You are on page 1of 13

IBADAH

Diajukan untuk memenuhi tugas makalah pada


Mata kuliah FIKIH
D
I
S
U
S
U
N
Oleh:
Endah serina sembiring
Chintia Ananda saragih
Khairunnisa
Dwi mildayani saragih
Siti Depia pajira
Dosen Pengampu: Dr.Mulkan Hasibuan M.pd

PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


STIT AL-HIKMAH TEBING TINGGI TAHUN AKADEMIK
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapakan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat -Nya sehingga makalah
dapat tersusun sampai dengan selesai .Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materi. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca.bahkan kami berap lebih jauh agar makalah ini bisa pembaca
praktekan dalam kehidupan sehari-hari.Bagi kami sebagai penyusun, kami merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman kami.Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Tebing Tinggi 6 September 2023


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................

BAB 1 PENFAHULUAN:

Latar belakang..................................................................................................................1

Rumusan masalah............................................................................................................1

BAB 11 PEMBAHASAN

Pengertian ibadah............................................................................................................2

Dasar ibadah.....................................................................................................................3

Syarat diterimanya ibadah ..............................................................................................6

Hakikat ibadah..................................................................................................................7

Hikmah ibadah .................................................................................................................8

BAB III PENUTUP

Saran..................................................................................................................................9

Kesimpulan........................................................................................................................9

KATA PENGANTAR........................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar belakang

Kita sering mengenal seseorang dengan citra dirinya. Ketika kita berbicara tentang kerakusan
kita teringat pada Karun, dan kta membicarakan tentang kultus individu dan pendewaan kita
teringat pada Fir’aun. Begitulah seterusnya, citra diri adalah kepribadian.
Kepribadian seorang muslim adalah sifat tertentu dengan ciri yang membedakannya
dengan non muslim. Kepribadian seorang muslim terbentuk dari interaksi antara pembawaan
dan lingkungan, serta bimbingan wahyu yang terdapat dalam Alqur’an dan Hadist. Kepribadian
yang terbimbing oleh wahyu pastilah kepribadian yang kuat dan tahan uji, yang akan mampu
mendatangkan kebahagiaan. Agar kepribadian islami terbentuk pada diri seseorang, islam
memberikan ajaran yang disebut; ikhsan, ikhlas, tawakal, sabar dan mahabbah. Ihsan
merupakan sikap mental yang timbul dari kesadaran bahwa Allah akan terus mengawasi
perbuatan hamba-hambaNya.
Ikhlas adalah sikap memelihara niat suci, batin yang bersih, lurus hati dalam bertindak,
tidak berlaku pamer, berpura-pura dan mengharapkan pamrih. Ikhlas adalah hanya
mengharapkan ridha Allah. Ikhlas bisa membuat seorang muslim tidak mudah tergoda oleh
apapun, sebaliknya ikhlas memperkukuh pertahanan dan ketahanan uji seseorang.
Tawakal identik dengan sikap berserah diri setelah melakukan upaya yang optimal.
Tawakal mendorong seorang muslim untuk terus berupaya dan mempercayakan hasil akhir
upayanya semata-mata hanya kepada Allah SWT. Sabar menunjukan sikap mental yang tidak
suka mengeluh ketika ditimpa bencana dan kesulitan. Dengan mengembangkan sikap sabar,
seorang muslim sanggup menghadapi ujian apapun dalam melaksanakan bakti dan perjuanga n.

RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian ibadah?
2. Apa dasar dasar hukum dalam ibadah,serta pembagian nya?

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Ibadah

11
Dr. Muniron, DKK, Studi Islam STAIN jember Press : Jember. 2010

1
Ibadah secara etimologi berasal dari kata bahasa arab yaitu abida-ya`budu-`abdan-`ibadatan,
yang berarti taat, tunduk, patuh,dan merendahkan diri. Kesemua pengertian itu mempunyai
makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang
disembah disebut “abid” (yang beribadah).
Kemudian pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah adalah sebagai berikut :

Menurut ulama tauhid dan hadis ibadah yaitu:


“Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan menundukkan
jiwa kepada-Nya”Selanjutnya mereka mengatakan bahwa ibadah itu sama dengan tauhid.
Ikrimah salah seorang ahli hadits mengatakan bahwa segala lafadz ibadah dalam Al-Qur’an
diartikan dengan tauhid.
Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut:
“Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan melaksanakan segala bentuk syari’at
(hukum)“Akhlak” dan segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban) yang diwajibkan atas pribadi,
baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat, termasuk kedalam
pengertian ibadah
Menurut ahli fikih ibadah adalah:
“Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah SWT dan
mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
Jadi dari pengertian, Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan
diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan
maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-
Nya.”
Pengertian ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat dipahami
maknanya (ma’qulat al-ma’na) seperti hukum yang menyangkut dengan muamalah pada
umumnya, maupun yang tidak dapat dipahami maknanya (ghair ma’qulat al-ma’na), seperti
shalat, baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun yang
berhubungan dengan lidah seperti dzikir, dan hati seperti niat.

2. Dasar Hukum Ibadah


Dasar hukum atau dalil perintah pelaksanaan ibadah adalah nash al-Quran. Di dalam al-
Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah kepada hamba Allah untuk
melaksanakan ibadah. Ibadah dalam Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan
disembah dalam arti penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif, melainkan

2
sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah atas hamba-
hamba-Nya.
Adapun ayat-ayat yang menyatakan perintah untuk melaksanakan ibadah
Tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Surat Yasin ayat 60:
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak
menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”. (Q.S.
Yasin: 60)

2. Surat adz-Dzariyat ayat 56:


“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku”.(Q.S. adz-Dzariyat: 56)

Dari ayat di atas, jelaslah bahwa Allah menciptakan jin dan manusia semata-mata untuk
menyembah-Nya, walaupun sebenarnya Allah tidak berhajat untuk disembah ataupun dipuja
oleh manusia. Allah adalah Maha Sempurna dan tidak berhajat kepada apapun.

Surat an-Nahl ayat 36:


“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu”. Maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti
kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)”. (Q.S. an-Nahl: 36)

3. Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 25 :


“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah
olehmu sekalian akan Aku”. (Q.S. al-Anbiya: 25)

4. Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 92i:2

2
Amin Abdulloah, Falsafat Kalam Di Era Post Modernisme, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997).

3
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku
adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (Q.S. al-Anbiya: 92)

Dari ayat-ayat yang telah dikemukakan di atas, tampak jelas bahwa Allah
memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Diutusnya para Rasul
untuk menyampaikan syari’at yang telah ditetapkan olehm Allah kepada umat manusia
adalah supaya manusia mengetahui kewajiban-kewajiban apa saja yang harus
dilaksanakannya dalam rangka mensyukuri nikmat yang telah Allah anugerahkan kepadanya.
Hukum-hukum Ibadah
Dari penjelasan-penjelasan diatas bahwa dapat kita pahami bahwa ibadah adalah
mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah seperti amalan wajib dan sunat dan
menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya seperti haram dan makruh. Dengan demikian hukum
melaksanakan Ibadan ada empat, yaitu wajib, sunat, haram, dan makruh.
A. Wajib
Yang dimaksud dengan wajib dalam pengertian hukum islam adalah ketentuan syar’i yang
menuntut para mukallaf untuk melakukanya dengan tuntutan yang mengikat serta diberi
imbalan pahala bagi yang melakukanya dan ancaman dosa bagi yang meninggalkanya, seperti
shalat, puasa, zakat, haji, dan sebaginya.
B. Sunat
Yang dimaksud dengan sunat adalah ketentuan Syar’i tentang berbagai amaliah yang harus
dikerjakan mukallaf dengan tuntutan yang tidak mengikat. Dan pelakunya diberi imbalan
pahala tanpa ancaman dosa bagi yang meninggalkanya, seperti membaca al-Quran, Puasa
Senin-Kamis, ‘Iktiqaf, sedeqah, dan sebaginya.
C. Haram
Yang dimaksud dengan haram adalah tuntutan syar’i kepada mukallaf untuk meninggalkanya
dengan tuntutan yang mengikat, beserta imbalan pahala bagi yang mematuhi untuk
meninggalkannya dan balasan dosa bagi yang tidak mematuhi untuk meninggalkannya, sperti
zina, mencuri termasuk korupsi, merampok, menipu, dan sebaginya.
D. Makruh
Yang dimaksud dengan makruh adalah tuntutan syar’i kepada mukallaf untuk meninggalkanya
dengan tuntutan yang tidak mengikat, beserta imbalan pahala bagi yang mematuhi untuk
meninggalkannya dan tidak berdosa bagi yang tidak mematuhi untuk meninggalkannya, sperti
memakan bawang, merokok, memakan kepiting, dan sebagainya.

4
Secara garis besar, ibadah itu dibagi dua, yaitu ibadah pokok yang dalam kajian ushul fiqh
dimasukkan dalam hukum wajib, baik wajib ‘ain atau wajib kifayah. Termasuk kedalam
kelompok ibadah pokok itu adalah apa yang menjadi rukun islam dalam arti akan dinyatakan
keluar dari islam bila sengaja meninggalkannya yaitu ibadah shalat, zakat, puasa, dan haji.
Yang kedua adalah ibadah tambahan yang dalam kajian ushul fiqh dimasukkan dalam hokum
sunat, baik sunat muaakkadah, sunat yang mempunyai waktu, maupun sunat mutlaq.
Selain dua pokok tersebut. Ibadah juga terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan.
Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan
shalat, zakat, haji dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih
banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar
mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Allah Maha Kaya, tidak
membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena
ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan
syari’at-Nya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa
yang menyembah-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah
mubtadi’ (pelaku bid’ah), dan siapa yang hanya menyembah-Nya dengan syari’at-Nya, maka
dia adalah muk-min muwahhid (yang mengesakan Allah).
Pembagian Ibadah
Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdhoh dan ibadah ammah. Ibadah mahdhah
(murni), adalah suatu rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk
aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat
ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu. Yang termasuk Ibadah
mahdhoh misalnya: Shalat, puasa, Zakat, dan haji.[10]
Selain ibadah mahdhah, maka ada bentuk lain diluar ibadah mahdhah tersebut yaitu Ibadah
Ghair al-Mahdhah atau ibadah ammah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan
yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan
Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Ada pula yang
memberikan definisi ibadah ammah dengan semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan
dan dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, seperti minum, makan, dan
bekerja mencari nafkah.

3.Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah

5
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyari’atkan kecuali
berdasarkan al-Qur’an dan as Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardûdah
(bid’ah yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW.
“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi
syarat bagi diterimanya. Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam
yaitu[5]:
1. Ikhlas
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya
menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”. Katakanlah: “Sesungguhnya aku takut akan
siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku”. Katakanlah: “Hanya Allah saja
yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”.
(QS az-Zumar/39 : 11-14).

2. Ittiba’ Rasul. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
“Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah
ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS al-Kahfi/18: 110)
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat lâ ilâha illallâh, karena ia
mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya.
Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah s.a.w.,
karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan
bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan
Hakikat Dan Hikmah Ibadah

4.Hakikat ibadah

Tujuandiciptakannyamanusia di mukabumiiniyaituuntukberibadahkepada-Nya. Ibadah dalam


pengertian yang komprehensif menurut Syaikh Al-Islam IbnuTaimiyah adalah sebuah nama
yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT berupa perkataan
atau perbuatan baik amalan batin ataupun yang zhahir (nyata).

6
Adapunhakekatibadahyaitu: 3

1. Ibadah adalah tujuan hidup kita.


2. Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh
ketundukan dan kerendahan diri kepadaNya.
3. Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya
4. Cinta,maksudnya cinta kepada.Allah.dan Rasul-Nya yang mengandung makna
mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya:
mengikuti sunah Rasulullah saw.
5. Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segalasesuatu yang dicintai
Allah).
6. Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis
makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.
Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang mengisi waktunya
dengan berbagai macam bentuk ketaatan; baik dengan melaksanakan perintah maupun
menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan hidupnya akan terwujud.

5.Hikmah Ibadah

1. Tidak Syirik. Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah
menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah
mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada,
sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.
2. Memiliki ketakwaan. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang dilakukan
manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT. Setelah manusia melihat
kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan
ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena manusia menjalankan ibadah dianggap
sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah
sebagai suatu kewajiban adakalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan
balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankankewajiban.

3
Drs. Nazar Bakry, Fiqh Dan Ushul Fiqh, Jakarta : CV. Rajawali Press, 1993.

7
3. Terhindar dari kemaksiatan. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat
menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah
yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selaludipakai dimanapun
manusia berada.
4. Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan
lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang
dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang
biasa dirasakan orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut lebih
memperhatikan orang lain.
5. Tidak kikir. Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah
SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan
manusia yang begita besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya.
Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam menafkahkan hartanya
di jalan Allah SWT, ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya
memanfaatkan untuk keperluanya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang diwujudkan
dalam bentuk pengorbanan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah
SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi
dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya Fungsi ibadah adalah
mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya, mendidik mental, dan menjadikan diri
disiplin.Hikmah ibadah adalah menjadikan manusia yang disiplin dan
bertanggungjawab.Keutamaan ibadah adalah untuk mensucikan jiwa dan meningkatkan derajat
manusia dihadapan tuhannya.

Saran
Sebagai manusia hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita, yaitu untuk
beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam ibadah mahdah
(khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat semata-mata ikhlas untuk
mencapai ridha Allah.

8
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

1.Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Gema Risalah Press Banduung Jakarta
Barat
2.Dr. Muniron, DKK, Studi Islam STAIN jember Press : Jember. 2010
3.Drs. Atang ABD. Hakim, MA dan Dr. Jain Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung :
PT Remaja Pesdakarya, 2000.
4.Drs. Nazar Bakry, Fiqh Dan Ushul Fiqh, Jakarta : CV. Rajawali Press, 1993.
5.Amin Abdulloah, Falsafat Kalam Di Era Post Modernisme, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
1997).

WEB

9
1.http://alazhar58.blogspot.co.id/2013/12/definisi-pembagian-ruang-lingkup-serta.html
2.http://lppkk-umpalangkaraya.blogspot.co.id/2014/09/materi-i-pengertian-hakikat-dan-
hikmah.html#sthash.xgYPyjHd.dpuf
3.http://hamdanimsp.blogspot.co.id/2012/03/dasar-hukum-dan-hukum-ibadah.html

10

You might also like