You are on page 1of 18
iit Teori Reliabilitas Secara teknis, berbagai teori tes memberikan kerangka kerja umum yang menghubungkan antara variabel yang tampak (observed variables), seperti skor aitem dan skor tes, dengan Variable yang tidak tampak (unobservable variables), seperti skor abilitas atau skor laten. Dalam kerangka kerja teori tersebut kemudian disusunlah model! tes tertentu sesuai dengan spesifikasi hubungan di antara konsep-konsep teoretik yang dipergunakan beserta berbagai asumsi yang melandasinya. Teori tes klasik (Classical Test Theory - CTT) beserta modelnya telah diteliti dan dipergunakan dengan sangat berhasil sejak lebih dari 80 tahun yang lalu, dan sampai sekarang banyak sekali program testing yang tetap dilakukan dengan berlandaskan pada metode dan model pengukuran klasik, sekalipun sejak tahun 1990an para ahli pengukuran memiliki pilihan untuk menggunakan kerangka kerja teori klasik atau kerangka kerja teori respons aitem (Item-Response Theory disingkat JRT), atau menggunakan kombinasi keduanya (Hambleton & Jones, 1993). Teori tes klasik bekerja pada tataran skor tes dengan Menggunakan model linier dalam menjelaskan model skor. Tanpa membicarakan hubungan antara aitem dan abilitas secara spesifik, 68 teori ini dilandasi oleh berbagai asumsi yang lemah (yaitu asumsi yang mudah dipenuhi oleh data tes), dan dapat digu dengan layak meskipun hanya dengan sampel yang beruburan tidak terlalu besar (sekitar 200 sampai 500 subjek). ASUMSI TEORETIK MENGENAI SKOR Performansi individu, yaitu respons subjek terhadap aitem- aitem dalam skala pengukuran atau tes psikologi, dinyatakan dalam bentuk angka yang disebut skor (scores). Skor tidak lain daripada harga suatu jawaban terhadap pertanyaan dalam tes yang -meskipun tidak sempurna- merupakan representasi dari suatu atribut laten. Skor kuantitatif yang langsung diperoleh sebagai hasil Proses pengukuran dan belum diolah atau belum diderivasikan ini merupakan skor Perolehan (obtained scores atau observed Scores) yang selanjutnya disebut sebagai skor-tampak dan diberi simbol huruf xX. Bersamaan dengan itu, bagi setiap individu atau subjek yang mendapat skor-tampak xX, terdapat pula angka lain yang merupakan skor sesungguhnya. Skor sesungguhnya adalah angka performansi yang benar dan merupakan representasi murni dari atribut laten, yang tidak pernah dapat diketahui besarnya oleh karena tidak dapat diungkap secara langsung oleh tes iH 5a Skor yang sesungguhnya tersebut selanjutnya disebut sk ne (true-scores) yang dilambangkan oleh huruf T, . an Kemudian, menyertai setiap hasil pen ae pula adanya suatu komponen kesalahan dalam per lteorikan komponen eror (error) yang besaran kuantitasnya baa atau individu dalam setiap tes juga tidak dapat diketahui, i eror dalam pengukuran ini disimbolkan dengan huruf E. 69 Ketiga komponen skor tes di atas, dalam Teori Skor Klasik, diasumsikan memiliki hubungan sebagaimana diuraikan oleh Allen & Yen (1979) berikut ini: Asumsil: X= T+E Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan yang berlaku di antara skor-tampak, skor-murni, dan eror adalah bersifat aditif. Besarnya skor-tampak X bagi setiap individu ditentukan bersama oleh besarnya skor-murni T individu tersebut dan besarnya eror pengukuran E. Dengan kata lain, bilamana dalam pengukuran tidak terjadi eror (yaitu bilamana E = 0) maka skor-tampak X akan identik dengan skor-murni T. Sebaliknya, bila dalam pengukuran terjadi eror, maka eror negatif akan menyebabkan underestimasi terhadap skor-murni sedangkan eror positif akan menghasilkan skor-tampak yang merupakan suatu overestimasi terhadap skor-murni. Seseorang yang memiliki skor IQ yang murni atau yang sesungguhnya sebesar T\, = 104, dan dari pengukuran dengan suatu tes IQ ia memperoleh skor sebesar Xi, = 110, maka hasil pengukuran tersebut mengandung eror sebesar E = +6. Bila pada kesempatan lain orang yang sama dites kembali dengan tes yang sama dan kemudian diperoleh hasil sebesar Xi, = 103, maka pada pengukuran yang ke dua ini terjadi eror sebesar E = -1. Dapat pula terjadi -pada kesempatan lain- diperoleh Xig = 104 yang berarti eror pengukurannya adalah E = 0. Salah-satu di antara tiga macam hasil yang dicontohkan tersebut akan terjadi pada setiap kali pengukuran dilakukan. Karena besarnya skor-murni seseorang diasumsikan tetap pada setiap pengukuran yang diulang (dengan asumsi setiap pengulangan pengukuran bersifat independen satu sama lain), maka besarnya varians skor-tampak X yang diperoleh individu akan tergantung pada variasi eror pengukuran E yang terjadi. 70 Asumsi2: €(X) = T Asumsi ini menyatakan bahwa skor-murni T merupakan nilai harapan X (expected value of X), yaitu €(X). Jadi, skor T merupakan harga rata-rata dari distribusi teoretik skor X apabila individu yang sama dikenai tes yang sama berulangkali dengan asumsi pengulangan tes itu dilakukan tidak terbatas banyaknya sedangkan setiap pengulangan tes adalah independen satu sama lain. Dari ilustrasi terdahulu, dapat dikatakan bahwa skor-murni IQ sebesar T,, = 104 merupakan rata-rata teoretik atau €(X.) dari suatu distribusi teoretik skor-tampak IQ bagi individu yang bersangkutan, andai ia dites berulangkali sampai tak terbatas banyaknya (sekali lagi hal ini berlaku hanya dengan asumsi tidak adanya pengaruh kelelahan dan hasil tes yang satu tidak saling mempengaruhi dengan hasil yang lain). Asumsi3: Per = O Korelasi antara eror pengukuran dan skor-murni adalah 0. Menurut asumsi ini -bagi suatu kelompok populasi subjek yang dikenai tes- distribusi eror pengukuran E dan distribusi skor-murni T adalah independen satu sama lain. Variasi eror tidak tergantung pada variasi skor-murni. Implikasinya adalah bahwa skor-murni yang tinggi (abilitas subjek tinggi) tidak akan mempunyai eror yang selalu positif ataupun selalu negatif. Hal yang serupa juga berlaku bagi skor-murni yang rendah (abilitas subjek rendah), mereka juga tidak akan cenderung mengandung eror yang selalu positif atau pun selalu negatif. Dengan kata lain, overestimasi tidak hanya dapat terjadi terhadap skor-murni yang rendah tapi juga dapat terjadi terhadap skor-murni yang tinggi. Sebaliknya, underestimas: 71 tidak hanya dapat terjadi pada skor-murni yang tinggi tapi juga dapat terjadi pada skor-murni yang rendah. Asumsi@€ = Peteo= O Bila E, melambangkan eror pada pengukuran atau pada tes pertama dan E, melambangkan eror pada tes yang ke dua maka asumsi ini mengatakan bahwa distribusi eror pengukuran pada kedua tes tersebut, yaitu E; dan E,, tidak berkorelasi satu sama lain. Artinya, besarnya eror pada suatu tes tidak tergantung pada eror dari tes lain. Seseorang yang skor-tampaknya pada tes yang pertama mengandung eror besar tidak berarti akan mempunyai eror yang besar pula pada skor-tampak tes yang ke dua, begitu juga sebaliknya. Asumsi ini berlaku dengan pengertian bahwa pada tes yang pertama dan pada tes yang ke dua tidak ada pengaruh kelelahan, pengaruh latihan, dan pengaruh semacamnya. Adanya faktor-faktor luar yang secara sistematik mempengaruhi skor pada kedua tes secara bersamaan akan menyebabkan adanya korelasi di antara eror dari kedua tes yang bersangkutan. Asumsi 5? Per2 = 0 Asumsi ke lima mengatakan bahwa eror pada suatu tes (E;) tidak berkorelasi dengan skor-murni pada tes lain (T;). Artinya, eror pada satu tes tidak tergantung pada skor-murni pada tes lain. Asumsi ini tidak berlaku apabila salah-satu tes yang bersangkutan ternyata mengukur atribut yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya eror pada pengukuran yang lainnya. Itulah lima asumsi pokok mengenai skor tes dalam teori skor-murni klasik. Dalam teori ini, apa yang dimaksudkan dengan eror dalam pengukuran adalah penyimpangan skor-tampak dari 72 skor harapan teoretik yang terjadi secara random atau terjadi tidak secara sistematik, sedangkan penyimpangan yang terjadi secara sistematik tidaklah dianggap sebagai sumber eror. Berkaitan dengan asumsi-asumsi di atas, dirumuskan pula konsep mengenai tes yang para/e/, Menurut teori ini, dua bentuk tes disebut paralel satu sama lain apabila skor-murni dari setiap subjek adalah sama pada kedua tes tersebut (yaitu T =T), dan bagi setiap populasi subjek yang dikenai tes-tes tersebut varians eromya adalah sama besar yaitu of = oe*. Batasan tersebut mengandung arti bahwa dua tes yang paralel akan memiliki mean dan varians skor-tampak yang setara serta keduanya memiliki korelasi dengan skor-tampak tes lain yang setara pula. Walaupun demikian, distribusi skor-tampak subjek pada dua tes yang paralel tidak harus berkorelasi sempurna. Batasan lain yang dirumuskan oleh teori skor-murni klasik adalah pengertian mengenai dua bentuk tes yang memiliki sifat essentially T-equivalent (pada dasarnya memiliki skor-murni yang setara). Dua bentuk tes mempunyai sifat essentially T- equivalent apabila besarnya perbedaan skor-murni setiap individu pada kedua tes tersebut, selalu tetap. Jadi, bila skor-murni seseorang pada tes yang pertama besarnya adalah T; dan skor-murninya pada tes yang ke dua besarnya adalah T, maka berlaku 11 = Tr + C, di mana C merupakan suatu bilangan konstan. Dua tes yang bersifat essentially T-equivalent dapat saja memiliki varians eror yang berbeda karena keduanya belum tentu merupakan tes yang paralel, namun sebaliknya setiap dua bentuk tes yang paralel tentu memenuhi syarat untuk disebut sebagai tes yang bersifat essentially T-equivalent. RELIABILITAS DAN EROR PENGUKURAN Salah-satu asumsi dalam teori skor klasik yang telah dikemukakan terdahulu menyatakan bahwa skor-tampak X terdir! atas komponen skor-murni T dan komponen eror E dalam kadar tertentu, yaitu X = T + E. Dalam kasus dengan 7 yang tidak terbatas, diasumsikan bahwa eror pengukuran akan memiliki suatu distribusi dengan angka rata-rata eror ({/-) sebesar 0 dan varians r sebesar oe. Semakin besar porsi varians eror maka pe ran semakin kurang reliabel, sebaliknya semakin kecil porsi varians eror maka hasil pengukuran tes dikatakan semakin reliabel. Bila dari suatu populasi individu varians skor-murninya adalah oF dan bila varians eror oe adalah sama bagi setiap skor individu dalam populasi tersebut, maka besarnya reliabilitas hasil ukur dapat dirumuskan sebagai Py = of (Of + 02°). Jadi, variabilitas keseluruhan dari skor individual, yaitu (of +02), disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama disebabkan perbedaan yang sesungguhnya di antara individu (diperlihatkan oleh@7s"dan yang ke dua disebabkan oleh variabilitas eror (yang diperlihatkan oleh Oe). Dari sini dapat dikatakan bahwa reliabilitas hasil ukur adalah proporsi variabilitas skor tes yang disebabkan oleh perbedaan yang sebenarnya di antara individu, sedangkan ketidakreliabelan hasil ukur adalah proporsi variabilitas skor tes yang disebabkan oleh eror pengukuran. Selanjutnya, berdasarkan asumsi-asumsi teoretik mengenai skor yang diuraikan di atas, koefisien reliabilitas hasil pengukuran ?,, dapat diinterpretasikan sebadaieberikut (Allen & Yen, 1979). Interpretasi 1: Px’ = korelasi skor-tampak antara dua tes yang paralel Interpretasi ini mengatakan bahwa besarnya_ koefisien reliabilitas hasil ukur ditentukan oleh sejauhmana_ distribusi skor-tampak pada dua tes yang paralel, berkorelasi. Bila setiap individu, pada dua tes yang parallel, memperoleh skor-tampak X dan X’ yang masing-masing identik atau masing-masing memiliki perbedaan yang sama dan pada masing-masing distribusi skor tes terdapat variasi, yaitu varians skor-tampaknya tidak sama c 0, maka kedua tes tersebut mempunyai reliabilitas yang s dengan koefisien sebesar pj. = 1,00. Sebaliknya, bila Skor-tampak pada suatu tes tidak berkorelasi sama sekali dengan distribusi skor-tampak pada tes paralelnya maka skor pada kedua tes tersebut tidak reliabel dan koefisien reliabilitasnya P.. = 0 Koefisien Korelasi antara skor X dengan skor X’ sebesar 0,90 berarti koefisien reliabilitas hasil ukur tes tersebut (baik X maupun X) adalah 0,90. Interpretasi ini menjadi asumsi dasar dalam prosedur estimasi reliabilitas dengan pendekatan bentuk-paralel (parellel-forms) dan prosedur estimasi reliabilitas pengukuran dengan pendekatan bentuk sejajar (a/ternate-forms) Interpretasi 2: Dox? = besarnya proporsi varians X yang dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan Xx Kuadrat koefisien reliabilitas adalah sama dengan besarnya proporsi varians skor X yang dapat dijelaskan oleh hubungan liniemya dengan skor xX’. Interpretasi ini sama dengan pengertian koefisien determinasi sebagaimana dilakukan terhadap _hasil komputasi koefisien korelasi linier Pearson. Jadi, besarnya kuadrat koefisien reliabilitas dapat diartikan sebagai besarnya proporsi varians suatu tes yang dapat dijelaskan oleh varians skor pada tes lain yang paralel dengannya. Dengan koefisien reliabilitas Px = 0,90 berarti proporsi varians skor X yang dapat dijelaskan oleh skor X’ adalah 0,81 atau 81%. Besamya proporsi vanians skor tes X yang dijelaskan oleh varians skor tes X' yana paralel 75 : eee: Interpretasi 3: Pyy' = O; / Oy Koefisien reliabilitas adalah perbandingan antara varians skor-murni dan varians skor-tampak pada hasil ukur suatu tes. Dapat juga dikatakan bahwa koefisien reliabilitas adalah besarnya proporsi varians skor-murni yang terkandung dalam varians skor-tampak. Suatu koefisien reliabilitas sebesar 2,. = 0,80 berarti bahwa 80 persen dari varians skor-tampak merupakan varians skor-murni. go Varians skor-tampak = 0,2 80% — ~_ Varians skor-mumi = 0 Ketika semua perbedaan yang terjadi pada skor-tampak merefleksikan perbedaan skor-murni diantara subjek, yaitu 0,° = *, Maka reliabilitas hasil ukur tersebut adalah sempurna dengan Px’ = 1,00. Dalam hal ini perbedaan setiap skor-tampak roleh subjek yang satu dengan yang lainnya memang inkan_ perbedaan skor-murni yang ada diantara mereka, merupakan perbedaan yang disebabkan oleh faktor-faktor in sebagai sumber eror dalam pengukuran itu. Bila reliabilitas hasil pengukuran tidak sempurna, yaitu bila besarnya koefisien reliabilitas dinyatakan sebagai Px < 1,0 berarti dalam pengukuran yang dilakukan oleh tes yang bersangkutan terkandung sejumlah eror. Besar-kecilnya eror dicerminkan oleh seberapa jauh jarak Px dari angka 1,0. Semakin kecil koefisien reliabilitas, yaitu semakin jauh dari angka 1,0 berarti semakin besar variasi eror pengukuran yang terjadi. 76 Koefisien reliabilitas yang besarnya mendekati atau same dengan 0 menunjukkan bahwa keseluruhan skor-tampak dalam tes itu hanya merefleksikan eror pengukuran semata-mata dan perbedaan di antara skor-tampak yang terjadi tidak menunjukkan perbedaan yang sebenarnya ada di antara skor-murni subjek melainkan menunjukkan adanya eror yang timbul secara random Interpretasi ini sangat penting artinya dalam menilai dan memutuskan apakah suatu koefisien reliabilitas dapat dianggap sebagai cukup bermakna atau tidak dan apakah hasi! ukur tes yang bersangkutan cukup memuaskan atau tidak. Interpretasi 4: Py = Pat” < Koefisien reliabilitas merupakan kuadrat koefisien korelasi antara skor-tampak dan skor-murni. Jadi, bila koefisien reliabilitas Pax = 0,64 maka Px = V0,64 = 0,80. Bila besarnya koeli: = 0,49 maka Px = V0,49 = 0,70. 1 Pee ~~. Dari kedua contoh di atas tampak bahwa koefisien korelasi antara skor-tampak dengan skor-murni selalu akan lebih besar daripada koefisien reliabilitasnya, selama koefisien reliabilitas itu tidak sama dengan 0 atau 1,0. Adalah fakta dan kebenaran logis pula bahwa koefisien korelasi antara skor suatu tes dengan skor pada tes atau pada variabel lain tidak akan lebih tinggi daripada koefisien korelasi skor-tampak tes itu dengan skor-murninya sendiri. Kalau skor-tampak pada tes atau variabel lain itu diberi simbol Y maka kenyataan tersebut mendukung pernyataan bahwa Prt 2 Px yaitu korelasi maksimal antara X dan Y adalah p,.. Menurut interpretasi ini, yaitu Py = 2,7 atau Vox = Paty maka Vx 2 Px. Dalam simbolisasi validitas, skor X sendiri merupakan skor tes dan skor Y merupakan skor kriteria validasi sedangkan kofisien validitas disimbolkan oleh Pry, Oleh karena itu 77 nyatalah bahwa besarnya koefisien validitas hasil ukur (Dx) tidak akan melebihi besarnya akar kuadrat koefisien reliabilitasnya (VPec), sehingga dapat disimpulkan bahwa rendahnya reliabilitas akan_mémbatasi validitas. Interpretasi 5: Dy = 1 - Pye? Interpretasi kelima menyatakan bahwa koefisien reliabilitas adalah sama dengan satu dikurangi oleh kuadrat koefisien korelasi antara skor-tampak dengan eror pengukuran. Semakin tinggi korelasi antara skor-tampak dan eror pengukuran, akan semakin kecil koefisien reliabilitasnya. Interpretasi seperti ini erat berkaitan dengan suatu pengertian bahwa sejauhmana varians skor-tampak mencerminkan eror pengukuran dapat dilihat pada penurunan besaran koefisien reliabilitas. Besarnya proporsi varians skor-tampak yang berkaitan dengan varians eror dilambangkan oleh ye’. Semakin besar Proporsi varians eror tersebut maka semakin eratlah kaitan antara skor-tampak yang diperoleh subjek dengan eror pengukuran dan koefisien reliabilitas hasil tes semakin rendah. Idealnya, antara skor-tampak dan eror pengukuran sama sekali tidak berkorelasi (Pee = 0), yang artinya reliabilitas pengukuran adalah sempurna. : 2 Interpretasi 6: Pyx' = 1 - oe Ox Sebagaimana interpretasi 5, interpretasi ini mengaitkan koefisien reliabilitas dengan besarnya proporsi varians eror yang terkandung dalam varians skor-tampak. Telah diketahui bahwa besarnya varians eror akan mempengaruhi tingginya koefisien reliabilitas. Bila varians eror sangat kecil maka skor hasil tes akan mempunyai koefisien reliabilitas yang tinggi. Di sisi lain dapat dilihat bahwa derajat heterogenitas skor subjek yang ditunjukkan oleh besarnya oO, mempunyai pengaruh penting terhadap koefisien reliabilitas. Di bawah asumsi varians eror tetap, tinggi-rendahnya koefisien reliabilitas akan tergantung pada besar-kecilnya varians skor-tampak dari kelompok subjek yang bersangkutan. Pada kelompok subjek yang skor-tampaknya homogen -yaitu yang memiliki G7 kecil- harga rasio oe, akan relatif lebih besar dibandingkan dengan harganya pada kelompok subjek yang heterogen (yang terdistribusi dengan Ox. besar). Oleh sebab itu, koefisien reliabilitas hasil ukur suatu tes yang dihitung dari data suatu kelompok yang homogen akan relatif lebih rendah dibandingkan dengan koefisien reliabilitasnya apabila dihitung berdasarkan data kelompok yang heterogen. Sebagai ilustrasi, bila estimasi dilakukan terhadap reliabilitas pengukuran suatu tes 1Q berdasarkan data kelompok mahasiswa (kemampuan mental umum mereka dapat dianggap relatif homogen) maka koefisien reliabilitas yang diperoleh cenderung akan lebih rendah dibanding kalau tes IQ tersebut dikenakan pada kelompok remaja campuran dari berbagai tingkat pendidikan dan usia dan menyertakan pula mereka yang tidak bersekolah, dikarenakan varians skor IQ pada kelompok campuran ini akan lebih besar. Demikianlah enam di antara cara interpretasi koefisien reliabilitas menurut teori skor-murni klasik. Koefisien reliabilitas yang diperoleh sebagai hasil komputasi terhadap data skor- tampak merupakan suatu estimasi terhadap reliabilitas hasil pengukuran sedangkan reliabilitas skor yang sesungguhnya tidak dapat diketahui. Besaran koefisien reliabilitas diteorikan berkisar antara 0 sampai dengan 1,0 akan tetapi dalam kenyataannya koefisien reliabilitas hasil ukur psikologi yang mencapai angka 1,0 tidak pernah dapat diperoleh. Koefisien reliabilitas yang berada di antara 0 dan 1,0 dapat diartikan sebagai berikut: 79 a, Hasil pengukuran yang dilakukan oleh tes yang bersangkutan mengandung sejumlah eror. b. X=T+E. G oe = of + Oe, yaitu varians skor-tampak terdiri atas varians skor-murni dan varians eror. d. Perbedaan skor-tampak yang diperoleh subjek sebagian memang mencerminkan adanya perbedaan skor-murni dan sebagian lain mencerminkan adanya eror. e. Px = Vow, yaitu korelasi antara skor-tampak dan skor-murni sama dengan akar kuadrat reliabilitas. f. Pre = V(1- Px’), yaitu korelasi antara skor-tampak dengan eror adalah sama dengan akar kuadrat dari (1 dikurangi koefisien reliabilitas). 9. Pw = OF/02. h. Semakin tinggi koefisien reliabilitas 7," berarti estimasi X terhadap T semakin dapat dipercaya dikarenakan varians erornya semakin kecil. VARIANS EROR DAN SKOR-MURNI Salah-satu interpretasi reliabilitas yang telah diuraikan di atas dirumuskan dengan mengaitkan varians eror dan varians skor-tampak, yang dinyatakan sebagai p,, = 1- 02/02. Dengan berlakunya asumsi konstansi varians eror bagi setiap individu, dapat dilihat bahwa perbedaan koefisien reliabilitas semata-mata tergantung pada perbedaan varians skor-tampak. Semakin besar 80 varians skor-tampak maka koefisien reliabilitas cenderung akan semakin besar pula. Hubungan tersebut membawa kepada makna reliabilitas dalam arti kecermatan fungsi tes dalam mengungkap skor-murni, Perhatikan derivasi berikut ini. = 8 Pxxr = 1 oe 2 oe So PS oe Prxt G3 = 02(1 — Pyxr) Ge = Oxf 1 = Prxr Persamaan yang diperoleh terakhir -yang berupa akar kuadrat dari varians eror- dinamai eror standar dalam pengukuran (standard error of measurement). Semakin kecil harga 02 maka hasil pengukuran semakin cermat dan semakin dapat dipercaya. Dengan mengetahui besarnya eror standar dalam pengukuran, kecermatan hasil ukur dapat diperlihatkan oleh lebar-sempitnya interval kepercayaan skor-murni. Interval kepercayaan skor-murni diestimasi berdasarkan asumsi: (a)bahwa teori skor-murni klasik berlaku, (b)bahwa bagi kelompok subjek yang bersangkutan eror pengukuran terdistribusi secara normal, dan (c)bahwa eror standar pengukuran dalam populasi adalah sama bagi semua subjek (homoscedasticity) (Allen & Yen, 1979). Bila semua asumsi tersebut terpenuhi, maka interval kepercayaan bagi skor-murni dirumuskan sebagai: X - (Za2)0e TSX + (Zap2)0e 81 Dalam formula di atas, 2/2 adalah nilai kritis dua-ujung pada taraf kepercayaan yang dikehendaki yang besarannya dapat dilihat pada tabel deviasi standar normal (lihat Lampiran A). Sebagai ilustrasi, suatu tes memiliki koefisien reliabilitas Px = 0,800 yang diperoleh dari sekelompok subjek yang memiliki varians skor oe = 20. Seberapakah kecermatan hasil pengukuran tes tersebut? Pertama, tentukan terlebih dahulu taraf kepercayaan yang dikehendaki, umpamanya sebesar 90%. Taraf kepercayaan 90% berarti sama dengan taraf signifikansi sebesar 10% atau a = 0,10 sehingga a/2 = 0,05. Pada tabel deviasi normal dicari nilai 2/2 yang dalam contoh ini adalah 2,95 untuk kedua ujung distribusi (two-tailed), yaitu dengan melihat pada p = 0,05 atau melihat pada p = 0,95 akan tampak bahwa nilai z yang dimaksud adalah + 1,65. Kemudian, penghitungan eror standar dalam pengukuran bagi kelompok subjek ini menghasilkan a2 = v[20(1-0,800)] = 2. Dengan demikian, interval kepercayaan 90% skor-murni bagi skor X adalah: X- Ze S$ TEX + (Zo2)02 X - (1,65)(2) < T $ X + (1,65)(2) X-3,3ST

You might also like