Pasar lokasinya di bawah pohon-pohon.

c. Pasar lokasinya tetap dibawah pohon-pohon, tetapi pada saat yang sama

sudah mulai muncul warung dan los-los yang bersifat permanen.

19

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
d. Perkembangan berikutnya mulai muncul los-los, toko kelontong, dan

warung-warung. Inilah yang merupakan awalnya mulanya timbul pasar

baru.

2.4.7. Tinjauan Tempat Berdagang

Secara umum yang dimaksud dengan tempat berdagang adalah suatu area

atau tempat yang ada di dalam kawasan pasar yang dipergunakan oleh pedagang

sebagai sarana atau fasilitas untuk menempatkan barang dan jasa yang diperjual

belikan. Adapun beberapa jenis tempat berdagang yang ada di dalam pasar

(Karolina dalam Widodo, 2008), antara lain:

a. Kios Permanen. Kios permamen ini memiliki bentuk bangunan beratap yang

berada di dalam kawasan pasar, berbentuk ruang-ruang dan dipisahkan oleh

dinding-dinding pemisah permanen berupa tembok.

b. Kios semi permanen. Kios semi permanen ini memiliki bentuk bangunan

beratap yang berada di dalam kawasan pasar, berbentuk ruang-ruang dan

dipisahkan oleh dinding-dingding pemisah bersifat sementara (berbentuk

papan).

c. Los Permanen. Los permanen ini memiliki bentuk bangunan beratap atau

tetap yang terletak di dalam lingkungan pasar yang berbentuk bangunan

tanpa dilengkapi dinding pemisah.

d. Los semi permanen. Los semi permanen ini memiliki bentuk bangunan

beratap sementara yang bisa dibongkar pasang (portable), terletak di dalam

lingkungan pasar.

20

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
e. Dasaran terbuka. Dasaran terbuka ini memiliki bentuk berupa halaman

(emperan) terletak di dalam kawasan pasar yang dimanfaatkan sebagai area

berdagang.

2.4.8. Tata Letak (Lokasi) Bangunan Pasar

Menurut David Dewar dan Vannesa W (1990), lokasi sebuah pasar adalah

merupakan faktor yang penting / berpengaruh pada keberhasilan pasar tersebut.

Pada skala kota ada 3 faktor utama yang mempengaruhi lokasi tersebut yakni :

a. Location of generator of population movement (lokasi yang menimbulkan

pergerakan populasi/ orang). Pasar-pasar sangat peka pada sirkulasi dan

konsentrasi dari pejalan kaki dan lalu lintas dan paling berhasil dari sebuah

pasar adalahj karena begitu dekat dengan orang banyak. Karena itu pasar-

pasar yang paling berhasil berada di Central Businness District dan

kumpulan pedagang formal yang lain, pusat/ konsentrasi industry, sekitar

terminal transportasi umum (terminal bus, stasiun kereta api, dsb) dan lokasi

yang memiliki kepada tinggi.

b. Sources of supply (sumber-sumber persediaan barang yang

diperjualbelikan). Faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan lokasi

sebuah pasar adalah kunjungan dari sumber-sumber utama dari persediaan

barang-barang yang diperjualbelikan.

c. Locattion of consumers (lokasi dari pembeli/ pemanfaat pasar). Dari sudut

pandang perencanaan sebuah pasar, faktor ketiga yang mempengaruhi

keputusan dalam menentukan lokasi pasar adalah kebutuhan untuk

melayani konsumen kota semudah/ sedekat mungkin. Dalam artian

21

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
bahwa lokasi pasar sebaiknya mudah dijangkau oleh konsumen pasar,

baik yang menggunakan kendaraan pribadi (higher income) pejalan kaki

(lower income) ataupun yang menggunakan angkutan umum.

2.4.9 Tata Ruang Pasar

Dalam kaitannya penataan sebuah pasar terutama kaitannya dengan

komoditi barang dagangan menurut D Dewar dan Vanessa W dalam bukunya

Urban Market Developing Informal Retailing (1990) dibedakan penempatannya

sesuai sifat barang tersebut. Barang-barang yang memiliki karakter hampir sama

seperti buah-buahan sayur, ditempatkan pada tempat yang berdekatan juga

daging dan ikan, telur, dsb. Penempatan barang-barang yang memiliki karakter

sejenis ini dengan alasan bahwa (D.Dewar dan Vanessa.W, 1990):

a. Para konsumen/ pembeli biasanya dengan mudah untuk memilih dan

membandingkan harganya.

b. Perilaku pembeli begitu banyak kemungkinannya, konsentrasi dari sebagian

barang-barang dan pelayanan memberikan efek image dari pasar pada

konsumen.

c. Setiap barang mempunyai karakter penanganan, seperti tempat bongkarnya,

drainase, pencuciannya, dsb.

d. Setiap barang mempunyai efek-efek samping yang berlainan seperti bau dan

pandangan.

e. Setiap barang membutuhkan lingkungan yang spesifik untuk

mengoptimalkan penjualannya seperti butuh pencahayaan, butuh penataan

khusus seperti pakaian, sepatu, dsb.

22

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Problem yang paling sering dijumpai berhubungan dengan lay out fisik

ruang pasar adalah problem ruang terpinggirkan atau spatial marginalization (D.

Dewar dan Vanessa W, 1990).

Lay out ini berhubungan dengan pergerakan populasi pengunjung di dalam

sebuah pasar yang terkait dengan tata ruang los/ kios-kiosnya. Penyebaran dari flow

atau pergerakan pedestrian dipengaruhi oleh tiga faktor utama yakni: lingkungan,

orientasi dari pasar pada pola sirkulasi pedestrian yang dominan, dan kontak visual.

Pergerakan/ sirkulasi di dalam pasar akan berpengaruh pada sering atau jarangnya

suatu tempat/ kios/ los dikunjungi atau dilewati oleh calon pembeli, sehingga di

dalam sebuah pasar tidak menutup kemungkinan dijumpai tempat-tempat yang

mati/ jarang dikunjungi oleh pembeli (dead spots). Ada 4 bentuk dari dead spots

ini yang perlu diperhatikan untuk diamati pada sebuah pasar yakni:

a. Dead spots disebabkan oleh bentuk pasar yang tidak bersebelahan atau

terpecah (caused by a non contiguous, fragmented market form).

Gambar 2.4. Bentuk pasar yang tidak bersebelahan atau terpecah


(Sumber : Dewar dan Vanessa W, 1990)

23

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
b. Dead spots terjadi ketika toko dan kios saling berhadapan.

Gambar 2.5. Toko dan kios saling berhadapan


(Sumber : Dewar dan Vanessa W, 1990)

c. Dead spots yang disebabkan oleh banyaknya pertemuan jalur sirkulasi

pengunjung.

Gambar 2.6. Banyaknya pertemuan jalur sirkulasi pengunjung


(Sumber : Dewar dan Vanessa W, 1990)

d. Dead spots yang disebabkan terlalu lebarnya jalur sirkulasi pengunjung.

Gambar 2.7. Lebarnya jalur sirkulasi pengunjung


(Sumber : Dewar dan Vanessa W, 1990)

24

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Selain masalah dead spots, panjang kios/ los (stalls) dan lebar jalur sirkulasi

berpengaruh pada pergerakan konsumen pasar, adapun hubungan beberapa contoh

fenomenanya adalah sebagai berikut:

a. Terlalu pendeknya jarak pertemuan untuk pergerakan pembeli

Gambar 2.8. Pendeknya jarak pertemuan untuk pergerakan pembeli


(Sumber : Dewar dan Vanessa W, 1990)

b. Terlalu panjang jalur untuk pergerakan pembeli

Gambar 2.9. Panjang jalur untuk pergerakan pembeli


(Sumber : Dewar dan Vanessa W, 1990)

c. Terlalu lebar dan panjang jalur untuk pergerakan pembeli

Gambar 2.10. Lebar dan panjang jalur untuk pergerakan pembeli


(Sumber : Dewar dan Vanessa W, 1990)

25

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
d. Terlalu sempit jalur untuk pergerakan pembeli

Gambar 2.11. Sempit jalur untuk pergerakan pembeli


(Sumber : Dewar dan Vanessa W, 1990)

2.5. Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima (pkl) merupakan sektor informal yang keberadaannya

senantiasa diabaikan oleh pemerintah kota. Pkl dapat ditemukan hampir di seluruh

kota dan kebanyakan berada di ruang fungsional kota seperti pusat perdagangan,

pusat rekreasi, taman kota, dan tempat-tempat umum yang dapat menarik sejumlah

besar penduduk sekitar. Sektor informal menurut Ahmad (2002) merupakan

kegiatan ekonomi yang bersifat marjinal (kecil-kecilan) yang memiliki beberapa

ciri seperti kegiatan yang tidak teratur, tidak tersentuh peraturan, bermodal kecil

dan bersifat harian, tempat tidak tetap dan berdiri sendiri, berlaku di kalangan

masyarakat yang berpenghasilan rendah, tidak membutuhkan keahlian dan

keterampilan khusus, lingkungan kecil, serta tidak mengenal perbankan,

pembukuan maupun perkreditan.

26

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil studi oleh Ir. Goenadi Malang Joedo (1997) dalam

Simanjuntak (2013), penentuan lokasi yang diminati oleh sektor informal atau pkl

adalah sebagai berikut:

a. Terdapat akumulasi orang yang melakukan kegiatan bersama-sama pada

waktu yang relative sama, sepanjang hari.

b. Berada pada kawasan tertentu yang merupakan pusat-pusat kegiatan

perekonomian kota dan pusat non ekonomi perkotaan, tetapi sering

dikunjungi dalam jumlah besar.

c. Mempunyai kemudahan untuk terjadi hubungan antara pkl dengan calon

pembeli, walaupun dilakukan dalam ruang relatif sempit.

d. Tidak memerlukan ketersediaan fasilitas dan utilitas pelayanan umum.

Menurut Mc Gee dan Yeung (1977), dari penelitian di kota-kota di Asia

Tenggara menunjukkan bahwa pola aktivitas pkl menyesuaikan terhadap irama dari

ciri kehidupan masyarakat sehari-hari. Penentuan periode waktu kegiatan pkl

didasarkan pula atau sesuai dengan perilaku kegiatan formal. Dimana perilaku

kegiatan keduanya cenderung sejalan, walaupun pada saat tertentu kaitan aktivitas

keduanya lemah atau tidak ada hubungan langsung antara keduanya.

Sarana fisik perdagangan dan jenis dagangan menurut Mc Gee dan Yeung

(1977), sangat dipengaruhi oleh sifat pelayanan pkl. Berdasarkan hasil dari

penelitian oleh Waworoentoe (1973) dalam Wijayanti (2008), sarana fisik

perdagangan pkl dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pikulan/Keranjang. Bentuk sarana ini digunakan oleh para pedagang yang

keliling atau semi menetap. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan

mudah untuk dibawa berpindah-pindah tempat.

27

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
b. Gelaran/Alas. Pedagang menjajakan barang dagangannya diatas kain, tikar,

dan lain-lain. Bentuk sarana ini dikategorikan pkl yang semi menetap.

c. Jongko/Meja. Bentuk sarana berdagang yang menggunakan meja/jongko

dan beratap atau tidak beratap. Sarana ini dikategorikan jenis pkl yang

menetap.

d. Gerobak/ Kereta Dorong. Bentuk sarana terdapat dua jenis, yaitu berate atau

tidak beratap. Sarana ini dikategorikan jenis pkl yang menetap dan tidak

menetap. Biasanya untuk menjajakan makanan dan minuman, rokok.

e. Warung semi permanen. Terdiri dari beberapa gerobak yang diatur bereret

yang dilengkapi dengan meja dan bangku-bangku panjang. Bentuk sarana

ini beratap dari bahan terpal atau plastic yang tidak tembus air. Pkl dengan

bentuk sarana ini dikategorikan pkl menetap dan biasanya berjualan

makanan dan minuman.

f. Kios. Pedagang yang menggunakan bentuk sarana ini dikategorikan

pedagang yang menetap, karena secara fisik jenis ini tidak dapat

dipindahkan. Biasanya merupakan bangunan semi permanen yang dibuat

dari papan.

Masing-masing jenis bentuk sarana berdagang, memiliki ukuran yang

berbeda-beda, sehingga berbeda pula ukuran ruang yang diperlukan. Besaran ruang

mempengaruhi dalam pengaturan dan penataan ruang untuk pkl.

28

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipilih pada penelitian dengan judul “Kajian

Penggunaan Ruang di Pasar Tradisional dengan Pendekatan Arsitektur Perilaku,

studi kasus Pasar Tradisional Melati Medan dan Lingkungan Sekitarnya” adalah

jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Adapun yang dimaksud

dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami

suatu fenomena pada subjek penelitian yang diperoleh dengan cara

mendeskripsikan fenomena tersebut ke dalam bentuk kata dan menggunakan

berbagai metode alamiah (Moleong, 2005). Penelitian kualitatif didukung dengan

pendekatan deskriptif dalam pengumpulan data dilapangan. Penelitian dengan

pendekatan deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

suatu objek atau populasi secara sistematis, faktual dan akurat (Sinulingga, 2011).

Kesimpulan penggunaan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan

deskriptif bertujuan untuk melihat kasus yang akan ditinjau merupakan perilaku

manusia terhadap ruang yang disebut sebagai kondisi alamiah, dan untuk

memahami makna tersembunyi dari interaksi sosial tersebut. Kemudian diperlukan

kebenaran data dari lapangan lalu di analisis dan dipaparkan secara deskriptif untuk

membandingkan atau melihat kesesuaian maupun perbedaan data yang ada

dilapangan dengan teori.

29

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
3.2. Variabel Penelitian

Adapun variabel penelitian yang akan dipergunakan dalam analisis

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Setting. Setting adalah data fisik ruang yang akan diteliti dengan observasi

langsung ke lapangan. Data-data fisik tersebut adalah sebagai berikut:

 Tata guna lahan, yaitu peta lokasi proyek yang akan diteliti.

 Tapak (lay out), yaitu gambar site plan dan ground plan pasar tradisional

Melati.

 Aksesbilitas, yaitu peta yang menggambarkan titik-titik akses menuju

pasar.

 Parkir, yaitu peta yang menggambarkan titik-titik lokasi parkir.

 Tata ruang pasar, yaitu peta yang menggambarkan penataan komoditi

barang dagangan dan ruang terpinggirkan.

b. Pola aktivitas pada setting. Pola aktivitas meliputi segala kegiatan dan

interaksi sosial yang dilakukan oleh seluruh pengguna ruang. Aktivitas-

aktivitas tersebut akan digambarkan dalam pemetaan perilaku (behavior

mapping) yang menunjukkan titik-titik aktivitas spesifik yang dilakukan

pada durasi-durasi tertentu, yaitu:

 Durasi I 06.00-09.00

 Durasi II 10.00-13.00

 Durasi III 16.00-19.00

c. Pola perilaku pengguna ruang. Pola perilaku pengguna ruang meliputi

bentuk penyesuaian pengguna ruang yaitu pedagang terhadap ruang pasar

tradisional Melati, dilihat dari teori arsitektur perilaku dan ruang, yaitu:

30

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
 Teritori.

 Crowding.

 Adaptasi.

 Adjustment.

3.3. Populasi/ Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas subjek atau objek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan dikemudian diratik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Adapun

populasi pada penelitian ini adalah seluruh pedagang baik pedagang formal maupun

informal di sepanjang ruang pasar tradisional Melati dan lingkungan sekitarnya.

Sedangkan sampel adalah sebagian dari objek atau individu yang mewakili

suatu populasi. Adapun penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan

beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya

bias lebih representatif (Sugiyono, 2000). Cara pengambilan sampel ini adalah

dengan memilih sub grup dari populasi pada ruang pasar tradisional Melati

sehingga sampel yang dipilih memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan karakteristik

populasi atau dapat mempresentasikan suatu populasi. Kategori sampel atau

responden yang akan diambil pada penelitian ini adalah:

a. Pedagang formal, yaitu pedagang yang menjual kebutuhan pangan

(berdagang) di lokasi benar dan memiliki tempat berdagang (lapak) yang

permanen.

31

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
b. Pedagang kaki lima, yaitu pedagang yang menjual kebutuhan pangan

(berdagang) di luar ruang pasar atau lebih tepat nya berada di tepi jalan dan

memiliki tempat berdagang (lapak) yang terbatas dan darurat.

Waktu pengambilan sampel ini pada hari sabtu atau akhir pekan, dimana

pada hari ini jumlah kuantitas pedagang kaki lima cukup tinggi. Jumlah sampel

yang diambil pada penelitian ini yang meliputi pedagang formal maupun pedagang

kaki lima adalah sebesar 100 responden, dengan rasio pedagang formal dan

pedagang kaki lima adalah 40 : 60 pada ruang pasar tradisional Melati. Adapun

kriteria sampel pada penelitian ini dibedakan berdasarkan jenis barang yang

diperjual belikan di pasar tradisional Melati.

a. Pedagang formal, yaitu terdiri dari 40 responden yang terdiri dari masing

masing 8 responden yang mewakili pedagang sayur, buah, ikan, daging, dan

sembako.

b. Pedagang kaki lima, yaitu terdiri dari 60 responden yang terdiri dari masing-

masing 12 responden yang mewakili pedagang sayur, buah, ikan, daging,

dan sembako.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran

(mix method) yang merupakan penelitian yang menggabungkan antara data

kuantitatif dan data kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode pengamatan atau observasi, dan metode wawancara

yang terdiri dari kuisioner serta depth interview. Wawancara difokuskan pada

pengguna ruang yaitu pedagang baik berupa pedagang formal maupun pedagang

32

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
kaki lima. Adapun pengumpulan data juga dilakukan melalui sumber instansi-

instansi terkait.

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh peneliti secara langsung dari

sumbernya. Adapun teknik pengumpulan data primer pada penelitian ini

dipaparkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Teknik pengumpulan data primer


(Sumber : Peneliti, 2018)
Variabel Penelitian Sub-Variabel Penelitian Teknik Riset

Setting 1. Tata guna lahan Observasi lapangan: dalam


2. Lay out (tapak) bentuk foto dan sketsa
3. Aksesbilitas gambar setting.
4. Parkir
5. Tata ruang pasar
Pola Aktivitas Semua kegiatan (aktivitas) Pemetaan perilaku
dan interaksi sosial (behavioral mapping) :
pengguna ruang menggambarkan perilaku
manusia dalam peta.

Pola Perilaku 1. Teritori Kuisioner dan depth


2. Crowding interview yang dilakukan
3. Adaptasi secara bersamaan kepada
4. Adjustment
responden meliputi
pedagang formal dan pkl.

2. Data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari buku-buku pendukung,

dokumen dan sumber referensi lainnya yang relevan dengan penelitian. Adapun

referensi teori adalah teori-teori mengenai arsitektur lingkungan dan perilaku,

pola perilaku pengguna ruang seperti teritori, crowding, adaptasi dan

adjustment, beserta teori pasar. Selain itu data-data sekunder seperti peta lokasi

didapatkan dari instansi terkait seperti Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan

Pemko Medan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemko Medan, ataupun

dari fasilitas internet melalui fasilitas google maps.

33

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
3.5. Kawasan Penelitian

Kawasan penelitian pasar tradisional Melati berada di kelurahan Tanjung

Selamat, kecamatan Medan Tuntungan kota Medan provinsi Sumatera Utara. Pasar

tradisional Melati berada tepat di koridor jalan Flamboyan Raya, lebih tepatnya

dimulai dari persimpangan sudut jalan Seroja Raya hingga persimpangan sudut

jalan Bunga Sakura.

Adapun alasan peneliti memilih kawasan penelitian ini disebabkan pada

sepanjang koridor jalan Flamboyan Raya tepat dipersimpangan sudut jalan Seroja

Raya hingga persimpangan sudut jalan Bunga Sakura banyak terlihat pedagang kaki

lima beraktifitas berdagang tidak pada tempat seharusnya sehingga menyebabkan

kemacetan pada jam-jam keramaian pasar. Berikut ini merupakan gambaran lokasi

wilayah penelitian.

Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian


(Sumber: Data primer diolah, 2018)
34

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
3.6. Metode Analisis Data

Tahap analisa data yang pertama adalah mendeskripsikan pola pemanfaatan

ruang pasar di pasar tradisional Melati dan lingkungannya. Dari data fisik ruang

yang didapat, akan dideskripsikan fungsi ruang yang sebenarnya lalu bagaimana

pedagang dapat menyebar keseluruh kawasan penelitian dan proses penyajian

teknik behavioral mapping. Behavioral mapping menurut Sommer (1980)

merupakan suatu teknik survei yang menggambarkan perilaku dalam peta,

mengidentifikasikan jenis dan frekuensi perilaku, serta menunjukkan kaitannya

dengan wujud perancangan yang spesifik.

Tahap analisa data yang kedua adalah mendeskripsikan pola perilaku

pengguna ruang di pasar tradisional Melati dan lingkungannya. Adapun pada tahap

ini adalah kajian terhadap teori pola perilaku pengguna ruang meliputi bentuk

penyesuaian pengguna ruang yaitu pedagang terhadap ruang pasar tradisional

Melati, dilihat dari teori arsitektur perilaku dan ruang, yaitu: Teritori, Crowding,

Adaptasi,dan Adjustment.

35

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB IV
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian sekripsi ini berada di jalan Flamboyan raya , kelurahan

Tanjung Selamat, kecamatan Medan Tuntungan. Pada lokasi ini, terdapat dua area

pasar tradisional yang dibedakan berdasarkan jenis barang komoditi yang dijual.

Area pertama, yaitu pasar tradisional Melati yang menjual pakaian bekas. Pada

pasar ini memiliki luas area pasar yang cukup luas. Kemudian pada area kedua,

yaitu pasar tradisional Melati yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari atau lebih

dikenal sebagai pasar segar. Keberadaan pasar tradisional melati ini pada hari-hari

dengan tingkat keramaian tinggi mengakibatkan terganggunya sirkulasi kendaraan

yang melintasi koridor jalan Flamboyan Raya.

Pasar tradisional Melati yang akan diteliti seperti terlihat pada Gambar 4.1,

memiliki batasan wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan koridor jalan Bunga Sakura dan gedung

sekolah Yayasan Pendidikan Katolik ST. Yosep.

b. Sebalah Selatan berbatasan dengan bangunan toko bangunan Rimbun Jaya.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan bangunan pasar tradisional Melati barang

bekas.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan bangunan rumah masayarakat.

36

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1. Batas lokasi penelitian
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

37

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
4.2. Sejarah Perkembangan Pasar Tradisional Melati

Tidak diketahui jelas kapan berdirinya pasar tradisional Melati berdiri dan

mulai beroperasi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap pengelola

pasar Melati, pasar tradisional Melati mulai beroperasi sebagai pasar di tahun 2000-

an. Pada waktu itu bentuk pasar tradisional Melati sebatas tanah lapang yang tanpa

ada bangunan permanen. Diatas lahan ini, para pedagang dari berbagai kecamatan

datang mengambil tempat lapak berdagang masing untuk berdagang. Tidak

disediakan tenda atau tikar, melainkan peralatan berdagang dibawah masing-

masing oleh pedagang dari rumahnya.

Pada zaman dahulu dulu sistem berdagang yang dilakukan pedagang adalah

pasar dadakan. Para pedagang membayar retribusi berdagang kepada pemilik lahan

setiap ingin berdagang di pagi hari. Menurut pemilik lahan, yaitu bapak B.

Sembiring pasar ini dahulunya beroperasi pada pagi hingga siang hari. Ketika sore

hari tidak ditemukan adanya proses transaksi perdagangan di lahan ini. Pada

umumnya masyarakat sekitar, ketika sore hari mereka sibuk untuk bertani di

kebunnya masing-masing.

Pasar ini terbentuk akibat adanya keinginan masyarakat sekitar kecamatan

Medan Tuntungan, Medan Selayang dan kabupaten Deli Serdang sebagai tempat

perdagangan hasil kebun mereka dan kebutuhan pokok sehari-hari. Pada waktu itu

mayoritas pekerjaan masyarakat sekitar kecamatan Medan Tuntungan dan Deli

Serdang adalah petani berkebun hasil-hasil bumi. Jauhnya letak lokasi pasar yang

dikelola pemerintah di sekitar kecamatan Medan Tuntungan, dan Medan Selayang

mengakibatkan masyarakat yang ada bermukim di wilayah tersebut memilih pasar

38

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
tradisional Melati sebagai tempat mencari dan membeli kebutuhan pokok sehari-

hari.

Pada tahun 2002, pemilik lahan B. Sembiring mulai membangun tempat

lapak berdagang pedagang di pasar tradisional Melati dengan sederhana. Pada

waktu itu bentuk pasar berbentuk bangunan semi permanen sederhana, dimana

diberi sekat tiang-tiang kolom kayu beratap tenda dan seng di setiap masing-masing

lapak pedagang. Belum ada meja sebagai tempat meletakkan barang dagangan yang

disediakan oleh pengelola pasar, para pedagang yang menempati (menyewa) lapak

tersebut yang membuat meja sederhana sebagai tempat memajangkan dan

menyimpan barang dagangannya. Pada tahun berikutnya, pasar tradisional Melati

mulai dialiri listrik kepada setiap lapak yang membutuhkan listrik.

Tingkat antusias tinggi masyarakat yang bermukim disekitar lingkungan

kecamatan tersebut untuk berbelanja memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, Di

lingkungan sekitar pasar tradisional Melati mulai berkembang pasar barang pakaian

bekas. Munculnya pasar barang pakaian bekas ini akibat dari pelarangan pedagang

pakaian bekas di jalan Mongosidi atau lebih dikenal dengan istilah Monja

(Mongonsidi pinggir jalan).

Pada tahun 2000 hingga akhir tahun 2010 mulai dibangun pasar tradisional

barang pakaian bekas secara masal dengan unit-unit lapak pedagang yang banyak.

Tak heran pasar tradisional Melati semakin ramai dikunjungi oleh khalayak ramai

yang ingin membeli pakaian-pakaian bekas. Muncul istilah baru untuk penamaan

pasar tradisional Melati di tahun 2005 yaitu “Pamela” (pajak melati).

39

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2010, tingginya daya keinginan masyarakat yang berasal dari

daerah sekitar dan luar daerah untuk berdagang pasar tradisional Melati. Alasan

faktor utama mereka memilih pasar tradisional sebagai alasan untuk memulai

berdagang adalah tingkat keramaian pengunjung yang membeli barang kebutuhan

pokok sandang dan pangan, kemudian jauhnya pasar tradisional yang disediakan

oleh Pemerintah dan pengaruh dari pasar barang pakaian bekas yang bereporeasi di

sekitar lingkungan pasar tradisional Melati. Jumlah pedagang mulai membludak

hingga ke bagian sirkulasi jalan atau badan jalan, istilah ini dikenal dengan pasar

tumpah.

Pada tahun 2011, pasar tradisional Melati mengalami perkembangan

pembangunan dengan munculnya pasar tradisional Melati Latersia yang dibangun

oleh K. Ketaren di sekitar jalan seroja atau dibelakang area pasar tradisional Melati

bangunan awal. Pasar ini dibangun dengan dua unit bangunan pasar yang berbentuk

semi permanen tanpa dinding. Hanya sekat kolom kolom dan garis putih di lantai

sebagai pembatas tempat lapak pedagang.

Namun pembangunan bangunan pasar tradisional Melati ini kurang

mendapat respon dari pedagang yang berdagang di lingkungan pasar tradisional

Melati. Sehingga banyak pedagang kaki lima yang berdagang di trotoar, hingga ke

badan jalan. Tak ubahnya setiap jam-jam tertentu ditemukan kemacetan dan

kesemrawutan jalur sirkulasi di lingkungan pasar ini.

40

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2. Perkembangan pasar tradisional Melati
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

41

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Pasar tradisional Melati merupakan pasar yang bentuk bangunannya relatif

sederhana, dengan suasana yang relatif kurang menyenangkan. Hal ini terlihat dari

ruang tempat usaha sempit, sarana parkir yang kurang memadai, kurang menjaga

kebersihan pasar, dan penerangan yang kurang baik. Pasar tradisonal Melati dapat

dikategorikan dan digolongkan (Lilananda, 1977) menurut jenis kegiatannya, lokasi

dan kemampuan pelayanannya, waktu kegiatannya dan status kepemilikannya.

Berdasarkan jenis kegiatannya pasar, pasar tradisional Melati dikategorikan

yaitu pasar eceran. Hal ini terlihat dari permintaan dan penawaran antara pedagang

dan pembeli barang secara eceran. Pada pasar tradisional Melati melayani penjualan

kebutuhan pokok rumah tangga untuk wilayah kelurahan tanjung selamat dan

kelurahan tanjung Anom.

Gambar 4.3. Suasana ruang dalam pasar tradisional Melati


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Berdasarkan lokasi dan kemampuan pelayanannya, pasar tradisional

Melati digolongkan jenis pasar lingkungan. Hal ini terlihat dari lokasi pasar

tradisional Melati berada di lokasi strategis permukiman masyarakat yaitu di

kelurahan tanjung Selamat dan kelurahan tanjung Anom. Pasar lingkungan ini

42

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
juga diindentik dengan pasar eceran atau pasar yang dapat menampung kebutuhan

pokok masyarakat.

Gambar 4.4. Wilayah jangkauan pasar tradisional


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Hasil penulusuran terhadap waktu kegiatan operasional pedagang di pasar

tradisional Melati terjadi pada pukul 07.00-11.00 WIB dan 15.00-19.00 WIB setiap

hari. Pasar tradisonal Melati digolongkan pasar siang malam berdasarkan waktu

kegiatannya. Waktu operasional pasar tradisonal Melati sama dengan tingkat

keramaian pengunjung atau pembeli yang datang ke pasar pada jam-jam tersebut.

Berdasarkan status kepemilikannya pasar tradisional Melati tergolong pasar

milik swasta. Hal ini terlihat dari pengelolaan pasar tradisional Melati yang dikuasai

oleh bapak B. Sembiring sebagai pemilik lahan dan pengelola.

Prinsip klasifikasi pasar menurut Kotller (1976), yaitu lokasi, skala,

pelayanan, jenis barang dagangan, konstruksi fisik, jumlah pedagang, keramaian,

43

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
permodalan dan laus areal pasar. Maka pasar tradisional Melati dapat diklasifikasi

pada pasar kelas III (pasar Lingkungan). Adapun prinsip klasifikasi pasar

tradisional Melati menurut Kotller (1976) sebagai berikut:

a. Lokasi pasar tradisional Melati berada di kelurahan Tanjung Selamat

b. Skala pelayanan radius pasat tradisional Melati 2.000 m yaitu kelurahan

Tanjung Selamat, Tanjung Anom dan Asam Kumbang. Dengan pengguna

pasar tradisional Melati setiap hari lebih kurang 11.000 jiwa.

c. Barang dagangan yang diperjual belikan dipasar tradisional Melati adalah

kebutuhan primer dan sekunder dengan harga yang lebih murah.

d. Bentuk konstruksi fisik bangunan pasar tradisional Melati bangunan semi

permanen terlihat dari tiang-tiang kayu kolom dengan penutup atap seng.

e. Jumlah pedagang yang berdagang dipasar tradisional Melati baik yang

menempati ruang pasar dan diluar ruang pasar sebanyak 270 jiwa.

f. Tingkat keramaian di pasar tradisional Melati pada hari biasa dan hari pekan

selalau ramai.

g. Berdasarkan tingkat permodalan pedagang yang diwawancara dilapangan

termasuk relatif kecil. Hal ini terlihat dari uang sewa pasar tradisional Melati

berkisar Rp. 700.000,- untuk sewa lapak di ruang dalam pasar tradisonal

Melati.

h. Luas area pasar tradisonal Melati berkisar lebih kurang 0,10 ha. Jumlah ini

dihitung untuk area pasar segar dan pasar barang bekas.

44

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
4.3. Karakter Perdagangan dan Jasa Pasar Tradisional Melati

Jenis dagangan yang diperjual belikan di pasar tradisional Melati dan

lingkungan sekitarnya adalah dagangan basah dan kering.

a. Dagangan basah antara lain: daging, ikan, sayur-mayur, buah-buahan,

bumbu, palawija.

b. Dagangan kering antara lain: pakaian, kelontong, plastik, jajanan, alat tulis

dan lain sebagainnya.

Sedangkan jenis jasa yang ditawarkan di pasar tradisional Melati yaitu Bank

Pasar. Jumlah pedagang yang berdagang di dalam ruang pasar tradisional Melati

ada sebanyak 35 pedagang dagangan segar. Mayoritas pedagang yang berdagang di

pasar tradisonal Melati adalah pedagang sayur. Berikut ini tabel klasifikasi jumlah

pedagang berdasarkan komoditi yang menenempati pasar tradisional Melati.

Tabel 4.1. Jumlah pedagang berdasarkan komoditi pedagang di ruang dalam pasar
(Sumber : Olahan peneliti, 2018)
No. Jenis Komoditi Jumlah

1. Pedagang daging 3

2. Pedagang ikan 10

3. Pedagang sayur 12

4. Pedagang buah 8

5. Pedagang bumbu 2

6. Pedagang palawija -

Total 35

Pedagang yang berdagang di luar ruang pasar tradisional Melati terdiri dari

pedagang tetap dan pedagang tidak tetap atau istilah pedagang kaki lima. Adapun

yang dimaksud dengan pedagang tetap adalah pedagang yang berdagang di

lingkungan sekitar pasar tradisional Melati yang memiliki tempat berdagang yang
45

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
permanen. Sementara pedagang tidak tetap yang dimaksud adalah pedagang yang

berdagang di area trotoar dan pinggir jalan. Bentuk tempat berdagangnya seperti

los dasaran terbuka dengan tenda. Berikut ini klasifikasi pedagang yang berdagang

di lingkungan sekitar pasar tradisional Melati diambil berdarkan hari pekan yang

tingkat keramaian yang cukup tinggi.

Tabel 4.2. Jumlah pedagang berdasarkan komoditi pedagang di ruang luar pasar
(Sumber : Olahan peneliti, 2018)
No. Jenis Komoditi Jumlah Jenis Pedagang
1. Pedagang daging 20 Pedagang tetap
2. Pedagang ikan 18
3. Pedagang sayur 30
4. Pedagang buah 35
5. Pedagang bumbu 11
6. Pedagang palawija 8
7. Pedagang pakaian 45
8. Pedagang kelontong 8
9. Pedagang plastik 5
10. Pedagang alat tulis 9
11. Pedagang makanan 8
Total 197
1. Pedagang daging 10 Pedagang kaki
2. Pedagang ikan 12 lima
3. Pedagang sayur 25
4. Pedagang buah 13
5. Pedagang bumbu 9
6. Pedagang palawija -
7. Pedagang pakaian 18
8. Pedagang kelontong -
9. Pedagang plastik -
10. Pedagang alat tulis -
11. Pedagang makanan 8
Total 95

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap lokasi penelitian mayoritas

pedagang tetap yang berdagang di lingkungan sekitar pasar tradisional Melati

adalah pedagang pakaian. Sementara untuk pedagang kaki lima pada lokasi

penelitian didominasi oleh pedagang sayur.

46

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Tata Guna Lahan

Berdasarkan teori Carmona (2003), maka pasar tradisional Melati

merupakan ruang publik eksternal yang dapat diakses oleh semua orang. Pasar

tradisional Melati, khusus pasar segar berada di persimpangan sudut koridor jalan

Flamboyan Raya dan jalan Seroja Raya. Adapun luas area pasar tradisional Melati

khususnya pasar segar ±740 m².

Koridor jalan Flamboyan Raya menuju kelurahan Tanjung Anom

dimayoritasi oleh toko-toko komersil dan permukiman masyarakat. Akibat

generator pasar Tradisional Melati khususnya pasar barang bekas muncul

permukiman berfungsi sebagai toko atau istilah rumah toko (ruko) di sekitar jalan

Flamboyan Raya. Adapun toko-toko yang berdiri di koridor jalan Flamboyan Raya

antara lain: toko pakaian, toko perhiasan, toko sembako, toko barang pecah belah,

toko perabot, toko bahan bangunan, toko percetakan, pangkas, apotik, bengkel, dan

pelayanan bank.

Sementara pada koridor jalan Seroja Raya menuju area Simpang Selayang

dimayoritasi oleh kawasan permukiman masyarakat. Akibat keberadaan generator

pasar tradisional Melati khususnya pasar barang bekas, rumah penduduk yang

berada di persimpangan koridor jalan Seroja Raya dan Flamboyan Raya mulai

mengalamai perubahan fungsi dari rumah permukiman menjadi komersial. Hal ini

terlihat mulai berdiri kios toko-toko sembako di depan halaman permukiman rumah

masayarakat.

47

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.1. Tata guna lahan lingkungan sekitar pasar tradisional
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Berdasarkan pengambilan data terhadap Dinas Tata Ruang dan Tata

Bangunan kota Medan, pasar tradisional Melati tidak memperoleh perijinan

pendirian bangunan pasar tradisional. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat dari

Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Medan, bahwa pasar tradisional Melati

khususnya pasar segar belum memperoleh ijin pengoperasian sebagai pasar swasta

di lokasi tersebut. Bentuk bangunan pasar tradisonal Melati khusus pasar segar dan

luas lokasi yang saat ini menyebabkan tidak diberikan nya ijin pengoperasian pasar

swasta dari dinas tersebut.

48

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lokasi lahan pasar tradisional Melati khususnya pasar segar merupakan area

perkembangan lajur hijau di rencana tata ruang kota. Lajur jalur hijau merupakan

lajur yang diperuntukkan sebagai area koridor jalan alternatif. Selama ini pasar

tradisional Melati beroperasi dan membayar retribusi pajak bumi bangunan (PBB)

kepada pemko Medan. Berikut ini adalah data-data tata ruang yang diperoleh dari

Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan untuk lahan pasar segar tradisional Melati.

Tabel 5.1. Peraturan tata ruang kota


(Sumber : Data sekunder diolah, 2018)
Kriteria Jalan Flamboyan Raya Jalan Seroja Raya

Fungsi Lahan Komersil : Perdagangan, dan Permukiman : Rumah Warga

Pertokoan

Lebar Jalan 26 m 7m

Status Jalan Jalan Kolektor Primer Jalan Lingkungan

GSB 10 m 5m

KLB 8 3

KDH minimal 20 % 60 %

Bentuk Bangunan Rumah Toko (Ruko) Rumah Hunian

Jumlah Lantai 13 Lantai (51 m) 3 Lantai (12 m)

Lebar bangunan minimal 4m 5

Panjang bangunan minimal 8m 8

Luas lantai 32 m 40 m

Berdasarkan peraturan tata ruang kota untuk wilayah kecamatan Medan

Tuntungan, keberadaan bangunan pasar tradisional Melati khususnya pasar segar

belum sesuai kriteria perancangan tata ruang untuk bangunan pasar.

49

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
5.2. Tapak (Lay Out)

Bangunan pasar segar tradisional Melati berbentuk huruf “L”, dimana fasad

depan menghadap ke koridor jalan Flamboyan Raya dan sisi tampak belakang

menghadap ke jalan Seroja Raya. Pada bagian ruang belakang pasar tradisional

Melati terlihat tidak dihuni sebagian oleh pedagang, sedangkan pada bagian ruang

depan dihuni oleh pedagang.

Gambar 5.2. Ground plan pasar tradisional


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Pada bagian tampak depan pasar tradisional Melati, bentuk bangunan pasar

semi permanen dengan tidak terlihatnya ruang peralihan entrance dari koridor

menuju ruang pasar. Pada bagian tampak depan pasar ini, tidak tertata baik parkir

dan lapak pedagang sehingga menutupi area masuk kedalam ruang pasar.

50

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.3. Tampak depan dan susana ruang pasar tradisional
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Pada bagian tampak belakang pasar tradisional Melati terlihat tertata rapi

dengan bentuk bangunan semi permanen lebih baik dari tampak depan pasar. Hal

ini disebabkan oleh sebagian pedagang menempati pasar tradisional Melati bagian

belakang. Adanya aktifitas generator pasar barang bekas yang ramai dikunjungi

oleh pengunjung sehingga pedagang berasumsi untuk memilih ruang berdagang

dekat dengan koridor jalan Flamboyan Raya.

Gambar 5.4. Tampak belakang dan susana ruang pasar tradisional


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Pasar segar tradisional Melati bentuk bangunan satu lantai dengan penutup

atap seng, di apit oleh bangunan rumah toko (ruko) dua lantai pada kedua sisi. Pasar

segar tradisional Melati pada awalnya dibangung dengan bentuk persegi panjang

dan mengalami perkembangan pada area bagian belakang pasar.

51

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.5. Site plan pasar tradisional
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Menurut David Dewar dan Vannesa W (1990), lokasi sebuah pasar adalah

merupakan faktor yang penting/ berpengaruh pada keberhasilan pasar tersebut.

Pada skala kota ada 3 faktor utama yang mempengaruhi lokasi tersebut yakni:

a. Lokasi yang menimbulkan pergerakan populasi atau orang. Pada

lingkungan sekitar pasar segar tradisional Melati terdapat kumpulan

perdagangan lainnya seperti keberadaan pasar barang bekas, bank, dan toko

kebutuhan sandang seperti pakaian, toko emas, peralatan rumah tangga dan

lainnya sehingga menjadi generator aktivitas yang mengakibatkan

pergerakan populasi atau orang untuk datang ke lokasi pasar tradisional

Melati.

b. Sumber-sumber persediaan atau barang yang diperjualbelikan. Sumber-

sumber barang yang diperjual belikan di pasar segar tradisional Melati

52

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
yaitu kebutuhan pokok berasal dari hasil tani atau kebun masyarakat di

kelurahan Simpang Selayang, kelurahan Tanjung Selamat, dan kelurahan

Tanjung Anom.

c. Lokasi dari pembeli. Berdasarkan hasil survei dan wawancara terhadap

pedagang, mayoritas pengunjung atau pembeli yang datang ke pasar segar

tradisional Melati berasal dari lingkungan sekitar kelurahan pasar, yaitu

kelurahan Simpang Selayang, kelurahan Tanjung Selamat, kelurahan

Tanjung Sari dan kelurahan Tanjung Anom. Para pengunjung yang berasal

dari kelurahan tersebut sangat mudah mengakses pasar tradisional Melati

karena berada di sekitaran koridor jalan Flamboyan Raya yang dapat dilalui

dengan kendaraan pribadi, jalan kaki, dan angkutan umum.

Kesimpulan keberadaan pasar tradisional Melati di kecamatan Medan

Tuntungan sudah memenuhi syarat terbentuknya pasar berdasarkan teori 3 faktor

utama syarat penentuan pasar pada sebuah lokasi menurut David Dewar dan

Vannesa W (1990).

53

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.6. Potongan melintang dari jalan Flamboyan Raya
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

54

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
5.3. Aksesbilitas

Gambar 5.7. Akses masuk area pasar tradisional


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Aksesbilitas ke pasar segar tradisional Melati, pedagang yang berasal dari

Tanjung Anom dapat mengakses melalui koridor jalan Flamboyan Raya kemudian

memutar balik arah menuju pasar tradisional Melati. Sementara pedagang yang

berasal dari kelurahan Tanjung Sari dapat mengaksesnya langsung melalui koridor

jalan Flamboyan Raya. Pedagang yang berasal dari kelurahan Simpang Selayang

dapat mengakses langsung melalu koridor jalan Seroja Raya. Daerah kawasan pasar

segar tradisional Melati ini dinilai sangat mudah dicapai baik menggunakan

kendaraan umum seperti angkutan kota, dan becak bermotor, maupun kendaraan

pribadi. Dari hasil kuisioner 8% pedagang menyatakan aksesbilitas pasar segar

tradisional Melati menyatakan baik, 25% menyatakan sangat baik, 67%

menyatakan lumayan. Mayoritas pedagang berasal dari kelurahan Tanjung Anom,

Tanjung Selamat, Tanjung Sari, dan Simpang Selayang.

55

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Aksesbilitas
0% 0%

25% Sangat Buruk


Buruk
8%
67% Lumayan
Baik
Sangat Baik

Gambar 5.8. Diagram tingkat aksesbilitas


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

5.4. Parkir

Fasilitas parkir pada daerah pasar segar tradisional Melati tidak tertata

dengan baik. Hal ini terlihat munculnya kesemrawutan dan kemacetan pada jam

ramai pasar tradisional Melati. Keberadaan titik lokasi parkir pada pasar tradisional

Melati mempengaruhi kondisi pengunjung untuk masuk membeli di pasar.

Pada ruang belakang pasar segar tradisional Melati yang tidak ditempati

oleh pedagang, kini beralih fungsi menjadi tempat penyimpanan roda dua. Tinggi

nya jumlah pengunjung yang datang ke pasar tradisional Melati pada hari pekan

dengan kendaraan roda dua, mengakibatkan kebutuhan untuk ruang parkir di

butuhkan. Sehingga mengakibatkan halaman dan rumah masyarakat sekitar

berubah fungsi menjadi tempat parkir dengan biaya retribusi. Kemudian pada

bagian belakang ruang pasar tradisional Melati berubah fungsi menjadi lokasi

parkir kendaraan roda dua.

Khusus untuk pedagang yang berdagang di pasar tradisional Melati yang

mulai berdagang dari jam 06.00-19.00 WIB yang membawa kendaraan roda dua

56

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
atau becak dikenakan tarif sebesar Rp.6.000,-. Dan untuk pengunjung yang

berbelanja dengan membawa roda dua dikenakan tarif sebesar Rp.2.000,-.

Gambar 5.9. Titik lokasi parkir di lingkungan pasar tradisional


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Adapun untuk kendaraan roda empat, untuk parkir di lingkungan pasar

tradisional Melati harus memakirkan kendaraan sejauh 300 meter dari pusat pasar.

Keberadaan lokasi parkir roda empat yang lokasi jauh dari pasar, mengakibatkan

masyarakat sebagai pengunjung yang datang untuk belanja beralih ke kendaraan

roda dua.

Dari hasil kuisioner terhadap 100 responden (pedagang formal dan pkl)

mengatakan bahwa keberadaan lokasi parkir sangat mempengaruhi mobilitas

pedagang dan meningkatkan nilai jual komoditi barang mereka. Sebanyak 65%

mengatakan setuju, 30% tidak setuju, dan 5% tidak tahu.

57

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Parkir

5%
30%
Setuju
65% Tidak Setuju
Tidak Tahu

Gambar 5.10. Diagram manfaat lokasi parkir bagi pedagang.


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

5.5. Tata Ruang Pasar

Dalam kaitannya penataan sebuah pasar terutama kaitannya dengan

komoditi barang dagangan menurut D Dewar dan Vanessa W (1990) dibedakan

penempatannya sesuai sifat barang tersebut. Barang-barang yang memiliki karakter

hampir sama seperti buah-buahan sayur, ditempatkan pada tempat yang berdekatan

juga daging dan ikan, telur, dsb.

Pada pasar tradisional Melati penataan ruang dalam pasar tidak beraturan.

Disini pedagang komoditi basah dan komoditi kering bebas memilih lokasi kios

untuk berdagang. Tidak ada aturan penangaan tempat berdasarkan komoditi pada

ruang pasar ini. Pedagang bebas memilih tempat kios berdasarkan kriteria spot yang

mudah dilihat pembeli. Sehingga pengelola pasar tradisional membedakan harga

retribusi sewa kepada pedagang berdasarkan titik spot yang mudah dijangkau

pengunjung. Harga sewa kios yang berda di pintu masuk untuk satu bulan sebesar

Rp. 500.000,- sedangkan untuk kios yang berada didalam sebesar Rp.400.000,-.

58

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Tidak tersedia nya area saluran air kotor dan air bersih pada pasar ini

mengakibatkan pedagang komoditi basah seperti pedagang ikan segar memilih spot

titik berdagang pada area pintu masuk entrance dari jalan Flamboyan Raya dan

Seroja Raya. Alasan ini dipilih disebabkan kemudahan untuk tempat bongkar dan

pencucuian ikan yang menghasilkan limbah air kotor lebih mudah dialirkan

langsung ke saluran drainase koridor jalan Flamboyan Raya dan jalan Seroja Raya.

Untuk utilitas air bersih, pedagang komoditi basah sangat sulit mengakses air

bersih. Cara yang digunakan adalah mengalirkan air bersih dari satu sumber dengan

menggunakan selang air. Bentuk penataan yang kurang tertata baik ini

mengakibatkan bahu koridor jalan Seroja Raya dan Flamboyan Raya digunakan

sebagai lapak pedagang ikan.

Tinjauan tempat berdagang di pasar tradisional melati menurut Karolina

dalam Widodo, 2008 adalah los permanen dan los semi permanen. Untuk pedagang

komoditi kering bentuk tempat berdagang los permanen dengan ukuran 2,5 m x 1,5

m. Sementara untuk los semi permanen yang ditempati pedagang komoditi pasar

basah adalah 2 m x 1,5 m.

Sistem sirkulasi ruang pasar tidak saling terhubungan, hal ini dapat dilihat

dari adanya ruang pasar yang terpinggirkan. Penyebab terjadinya ruang pasar pada

bagian belakang yang tidak dihuni oleh pedagang disebabkan oleh pola sirkulasi

ruang pasar antar ruang yang tidak terhubung. Ukuran lebar sirkulasi pasar sebesar

1,5 m.

59

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.11. Kondisi tata ruang pasar tradisional
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

60

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
5.6. Analisis Responden Pedagang

Berdasarkan isu yang berkembang di pasar segar tradisional Melati, yaitu

adanya ruang yang memang sudah direncanakan dan sudah digunakan sebagaimana

mestinya, adanya ruang yang direncanakan tetapi tidak optimal termanfaatkan dan

adanya ruang yang tidak terencanakan tetapi muncul ruang karena perilaku

pedagang, merupakan gambaran fenomena yang menunjukkan adanya interaksi

yang terjadi antara arsitektur sebagai hasil desain dan interpretasi aktivitas

pedagang yang berbeda sebagai pengguna. Akibtanya muncul berbagai macam

masalah karena tuntutan kebutuhan, karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan

admnistrasi memberikan kesempatan pedagang melakukan aksi memanfaatkan

ruang dengan membuat dasaran yang tidak sesuai dengan fungsinya seperti yang

terjadi pada pasar segar tradisional Melati dengan cara menempati areal trotoar

hingga badan jalan Flamboyan Raya dan jalan Seroja Raya.

Dari latar belakang deskripsi responden pedagang secara umum tersebut,

muncul beberapa hal yang patut diteliti yaitu ruang yang direncanakan atau

dibangun tetapi tidak optimal termanfaatkan karena kurang diminati pedagang dan

ruang yang tidak direncanakan tetapi muncul ruang karena perilaku para pedagang.

Karakter pedagang baik yang basah dan kering, yang berjualan di pasar

segar tradisional Melati dapat dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, asal,

lamanya berdagang, lamanya kepindahan ke ruang trotoar dan badan jalan, rentang

waktu usaha dan ukuran luas lahan dasaran yang dibutuhkan.

61

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan 100 responden (terdiri dari pedagang formal dan tidak tetap)

dari segi usia , pedagang yang berjualan di pasar tradiisonal Melati didominasi oleh

golongan orang tua (>35 tahun) dengan jenis kelamin perempuan.

Usia Responden
0%
17%
50% Remaja (15-25 thn)
Dewasa (25-35 thn)
33%
Orang tua (>35 thn)
Lainnya

Gambar 5.12. Diagram usia responden.


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Jenis Kelamin Responden


0%

33%
Laki
67% Perempuan
Lainnya

Gambar 5.13. Diagram jenis kelamin responden.


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Pedagang yang berasal dari sekitar kelurahan Tanjung Anom jumlahnya

lebih banyak dari pada pedagang yang berasal dari luar sekitar kelurahan Tanjung

Anom.

62

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Asal Responden

Penduduk kelurahan
6% Tanjung Anom
15%

12% Penduduk kelurahan


Tanjung Selamat
67%
Penduduk kelurahan
Simpang Selayang

Penduduk kelurahan
Tanjung Sari
Gambar 5.14. Diagram asal responden.
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Sebagaian besar dari mereka telah berdagang selama lebih dari 6 tahun

sehingga secara fisik langsung mereka sudah dapat memprediksi tempat-tempat

(spot) mana yang memberikan lebih banyak keuntungan dari segi ekonomi.

Lamanya Responden Berdagang


7%
10% 1-2 tahun

50% 2-4 tahun


33% 4-6 tahun
>6 tahun

Gambar 5.15. Diagram lamanya responden berdagang.


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Misalnya mereka lebih suka menempati ruang trotoar dan badan jalan

Flamboyan Raya dan Seroja Raya sudah lebih dari 1 tahun, karena memberikan

menguntungkan.

63

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lamanya Kepindahan Responden Ke Koridor Jalan
3% 7%
<12 bulan
23% 13-18 bulan
67% 19-24 bulan

> 24 bulan

Gambar 5.16. Diagram lamanya kepindahan responden ke koridor jalan.


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Rentang waktu usaha biasanya lebih ramai antara pukul 16.00 WIB-19.00

WIB, yang bertepatan dengan jam pulang kantor para pegawai.

Rentan Waktu Usaha Responden Setiap Hari

18% 06.00-09.00 WIB


15%
10.00-13.00 WIB
67%
16.00-19.00 WIB

Gambar 5.17. Diagram rentan waktu usaha responden setiap hari.


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Rata-rata mereka berpendidikan hanya sampai lulusan SD. Bagi mereka

menjadi pedagang tidak perlu memiliki pendidikan yang tinggi.

64

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Tingkat Pendidikan Responden

10% 3%
Lulus SD

17% Lulus SMP/SLTP

70% Lulus SMU/SMA

Lulus Perguruan
Tinggi/ Akademi

Gambar 5.18. Diagram tingkat pendidikan responden.


(Sumber : Data Primer diolah, 2018)

Untuk menggelar barang dagangannya mereka cenderung membutuhkan

luas lahan dasaran antara 2.00 m²-5.00 m².

Ukuran Luas Lahan Dasaran Yang Dibutuhkan


Responden
10%
< 2.00 m²
15%
2.00 m²-5.00 m²

75% . 5.00 m²

Gambar 5.19. Diagram ukuran lahan dasaran yang dibutuhkan responden.


(Sumber : Data Primer diolah, 2018)

Berikut ini gambar titik distribusi pedagang formal dan pkl yang berdagang

di lingkungan sekitar pasar segar tradisional Melati, isu fenomena lokasi pedagang

yang terjadi di lokasi penelitian.

65

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.20. Titik distribusi pedagang (Formal dan PKL) di lingkungan pasar
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

5.7. Aktivitas Pengguna Ruang

Jalan Flamboyan Raya yang seharusnya berfungsi sebagai sirkulasi

kendaraan, sudah beralih fungsi menjadi pasar tumpah pada jam-jam tertentu. Para

PKL pun menggelar berdagang di trotoar hingga ke bahu jalan. Setiap hari pasar

tradisional ini memperdagangkan kebutuhan pokok sandang dan pangan

66

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
dalam jumlah eceran. Pada sore hari adalah titik puncak keramaian atau istilah pasar

tumpah dari pasar segar tradisional Melati.

Selain aktivitas jual-beli, pada pasar ini juga terekam interaksi sosial dan

komunikasi antara sesama pedagang yang berdagang di pasar tradisional Melati.

Hal ini menunjukkan bahwa pasar ini bukan hanya dianggap sebagai tempat jual-

beli semata, namun juga merupakan tempat bertemunya masyarakat,

berkomunikasi, dan sebagai pusat keramaian. Sesama pedagang di pasar ini

memiliki hubungan sosial yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuisioner

dimana 67% pedagang mengaku mengenal pedagang-pedagang lainnya dan

berkomunikasi setiap hari.

Hubungan Sosial Antara Sesama Pedagang

13% Kenal semua


20%
Kenal beberapa
67%
Tidak kenal

Gambar 5.21. Diagaram hubungan sosial antara sesama pedagang.


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Hasil wawancara dengan salah satu pedagang, mengatakan mereka

membentuk sebuah organisasi pedagang yang berdagang di pasar tradisional

Melati, organisasi ini dibentuk atas dasar sebagai tempat saling berbagai keadaan

dan tolong menolong sesama pedagang.

67

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.22. Aktivitas pasar tumpah pedagang di jalan Flamboyan Raya
(Sumber : Data Primer diolah, 2018)

Menurut Setiawan (1995), tiga pendekatan ruang yang paling mendominasi

adalah pendekatan ekologi, fungsional ekonomi, dan sosial politik. Pendekatan

ekologi melihat ruang sebagai suatu ekosistem dan menganggap bahwa komponen-

komponen ruang adalah saling terkait dan berpengaruh secara mekanistis.

Pendekatan fungsional dan ekonomi adalah lebih mengutamakan fungsionalitas

ruang dan analisis ekonominya. Pendekatan sosial politik adalah pendekatan yang

menekankan pada aspek penguasaan ruang.

Pada pasar tradisional Melati khususnya pasar segar, dalam hal ini lebih

melihat ruang dari segi fungsionalitas dan ekonominya. Fungsionalitas adalah

ruang tersebut dapat menampung seluruh aktivitas yang berlangsung di pasar.

Ekonomi adalah mekanisme pasar tersebut tergantung pada keseimbangan antara

permintaan dan penawaran. Akibatnya, penataan dan setting ruang sebenarnya

bukan merupakan kekhawatiran utama mereka.

Para pedagang pkl yang tidak berdagang di dalam ruang pasar dan lebih

memilih ruang pinggir jalan tidak melihat fungsionalitas ruang tersebut sebenarnya.

Mereka berpendapat bahwa selagi ruang tersebut dapat menampung aktivitas

mereka dan meningkatkan ekonomi penjualan mereka.

68

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Menurut Setiawan (1995), terdapat dua cara melakukan pemetaan perilaku

yaitu Place-centered Mapping dan Person-centered Mapping. Place-centered

mapping digunakan untuk mengetahui bagaimana sekelompok manusia

menggunakan dan mengakomodasi perilakunya dalam suatu waktu dan tempat

tertentu. Sedangkan person-centered mapping digunakan untuk melihat pergerakan

dan aktivitas yang dilakukan oleh sesorang yang khusus diamati.

Person-centered mapping salah satu penjual pada pasar tradisional Melati

dapat dilihat pada Gambar 5.23. Pemetaan ini menggambarkan aktivitas seorang

pkl yang menjual sayur yang datang ke pasar jam 06.00 WIB dengan becak

barangnya. Pedagang tersebut membuka tenda dan menurunkan barang

dagangannya. Kemudian pedagang tersebut menyusun barang dagannya, menyusun

sayur-sayuran pada keranjang petak dengan membentuk pola persegi panjang.

Sambil menata barang dagangannya, beberapa pembeli sudah mulai berdatangan.

Pada jam 07.00-09.00 WIB pembeli berdatangan satu per satu untuk membeli bahan

pokok untuk dimasak siang hari. Kemudian pedagang mengupas sayur barang

dagangannya sambil menunggu pembeli datang. Memasuki pukul 16.00-18.30

WIB merupakan puncak kesibukan dari pedagang ini. Para pembeli berdatangan ke

lokasi ini pada jam-jam pulang kantor. Mereka membeli kebutuhan pokok untuk

hari esok. Disini tingkat keramaian pasar sangat padat. Sekitaran jam 19.00 WIB

pasar sudah mulai sepi, dan pedagang mulai membereskan barangnya. Barang yang

tidak laku terjual di tutup dengan tenda dan sebagian dibawah pulang. Jam 19.30

WIB becak langganan akan datang, penjual pun menaikkan sisa dagangannya dan

meninggalkan pasar tersebut. Urutan kegiatan seperti ini dilakukan setiap harinya

oleh pedagang tersebut.

69

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.23. Person-centered mapping seorang PKL di jalan Flamboyan Raya
(Sumber : Data Primer diolah, 2018)

70

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
5.8. Teritori

Teritori merupakan pola perilaku individu atau sekelompok individu yang

disasarkan pada kepemilikan atau penguasaan ruang fisik. Pada pasar tradisional

Melati, pedagang pkl membagi ruang fisik dengan pedagang pkl lainnya dengan

cara penggunaan alat berdagang. Kebanyakan pkl di pasar tradisional Melati

menggunakan alat berdagang sebagai penanda teritori mereka yaitu menandakan

kepemilikan suatu ruang fisik.

Bentuk Batasan/ Pengaturan Tempat Berdagang

Menggunakan alat
13% bantu berdagang
20% Pengaturan barang-
barang dagangan
67%
Membuat gelaran,
dasaran tanpa
dinding

Gambar 5.24. Diagaram bentuk batasan/ pengaturan tempat berdagang.


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Kondisi suatu lingkungan pasar untuk mewujudkan personalitas, dan

menciptakan teritori suatu ruang, salah satunya dengan cara pengaturan tempat

berdagang Sebagian besar pedagang pkl, yaitu 67% membatasi ruang yang

ditempatinya dengan menggunakan alat bantu berdagang seperti menggunakan

kotak kayu atau meja terkadang menggunakan bakul diletakkan di depannya.

71

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.25. Perilaku PKL terhadap teritori menggunakan alat bantu
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Ada juga yang diwujudkan dalam bentuk pengaturan tempat berdagang,

biasanya dilakukan oleh pedagang yang berdagang dalam jumlah banyak. Selain

itu, pengaturan barang alat/ barang dagangannya juga salah satu usaha untuk

membatasi area jualannya.

Gambar 5.26. Perilaku PKL sejenis terhadap teritori menggunakan alat bantu
(Sumber: Data Primer diolah, 2018)

Terkadang pedagang juga secara sengaja menempati tempat yang memiliki

batas yang berada dibelakangnya berupa kolom atau dinding.

72

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.27. Perilaku PKL terhadap teritori menggunakan batasan dinding
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Sesuai dengan teori Altaian (1975), Pasar tradisional Melati merupakan

teritori publik yang dapat diakses oleh semua orang tanpa kecuali, sedangkan

tempat berdagang atau lapak pedagang merupakan teritori sekunder yang mana

pedagang memiliki kekuatan penuh atas ruang tersebut selama jam pengoperasian

pasar ketika individu merupakan penghuni yang sah.

Pedagang dapat dikatakan sudah menjadi penghuni sah apabila sudah

membayar iuran retribusi kepada pengelola pasar. Harga iuran tiap pendagang

berbeda-beda tergantung pada titik lokasi spot. Untuk pedagang pkl , harga iuran

tiap pendagang berbeda-beda tergantung pada seberapa lama penjual sudah

menempati tempat tersebut, jika pendagang yang sudah berjualan selama 10 tahun,

iuran pasar hanya berkisar Rp. 100.000 untuk satu bulan. Sementara untuk

pedagang yang berdagang dibawah 10 tahun iuran berkisar Rp. 150.000 untuk satu

bulan. Untuk retribusi kebersihan dan keamanan pedagang pkl dikenakan retribusi

sebesar Rp. 7.000,-. Retribusi tersebut terdiri dari Rp. 2.000,- untuk biaya

kebersihan dan Rp. 5.000,- untuk biaya jaga malam. Untuk jaga malam, organisasi

kepemudaan masyarakat yang bertugas menjaga barang dan lapak pedagang.

73

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
5.9. Crowding

Crowding adalah suatu situasi dimana seseorang atau sekelompok orang

sudah tidak mampu mempertahankan ruang privatnya. Crowding tidak selalu

berarti rasio fisik yang tinggi, namun dapat juga berarti pemahaman subjektif

sesorang bahwa individu yang hadir di sekelilingnya terlalu banyak.

Pada lingkungan pasar tradisional Melati, keberadaan pkl yang berdagang

di pinggir atau di bahu koridor jalan menyebabkan kesemrawutan dan kemacetan

lalu lintas. Kehadiran pkl ini menyebabkan kesesakan bagi pengunjung pembeli

yang hendak berbelanja ke pasar tradisional Melati. Akibatnya rumah penduduk

masayarakat dan toko disekitar pasar tradisional Melati pada halaman depan

entrance masuk sudah berubah atau beralih menjadi lapak berdagang pkl.

Gambar 5.28. Perilaku PKL menyebabkan crowding di jalan Flamboyan Raya


(Sumber : Data Primer diolah, 2018)

Menurut Mc.Gee dan Yeung (1977), berdasarkan pola penyebaran aktivitas

pkl di lingkungan sekitar pasar tradisional Melati adalah pola penyebaran

memanjang. Pola penyebaran memanjang ini dipengaruhi oleh pola jaringan jalan,

yaitu koridor jalan Flamboyan Raya. Pola penyebaran memanjang ini terjadi

berdasarkan pertimbangan kemudahan pencapaian, sehingga mempunyai

kesempatan besar untuk mendapatkan konsumen.

74

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Di sekitar koridor jalan Flamboyan Raya banyak dijumpai pkl yang menjual

komoditi yang sama seperti pedagang sayur dan buah-buahan. Faktor yang paling

banyak mendorong pedagang pkl untuk memilih tempat berdagang selalu

dihubungkan dengan kemudahan dekat dengan arus lalu lintas dan akses jalur

transportasi. Sekitar 67% pedagang menyatakan bahwa sangatlah menguntungkan

bagi mereka untuk berinteraksi dengan konsumen yang mempergunakan lalu lintas

dan transportasi umum. Bahu jalan merupakan suatu ruang yang dapat memberikan

keuntungan bagi pedagang pkl. Walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa

kehadiran mereka justru mulai mengakuisisi jalur untuk pengunjung yang berjalan

kaki dan lahan parkir.sehingga dapat menimbulkan kemacetan yang mengganggu

semua pengguna jalan.

Faktor Yang Mempengaruhi Pedagang Memilih Tempat


Berdagang
Dekat dengan arus
pejalan kaki

7% 26%
Dekat dengan arus
lalu lintas dan akses
jalur transportasi
67% umum
Dekat dengan jalan
ke luar atau jalan
masuk pasar

Gambar 5.29. Diagaram faktor yang mempengaruhi memilih tempat berdagang


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

5.10. Adaptasi

Berdasarkan teori Sarwono (1992), perilaku penyesuaian diri dengan

mengubah tingkah laku agar sesuai dengan lingkungan disebut adaptasi. Perilaku

penyesuaian diri pada penelitian ini adalah responden yaitu pedagang yang

75

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
beraktifitas berdagang. Lingkungan yang dimaksud adalah ruang pasar. Pada pasar

segar tradisional Melati, pengguna ruang yaitu pedagang hanya melakukan

penyesuaian adaptasi.

Adaptasi dapat berupa tindakan langsung maupun penyesuian metal.

Sebagai contoh penyesuaian mental adalah adaptasi terhadap kebisingan dan

kekotoran pasar. Pedagang pasar tradisional Melati menyesuaikan keadaan pasar

yang kotor dan bising secara bertahap dan akan menjadi hal biasa terhadap

lingkungannya.

Pkl yang berdagang di badan jalan Flamboyan Raya datang membawa

peralatan berdagang yang sifatnya mudah dibawa dan dibongkar pasang. Adapun

peralatan berdagang tersebut adalah payung tenda, tikar, dan kotak kota meja

tempat menyimpan barang dagangan dan sebagai tempat etalase barang dagangan

ketika berdagang.Wujud adaptasi ini adalah perlindungan pedagang pkl terhadap

lingkungan keadaan cuaca di pagi hari hingga sore hari.

Pkl memilih menyimpan barang dagang yang tidak mudah dibawa pada

rumah penduduk sekitar. Bagi pedagang pkl yang tidak memiliki tempat

penyimpanan barang, pedagang pkl dapat menutup barang dagangannya dengan

tenda plastik. Wujud adaptasi ini adalah perlindungan pedagang pkl terhadap

lingkungan keamanan setempat.

76

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.30. Bentuk adaptasi PKL di pasar tradisional
(Sumber : Data Primer diolah, 2018)

Pedagang formal yang menjual komoditi basah, memilih lokasi spot berada

di atasa saluran air koridor jalan. Hal ini dilakukan agar mempermudah

pembuangan saluran air limbah kotor, sebab pada ruang pasar tradisional Melati

tidak tersedia jaringan utilitas air bersih. Wujud adaptasi ini adalah efisiensi tempat.

Gambar 5.31. Adaptasi pedagang di pasar tradisional


(Sumber : Data primer diolah, 2018)

5.11. Adjustment

Menurut Sarwono (1992), perilaku manusia mengubah lingkungan agar

sesuai dengan tingkah laku disebut adjustment. Perilaku manusia disebut sebagai

pola perilaku pedagang, dan lingkungan adalah lingkungan pasar.

77

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Sulitnya para pedagang beradaptasi dengan lingkungan ruang dalam pasar

tradisional Melati, mengakibatkan mereka menggelar lapak berdagang di pinggir

koridor jalan. Keadaan lingkungan ditempat tesebut sudah tidak bisa ditolelir,

khusus pedagang komoditi seperti sayur-sayuran, ikan, dan buah-buahan yang

membutuhkan luasan area untuk berdagang mengakibatkan kerugian dari segi

penjualan. Harga sewa yang mahal tidak sebanding dengan fasilitas area yang

disediakan mengakibatkan pedagang memilih lapak berdagang di pinggir koridor

jalan.

Gambar 5.32. Kondisi ruang dalam dan ruang luar pasar Melati
(Sumber : Data primer diolah, 2018)

Mayoritas 67% pedagang memiliki pola perilaku yang cenderung

mengubah lingkungan yang sekarang agar sesuai dengan tujuan dan misi dirinya

sendiri dari berdagang yaitu menghasilkan laba. Karena mereka tidak biasa

merubah lingkungan ruang dalam pasar segar tradisional Melati sesuai dengan

keinginannya maka muncullah ruang yang tidak direncanakan tetapi muncul ruang

karena perilaku pedagang, yaitu menempati ruang koridor jalan Flamboya nRaya

yang digunakan untuk berdagang. Bentuk perilaku ini merupakan gambaran

fenomena yang menunjukkan adanya interaksi yang terjadi antara arsitektur sebagai

hasil desain dan interpretasi aktivitas pedagang yang berbeda sebagai pengguna.

78

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Cara Penyesuaian Pedagang Dalam Menempati Tempat
Berdagang di Pasar Tradisional Melati
Mengikuti peraturan-
peraturan yang telah
disepakati bersama
13%
Mengubah diri anda
20% agar sesuai dengan
lingkungan sekarang
67% (adaptasi)
Mengubah
lingkungan yang
sekarang agar sesuai
dengan diri anda

Gambar 5.33. Diagram cara penyesuaian pedagang dalam menempati tempat


berdagang di pasar
(Sumber : Data Primer diolah, 2018)

79

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pasar tradisional Melati khususnya pasar segar atau dikenal dengan istilah

Pajak Melati yang berlokasi di persimpangan sudut koridor jalan Flamboyan Raya

dengan koridor jalan Seroja Raya di kelurahan Tanjung Selamat, kecamatan Medan

Johor merupakan pasar swasta. Pasar ini berdiri diwilayah permukiman (jalan

Seroja Raya) dan kawasan komersial (jalan Flamboyan Raya). Pasar ini berdiri

tahun 2002 dengan bentuk bangunan yang masih sederhana dan dapat menampung

aktivitas perdagangan kebutuhan pokok. Pasar ini berdiri disekitar lingkungan pasar

barang bekas. Pasar barang bekas simbol di lingkungan ini dan menjadi generator

pusat berbelanja pembeli.

Identifikasi pasar berdasarkan teori Lilananda (1977) berdasarkan jenis

kegiatannya pasar tradisional Melati dikategorikan pasar eceran; berdasarkan lokasi

dan kemampuan layanannya pasar tradisional Melati dikategorikan pasar

lingkungan; berdasarkan waktu kegiatan operasionalnya pasar tradisional Melati

dikategorikan pasar siang dan malam; dan berdasarkan status kepemilikannya pasar

tradisional Melati dikategorikan pasar swasta. Adapun prinsip klasifikasi pasar

tradisional Melati menurut Kotller (1976) pasar kelas III atau disebut juga pasar

lingkungan.

Karakter perdagangan yang diperjualbelikan di pasar tradisional Melati ini

adalah kebutuhan sandang dan pangan. Mayoritas pedagang yang berdagang

didalam ruang pasar ini adalah pedagang kebutuhan pokok dan mayoritas pedagang

yang berdagang diluar pasar ini adalah pedagang pakaian.

80

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data tata guna lahan dan rencana tata ruang kota, pasar

tradisional Melati khususnya pasar segar belum meperoleh ijin pengoperasian

sebagai bangunan pasar yang layak. Hal ini diperkuat dari Dinas Perindustri

Perdagangan pemerintah kota Medan yang belum memberikan ijin pengoperasian

pasar dan retribusi kepada pengelola pasar. Berdasarkan hasil wawancara dengan

pemilik pasar, pasar tradisional Melatai hanya membanyar retribusi pajak bumi dan

bangunan kepada Dinas Pendapatan Daerah pemerintah kota Medan.

Keberadaan pasar tradisonal Melati di kecamatan Medan Tuntungan sudah

memenuhi syarat terbentuknya pasar berdasarkan teori 3 faktor utama syarat

penentuan pasar pada sebuah lokasi menurut David Dewar dan Vannesa W (1990).

Aksesbilitas pasar tradisional Melati menurut pedagang yang berdagang di

pasar tradisional Melati, sebanyak 40% mengatakan lumayan tingkat

aksesbilitasnya diakses dari kelurahan Tanjung Anom, Tanjung Selamat, Tanjung

Sari, dan Simpang Selayang. Sebanyak 65% pedagang mengatakan setuju terhadap

keberadaan lokasi parkir sangat mempengaruhi mobilitas pedagang dan

meningkatkan nilai jual komoditi barang mereka. Lokasi parkir yang berada di

pasar tradisional Melati masih belum tertata dengan baik dan menimbulkan

kemacetan pada jam ramai pasar.

Pada pasar tradisional Melati penataan ruang dalam pasar tidak beraturan.

Terlihat pedagang komoditi basah dan kering bebas memilih lokasi kios atau

lapak untuk berdagang. Tidak ada aturan penanganan tempat berdasarkan

komoditi pada ruang pasar ini. Pedagang bebas memilih tempat kios berdasarkan

kriteria spot yang mudah dilihat pembeli. Sistem sirkulasi ruang pasar tidak saling

81

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
terhubung, hal ini dapat dilihat dari adanya ruang pasar yang terpinggirkan.

Penyebab terjadinya ruang pasar pada bagian belakang yang tidak dihuni oleh

pedagang disebabkan oleh pola sirkulasi ruang pasar antar ruang yang tidak

terhubung.

Usia responden pedagang yang berdagang di pasar tradisional Melati

mayoritas berusia diatas 35 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Asal pedagang

yang berdagang di pasar tradisional Melati berasal dari kelurahan Tanjung Anom

dan lamanya pedagang berdagang di pasar diatas 6 tahun. Lamanya kepindahan

pedagang ke koridor jalan mayoritas diatas 2 tahun. Dapat disimpulkan mereka

telah berdagang di pinggir jalan selama 2 tahun. Rentan waktu usaha pedagang

setiap hari berdagang di pasar tradisional mulai dari jam 16.00-19.00 bertepatan

dengan jam pulang kantor para pegawai. Rata-rata pedagang berpendidikan hanya

sampai lulusan SD, bagi mereka menjadi pedagang tidak perlu memiliki pendidikan

tinggi dan ukuran luas lahan dasaran yang dibutuhkan pedagang minimal 2m²-5m².

Pola perilaku pengguna ruang secara teritori yaitu membatasi ruang yang

digunakan dengan menggunakan alat bantu berdagang seperti menggunakan kotak

kayu atau meja dan juga menggunakan bakul keranjang diletakkan di depannya.

Pasar tradisional Melati merupakan teritori publik dan lapak pedagang teritori

sekunder. Pola perilaku pengguna ruang secara crowding terlihat dari situasi

dimana sesorang pedagang tetap tidak mampu mempertahankan ruang privatnya.

Seperti hadir PKL yang berdagang bersampingan dengan pedagang tetap. Hal itu

terlihat dari banyak PKL yang memilih lokasi tempat berjualan dekat dengan arus

lalu lintas dan akases jalur transportasi umum.

82

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Pola perilaku pengguna ruang secara adaptasi terlihat dari tindakan

langsung dan penyesuaian mental. Contoh dari wujud adaptasi pedagang yang

berupa tindakan langsung adalah dengan membawa peralatan berdagang yang tidak

tersedia di pasar tradisional Melati. Tindakan ini tidak merubah lingkungan karena

peralatan tersebut tidak permanen dan dapat dibongkar. Contoh dari wujud adaptasi

pedagang yang berupa penyesuaian mental adalah masalah kebisingan, polusi udara

dan kekotoran pasar. Sebuah pasar tidak akan pernah lepas dari kebisingan dan

lingkungan kotor. Sehingga pedagang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan

tersebut dan secara bertahap akan terbiasa dengan lingkungannya.

Pola perilaku pengguna ruang secara adjustment terlihat dari banyaknya

pedagang yang menggelar lapak berdagang di pinggir koridor jalan. Hal ini terjadi

akibat ruang dalam pasar tradisional Melati tidak dapat menampung aktivitas

pedagang dan harga sewa yang mahal tidak sebanding dengan fasilitas ruang pasar,

sehingga para pedagang memilih berdaagang di koridor jalan yang disediakan

tempat oleh pemilik rumah di sekitar pasar. Bentuk perilaku ini merupakan

gambaran fenomena yang menunjukkan adanya interaksi yang terjadi antara

arsitektur sebagai hasil desain dan interpretasi aktivitas pedagang yang berbeda

sebagai pengguna ruang.

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa keadaan fasilitas pasar

tradisional Melati pada saat ini belum memadai untuk menampung aktivitas

penggina ruang yaitu pedagang sehingga mengakibatkan banyak pedagang tidak

menempati ruang pasar dan berpindah berdagang ke luar ruang pasar di sekitar

koridor jalan Flamboyan.

83

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
6.2. Saran dan Rekomendasi

Adapun saran dan rekomendasi yang disumbangkan peneliti adalah sebagai

berikut:

a. Mencantumkan izin berdagang dalam Perda Kota Medan sesuai dengan

kebijakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional.

b. Adanya kebijakan dan sanksi yang jelas mengenai pemanfaatan ruang yang

ada di pasar berdasarkan pengelompokan barang dagangan maupun luas

standar kios pedagang

c. Melakukan revitalisasi terhadap fasilitas fisik pasar sehingga dapat

menampung aktifitas pengguna ruang dengan baik.

d. Penerapan kebijakan sanksi tegas terhadap pedagang yang berdagang di luar

ruang pasar tepatnya di pinggir koridor jalan Flamboyan. Ini penting

dilakukan agar tidak menimbulkan keserawutan, kemacetan dan membuat

ruang dalam pasar dapat dijangkau oleh pengunjung pasar.

e. Melakukan edukasi kepada masyarakat publik tentang fungsi ruang pasar

tradisional dan fasilitasnya agar masyarakat dapat menggunakan ruang

pasar dan fasilitasnya sesuai dengan fungsinya.

84

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ahmaddin. 2002. Redesain Jakarta 2020. Jakarta: Kota Press.

Altman. 1975. The Environment and Social Behavior: Privacy, Personal Space,

Territory and Crowding. Monterey-California: Brooks/Cole.

Baum, A. et al. 1985. Understannding Environmental Stress. Strategies for

Conceptual and Methological Integration. New York: Lawrence Erlbaum

Ass. Paul.

Carmona, et al. 2003. Public Places-Urban Spaces, The Dimension of Urban

Design. Boston, MA: Architecturalpress.

David Dewar dan Vanessa Watson. 1990. Urban Market Developing Informal

Retailling. London: Rontledge.

Friedmann, John dan Weaver, Clyde. 1979. Territory and Function: The Evolution

of Regional Planning. London: Edward Arnold.

Harvey, David. 1973. Social Justice and The City. London: Edward Arnold.

Haryadi dan Setiawan. 1995. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Indriati, D. SCP dan Arif Widyatmoko. 2008. Pasar Tradisional. Semarang: PT.

Bengawan Ilmu.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Senin

25 April 2005

Kotler, Philip. 1976. Marketting Management: Analysis, Planning, and Control 3

th ed. Englewood Cliffs, N. J. : Prentice Hall International, Inc.

85

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lilinanda, Rudy P. 1997. Transformasi Pasar Tradisional Di Perkotaan Surabaya.

Surabaya: Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Kristen Petra.

Mc. Gee, T.G. dan Yeung, Y.M. 1977. Hawkers in South East Asian Cities:

Planning for The Bazaar Economy. Ottawa-Canada: International

Development Research Center.

Moersid, Adhi, 1995. Pasar Tradisional di Persimpangan Jalan, Makalah.

Palembang: Forum Musda IAI Cabang Sumatera Selatan.

Moleong, J. Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

Karya.

Rapoport, Amos. 1986. The Use And Design Of Open Spaces In Urban

Neighborhoods. Di D. Frick (eds) The Quality of Urban Life. Berlin: Walter

de Gruiter and Co.

Sarwono S. W. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo.

Simanjuntak, B. 2013. Dampak Otonomi Daerah di Indonesia: Merangkai Sejarah

Politik dan Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

Sinulingga, S. 2011. Metode Penelitian. Medan: USU Press.

Sommer, Robert, and Barbara B. Sommer. 1980. A Pratical Guide to Behavioral

Research. Oxford: Oxford University Press.

Sugiyono. 2000. Satistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Tandal dan Egam. 2011. Arsitektur Berwawasan Perilaku. Jurnal, Vol. 8, No. 1,

Mei, 2011. Manado: Media Matrasain.

86

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Widodo, Eko. 2008. Perancangan Kembali Pasar Tanjung Kota Mojokerto.

Skripsi, Malang: Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya. Tidak dipublikasikan.

Wijayanti, Retno. 2008. Karakteristik Aktivitas Pedagang Kaki Lima Pada

Kawasan Komersial di Pusat Kota, Studi Kasus : Simpang Lima, Semarang.

Jurnal Teknik, Vol. 30, No. 3, 2009: 162-170.

87

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN

Bapak/ Ibu yang saya hormati.

Saya mahasiswa Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara. Dalam hal

ini saya sedang melakukan penelitian dalam menyelesaikan tugas mata kuliah

skripsi. Kuisioner ini berhubungan dengan tanggapan bapak/ ibu dalam berdagang

di pasar tradisional Melati terhadap pembahasan skripsi penelitia saya. Hasil

kuisioner ini tidak dipublikasikan melainkan untuk kepentingan penelitian saya.

Atas bantuan, kesediaan waktu, dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih

DIISI OLEH PENELITI

Hari / Tanggal :

No. Kuisioner :

Jam Penelitian : a. 06.00-09.00 WIB

b. 10.00-13.00 WIB

c. 16.00-19.00 WIB

Jenis Sampel : a. Pedagang formal b. Pedagang non formal

(PKL)

Jenis Komoditi : a. Pedagang sayur d. Pedagang daging

b. Pedagang buah e. Pedagang sembako

c. Pedagang ikan

Lokasi berdagang : a. Didalam ruang pasar tradisional Melati

b. Di luar lingkungan sekitar pasar tradisional Melati

88

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
DIISI OLEH RESPONDEN

Petunjuk : Isilah data pribadi ini dengan benar, kemudian beri tanda

silang (X) pada pilihan a b c d kemudian jika butuh

keterangan tuliskanlah pada isian titik-titik.

I. Data pribadi pedagang

1. Nama : …………………………

2. Jenis kelamin : …………………………

3. Usia : a. Remaja (15-25 tahun) c. Orang tua (>35 tahun)

b. Dewasa (25-35 tahun) d. Lainnya

4. Alamat : …………………………

5. Asal pedagang : a. penduduk kelurahan Tanjung Anom

b.penduduk kelurahan Tanjung Selamat

c. penduduk kelurahan Simpang Selayang

d. penduduk kelurahan Tanjung Sari

6. Tingkat pendidikan : a. Lulus SD c. Lulus SMA

b. Lulus SMP d. Lulus Perguruan Tinggi

7. Rentan waktu usaha berdagang setiap hari : a. 06.00 – 09.00 WIB

b. 10.00 – 13.00 WIB

c. 16.00 – 19.00 WIB

8. Lamanya berdagang di pasar tradisional Melati :

a. 1-2 tahun c. 4-6 tahun

b. 2-4 tahun d. >6 tahun

89

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
9. Jika anda sebelumnya berdagang dari dalam ruang pasar pindah ke luar

ruang pasar tradisional Melati, berapa lama waktu kepindahan anda

berdagang di luar ruang pasar?

a. <12 bulan c. 19-24 bulan

b. 13-18 bulan d. >24 bulan

II. Tanggapan pedagang

1. Berapa ukuran minimal luas lahan dasaran yang dibutuhkan anda untuk

menampung aktivitas berdagang di pasar ?

a. < 2.00 m²

b. 2.00 m²-5.00 m²

c. 5.00 m²

2. Bagaimana menurut anda, aksesbilitas (pencapaian) menuju pasar

tradisional Melati?

a. Sangat buruk c. Lumayan e. Sangat Baik

b. Buruk d. Baik

3. Bagaimana menurut anda, keberadaan lokasi parkir sangat mempengaruhi

keberhasilan anda berdagang di pasar tradisional Melati?

a. Setuju c. Tidak tahu

b. Tidak setuju

4. Apakah anda mengenal pedagang-pedagang lainnya yang berdagang di

pasar tradisional Melati?

a. Kenal semua c. Tidak kenal

b. Kenal beberapa

90

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
5. Bagaimana cara anda dalam menentukan bentuk batasan/ pengaturan

tempat berdagang?

a. Menggunakan alat bantu berdagang

b. Pengaturan barang-barang dagangan

c. Membuat gelaran dasaran tanpa dinding

6. Berapa tarif restribusi sewa lapak berdagang di pasar tradisional Melati ?

……………………………………………………………………………

7. Berapa tariff restribusi kebersihan, listrik, dan kemanan yang anda harus

bayarkan setiap bulan di pasar tradisional Melati?

Restribusi kebersihan …………………………

Restribusi listrik …………………………

Retribusi keamanan …………………………

8. Faktor apa yang mempengaruhi anda memilih tempat berdagang?

a. Dekat dengan arus pejalan kaki

b. Dekat dengan arus lalu lintas dan akses jalur transportasi umum

c. Dekat dengan jalan keluar ata jalan masuk pasar (entrance)

9. Bagaimana cara penyesuaian anda dalam menempati tempat berdagang di

pasar tradisional Melati?

a. Mengikuti peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama.

b. Mengubah diri anda agar sesuai dengan lingkungan pasar sekarang

(adaptasi)

c. Mengubah lingkungan pasar sekarang agar sesuai dengan diri anda

91

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

You might also like