Professional Documents
Culture Documents
Perilaku Organisasi Kelompok 7 Utin, Mariawaty, Fikri Ikhsan
Perilaku Organisasi Kelompok 7 Utin, Mariawaty, Fikri Ikhsan
DISUSUN OLEH :
MARIAWATY (18612011409)
FIKRI IKHSAN (18612011437)
Puja dan puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena tanpa rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kami semua tidak dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini walaupun dalam bentuk
maupun isi yang sederhana.
Harapan kami semoga makalah ini dapat digunakan sebagai acuan, pedoman maupun petunjuk bagi
para pembaca, namun yang paling utama semoga makalah ini dapat menambah wawasan para pembaca
mengenai materi yang kami bahas dalam makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
membutuhkan banyak perbaikan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca yang membangun
sangat kami butuhkan untuk menyempurnakan pembuatan makalah-makalah kami yang akan datang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan pembuatan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Tuhan Yang
Maha Kuasa membalas jasa-jasanya dan senantiasa meridhai kita semua. Aamiin
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................1
BAB IIPEMBAHASAN………………………………………………………………
A. Pengertian Kekuasaan……………………………………………………….5
B. Pengertian Budaya Organisasi…………………………………………….…6
C. Dimensi Budaya Organisasi………………………………………………..…8
D. Jenis-Jenis Organisasi………………………………………………………....10
E. Nilai-Nilai Budaya Organisasi………………………………………………...10
F. Menciptakan Budaya Organisasi……………………………………………..12
G. Mempertahankan Budaya Organisasi………………………………………..14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................15
B. Saran.......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….16
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian. Tidak ada satupun manusia di
dunia ini yang dapat hidup tanpa tergantung ataupun memerlukan bantuan orang lain. Manusia selalu
hidup berkelompok, bersuku-suku hingga berbangsa-bangsa. Oleh karena itu konsekuensinya setiap
individu harus dapat beradaptasi dengan kelompok, agar dapat diterima dan merasa aman serta nyaman
didalamnya. Untuk menjadi orang yang diterima orang lain, diperlukan usaha-usaha tertentu untuk
mencuri hati orang lain tersebut. Hal ini merupakan arah seseorang untuk menjadi pemimpin dari
kelompoknya. Diharapkan nantinya kepemimpinan seseorang dapat menyentuh berbagai segi
kehidupan manusia seperti cara hidup, kesempatan berkarya, bertetangga, bermasyarakat bahkan
bernegara.
Antara kepemimpinan dengan budaya organisasi memiliki hubungan yang sangat erat. Kepemimpinan
dan budaya organisasi merupakan fenomena yang sangat bergantung, sebab setiap aspek dari
kepemimpinan akhirnya membentuk budaya organisasi.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi bagian pembahasan pada makalah ini, antara lain:
1. Apa itu kepemimpinan ?
2. Apa itu budaya Organisasi ?
3. Apa saja dimensi-dimensi budaya organisasi ?
4. Apa saja jenis-jenis budaya organisasi ?
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya maka tujuan dari penulisan makalah
ini, antara lain:
1. Bisa memahami pengertian peran kekuasaan
2. Bisa memahami pengertian budaya organisasi.
3. Bisa mengetahui dimensi-dimensi budaya organisasi.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEKUASAAN
Masalah kekuasaan mendapat perhatian dari berbagai ahli, karena gejala ini menunjukkan peranannya
yang seringkali menentukan di dalam hidup bernegara dan bermasyarakat. Kepemimpinan tidak hanya
berarti memimpin terhadap manusia, tetapi juga mempimpin terhadap perubahan. Seorang pemimpin
tidak hanya mempengaruhi bawahan, tetapi juga sebagai sumber inspirasi dan motivasi bawahannya.
Oleh karena itu, pandangan berbagai penapsiran kepemimpinan semakin beragam dalam
perkembangannya.
1) Terry (dalam Kartono, 1994;49) mengemukakan bahwa kekuasaan adalah aktivitas
mempengaruhi orang lain agar mereka mau bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok.
Sedangkan
2) R. Tannenbaum (dalam Harsey dan Balnchard, 1984:9) mengemukakan bahwa kepemimpinan
sebagai pengaruh antarpribadi yang dilakukan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses
komunikasi pada pencapaian tujuan tertentu.
Pandangan lain yang dikemukakan oleh
Stonner (1989:459) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dana
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok. Sedangkan Koontz
at.al. (1984:506) memberikan pengertian kepemimpinan sebagai mempengaruhi orang lain agar ikut
serta dalam mencapai tujuan umum. Definisi yang hampir sama dengan Koontz, dikemukakan
oleh Hosmer (dalam Timpe, 1999:21), yang mengatakan bahwa pemimpin adalah individu dalam suatu
organisasi yang mampu mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain dalam organisasi. Usaha
mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain dalam organisasi bertujuan tercapai usaha kelompok
yang terkoordinasi dan terpadu.
Dari berbagai pandangan mengenai kepemimpinan tersebut, maka pemimpin dalam kehidupan
organisasi mempunyai kedudukan yang strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diperlukan
dalam kehidupan kelompok. Di samping kedudukannya yang strategis, kepemimpinan mutlak
diperlukan, di mana terjadi interaksi kerjasama antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan
organisasi.
Dari berbagai definisi kepemimpinan yang telah diuraikan di atas, maka ada beberapa perbedaan dan
persamaan penekanannya. Sebagian menekankan kepada kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
orang lain dalam mencapai tujuan pada situasi tertentu. Sedangkan yang lainnya menekankan pada
bagaimana kemampuan seorang pemimpin mengarahkan orang lain untuk bekerjasama dalam
mencapai suatu tujuan tertentu. Stogdill (1974:7-16) secara rinci mengemukakan implikasi
dari definisi tersebut yaitu:
1. Kepemimpinan merupakan titik sentral proses kegiatan kelompok (leadership as a focus of group
processes).
2. Kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang memiliki pengaruh (leadership as personality and its
effects).
3. Kepemimpinan sebagai suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham (leadership as the art of
induling compliance).
4. Kepemimpinan adalah pelaksana pengaruh (leadership as the exercise of influence).
5. Kepemimpinan adalah tindakan dan perilaku (leadership as act and behavior).
6. Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi dan inspirasi (leadership as a from of persuation and
inspiration).
7. Kepemimpinan merupakan hubungan kekuatan dan kekuasaan (leadership as a power relation).
8. Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan (leadership as an instrument of goal attainment).
9. Kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi (leadership as an effect of interaction).
10. Kepemimpinan adalah peranan yang dibedakan (leadership as a differentiated role).
11. Kepemimpinan adalah sebagai inisiasi struktur (leadership as the initiation of structure).
Dari berbagai pendapat tersebut memberikan gambaran bahwa kepemimpinan dilihat dari sudut
pendekatan apapun mempunyai sifat universal dan merupakan gejala sosial.
B. PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI
Kebudayaan dalam bahasa inggris adalah “Culture” dalam bahasa Latin adalah “Colere” dan dalam
bahasa Indonesia juga diistilahkan dengan peradaban atau budi yang dalam Bahasa Arab disebut
dengan “Akhlaq”. Di Indonesia kebudayaan secara etimologi berasal dari kata Sansakerta yaitu
“Buddhayah”, bentuk jamak dari kata “Buddhi” (akal) sehingga dikembangkan menjadi budi-daya,
yaitu kemampuan akal budi seseorang atau sekelompok manusia.
Budaya adalah perilaku konvensional masyarakatnya, dan ia mempengaruhi semua tindakan. Budaya
adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya manusia. Budaya juga
merupakan sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Budaya organisasi adalah satu wujud
anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan
bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.
Budaya merupakan pola asumsi yang diciptakan, atau dikembangkan agar orang dapat menyesuaikan
diri dengan kehidupan organisasi. Budaya organisasi merupakan sebuah konsep yang sulit didiagnosis.
Definisi ini menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting. Pertama, budaya organisasi
diberikan kepada para karyawan baru melalui proses sosialisasi. Kedua, budaya organisasi
mempengaruhi perilaku kita ditempat kerja. Ketiga, budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang
berbeda. Masing-masing tingkat bervariasi dalam kaitannya dengan pandangan keluar dan kemampuan
bertahan terhadap perubahan.
Menurut Robbins, budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu
organisasi. Cara berpikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi yang dianut bersama oleh semua
anggota organisasi, dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya
sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi (Eliott Jaeques).
Menurut Wheelen dan Hunger budaya organisasi adalah himpunan dari kepercayaan, harapan dan nilai
yang dianut bersama oleh anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Budaya organisasi adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota
organisasi yang menentukan, sebagian besar, cara mereka bertindak.
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia, dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
Disamping itu, Mohammad Hatta memberi definisi kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu
bangsa. Sedangkan Zoetmulder memberi definisi kebudayaan adalah perkembangan terpimpin oleh
manusia budayawan dari kemungkinan-kemungkinan dan tenaga-tenaga alam terutama alam manusia,
sehingga ia merupakan sutau kesatuan yang harmonis.
Kebudayaan dekat kaitannya dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu ekstra
maupun ilmu-ilmu sosial sebagaimana telah diuraikan dimuka terutama karena membicarakan tentang
fenomena masyarakat. Budaya dapat meliputi antara lain:
1. Sistem Mata Pencaharian
2. Sistem Pendidikan
3. Sistem Persembahan
4. Sistem Seni
5. Sistem Moral
6. Sistem Hukum
7. Sistem Olahraga.
Budaya merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat, namun setiap
unsur masyarakat berbeda pula budayanya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya.
Menurut Benedict R. O’G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara
kelompok elite dengan kelompok massa.
Budaya organisasi dapat diperkuat dengan mewariskan nilai inti dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Organisasi dapat mencapai efektivitas hanya ketika karyawan-karyawannya berbagi nilai.
Nilai dari tenaga kerja yang semakin beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki organisasi.
Oleh karena itu merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya paling cocok dengan
nilai perusahaan merupakan hal yang penting.
Pada hakikatnya budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya
manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Berbeda dengan
peraturan yang bersifat kognitif, budaya pada umumnya lebih mengakar dan lebih berpengaruh pada
tingkah laku karyawan. Mengingat bahwa organisasi adalah kesatuan sebagai suborganisasi, maka
selalu ada kemungkinan bahwa budaya yang dominan di bagian-bagian tertentu bisa berbeda dengan
budaya yang dominan di bagian lainnya.
Terdapat banyak dimensi yang membedakan budaya. Dimensi ini mempengaruhi perilaku yang
mengakibatkan kekeliruan pemahaman, ketidaksepakatan atau bahkan konflik. Gibson (1996)
menyebutkan 7 dimensi budaya, yaitu hubungan manusia dengan alam, individualisme versus
kolektivisme, orientasi waktu, orientasi aktivitas, informalitas, bahasa dan kepercayaan.
Sedangkan dimensi-dimensi yang digunakan untuk membedakan budaya organisasi,
menurut Robbins (1996) ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat
budaya organisasi, yaitu:
1. Inovasi dan pengambilan resiko sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan berani
mengambil resiko.
2. Perhatian ke hal yang rinci sejauh mana para karyawan diharapkan mau memperlihatkan kecermatan,
anaisis dan perhatian kepada rincian.
3. Orientasi hasil sejauh mana manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mendapatkan hasil itu.
4. Orientasi orang sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil dari orang-orang di
dalam organisasi itu.
5. Orientasi tim sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan dalam tim-tim kerja, bukannya individu-
individu.
6. Keagresifan sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif, bukan bersantai.
7. Kemantapan sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankanya status quo sebagai lawan
dari pertumbuhan atau inovasi.
Hofsede (dalam Gibson, 1996) mengemukakan empat dimensi budaya, yaitu
1. Penghindaran atas ketidakpastian
Tingkat dimana anggota masyarakat merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas.
Perasaan ini mengarahkan mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk
memelihara lembaga- lembaga yang melindungi penyesuaian.
2. Maskulin vs feminitas
Tingkat maskulinitas adalah kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi, kepahlawanan, ketegasan,
dan keberhasilan materiil. Feminitas berarti kecenderungan akan kesederhanaan, perhatian pada yang
lemah, dan kualitas hidup.
3. Individu vs kebersamaan
Individualisme adalah kecenderungan dalam kerangka sosial dimana individu dianjurkan untuk
menjaga diri sendiri dan keluarganya. Kolektivisme berarti kecenderungan dimana individu dapat
mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas
mutlak yang mereka berikan.
4. Jarak kekuasaan
Ukuran dimana anggota suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi
tidak didistribusikan secara merata.
Berbagai pola asumsi dasar yang telah dipelajari kelompok dalam memecahkan berbagai persoalan
yang dihadapi (masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal) kepada anggota/generasi baru sebagai
arah yang benar untuk menduga, berfikir dan merasa dalam menghadapi masalah itu. Hal ini penting
dilakukan agar organisasi (perusahaan) dapat terus berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Untuk itu perlu diketahui pengembangan tahap-tahap budaya, yang oleh Indrapradja (1992) disebut
dimensi budaya dalam organisasi, yaitu:
1. Dimensi Pertama: Artifak-Artifak (Artifacts)
Artifacts adalah “benda-benda” hasil buatan manusia. Kita dapat mengamati suatu budaya dalam
artifak yang diciptakannya berupa kata-kata yang digunakan, tindakan para anggota organisasi dan
objek yang ada dalam organisasi. Yang dimaksudkan dengan “kata-kata budaya” di sini termasuk
bahasa khusus atau jargon yang digunakan oleh orang-orang dalam organisasi, kisah-kisah yang
diceritakan oleh mereka dan mitos-mitos yang dilestarikan oleh mereka.
Yang dimaksudkan dengan “tindakan-tindakan budaya” adalah upacara ritual (ritual and ceremonies)
yang diselengarakan dan diikuti oleh mereka, misalnya upacara bendera, rapan rutin harian, expose dan
bentuk penyajian lain, pemberian persetujuan rapat pimpinan secara berkala, rapat kerja pimpinan
cabang, rapat direksi, upacara pemberian penghargaan, malam silaturahmi, perayaan hari besar,
karyawan, dan sebagainya.
“Objek budaya” di sini termasuk busana yang dikenakan para anggota organisasi, meubel yang
digunakan dalam kantor, karya seni yang dipilih dan digunakan oleh para warga organisasi.
2. Dimensi Kedua: Perspectives.
Perspektif, berada satu lapisan di bawah permukaan yang kelihatan (artifak-artifak), tetapi masih
mudah untuk melihatnya. Yang termasuk ke dalam perspektif adalah berbagai norma sosial dan
peraturan yang mengatur bagaimana para warga organisasi harus berperilaku dalam situasi khusus.
Dengan adanya bergagai peraturan dan norma tersebut, para anggota organisasi tidak perlu
memecahkan permasalahan sosial organisasi secara baru setiap timbul permasalahan.
3. Dimensi Ketiga: Nilai-nilai (Values)
Nilai-nilai (Values) berada setingkat lebih dekat dengan inti suatu budaya organisasi. Values
mencerminkan falsafah dan misi organisasi, cita-cita organisasi, tujuan, dan standar organisasi. Para
anggota organisasi menggunakan nilai-nilai ini untuk menilai (judging) orang-orang, tindakan, dan
peluang serta mengambil keputusan atas nama organisasi.
4. Dimensi Keempat: Asumsi-Asumsi (Assumptions)
Pada lapisan terdalam, yaitu inti budaya organisasi, terdapatlah kepercayaan para anggota organisasi
yang tidak diucapkan tentang mereka sendiri dan mengenai orang lain. Asumsi budaya bersifat take for
granted, sehingga pada dasarnya kita harus menjadi bagian dari budaya itu kalau kita mau mengerti.
Akan tetapi kesulitannya adalah, sekali kita menjadi bagian dari budaya itu, kita tidak mengenalinya
lagi karena unsur budaya organisasi sudah menjadi bagian dari pandangan dunia kita secara otomatis.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa budaya organisasi merupakan sesuatu yang sungguh
kompleks. Akan tetapi, kita harus memiliki kemampuan mengalisis budaya organisasi secara akurat
apabila kita sungguh-sungguh mau mengerti mengapa organisasi melakukan hal-hal tertentu dan
mengapa para pemimpin organisasi itu dapat menghadapi kesulitan dalam menjalankan fungsi
kepemimpinannya.
D. JENIS-JENIS BUDAYA ORGANISASI
1. Berdasarkan Proses informasi
Robert E. Quinn dan Michael R. McGrath (dalam buku Arie Indra Chandra) membagi budaya
organisasi berdasarkan proses informasi sebagai berikut
a.Budaya Rasional
Dalam budaya ini, proses informasi individual (kalrifikasi sasaran pertimbangan logika, perangkat
pengarahan) diasumsikan sebagai sarana abagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktifitas
dan keuntungan atau dampak).
b.Budaya Ideologis
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan yang dalam, pendapat dan inovasi)
diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan revitalisasi (dukungan datri luar, perolehan sumber daya dan
pertumbuhan).
c. Budaya Konsensus
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi, partisipatif dan konsensus) diasumsikan
untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi (iklim, moral dan kerjasama kelompok).
d.Budaya Hierarkis
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi formal (dokumetasi, komputasi dan evaluasi) diasumsikan
sebagai sarana bagi tujuan kesinambungan (stabilitas, kontrol dan koordinasi).
2. Berdasarkan Tujuan
Talidzuduhu Ndraha membagi budaya organisasi berdasarkan tujuannya, yaitu
a.Budaya organisasi Perusahaan
b.Budaya organisasi Publik
c.Budaya organisasi Sosial
Nilai-nilai dan dan keyakinan organisasi merupakan dasar budaya organisasi. Keduanya juga
memainkan peranan penting dalam mempengaruhi etika berperilaku. Nilai memiliki lima komponen
kunci, Nilai (1) adalah konsep kepercayaan, (2) mengenai perilaku yang dihendaki, (3) keadaan yang
amat penting, (4) pedoman menyeleksi atau mengevaluasi kejadian dan perilaku, (5) urut dari yang
relative penting. Adalah penting untuk membedakan antara nilai pendukung dengan yang diperankan.
1. Nilai Pendukung
Menunjukkan nilai-nilai yang dinyatakan secara eksplisit yang dipilih oleh organisasi. Nilai-nilai
pendukung tersebut merupakan aspirasi yang akan dikomunikasikan secara eksplisit kepada para
karyawan, para manejer seperti Levin berharap bahwa nilai-nilai pendukung tersebut akan
mempengaruhi perilaku para karyawan secara langsung.
Perubahan dari budaya nasional yang menjadi yang lainnya mengakibatkan banyak perubahan pada
sikap seseorang dan gaya hidupnya. Organisasi budaya dapat disebut sebagai lingkungan psikologis
mental atau harapan kognitif yang membimbing sikap. Kepemimpinannya dipandu dengan enam
prinsip, yaitu:
a. Jangan hanya memberi perintah, tapi komunikasikan.
b. Pemimpin harus mendengar tanpa prasangka.
c. Mempraktekkan disiplin tanpa formalitas.
d. Kapten yang terbaik memberi tanggung jawab bukan perintah.
e. Crew yang berhasil tampil dengan taat.
f. Perubahan yang benar harus permanen.
Beberapa ahli berdebat bahwa budaya kerja sama yang jelas dan kuat menjadi kunci kelangsungan
organisasi dan sukses.
Deal & Kennedy dalam bukuhya Corporate Culture: The Roles and Ritual of Corporate, membagi
unsur penbentuk budaya organisasi sebagai berikut:
a. Lingkungan usaha
Kelangsungan hidup suatu organisasi (perusahaan) ditentukan oleh kemampuan perusahaan memberi
tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan lingkungan, yang di antaranya antara lain
meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi pemasok, kebijakan pemerinhtah dan
lain-lain.
b. Nilaip-nilai
Yaitu keyakina dasar yang diahut oleh sebuah organisasi. Nilai-nilai inti yang dianut bersasma oleh
anggota organisasi antara lain dapat berupa slogan atau motto yang dapat berfungsi sebagai jati diri dan
harapan konsumen.
c. Pahlawan
Yaitu tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya dalam kehidupan nyata.
Pahlawasn bisa berasal dari pendiri perusahaan, manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang
berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi.
d. Ritual
Stepen P. Robbins medefinisikan ritual sebagai deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan
dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi tersebut.
e. Jaringan budaya
Yaitu jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya merupakan aturan informasi primer.
Fungsinya menyalurkan infomasi dan melakukan interpretasi terhadap informasi.
2. Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Secara teoritis, proses bagaimana suatu perusahaan terbentuk telah dijelaskan oleh Schein dalam
bukunya Organizational Culture and Leadership. Menurut beliau, terbentuknya suatu budaya
organisasi dapat dianalisis dari tiga nilai sebagai berikut.
a. Teori Sociodinamic
Teori ini menitikberatkan pengamatan secara detail mengenai kelompok pelatihan, kelompok terapi
dan kelompok kerja yang mempunyai proses interpersonal dan emosional guna membantu menjelaskan
apa yang dimaksud dengan share dalam pandangan yang sama dari suatu masalah dan
mengembangkan share tersebut.
b. Teori Kepemimpinan
Teori ini menekankan hubungan atara pemimpin dengan kelompok dan efek personalitas dan gaya
kepemimpinan terhadap formasi kelompok yang sangat relevan dengan pengertian bagaimana budaya
organisasi tersebut terbentuk.
c. Teori Perkembangan (Learning Theory)
Teori ini menekankan pada informasi tentang bagaimana kelompok mempelajari kognitif, perasaan dan
penilaian, yang secara struktural dibagi menjadi dua tipe pembelajaran.
· Situasi penyelesaian masalah secara positif
· Situasi menghindari kegelisahan
Proses pembelajaran dimaksudkan untuk pewarisan budaya organisasi kepada anggota baru dan
organisasi.
Hanya ada sedikit penelitian mengenai perubahan budaya. Kesulitan dalam menciptakan budaya
bahkan menjadi lebih kompleks ketika berusaha melakukan suatu perubahan budaya signifikan.
Perubahan tersebut ialah:
a. Budaya begitu membingungkan dan tersembunyi sehingga budaya tidak dapat didiagnosis,
dikelola, dan diubah secara cukup.
b. Karena diperlukan teknik yang sulit, keterampilan yang langka, dan waktu yang cukup untuk
memahami budaya, serta bahkan lebih banyak waktu lagi untuk mengubahnya, usaha yang terencana
dan terperinci dalam perubahan budaya bukan merupakan hal yang benar-benar praktis.
c. Budaya membantu orang bertahan menghadapi periode kesulitan dan berperan menghilangkan
kecemasan. Salah satu cara budaya melakukan hal ini adalah dengan menyediakan kontinuitas dan
stabilitas.
Ketiga pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa manejer yang tertarik untuk melakukan perubahan
budaya berhadapan dengan tugas yang sulit. Akan tetapi, ada pemimpin berani, yang yakin bahwa
mereka dapat turut campur dan melakukan perubahan dalam budaya.
Robbins mengatakan bahwa budaya organisasi itu tidak muncul dari ruang yang hamppa atau dari
langit. Jadi ada suatu kekuatan yang mempenagruhi terciptanya suatu budaya organisasi. Asal mula
budaya organisasi di sini pendiri membangun nilai tertentu di organisasinya, kemudian dikembangkan
dan dipakai sebagai rujukan oleh anggota organisasi.
Robbins mencatat bahwa ada tiga kekuatan yang berperan dalam mempertahankan suatu budaya,
sebagai berikut:
1.Praktik seleksi, dalam keputusan final, seperti siapa kandidat yang akan dipekerjakan sangat
dipengaruhi oleh penilai, pengambil keputusan tentang seberapa baiknya kandidat akan cocok dengan
organisasi akan sangat berpengaruh terhadap upaya pelestarian budaya organisasi.
2.Manajemen puncak, melalui keteladanannya dalam berperilaku dalam menegakkan norna-norma
yang ada akan menentukan tetap tegaknya budaya yang telah disepakati.
3.Sosialisasi, yaitu proses yang mengadaptasikan para karyawan pada budaya organisasi itu. Kegiatan
sosialisasi dilaksanakan sejak tahap pra kedatangan, suatu kurun waktu pembelajaran yang dilakukan
sebelum seseorang karyawan baru bergabung secara resmi dengan organisasi.
Sosialisasi kemudian dilakukan pada tahap perjumpaan, tahap dalam mana pegawai baru menyaksikan
seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan
dapat berbeda. Tahap sosialisasi selanjutnya adalah apa yang disebut dengan tahap metamorphosis
BAB 3
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Pada hakikatnya budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya
manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Berbeda dengan
peraturan yang bersifat kognitif, budaya pada umumnya lebih mengakar dan lebih berpengaruh pada
tingkah laku karyawan. Mengingat bahwa organisasi adalah kesatuan sebagai suborganisasi, maka
selalu ada kemungkinan bahwa budaya yang dominan di bagian-bagian tertentu bisa berbeda dengan
budaya yang dominan di bagian lainnya.
Budaya organisasi dapat diperkuat dengan mewariskan nilai inti dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Organisasi dapat mencapai efektivitas hanya ketika karyawan-karyawannya berbagi nilai.
Nilai dari tenaga kerja yang semakin beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki organisasi.
Oleh karena itu merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya paling cocok dengan
nilai perusahaan merupakan hal yang penting.
Ditingkat berikutnya, budaya organisasi terdiri dari kepercayaan, dan nilai-nilai. Ditingkatan yang
paling dalam, budaya organisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan dalam
organisasi. Asumsi dasar ini biasanya mendasari kepercayaan dan niali-nilai anggota organisasi.
B. Saran- Saran
Saran yang penulis berikan dalam kajian budaya organisasi adalah bahwa budaya dalam
organisasi seharusnya dapat dijunjung tinggi dan dijaga di dalam suatu organisasi. Sebab tanpa adanya
budaya organisasi yang baik, suatu organisasi akan banyak memiliki suatu kesalahpahaman sehingga
kegiatan organisasi tersebut akan berjalan kurang baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://aroxx.blogspot.co.id/2013/10/dimensi-budaya-organisasi.html
https://dansite.wordpress.com/2011/03/22/hubungan-antara-kepemimpinan-dengan-budaya-organisasi/
http://imeldablogadress.blogspot.co.id/2016/01/kepemimpinan-dan-budaya-organisasi.html
http://makalahpsikologi.blogspot.co.id/2010/07/nilai-nilai-budaya-organisasi.html
http://www.geocities.ws/endang.komara/Pemimpin_dan_Pembentukan_Budaya_Organisasi.htm