You are on page 1of 36

STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

SKRIPSI

PENGARUH SLOW DEEP BREATHING TERHADAP SKALA NYERI

PADA PASIEN YANG DILAKUKAN PEMASANGAN

DC (DOWER CATHETER) DI RUANG IGD

RUMAH SAKIT MARDI WALUYO

KOTA METRO

Oleh:
AGNES ADELIA FEKARISTI
NIM. 2306002

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA
2023

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebuah Rumah Sakit adalah pintu

masuk utama bagi pasien yang membutuhkan bantuan perawatan segera.

Perawat yang bertugas di IGD memiliki peranan penting dalam

memberikan pelayanan keperawatan dapat dilakukan baik mandiri

(independen), kolaborasi dengan dokter untuk memberikan pengobatan

pasien (dependen) dan bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya

(interdependen). Pemasangan kateter urin sebagai salah satu bentuk fungsi

kolaborasi yang sering dilakukan untuk kepentingan evaluasi pasca

resusitasi cairan pada pasien di IGD.Indikasi lainnya adalah untuk

membantu pasien yang tidak mampu melakukan urinasi spontan. Potter

&Perry (2010) menjelaskan bahwa banyak pasien merasa cemas dan takut

karena rasa nyeri saat pemasangan kateter urin.

Prevalensi pasien yang menjalani kateterisasi urin di Indonesia

sekitar 15-25% dari jumlah pasien yang ada (Pusat Pengendalian dan

Pencegahan Penyakit 2015). Berdasarkan presurvey yang dilakukan pada

pasien yang diberikan tindakan pemasangan kateterisasi urin di ruang IGD

Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro pada bulan september-oktober

2023 yaitu 10-15% dari 1400-1600 pasien dan sebagian besar pasien

mengeluh nyeri saat dilakukan pemasangan DC (Dower Catheter).

Dampak nyeri yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang
membahayakan diluar ketidaknyamanan yang disebabkannya. Selain

merasakan ketidaknyamanan dan menganggu, nyeri akut yang tidak reda

dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskular, gastrointestinal,

endokrin, dan immunologik (Smeltzer & Bere, 2012), untuk menghindari

dampak nyeri, maka perlu dilakukan upaya penatalaksanaan nyeri.

Penatalaksanaan nyeri terdiri dari intervensi non-farmakologis antara

lain meliputi relaksasi dan imajinasi terpimpin, distraksi, terapi musik,

stimulasi kutaneus, dan terapi herbal. Selain itu terdapat pula intervensi

farmakologis yang meliputi terapi analgesik dan pemberian plasebo.

Intervensi farmakologis merupakan metode penanganan nyeri yang paling

umum dan sangat efektif, namun penggunaannya dapat memiliki efek

samping (Potter & Perry, 2012).

Penatalaksanaan nyeri secara nonfarmakologis digunakan untuk

menghindari efek samping pengobatan farmakologis. Penatalaksanaan

nyeri secara nonfarmakologis yang sering digunakan kerena aman dan

mudah cara penerapannya dapat berupa teknik relaksasi. Relaksasi yang

dapat digunakan yaitu teknik slow deep breathing merupakan tindakan

yang disadari untukmengatur pernafasan secara dalam dan lambat yang

dapatmenimbulkan efek relaksasi. Slow deep breathing adalah metode

bernapas yang frekuensi bernapas kurang dari 10 kali permenit dengan

fase ekshalasi yang panjang. Slow deep breathing atau relaksasi napas

dalam dengan tempo lambat merupakan tindakan yang disadari untuk

mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan


efek relaksasi yang bertujuan untuk menurunkan tekanan darah,

mengurangi rasa nyeri, dan mengurangi stres atau cemas (Pirmaari 2017).

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Slow Deep Breathing Terhadap Skala Nyeri

Pada Pasien Yang Dilakukan Pemasangan DC (Dower Catheter) Di Ruang

IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro Tahun 2023”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas maka rumusan masalah

penelitian ini adalah bagaimana pengaruh slow deep breathing terhadap skala

nyeri pada pasien yang dilakukan pemasangan DC (Dower Catheter) di

Ruang IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro Tahun 2023?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh slow deep

breathing terhadap skala nyeri pada pasien yang dilakukan Pemasangan

DC (Dower Catheter)di Ruang IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota

Metro Tahun 2023.

2. Tujuan Khusus

a.Untuk mengetahui distribusi frekuensi skala nyeri pasien pada saat

dilakukan pemasangan DC (Dower Catheter) yang tidak diberikan

teknik slow deep breathingdi ruang IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo

Kota Metro Tahun 2023.


b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi skala nyeri pasien pada saat

dilakukan pemasangan DC (Dower Catheter) yang diberikan teknik slow

deep breathingdi ruang IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro

Tahun 2023.

c.Untuk mengetahui pengaruh slow deep breathingterhadap skala nyeri

pada pasien yang dilakukan pemasangan DC (Dower Catheter)di ruang

IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro Tahun 2023.

D. Manfaat Karya Tulis Ilmiah

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukkan dan

sumber data tentang teknik slow deep breathingterhadap skala nyeri

pasien yang dilakukan pemasangan DC (Dower Catheter).

b. Menambah pengalaman dalam menerapkan metodologi penelitian dan

memberikan asuhan keperawatan untuk mengurangi nyeri saat

dilakukan pemasangan DC (Dower Catheter).

c. Sebagai tambahan literatur tentangpengaruh teknik slow deep

breathingdalam perubahan skalanyeri pada pasien yang dilakukan

pemasangan DC (Dower Catheter).

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan di

Ruang IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro, juga dapat

meningkatkan pengetahuan, menambah wawasan petugas untuk


mengarahkan pasien yang dilakukan pemasangan DC (Dower

Catheter)melakukan slow deep breathing secara mandiri untuk

menurunkan skala nyeri.

b. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkanmampu membuktikan secara ilmiah tentang

pengaruhslow deep breathing terhadap penurunan skala nyeripada

pasien yang dilakukan pemasangan DC (Dower Catheter)Ruang IGD

Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat luasnya ruang lingkup penelitian ini, maka penulis ingin

membatasi ruang lingkup penelitian yaitu pada jenis penelitian analitik.

Subjek penelitian adalah pasien yang dilakukan pemasangan DC (Dower

Catheter)di ruang IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro. Objek

penelitian ini adalah pengaruh slow deep breathingterhadap skala nyeri pada

pasien yang dilakukan pemasangan DC (Dower Catheter). Lokasi penelitian

ini adalah di ruang IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metrodan waktu

penelitian akan dilaksanakan pada bulan Desember 2023.

F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Judul Metode
No Nama Hasil Persamaan Perbedaan
Penlitian Penelitian

1 Wulansari, Slow deep Penelitian Menunjukkan Dalam hal Perdedaan


N., breathing kuantitatif kelompok ini, dalam
Rayasari, exercise menggunakan intervensi dan persamaan penelitian ini
F., & untuk quasi- kontrol yang adalah
Anggraini, menguran experimental terdapat didapat penelitian ini
D (2023) gi nyeri dengan desain selisih nilai adalah dilakukan
selama repeated- rerata tingkat meneliti oleh Agnes
pelepasan measures pada nyeri. Ho pengaruh Adelia
water pasien ditolak yang slow deep Fekaristi,
seal- intervensi artinya breathing penelitian ini
drainage gangguan terdapat terhadap melakuakan
(WSD) respirasi yang pengaruh skala nyeri teknik slow
pada terpasang water pemberian deep
pasien sealed drainage intervensi breathing
pneumoth (WSD) di slow deep pada pasien
orax Rumah Sakit breathing yang
Umum exercise dapat dilakuakan
Persahabatan mempengaru pemasangan
Jakarta Timur hi nyeri.. DC (dower
pada bulan Mei catheter) di
- Juni 2023 Ruang IGD
dengan jumlah RS Mardi
sampel 20 Waluyo
partisipan. Metro.

2 Setianings Penerapan Metode Berdasarkan Dalam hal Perdedaan


ih, E., Slow penelitian ini hasil ini, dalam
Agina, P., Deep menggunakan penelitian persamaan penelitian ini
& Breathing intervensi, tentang yang adalah
Nuurdoni, Terhadap metode yang pengaruh didapat penelitian ini
R. (2020) Nyeri Ckr digunakan slow deeb adalah dilakukan
Di Igd adalah quasi breathing meneliti oleh Agnes
Rumah exsperiment terhadap pengaruh Adelia
Sakit Pku dengan penurunan slow deep Fekaristi,
Muhamm pendekatan skala nyeri breathing penelitian ini
adiyah pretest-posttes pasien cidera terhadap melakuakan
Gombong control grupo kepala ringan skala nyeri teknik slow
design. Populasi di Rumah deep
pada penelitian sakit PKU breathing
ini berjumlah Muhammadi pada pasien
40 responden, yah yang
dengan Gombong, dilakuakan
pengambilan yang telah pemasangan
sampel dilakukan DC (dower
consecutive pada bulan catheter) di
sampling Juni-Juli Ruang IGD
tahun 2019 RS Mardi
dengan Waluyo
jumlah Metro.
responden 40
yang terbagi
menjadi dua
kelompok,
yaitu
kelompok
intervensi
dan
kelompok
kontrol yang
masing-
masing
terdiri dari 20
responden

3 Putro, D. Penerapan Rancangan Dari Dalam hal Perdedaan


C. P., Slow penelitian ini Implementasi ini, dalam
Hermawati Deep menggunakan yang persamaan penelitian ini
Breathing desain studi dilakukan
, H., & yang adalah
Untuk kasus. Pada didapatkan
Wulandari Menurunk penerapan ini responden I didapat penelitian ini
, I. (2023) an Skala dilakukan mengalami adalah dilakukan
Nyeri pengukuran penurunan meneliti oleh Agnes
Pada tingkat nyeri skala nyeri pengaruh Adelia
Pasien menggunakan dari 8 slow deep Fekaristi,
Cedera Numeric Rating menjadi , breathing penelitian ini
Kepala Scale (NRS) responden II
terhadap melakuakan
Ringan baik sebelum mengalami
(CKR) Di maupun setelah penurunan skala nyeri teknik slow
RSUD dilakukan terapi skala nyeri 6 deep
Dr. Slow Deep menjadi 4 breathing
Moewardi Breathing. pada pasien
Surakarta Subjek yang
penelitian dilakuakan
menggunakan 2
pemasangan
pasien dengan
kriteria inklusi DC (dower
pasien yang catheter) di
bersedia Ruang IGD
diberikan teknik RS Mardi
slow deep Waluyo
breathing, usia Metro.
12-65 tahun,
dengan
diagnose medis
cedera kepala
ringan, nyeri
kepala akut,
pasien sadar,
kooperatif,
belum diberikan
atau
mendapatkan
terapi anti nyeri
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Konsep Teori

1. DC (Dower Catheter)

a. Pengertian

DC (Dower Catheter) atau Kateterisasi urin merupakan suatu

tindakan dengan memasukkan selang ke dalam kandung kemih yang

bertujuan untuk membantu mengeluarkan urin. Kateter urin merupakan

tindakan keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam

kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan (Hidayat, 2010).

Kateter urin membantu pasien dalam proses eliminasinya.

Pemasangan kateter menggantikan kebiasaan normal dari pasien untuk

berkemih. Pengunaan kateter intermiten dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan pasien mengalami ketergantungan dalam berkemih (Ulfa &

Rosa E M, 2017).

Urin Kateter urin adalah alat berbentuk tabung yang dimasukkan ke

dalam kandung kemih dengan maksud untuk mengeluarkan air kemih

melalui uretra. Tindakan pemasangan kateter urin dilakukan dengan

memasukkan selang plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung

kemih. Kateter memungkinkan mengalirnya urin yang berkelanjutan pada

pasien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau pasien yang


mengalami obstruksi. Kateter dapat menjadi alat untuk mengkaji saluran

urin perjam pada pasien yang status hemodinamiknya tidak stabil (Potter

& Perry, 2013).

b. Tipe Kateterisasi

Menurut Hidayat (2011) Pemasangan kateter dapat bersifat

sementara ataupun menetap. Pemasangan kateter sementara atau

intermitten catheter dilakukan jika pengosongan kandung kemih

dilakukan secra rutin sesuai dengan jadwal, sedangkan pemasangan

kateter menetap atau idwelling catheter dilakukan apabila pengosongan

kateter dilakukan secara terus menerus.

Tipe kateterisasi menurut Potter & Perry(2013) sebagai berikut:

1) Kateter Sementara (Stright Kateter) Pemasangan kateter dilakukan

dengan cara kateter lurus yang sekali pakai dimasukkan sampai

mencapai kandung kemih yang bertujuan untuk mengeluarkan urin.

Tindakan ini dapat dilakukan selama 5-10 menit. Pada saat kandung

kemih kosong maka kateter kemudian ditarik keluar, pemasangan

kateter intermiten dapat dilakukan berulang jika tindakan ini

diperlukan tetapi penggunaan yang berulang meningkatkan resiko

infeksi. Pemasangan kateter sementara dilakukan jika tindakan untuk

mengeluarkan urin dari kandung kemih pasien dibutuhkan. Efek

samping dari penggunaan kateter ini berupa pembengkakan pada

uretra, yang terjadi saat memasukkan kateter dapat menimbulkan

infeksi (Potter & Perry, 2013).


Beberapa keuntungan penggunaan kateterisasi sementara yang

dikemukakan oleh (Rizki, 2009 dalam Purnomo Bayu, 2017) antara

lain:

a) Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi atau over

distensi yang mengakibatkan darah naik ke mukosa kandung

kemih dipertahankan seoptimal mungkin.

b) Kandung kemih dapat terisi dan dikosongkan secara berkala

seakan-akan berfungsi normal.

c) Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula

spinalis tetap terpelihara.

d) Teknik yang mudah pada pasien tidak terganggu kegiatan

sehariharinya, kerugian kateterisasi sementara ini adalah adanya

distensi lkandung kemih, resiko utama uretra akibat kateter yang

keluar masuk secara berulang, resiko infeksi akibat masuknya

kumankuman dari luar atau dari ujug distal (flora normal)

2) Kateter Menetap (Foley Kateter) Kateter menetap digunakan untuk

periode waktu yang lama. Kateter menetap ditempatkan dalam

kandung kemih untuk beberapa minggu pemakaian sebelum

dilakukan penggantian kateter. Pemasangan kateter ini dilakukan

sampai pasien mampu melakukan berkemih dengan tuntas atau

selama pengukuran urin akurat dibutuhkan (Potter & Perry, 2013).

Pemasangan kateter menetap dilakukan dengan sistem kontinu

ataupun penutupan berkala (clamping). Pemakaian kateter menetap

ini banyak menimbulkan infeksi atau sepsis. Bila menggunakan


kateter mentap, maka dipilih adalah penutupan berkala oleh karena

itu kateterisasi menetap yang kontinu tidak fisiologis dimana

kandung kemih yang selalu kosong akan mengakibatkan kehilangan

potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta penurunan tonus

otot kandung kemih (Perdana, M., Haryani, H., & Aulawi, K. 2017).

Kateter menetap terdiri atas folley kateter (double Iumen) dimana

satu lumen berfungsi untuk mengalirkan urin dari lumen yang

digunakan untuk mengalirkan cairan ke dalam balon dan lumen

yang ketiga dipergunakan untuk melakukan irigasi pada kandung

kemih dengan cairan atau pengobatan (Potter & Perry, 2013).

c. Indikasi Kateterisasi

Kateterisasi sementara digunakan pada penatalaksanaan jangka

panjang pasien yang mengalami cidera medulla spinalis, digenerasi

neuro mucullar atau kandung kemih yang tidak kompeten,

pengambila spesimen urin steril, pengkajian residu urin setelah

pengosongan kandung kemih dan meredakkan rasa tidak nyaman

akibat distensi kandung kemih (Potter & Perry, 2013).

Kateterisasi sementara diindikasikan pada pasien yang tidak

mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi, retensi urinakut setelah

trauma uretra, tidak mampu berkemih akibat obat sediatif atau

analgesik, cedera pada tulang belakang, degres neumoscular secara

progresif dan pengeluaran urin residual, sedangkan kateterisasi

menetap (foley kateter) digunakan untuk pasien pasca operasi dan


struktur disekitarnya (TURP), obstruksi aliran urin, obstruksi uretra,

pada pasien inkontinensia urin dan disorientasi berat (Hidayat, 2011).

Kateter di indikasikan untuk beberapa alasan. Pemasangan

Kateter dalam jangka waktu yang pendek akan meminimalkan infeksi,

sehingga metode pemasangan kateter adalah metode yang sangat baik

(Perdana, M., Haryani, H., & Aulawi, K. 2017).

1) Indikasi pemasangan kateter sementara:

a) Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi kandung kemih

b) Pengambilan urin residu setelah kandung kemih kosong

2) Indikasi pemasangan kateter jangka pendek:

a) Obstruksi kandung kemih (pembesaran kelenjar prostat)

b) Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti

vesika urinaria, uretra, dan organ sekitarnya.

c) Preventif pada obstruksi uretra dan pembedahan

d) Untuk memantau output urin

e) Irigasi vesika urinaria

3) Indikasi Pemasangan kateter jangka panjang:

a) Retensi urin pada penyembuhan penyakit ISK

b) Pasien dengan penyakit terminal

c) Inkontinensia urin dan pencegahannya

d. Komplikasi

Adapun komplikasi yang didapatkan dari kateterisasi urin menurut

Brunner & Suddarth (2010):


1) Iritasi ataupun trauma pada uretra Penggunaan kateter yang ukurannya

tidak dapat mengiritasi uretra, sehingga kemungkinan terjadinya trauma

pun meningkat. Selain itu, kurangnya penggunaan jelly dapat melukai

jaringan sekitar uretra pada saat penyisipan, trauma yang terjadi apabila

penyisipan pada letak kateter belum tepat pada saat balon retensi pada

kateter dikembangkan. Fiksasi yang kurang tepat dapat menambah

gerakan yang mengakibatkan regangan atau tarikan pada uretra atau

yang membuat kateter terlepas tanpa sengaja.

2) Terjadinya Inkontinensia Urin Pemasangan kateter dalam waktu yang

lama mengakibatkan kandung kemih tidak akan terisi dan

berkontraksi sehingga pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan

tonusnya.

3) Terjadinya Kebocoran Kateter yang pada bagian balon untuk

memfiksasi kateter tidak terfiksasi dengan baik akan menyebabkan

pengeluaran urin yang tidak tepat, sehingga urin dapat merembes

keluar tidak melalui selang kateter.

4) Resiko Tinggi Infeksi Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian

besar daya tahan alami pada saluran kemih bagian bawah dengan

menyumbat duktus preuretalis, mengiritasi mukosa kandung kemih

dan menimbulkan jalur artificial untuk masuknya kuman ke dalam

kandung kemi. Banyaknya mikroorganisme ini merupakan bagian

dari flora endogen atau flora usus normal, atau didapat melalui

kontaminasi silang oleh pasien atau petugas rumah sakit maupun

melalui kontak dengan peralatan yang tidak steril.


2. Nyeri

a. Pengertian

Nyeri merupakan fenomena multidimensional sehingga sulit untuk

didefinisikan. Nyeri merupakan pengalaman personal dan subjektif, dan

tidak ada dua individu yang merasakan nyeri dalam pola yang identik

(sama) hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan

mengevaluasi perasan tersebut (Black & Hawks, 2014 ; Mubarak,

Indrawati & Susanto, 2015).

Lusianah, Indaryani dan Suratun (2012) menginformasikan bahwa

nyeri sebagai rangsang sensori yang tidak menyenangkan dan

pengalaman emosional yang berhubungan dengan adanya kerusakan

jaringan maupun potensial timbulnya kerusakan jaringan.

b. Penyebab Nyeri

Nyeri dapat terjadi akibat beberapa faktor menurut Mubarak,

Indrawati dan Susanso(2015) yaitu diantaranya:

1) Trauma mekanik yaitu rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf

bebas mengalami kerusakan. Misalnya akibat benturan, gesekan, luka,

dan lain-lain.

2) Trauma termalyaitu nyeri timbul karena ujung saraf reseptor

mendapat rangsangan akibat panas dan dingin. Misalnya karena api

dan air.

3) Trauma kimiayaitu timbul karena kontak dengan zat kimia yang

bersifat asam atau basa kuat


4) Trauma elektrikyaitu timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat

mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot

dan luka bakar.

5) Peradangan yakni nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf

reseptor akibat adanya peradangan, misalnya abses, gangguan

sirkulasi dan kelainan pembuluh darah, gangguan pada jaringan

tubuh, tumor.

6) Iskemi pada jaringan misalnya terjadi blokade pada arteri koronaria

yang menstimulasi reseptor nyeri akibat penumpukan asam laktat,

dan spasme otot.

c. Fisiologi Nyeri

Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa

nyeri merupakan sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang

melibatkan fungsi organ tubuh, terutama sistem saraf sebagai reseptor

rasa nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah

ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons hanya terhadap stimulus

kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga

nosireseptor, secara anatomis reseeptor nyeri (nosireseptor) ada yang

bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari saraf perifer.

Berdasarkan letaknya, noriseseptor dapat dikelompokan dalam beberapa

bagian tubuh yaitu pada kulit (cutaneus), somatik dalam (deep somatic),

dan pada daerah viseral. Oleh karena letaknya yang berbeda-beda inilah,

nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor

cutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari daerah
ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan

kulit (cutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu sebagai berikut:

1) Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepata (kecepatan

transmisi 6-30 m/s) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang

akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.

2) Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan

transmisi 0,5 m/s) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri

biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

Terdapat tiga komponen fisipologis dalam nyeri yaitu resepsi,

persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls

melalu serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis,

kemudian melalui salh satu dari beberapa rute saraf, dan akhirnya

sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat

pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah

stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa

hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas

nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan

pengetahemuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaaan dalam upaya

mempersiapkan nyeri.

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang

terdapat pada tulang, pembuluh darah, saraf, otot, dan jaringan penyangga

lainnya. Oleh karena struktur reseptornya kompleks, nyeri yang timbul

merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi. Reseptor nyeri jenis

ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral

seperti jantung, hati, usus, ginjal, dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada

reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi


sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia, dan inflamasi. Proses nyeri

merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya

dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat

mana nyeri tersebut menggangu dan dipengaruhi oleh interaksi antara

sistem algesia tubuh dan transmisi sistem saraf serta interpretasi stimulus

(Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015).

d. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Adapun faktor yang mempengaruhi nyeri yaitu antara lain:

1) Persepsi Nyeri

Persepsi nyeri atau interpretasi nyeri, merupakan komponen penting

dalam pengalamn nyeri. Oleh karena kita menerima dan

menginterpretasikan nyeri berdasarkan pengalaman individual kita

masing-masing, nyeri juga dirasakan berbeda pada tiap individu

(Black & Hawks, 2014).

2) Faktor Sosiobudaya

Ras, budaya, dan etnik merupakan faktor penting dalam respons

individu terhadap nyeri. Faktor-faktor ini mempengaruhi seluruh

respons sensori, termasuk respons terhadap nyeri. Kita belajar

bagaimanan respons nyeri dan pengalaman lainnya dari keluarga dan

kelompok etnik. Respons terhadap nyeri cenderung merefleksikan

moral budaya kita masing-masing (Black & Hawks, 2014 ; Mubarak,

Indrawati & Susanto, 2015).


3) Usia

Usia dapat mengubah persepsi dan pengalaman nyeri. Terdapat

beberapa variasi dalam batas nyeri yang dikaitkan dengan kronologis

usia, namun tidak ada bukti terkini yang berkembang secara jelas.

Individu dewasa mungkin tidak melaporkan adanya nyeri karena

takut bahwa hal tersebut mengindikasikan diagnosis yang buruk

(Black & Hawks, 2014 ; Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015).

4) Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat menjadikan faktor yang signifikan dalam

respons nyeri, pria lebih jarang melaporkan nyeri dibandikan wanita.

Di beberapa budaya di Amerika Serikat, pria diharapkan lebih jarang

mengekspresikan nyeri dibandingkan wanita. Hal ini tidak berarti

bahwa pria jarang merasakan nyeri, hanya saja mereka jarang

memperlihatkan hal itu (Black & Hawks, 2014 ; Mubarak, Indrawati

& Susanto, 2015).

5) Arti Nyeri

Arti nyeri bagi seseorang bagi seseorang mempengaruhi respons

mereka terhadap nyeri. Jika penyebab nyeri diketahui, individu

mungkin dapat menginterpretasikan arti nyeri dan berekasi lebih

baik terkait dengan pengalaman tersebut (Black & Hawks, 2014 ;

Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015).

6) Ansietas

Tingkat ansietas yang dialami klien juga mungkin mempengaruhi

respons terhadap nyeri. Ansietas meningkatkan persepsi nyeri.


Ansietas sering kali dikaitkan dengan pengartian atas nyeri. Jika

penyebab nyeri tidak diketahui, ansietas cenderung lebih tinggi dan

nyeri semakin memburuk (Black & Hawks, 2014).

7) Pengalaman Sebelumnya Mengenai Nyeri

Pengalaman sebelumnya mengenai nyeri mempengaruhi persepsi

akan nyeri yang akan dialami saat ini. Individu yang memiliki

pengalaman negatif dengan nyeri pada masa kanak-kanak dapat

memiliki kesulitan untuk mengelola nyeri. Pengalaman nyeri

sebelumnya membuat seseorang mengadopsi mekanisme koping

yang bisa digunakan pada episode nyeri berikutnya (Black &

Hawks, 2014 ; Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015).

e. Pengukuran Intensitas Nyeri

Pengukuran intensitas nyeri dapat diukur dengan menggunakan

skala nyeri menurut Bourbanis. Skala pengukuran ini paling efektif

digunakan saat mengkaji intensitas menilai nyeri (Mubarak, Indrawati

& Susanto 2015). Berikut ini intensitas nyeri dikategorikan sebagai

berikut:

0 = Tidak ada nyeri

1–3 = Nyeri ringan

4–6 = Nyeri sedang

7–9 = Nyeri hebat terkontrol

10 = Nyeri hebat
Gambar 2.3 Skala Nyeri Menurut Bourbanis

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri Hebat


nyeri terkontrol

(Sumber: Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015)

f. Penatalaksanaan Nyeri

Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan

nonfarmakologi yaitu sebagai berikut:

1) Terapi Farmakologi

a) Analgesik narkotik. Analgesik narkotik terdiri atas berbagai derivate

opium seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek

penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini membuat ikatan

dengan reseptor opiate dan mengaktifkan penekanan nyeri endogen pada

susunan saraf pusat. Namun, penggunaan obat ini menimbulkan efek

menekan pusat pernapasan di medulla batang otak sehingga perlu

mengkaji secara teratur terhadap perubahan dalam status pernapasan jika

menggunakan analgesic jenis ini (Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015).

b) Analgesik non narkotik. Analgesik non narkotik seperti aspirin,

asetaminofen, dan ibu profen selain memiliki efek antinyeri juga

memiliki efek anti inflamasi dan antipiretik. Obat golongan ini

menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi

prostaglandin dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi.

Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan


pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster

(Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015).

2) Terapi Non Farmakologi

Penatalaksanaan nonfarmakologi yang dapat diberikan untuk

menurunkan nyeri yaitu distraksi, TENS (Transcutaneus Elektrical

Nerve Stimulation), hidro terapi zet, akupuntur, hipnotis, posisition,

lingkungan, massage dan relaksasi benson (Solehati & Kosasih,

2015).

3. Slow Deep Breathing

a. Pengertian

Slow deep breathing atau nafas dalam dengan tempolambat

yaitu merupakan tindakan yang disadari untukmengatur pernafasan

secara dalam dan lambat yang dapatmenimbulkan efek relaksasi.

Slow deepbreathing adalah metode bernafas yang frekuensi

bernafaskurang dari 10 kali per menit dengan fase ekshalasi

yangpanjang (Pirmaari, 2017).

b. Kontraindikasi Slow Deep Breathing

Slow deep breathing tidak dapat dilakukan pada pasien dengan gagal

ginjal yang mengalami gangguan pernafasan, dan pasien dengan

penurunan kesadaran (Pertiwi & Prihati 2020).

c. Mekanisme Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Fatigue

(Kelelahan)

Secara fisiologis, teknik relaksasi nafas dalam lambat (slow deep

breathing) akan menstimulasi sistem saraf parasimpatik sehingga


meningkatkan produksi endorphin, menurunkan heart rate, meningkatkan

ekspansi paru sehingga dapat berkembang maksimal, dan otot-otot menjadi

rileks. Teknik relaksasi nafas dalam lambat membuat tubuh kita

mendapatkan input oksigen yang adekuat, dimana oksigen memegang peran

penting dalam sistem respirasi dan sirkulasi tubuh. Saat kita melakukan

teknik relaksasi nafas dalam lambat, oksigen mengalir ke pembuluh darah

dan seluruh jaringan tubuh, membuang racun dan sisa metabolisme yang

tidak terpakai, meningkatkan metabolisme dan memproduksi energi yang

kemudian akan memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk dan disuplai ke

seluruh jaringan sehingga tubuh dapat memproduksi energi dan menurunkan

level fatigue (Pertiwi & Prihati 2020).

d. Prosedur Pelaksanaan Slow Deep Breathing

Prosedur pelaksanaan Slow Deep Breathingmenurut Pirmaari (2017)

adalah sebagai berikut:

1) Atur klien dengan posisi duduk atau tidur

Gambar 2.1 Posisi Tidur

(Sumber: Pirmaari, 2017)


2) Kedua tangan diletakkan diatas perut

Gambar 2.2Kedua Tangan diatas Perut

(Sumber: Pirmaari, 2017)

3) Anjurkan untuk menarik nafas secara perlahan dan dalam melalui

hidung

Gambar 2.3Menarik Nafas Melalui Hidung

(Sumber: Pirmaari, 2017)

4) Tarik nafas selama 3 detik, rasakan abdomen mengembang saat menarik

nafas

Gambar 2.4Menarik Nafas Selama 3 Detik

(Sumber: Pirmaari, 2017)


5) Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan nafas secara

perlahan selama 6 detik, rasakan abdomen bergerak kebawah

Gambar 2.5Menghembuskan Nafas Secara Perlahan

(Sumber: Pirmaari, 2017)

PR anda harus punya dasar teori: Kapan nyeri diukur pertama kali?

Berapa lama terapi Deep breathing? Berapa kali terapi DB? Kapan

mengukur kembali nyerinya?--> karena teori ini akan menjadi patokan

anda akan mempengaruhi Desain penelitian Teknik pengumpulan

data

B. Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian merupakan kumpulan teori yang mendasari suatu

topik penelitian. Yang disusun berdasarkan teori yang sudah ada dalam

tinjauan teori dan mengikuti kaidah input dan output (Saryono, 2011).

Indikasi Pemasangan
Kateter : Pemasangan
a. Mengurangi Kateter urin
ketidaknyamanan pada
distensi kandung kemih Faktor yang
b. Obstruksi kandung mempengaruhi
kemih (pembesaran nyeri:
Nyeri saat di pasang
kelenjar prostat) 1. Faktor Fisiologis
kateter urin
c. Pembedahan untuk 2. Faktor Sosial
memperbaiki organ 3. Faktor Spiritual
perkemihan, seperti 4. Faktor Psikologis
vesika urinaria, uretra, 5. Faktor Budaya
dan organ sekitarnya Penanganan Nyeri:
d. Retensi urin pada 1. Pemberian Jelly
penyembuhan penyakit 2. Relaksasi (Slow
ISK deep Breathing)
3. Distraksi
Skema 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Black & Hawks (2014), Mubarak. dkk(2015), Potter &
Perry (2013), Hidayat(2011), Perdana dkk(2017), Pirmaari (2017).

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu urian atau visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variable yang

satu dengan yang lain dari masalah yang akan diteliti (Notoatmojo,2012).

Kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu:

Variabel independen Variabel dependen


Slow Deep Breathing Skala Nyeri Pemasangan
DC (dower catheter)

Skema 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara peneliti atau dalil

sementara yang kebenaranya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut.

Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian maka hipotesis ini dapat

benar dan salah, dapat diterima atau ditolak (Notoatmodjo, 2012). Hipotesis

dalam penelitian ini adalah:

1. Ha: Ada pengaruh teknik Slow Deep Breathingterhadap penurunan skala

nyeri pada pasien yang dilakukan pemasangan DC (dower catheter)di ruang

IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro tahun 2023.


2. H0: Tidak ada pengaruh teknik Slow Deep Breathing terhadap penurunan

skala nyeri pada pasien yang dilakukan pemasangan DC (dower catheter) di

ruang IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro tahun 2023.

BAB III
METODE PENULISAN

A. Desain Penulisan

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu penelitian ilmiah yang

sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-

hubungannya. Penelitian kuantitatif merupakan definisi, pengukuran data

kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari

sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah

pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase

tanggapan mereka (Notoadtmojo 2012)..

Penelitian ini menggunakan rancangan quasi eksperimentdesign dengan

menggunakan non equivalent control group. Dalam rancangan ini

memungkinkan untuk membandingkan hasil intervensi program kesehatan

dengan suatu kelompuk kontrol yang serupa, tetapi tidak perlu kelompok yang

benar-benar sama. Pada rancangan ini dilakukan pengelompokan anggota


sampel pada kelompok 1 dan kelompok 2 tidak dilakukan secara random

(Notoadtmojo 2012). Desain dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1
Desain Penelitian

Pemasangan DC Perlakuan Skala Nyeri


Kelompok Eksperimen A O1 X1 O2
Kelompok Eksperimen B O1 X2 O2

Keterangan:
X1 = Pemberian teknik Slow Deep Breathing
X2 = Tidak diberikan teknik Slow Deep Breathing
O1 =Pemasangan DC (Dower Catheter)
O2 =Skala Nyeri PemasanganDC (Dower Catheter)
(Notoadtmojo 2012).

A. Waktu dan Tempat

Penelitian akan direncanakan pada bulan November 2023 sampai

bulan Januari 2024 di Ruang IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Metro.

B. Populasi dan Sempel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

subyek/obyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan

benda-benda alam lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada

pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi karakteristik/sifat


yang dimiliki subyek/obyek itu (Sugiyono, 2017). Populasi pada rencana

penelitian ini adalah 420 pasien yang dilakukan pemasangan DC (dower

catheter) di ruang IGD Rumah Sakit Mardi Waluyo yang diambil dari

bulan Agustus-Oktober 2023, sehingga memiliki rata-rata 140 pasien

setiap bulan.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah serta karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2017). Bila populasi besar, dan

peneliti tidak mungkin mempelajari semua, misalnya karena keterbatasan

dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang

diambil dari populasi itu. Adapun penentuan jumlah sampel yang

dikembangkan dalam penelitian ukuran sampel yang layak adalah antara 30

sampai dengan 500 (Sugiyono, 2017).Berdasarkan teori tersebut sampel

yang menjadi acuan oleh peneliti adalah sampel minimal yaitu 30

responden. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan

jenis teknik pengambilan sampling total sampling. total sampling adalah

teknik pengambilan sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2017).

Sampel penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompik

intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi yaitu kelompok

sampel yang dilakukan teknik slow deep breathing dengan 15 sampel dan

kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak dilakukan teknik slow

deep breathing dengan 15 pasien.

C. Alat Ukur Penelitian


Alat pengumpulan pada penelitian data ini berupa lembar observasi skala

nyeri menggunakan Numeric Rating Scale (NRS) (Mubarak, Indrawati &

Susanto 2015).

D. Uji Validitas dan Rehabilitas

Sebelum instrumen penelitian digunakan untuk mengumpulkan data

perlu dilakukan pengujian validitas. Uji validitas digunakan untuk menguji sah

atau tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid apabila mampu

mengungkapkan nilai variabel dengan teliti. Validitas item-item pertanyaan

kuisioner dapat diukur dengan melakukan korelasi antara skor item pertanyaan

dengan total skor variabel.

Kategori hasil pengukuran skala nyeri NRS (Numeric Ratting Scale)

merupakan hasil yang sudah baku. Istrument ini sudah banyak digunakan untuk

menilai skala nyeri melalui kategori yang sudah ada. Skala pengukuran ini

paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas menilai nyeri (Mubarak,

Indrawati & Susanto 2015). Berikut ini intensitas nyeri dikategorikan sebagai

berikut:

1 = Tidak ada nyeri

1 – 3 = Nyeri ringan

4 – 6 = Nyeri sedang

7 – 9 = Nyeri hebat terkontrol

10 = Nyeri hebat

Gambar 3.2 Skala Nyeri Menurut Bourbanis

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri Hebat


nyeri terkontrol

(Sumber: Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015)


E. Etika Penelitian

Etika penelitian dapat membantu melihat dan menilai secara kritis

mortalitas yang dihayati dan dianut oleh masyarakat. Etika juga membantu

dalam perumusan pedoman etis atau norma-norma yang diperlukan dalam

kelompok masyarakat, sedangkan etika dalam penelitian menunjukkan prinsip-

prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian dari skripsi penelitian

sampai dengan publikasi hasil penelitian. Pelaku peneliti dalam menjalankan

tugas meneliti atau melakukan penelitian hendaknya memegang teguh sikap

ilmiah (scientific attitude) serta berpegang teguh pada etika penelitian

(Notoadtmojo, 2014).

1. Informed Consent (lembar persetujuan)

Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti menjelaskan kepada

calon resonden tentang tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian yang

dilaksanakan kemudian peneliti memberikan lembar persetujuan (informed

consent) untuk ditandatangani oleh calon responden sebagai pernyataan

bersedia menjadi responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Peneliti telah menjelaskan bahwa dalam penelitian ini tidak mencantumkan

nama responden pada lembar isian pengumpulan data dan hanya


menuliskan inisial serta kode nomor responden (berupa angka) pada

lembar observasi yang disajikan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti telah menjelaskan bahwa dalam penelitian ini memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi rnaupun masalah-

masalah lainnya. Semua data hasil observasi yang telah dikumpulkan

setelah penelitian selesai juga dimusnahkan guna menjaga kerahasiaan

responden (Hidayat, 2017).

F. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

a. Peneliti mengajukan surat izin permohonan di STIKES Bethesda,

dilanjutkan dengan permohonan izin kepada pihak RS Mardi Waluyo Kota

Metro

b. Peneliti mulai mengumpulkan data yang melatar belakangi masalah

c. Peneliti mengidentifikasi dan merumuskan masalah serta menetapkan

hipotesis penelitian.

d. Peneliti menetapkan desain penelitian, yaitu dengan quasi eksperimen.

e. Peneliti menetapkan jumlah sampel dari populasi dan memilih sampel sesuai

dengan kriteria yang penelitian yang telah disusun.

f. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden tentang penelitian,

antara lain tujuan penelitian, teknik yang akan digunakan dan waktu yang
digunakan. Jika responden bersedia, responden diminta menandatangani

lembar persetujuan (inform consent).

g. Responden diberi perlakuan dengan waktu yang telah ditentukan serta

dilakukan wawancara dan observasi untuk memperoleh data dari responden.

h. Data yang diproleh kemudian diolah dan dianalisis.

G. Pengelolahan Data

Pengelolaan data merupakan proses dengan maksud untuk

mengumpulkan data yang dari data belum terolah atau mentah dan di olah

menggunakan rumus yang telah ditetapkan, sehingga menghasilkan informasi

yang dibutuhkan, proses pengelolahan data melalui empat tahap (Notoadtmojo

2012).Langkah-langkah dalam melakukan analisa data, yaitu:

1. Editing

Upaya untuk memeriksa kebenaran data yang diperoleh, editing dilakukan

pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul dari

responden(Hidayat, 2017).

2. Coding

Kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri atas

beberapa kategori. Coding sangat diperlukan bila pengolahan dan analisa

data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat ju

ga daftar kode dan artinya dalam satu buku (codebook) untuk

memudahkan melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel

(Hidayat, 2017).

3. Memasukkan data (Data Entry)


Kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam tabel atau

database komputer yang kemudian membuat distribusi frekuensi

sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2017).

4. Tabulating

Tabulasi adalah membuatan tabel-tabel data sesuai dengan tujuan yang

telah ditentukan penulis. Proses pengelolaan data penulis menggunakan

tabel dengan memasukkan data dari lembaran coding ke dalam tab el

univariat dan bivariat, kemudian dilakukan analisa. Data yang diperoleh

akan dijadikan tabel yaitu tabel umum. Tabel umum berisikan seluruh

data berupa karakteristik responden meliputi jenis kelamin, usia, status

perkawinan, pendidikan, dan skala nyeri pada pasien yang dilakukan

pemasangan DC (dower catheter).

5. Pembersihan Data (Cleaning)

Pengecekkan kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-

kesalahan dalam memasukan data dan ketidaklengkapan, kemudian

penulis melakukan koreksi, dalam tabel umum dan khusus, kemudian

penulis melakukan analisa.

H. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya pada analisis ini

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel, dan


untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median, dan

standar deviasi (Notoatmodjo, 2012).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat menggunakan analisis uji T (dependent dan

independent sample t-test), dependent/paired sample t-test digunakan untuk

mengetahui efektifitas masing-masing perlakuan sedangkan independent

sample t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan dari kedua perlakuan.

Tingkat kemaknaan (α) yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,05

(untuk penelitian kesehatan) (Notoatmodjo, 2012). Uji t untuk mengetahui

ada tidaknya perbedaan rata-rata dengan perlakuan yang berbeda

(Sugiyono, 2017). Uji prasyarat untuk uji t adalah uji normalitas (data

berdistribusi normal) menggunakan uji Shapiro Wilk karena sampel < 50

orang. Uji normalitas ini berguna untuk menentukan analisis data, jika data

berdistribusi normal maka dapat menggunakan analisis parametrik (uji-t),

sedangkan jika tidak berdistribusi normal menggunakan uji nonparametrik

(uji Wilcoxon Rank Sum Test/ Man Whiteney) (Hidayat, 2014).

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program komputer,

keputusan uji statistik menggunakan derajat kemaknaan 95% dan tingkat

kesalahan (α) = 5%, dengan criteria hasil:

a. Jika p value ≤ nilai α (0,05), maka Ho ditolak (ada perbedaan)


b. Jika p value> nilai α (0,05), Ho gagal ditolak (tidak ada perbedaan).
KOSONG??

Daftar pustaka? Dummy tabel?

Lampiran?

Jadwal?

Anggaran?

You might also like