You are on page 1of 8

TUGAS

KEBIJAKAN KEHUTANAN INDONESIA


Dosen: Ir. H. Iskandar AM, M.Si

DISUSUN OLEH:

Nama : Herawati_G1011211227
: Devi Lestari Simbolon_G1011211164
: Cindy Egika Friskilla Br Ginting_G1011211157
: Piksy Cheverly_G1011211357
Kelas :C

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
1. Dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, penyelenggaraan
perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan
lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai secara
optimal dan lestari. Dalam Pasal 47 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk :

a. mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang
disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama serta
penyakit ; dan

b. mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas


hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan
dengan pengelolaan hutan.

c. Perlindungan hutan ditujukan terhadap hutan produksi, hutan lindung, kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam, taman buru, hutan hak, hasil hutan dan tumbuhan dan
satwa.

d. Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada Pejabat


Kehutanan tertentu dalam lingkup instansi kehutanan di pusat dan daerah diberi
kewenangan kepolisian khusus yang disebut Polisi Kehutanan.

e. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pengurusan hutan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
diberi wewenang sebagai penyidik yang disebut Pejabat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Kehutanan.

f. Untuk melakukan pengamanan hutan di areal kawasan hutan yang telah dibebani hak
atau izin dapat dibentuk Satuan Pengamanan Hutan oleh pemegang hak atau
pemegang izin, yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan oleh instansi kehutanan.

g. Mengingat bahwa keberadaan hutan sangat penting bagi kehidupan manusia, maka
perlindungan hutan tidak saja dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
tetapi juga oleh segenap masyarakat dengan berperan-serta secara aktif, baik langsung
maupun tidak langsung.

h. Dalam upaya untuk lebih menjamin usaha perlindungan hutan, sebagian wewenang
yang menjadi urusan Pemerintah dapat diserahkan ke daerah, baik provinsi maupun
kabupaten/kota.

i. Untuk terlaksananya perlindungan hutan, maka dilakukan pengawasan dan


pengendalian secara berjenjang, baik oleh pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat secara terkoordinasi, terintegrasi, dan tersinkronisasi.
2. Ada beberapa kebijakan yang berkaitan dengan hutan, lingkungan, dan kebijakan perhutanan
yang dapat menjadi materi yang relevan. Berikut adalah beberapa topik yang dapat di
eksplorasi:
a) Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan: Ini adalah kebijakan yang dirancang untuk
memastikan bahwa hutan dijaga dan dikelola dengan cara yang berkelanjutan. Ini
termasuk pengaturan penebangan kayu yang bertanggung jawab, rehabilitasi hutan,
perlindungan keanekaragaman hayati, dan pengembangan masyarakat lokal yang
berkelanjutan.
b) Kebijakan Perlindungan Hutan dan Kawasan Lindung: Kebijakan ini bertujuan untuk
melindungi hutan dan kawasan lindung dari ancaman kerusakan seperti perambahan
hutan, illegal logging, dan eksploitasi ilegal lainnya. Hal ini mencakup penetapan taman
nasional, cagar biosfer, kawasan konservasi, dan upaya pemantauan serta penegakan
hukum.
c) Kebijakan Pengendalian Perubahan Iklim dan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca:
Kebijakan ini melibatkan upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang
berkontribusi terhadap perubahan iklim. Hal ini mencakup pengurangan deforestasi dan
degradasi hutan, serta promosi pengembangan energi terbarukan, efisiensi energi, dan
pengelolaan limbah.
d) Kebijakan Restorasi Hutan: Kebijakan ini bertujuan untuk memulihkan hutan-hutan
yang telah rusak atau terdegradasi menjadi keadaan yang lebih baik. Ini melibatkan
upaya rehabilitasi lahan, penanaman kembali pohon, pemulihan ekosistem yang
terdegradasi, dan pengembalian fungsi hutan yang hilang.
e) Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Lokal dalam Pengelolaan Hutan: Kebijakan ini
bertujuan untuk melibatkan dan memberdayakan masyarakat lokal dalam pengelolaan
hutan dan sumber daya alam di sekitar mereka. Ini dapat mencakup pemberian hak
pengelolaan kepada masyarakat adat, pengembangan ekonomi berbasis hutan bagi
masyarakat lokal, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan
perhutanan.
f) Kebijakan Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum: Kebijakan ini bertujuan
untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terkait dengan lingkungan dan
hutan. Hal ini melibatkan pembentukan dan penguatan lembaga pengawasan,
penegakan hukum terhadap pelanggaran hutan, serta pengaturan sanksi yang tegas bagi
mereka yang melakukan aktivitas ilegal di sektor hutan.
g) Kebijakan Pengembangan Ekowisata: Kebijakan ini bertujuan untuk mengembangkan
sektor pariwisata yang berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi alam dan keindahan
hutan dan lingkungan. Hal ini melibatkan pengembangan infrastruktur ekowisata dan
pengaturan kegiatan pariwisata.

3.
a) Perhutanan Sosial merupakan program pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang
berbeda dengan pengelolaan hutan di masa lalu yang berbasis korporasi besar.
Program ini melibatkan komunitas masyarakat di sekitar hutan, khususnya
masyarakat pedesaan, untuk ikut serta terlibat dalam pengelolaan hutan. Salah satu
target pembangunan Perhutanan Sosial adalah menyelesaikan persoalan kemiskinan
yang menimpa 10 juta orang di pedesaan sekitar kawasan hutan. Oleh sebab itu,
program Perhutanan Sosial sangat strategis bagi sektor kehutanan dan diharapkan
mampu berkontribusi mengurangi kemiskinan sekaligus mempertahankan fungsi
hutan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 secara jelas menempatkan
Perhutanan Sosial sebagai program unggulan sektor kehutanan terkait penciptaan
lapangan kerja baru sehingga diharapkan Perhutanan Sosial mampu menjawab
permasalahan lapangan kerja pada tingkat tapak. Luas kawasan hutan yang akan
menjadi target Perhutanan Sosial sekitar 12,7 juta hektar yang tersebar pada wilayah
hutan produksi, hutan gambut dan hutan lindung. Program Perhutanan Sosial sendiri
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan berupa jasa lingkungan maupun produksi hasil
hutan kayu dan campuran agroforestry seperti kopi, madu, bambu, mebel, kenaf,
outbound, porang, trekking, arung jeram dan lain-lain. Selain itu, program
Perhutanan Sosial juga diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan sektor
kehutanan yang terkait dengan konflik tenurial sebagai solusi win-win dalam
pengelolaan hutan.
b) Berikut adalah beberapa materi mengenai kebijakan lingkungan dan hutan:

Definisi Kebijakan Lingkungan:


Kebijakan lingkungan adalah seperangkat tindakan yang diambil oleh pemerintah
atau organisasi lainnya untuk melindungi, menjaga, dan mengelola lingkungan alam
dengan tujuan menjaga keseimbangan ekosistem, mengurangi dampak negatif
aktivitas manusia, dan mendorong keberlanjutan.
Tujuan Kebijakan Lingkungan:

1. Konservasi Sumber Daya Alam: Mencegah eksploitasi berlebihan dan melestarikan


sumber daya alam yang terbatas, termasuk tanah, air, udara, dan keanekaragaman
hayati.
2. Pencegahan Pencemaran: Mengurangi dan mencegah polusi udara, air, dan tanah
untuk melindungi kesehatan manusia dan ekosistem.
3. Pengelolaan Limbah: Mengembangkan sistem pengelolaan limbah yang efektif,
termasuk daur ulang, pengolahan, dan pembuangan yang aman.
4. Perubahan Iklim: Mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengadaptasi perubahan
iklim untuk mengatasi dampak negatifnya.
5. Kehidupan Liar dan Keanekaragaman Hayati: Mempertahankan ekosistem yang
beragam dan melindungi flora dan fauna liar.

Kebijakan Hutan:
1. Konservasi Hutan: Mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan untuk
melindungi ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.
2. Pengendalian Pembalakan: Mengatur dan membatasi aktivitas penebangan
hutan agar tidak berlebihan dan merusak.
3. Penanaman Kembali: Mendorong penanaman kembali hutan dan
pengembalian lahan yang terdegradasi menjadi hutan untuk mengimbangi
kerugian yang terjadi.
4. Pengawasan dan Penegakan Hukum: Meningkatkan pengawasan terhadap
aktivitas ilegal seperti pembalakan liar dan memastikan penegakan hukum
yang tegas terhadap pelanggaran hutan.
5. Kemitraan dan Partisipasi Masyarakat: Mendorong partisipasi masyarakat
lokal, suku-suku asli, dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengelolaan
hutan dan memperjuangkan hak-hak mereka.

Alat Kebijakan Lingkungan dan Hutan:


1. Legislasi dan Peraturan: Pembuatan undang-undang dan regulasi yang
mengatur pengelolaan lingkungan dan hutan.
2. Penghargaan dan Insentif: Memberikan penghargaan dan insentif kepada
individu, perusahaan, atau komunitas yang melakukan praktik lingkungan
yang baik atau berkontribusi pada konservasi hutan.
3. Pajak dan Pembebanan: Menerapkan pajak dan pembebanan pada aktivitas
yang merusak lingkungan atau hutan untuk mengurangi dampak negatifnya.

4. Materi mengenai Kebijakan lingkungan dan hutan


Kebijakan lingkungan dan hutan adalah serangkaian langkah atau tindakan yang
diambil oleh pemerintah, organisasi, atau individu untuk melindungi, melestarikan, dan
mengelola lingkungan alam, termasuk hutan. Kebijakan ini bertujuan untuk mempromosikan
keberlanjutan, menjaga keanekaragaman hayati, mengendalikan perubahan iklim, dan
mengurangi dampak negatif aktivitas manusia terhadap lingkungan.

Berikut adalah beberapa materi penting yang terkait dengan kebijakan lingkungan dan hutan:
A. Konservasi Hutan: Ini melibatkan perlindungan dan pengelolaan berkelanjutan
sumber daya hutan. Melalui kebijakan konservasi hutan, pemerintah dan organisasi
berupaya membatasi deforestasi, mencegah kebakaran hutan, memulihkan hutan yang
terdegradasi, dan meningkatkan praktik pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
B. Penegakan Hukum Lingkungan: Kebijakan ini berfokus pada penegakan hukum
terhadap pelanggaran lingkungan dan hutan. Tujuannya adalah untuk mencegah aktivitas
ilegal seperti illegal logging (penebangan liar), perburuan liar, dan perdagangan satwa liar
yang dilindungi. Penegakan hukum yang efektif diperlukan untuk menjamin kepatuhan
terhadap peraturan dan memberikan sanksi yang sesuai bagi pelanggar.
C. Restorasi Hutan: Kebijakan restorasi hutan bertujuan untuk memulihkan hutan yang
telah terdegradasi atau rusak akibat aktivitas manusia. Ini melibatkan penanaman kembali
pohon, restorasi ekosistem, dan rehabilitasi lahan. Restorasi hutan penting untuk
mengembalikan fungsi ekologis hutan, memulihkan keanekaragaman hayati, dan
meningkatkan jasa ekosistem yang disediakan oleh hutan.
D. Perlindungan Keanekaragaman Hayati: Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi
keanekaragaman hayati di hutan dan ekosistem lainnya. Melalui kebijakan ini, habitat
penting untuk spesies langka dan terancam pun dijaga, area konservasi diperluas, dan
praktik pertanian berkelanjutan didorong untuk mengurangi hilangnya habitat alami.
E. Partisipasi Masyarakat: Kebijakan lingkungan dan hutan yang efektif melibatkan
partisipasi aktif masyarakat lokal, pemangku kepenting
Di Indonesia, undang-undang yang mengatur tentang kebijakan lingkungan dan hutan antara
lain:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UU PPLH): Undang-undang ini mengatur prinsip-prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Termasuk di dalamnya
adalah pengaturan mengenai izin lingkungan, pemantauan lingkungan, kewajiban
pengelolaan limbah, serta penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan.

2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan): Undang-


undang ini merupakan landasan hukum utama yang mengatur kebijakan pengelolaan
hutan di Indonesia. UU Kehutanan memberikan pengaturan mengenai penggunaan hutan,
hak-hak masyarakat adat, perizinan kehutanan, restorasi hutan, dan penegakan hukum
kehutanan.

5. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG


PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN
Pasal 1: Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak
dapat dipisahkan antara yang satu dan yang lainnya.
2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
3. Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan
pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang
bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang
telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh
Pemerintah.
4. Pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah
yang terorganisasi.
5. Penggunaan kawasan hutan secara tidak sah adalah kegiatan terorganisasi yang dilakukan
di dalam kawasan hutan untuk perkebunan dan/atau pertambangan tanpa izin Menteri.
6. Terorganisasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, yang
terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, dan yang bertindak secara bersama-sama pada
waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan, tidak termasuk kelompok
masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan
perladangan tradisional dan/atau melakukan penebangan kayu untuk keperluan sendiri
dan tidak untuk tujuan komersial.
7. Pencegahan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan
kesempatan terjadinya perusakan hutan.
8. Pemberantasan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menindak
secara hukum terhadap pelaku perusakan hutan baik langsung, tidak langsung, maupun
yang terkait lainnya.
9. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan,
hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu
secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
kelestariannya.
10. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan
hasil hutan berupa kayu melalui kegiatan penebangan, permudaan, pengangkutan,
pengolahan dan pemasaran dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi
fungsi pokoknya.
11. Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah izin usaha yang diberikan oleh Menteri untuk
memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan
pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran.
12. Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumen-dokumen yang merupakan bukti
legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan.
13. Hasil hutan kayu adalah hasil hutan berupa kayu bulat, kayu bulat kecil, kayu olahan,
atau kayu pacakan yang berasal dari kawasan hutan.
14. Pohon adalah tumbuhan yang batangnya berkayu dan dapat mencapai ukuran diameter 10
(sepuluh) sentimeter atau lebih yang diukur pada ketinggian 1,50 (satu koma lima puluh)
meter di atas permukaan tanah.
15. Polisi Kehutanan adalah pejabat tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan/atau
daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya menyelenggarakan dan/atau melaksanakan
usaha pelindungan hutan yang oleh kuasa undang-undang diberikan wewenang
kepolisian khusus di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya yang berada dalam satu kesatuan komando.
16. Pejabat adalah orang yang diperintahkan atau orang yang karena jabatannya memiliki
kewenangan dengan suatu tugas dan tanggung jawab tertentu.
17. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat
pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan daerah yang
oleh undang-undang diberi wewenang khusus dalam penyidikan di bidang kehutanan
dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
18. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan,
penyidikan, penuntutan,dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar,
dilihat, dan dialami sendiri.
19. Pelapor adalah orang yang memberitahukan adanya dugaan, sedang, atau telah terjadinya
perusakan hutan kepada pejabat yang berwenang.
20. Informan adalah orang yang menginformasikan secara rahasia adanya dugaan, sedang,
atau telah terjadinya perusakan hutan kepada pejabat yang berwenang.
21. Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi yang melakukan perbuatan
perusakan hutan secara terorganisasi di wilayah hukum Indonesia dan/atau berakibat
hukum di wilayah hukum Indonesia.
22. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang teroganisasi, baik berupa
badan hukum maupun bukan badan hukum.
23. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
24. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kehutanan.
6. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2021 tentang penyelengaraan Kehutanan yang
secara khusus pembahasan tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial pada BAB VI (bab enam)
pasal 203 sampai dengan pasal 247, pasal-pasal tersebut yang kemudian menjadi landasan
hukum dikeluarkanya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan (Permin LHK)
Nomor 09 tahun 2021 tentang pengelolaan perhutanan Sosial , sesuai dengan PP nomor 23
tahun 2021 pasal 247 berbunyi, “Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Perhutanan
Sosial diatur dalam Peraturan Menteri”

7. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG
PERHUTANAN SOSIAL

a. Bahwa untuk mengurangi kemiskinan, penggangguran dan ketimpangan


pengelolaan/pemanfaatan kawasan hutan, maka diperlukan kegiatan Perhutanan Sosial
melalui upaya pemberian akses legal kepada masyarakat setempat berupa pengelolaan
Hutan Desa, Izin Usaha Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat,Kemitraan
Kehutanan atau pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat untuk kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian sumber daya hutan.
b. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan telah ditetapkan Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.31/Menhut-
II/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-
II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada
Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.88/Menhut-II/2014 tentang Hutan Kemasyarakatan, Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.89/Menhut-II/2014 tentang Hutan Desa, dan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui
Kemitraan Kehutanan.
c. Bahwa dalam rangka penyederhanaan pemberian akses kepada masyarakat dalam
perhutanan sosial, perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b

d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf
c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang
Perhutanan Sosial

You might also like