You are on page 1of 72

ANALISIS LOGAM, KADAR PARTIKULAT, DAN KOMPOSISI

DARI DEBU EMISI NON-EXHAUST PADA JALAN RAYA


(LOKASI : JL. SISINGAMANGARAJA)

SKRIPSI

TRYAN FELIX HUTAGALUNG


190802037

PROGRAM STUDI S1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
ANALISIS LOGAM, KADAR PARTIKULAT, DAN KOMPOSISI DARI
DEBU EMISI NON-EXHAUST PADA JALAN RAYA
(LOKASI : JL. SISINGAMANGARAJA)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

TRYAN FELIX HUTAGALUNG


1908021037

PROGRAM STUDI S1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Analisis Logam, Kadar Partikulat, Dan Komposisi


Dari Debu Emisi Non-Exhaust Pada Jalan Raya
(Lokasi : jl. Sisingamangaraja)
Kategori : Skripsi
Nama : Tryan Felix Hutagalung
Nomor Induk Mahasiswa : 190802037
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia
Fakultas : MIPA – Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, 26 September 2023

Ketua Program Studi Pembimbing,

Dr. Sovya Lenny, M.Si. Drs. Chairuddin, M.Sc


NIP: 197510182000032001 NIP: 195912311987011001

i
PERYATAAN ORISINALITAS

ANALISIS LOGAM, KADAR PARTIKULAT, DAN KOMPOSISI DARI


DEBU EMISI NON-EXHAUST PADA JALAN RAYA
(LOKASI : JL. SISINGAMANGARAJA)

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 26 september 2023

Tryan Felix Hutagalung

ii
ANALISIS LOGAM, KADAR PARTIKULAT, DAN KOMPOSISI DARI
DEBU EMISI NON-EXHAUST PADA JALAN RAYA
(LOKASI : JL. SISINGAMANGARAJA)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi logam, kadar


partikulat, dan karakteristik debu emisi non-exhaust yang terdapat pada jalan raya,
dengan fokus pada Jalan Sisingamangaraja. Polusi udara yang disebabkan oleh
kendaraan bermotor telah menjadi masalah serius di banyak perkotaan. Emisi gas
buang kendaraan telah menerima perhatian yang layak, tetapi ada komponen lain
yang juga berkontribusi pada pencemaran udara, yaitu debu jalan yang berasal dari
keausan rem, ban, dan permukaan jalan. Penelitian ini memberikan pemahaman
mendalam tentang komposisi debu jalan dan dampaknya pada kualitas udara dan
kesehatan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa debu jalan mengandung
logam berat seperti besi (Fe), mangan (Mn), dan aluminium (Al) dengan konsentrasi
masing-masing sekitar 25,8167 ppm, 15,0585 ppm, dan 713,6148 ppm. Kadar
partikulat debu jalan mencapai 637,27985 μg/Nm3, melebihi ambang batas yang
dapat berdampak negatif pada kesehatan manusia. Analisis SEM-EDX dan XRF
mengungkapkan morfologi dan komposisi debu jalan yang bervariasi, dengan
kandungan unsur lain seperti magnesium (Mg), silikon (Si), dan kalsium (Ca). Hasil
ini memperkuat pemahaman mengenai polusi udara yang berasal dari debu jalan dan
menyoroti perlunya langkah-langkah pengendalian yang lebih efektif. Penelitian ini
memiliki dampak penting dalam upaya mitigasi polusi udara dan perlindungan
kesehatan masyarakat. Hasil ini dapat digunakan sebagai dasar untuk
mengembangkan strategi pengelolaan polusi udara yang lebih efektif, dan
memberikan kontribusi signifikan terhadap kesadaran akan risiko logam berat dalam
debu jalan.
Kata kunci : Debu jalan, Emisi non-exhaust, Kadar partikulat, SEM, XRF

iii
ANALYSIS OF METALS, PARTICULATE CONTENT, AND COMPOSITION
OF NON-EXHAUST EMISSION DUST ON HIGHWAYS
(LOCATION: JL. SISINGAMANGARAJA)

ABSTRACT

Air pollution caused by motor vehicles has become a serious issue in many
urban areas. Emissions from vehicle exhausts have received due attention, but there
is another component that also contributes to air pollution, namely road dust
originating from brake wear, tire abrasion, and road surfaces. This research
provides an in-depth understanding of road dust composition and its impact on air
quality and public health. The findings reveal that road dust contains heavy metals
such as iron (Fe), manganese (Mn), and aluminum (Al) with concentrations of
approximately 25.8167 ppm, 15.0585 ppm, and 713.6148 ppm, respectively. The
particulate levels of road dust reach 637.27985 μg/Nm3, exceeding the permissible
limits and potentially posing negative health effects on humans. SEM-EDX and XRF
analyses unveil diverse morphologies and compositions of road dust, including other
elements like magnesium (Mg), silicon (Si), and Calsium (Ca). These results
reinforce the understanding of air pollution originating from road dust and highlight
the necessity for more effective pollution control measures. This research bears
significant importance in efforts to mitigate air pollution and safeguard public
health. The outcomes can serve as a foundation for the development of more effective
air pollution management strategies and contribute substantially to awareness of
heavy metal risks in road dust.
Keywords : Non-exhaust emision , Particulate level , Road dust, SEM, XRF

iv
PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus, yang telah
melimpahkan kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana sains di FMIPA
USU dengan judul “Analisis Logam, Kadar Partikulat, Dan Komposisi Dari Debu
Emisi Non-Exhaust Pada Jalan Raya (Lokasi : Jl. Sisingamangaraja).”
Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini kepada bapak Drs.
Chairuddin, M.Sc. yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis
dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. Kepada Ibu Dr. Sovia
Lenny, M.Si dan bapak Muhammad Zulham Efendi Sinaga S.Si., M.Si. selaku Ketua
dan Sekretaris Prodi S1 Kimia FMIPA USU, dan kepada semua staff dosen
Departemen Kimia FMIPA USU.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua saya, atas
jasa-jasa beliau membesarkan, mendidik penulis juga senantiasa memberikan doa
dan dukungan moral serta materi hingga akhirnya penulis menyelesaikan studi.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga penulis lainnya yaitu kedua
abang penulis yang membantu penulis dalam hal materi dan adik penulis yang selalu
ada dan menyemangati penulis dikala penulis sedang putus asa. Penulis
mengucapkan terimakasih juga kepada teman-teman yang sudah turut andil
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan
masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk penelitian
dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, 26 September 2023

Tryan Felix Hutagalung

v
DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i
PERYATAAN ORISINALITAS ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
PENGHARGAAN v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR SINGKATAN xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5


2.1 Udara 5
2.2 Pencemaran Udara 5
2.3 Sumber Pencemaran Udara 6
2.4 Emisi Bukan Gas Buang 6
2.5 Resuspensi Debu Jalan 8
2.6 Ukuran Partikel Debu 9
2.6.1 Particulate Matter (PM10) 10
2.6.2 Particulate Matter (PM2,5) 10
2.7 Logam Berat 11
2.8 Spektrofotometer Serapan Atom 12
2.9 Prinsip Spektrofotometri Serapan Atom 12
2.10 Impinger 13
2.11 X-Ray Fluorescence (XRF) 13
2.12 Scanning Electron Microscopy Energi Dispersive X-Ray
(SEM-EDX) 15

BAB 3 METODE PENELITIAN 17


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 17
3.2 Alat dan Bahan 17
3.2.1 Alat 17
3.2.2 Bahan 18
3.3 Pengambilan Sampel 18
3.4 Destruksi Debu (SNI 8910:2021) 18

vi
3.5 Pengujian Contoh Uji 18
3.6 Penentuan Kadar Partikulat 18
3.7 Bagan Penelitian 20
3.7.1 Pengambilan Sampel 20
3.7.2 Destruksi Debu (SNI 8910:2021) 21
3.7.3 Pengujian Contoh Uji 22
3.7.4 Penentuan Kadar Partikulat 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23


4.1 Analisis Spektrofotometri Serapan Atom 23
4.1.1 Analisis Logam Besi (Fe) 24
4.1.1.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi Besi 24
4.1.1.2 Perhitungan Koefisien Korelasi 26
4.1.1.3 Perhitungan Kadar Besi (Fe) 26
4.1.2 Analisis Logam Mangan (Mn) 27
4.1.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi 27
4.1.2.2 Perhitungan Koefisien Korelasi 28
4.1.2.3 Perhitungan Kadar Mangan (Mn) 29
4.1.3 Analisis Logam Aluminium (Al) 30
4.1.3.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi 30
4.1.3.2 Perhitungan Koefisien Korelasi 31
4.1.3.3 Perhitungan Kadar aluminium (Al) 31
4.2 Pengukuran Kadar Partikulat Total 32
4.4.1 Koreksi Laju Alir Pada Kondisi Standar 33
4.4.2 Volume Udara Yang Diambil 34
4.4.3 Konsentrasi Partikel Tersuspensi Total dalam Udara Ambien 35
4.4.4 Persamaan Model Konversi Canter 35
4.4.5 Penentuann Konsentrasi Logam Pada udara 36
4.2.5.1 Konsentrasi Logam Fe pada Udara 37
4.2.5.2 Konsentrasi Logam Mn pada Udara 37
4.2.5.3 Konsentrasi Logam Al pada Udara 38
4.3 Analisis XRF 38
4.4 Analisis Morfologi 42
4.4.1 Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 1 43
4.4.2 Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 2 44
4.4.3 Debu Jalan Sisingamangaraja spot 3 45

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 47


5.1 Kesimpulan 47
5.2 Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48
LAMPIRAN 51

vii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul
Halaman
Gambar
2.1 Terbentuknya K-alpha dan K-Beta 15
4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Besi 25
4.2 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Mangan 28
4.3 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Aluminium 31
4.4 Grafik Hasil Uji Komposisi pada sampel debu emisi non-exhaust
100 mesh dan 200 mesh 41
4. 5 Morfologi Debu emisi Non-exhaust Jalan Sisingamangaraja 42
4. 6 Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 1 43
4. 7 Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 2 44
4. 8 Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 3 45

viii
DAFTAR TABEL

Nomor Judul
Halaman
Tabel
2.1 Karakteristik partikulat logam berat dari lalu lintas jalan 12
2.2 Panjang Gelombang Suatu Unsur 13
4.2 Data Perhitungan Garis Regresi untuk Larutan Standar Besi 24
4.3 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Besi dalam Sampel 26
4.4 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Mangan dalam Larutan Standar 27
4.5 Data Perhitungan Garis Regresi untuk Larutan Standar Mangan 27
4.6 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Mangan dalam Sampel 29
4.7 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Aluminium dalam Larutan Standar 30
4.8 Data Perhitungan Garis Regresi untuk Larutan Standar Aluminium 30
4.9 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Aluminium dalam Sampel 32
4.10 Data Meteorologi 33
4.11 Jumlah Kendaraan Lalu Lalang di Area Titik Sampling 33
4.12 Data Pengamatan Lapangan 33
4.13 Baku Muku Parameter TSP 36
4.14 Data Uji Komposisi Unsur Logam debu emisi non-exhaust 100
mesh menggunakan XRF 39
4.15 Data Uji Komposisi Unsur Logam debu emisi non-exhaust 200
mesh menggunakan XRF 40
4.16 Hasil Kelimpahan Unsur dari Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 1 43
4.17 Hasil Kelimpahan Unsur dari Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 2 44
4.18 Hasil Kelimpahan Unsur dari Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 3 45

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul
Halaman
Lampiran
1 Peta Lokasi Pengambilan Sampel
52
2 Pengambilan Sampel Dengan Vaccum Cleaner
52
3 Destruksi Sampel Dengan Destruksi Basah
53
4 Proses Pengambilan Sampel Dengan Impinger
55
5 Data XRF
56

x
DAFTAR SINGKATAN

WDXRF = Wavelength Dispersive X-ray Fluorescence


SEM-EDX = Scanning Electron Microscopy Energi Dispersive X-Ray
PM = Particulat Matter
RDS = Road Dust Suspension
TSP = Total Suspended Particel

xi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komposisi udara normal terdiri dari gas nitrogen (N2) 78,1 %, oksigen (O2)
20,93 %, dan karbon dioksida (CO2) 0,03 %, selebihnya berupa gas argon, neon,
kripton, xenon dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora dan
sisa tumbuhan lainnya (Chandra, 2006). Pencemaran udara dapat didefinisikan
sebagai masuknya zat asing atau kontaminan ke dalam udara yang dapat
menyebabkan perubahan pada kualitas udara dan dalam jumlah tertentu bisa
memberikan efek pada makhluk hidup. Zat asing atau kontaminan sebagian besar
karena adanya aktivitas dan kegiatan manusia terutama dari kendaraan dan
transportasi.
Peningkatan kepadatan kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari menyebabkan tingkat polusi yang meningkat di sepanjang jalan raya
dalam bentuk aerosol dan sedimen yang terendapkan di jalan. Meskipun langkah-
langkah pengendalian polusi yang melibatkan peningkatan teknologi seperti desain
mesin dan pengembangan material (bensin tanpa timbal, kampas rem) dan undang-
undang telah mengurangi polusi yang disebabkan oleh masing-masing kendaraan,
polusi total tidak berkurang karena peningkatan jumlah penggunaan kendaraan. RDS
diketahui mengandung beberapa polutan anorganik dan organik seperti logam berat,
metaloid dan hidrokarbon aromatik polisiklik. Polutan tersebut berasal dari emisi gas
buang kendaraan, ban kendaraan, rem, rangka bodi, permukaan jalan aspal, railing/
pagar jalan, garam deicing, spidol cat, pestisida dan herbisida yang ditambahkan ke
trotoar. Banyak logam berat, metaloid, dan polutan organik bersifat akut dan kronis
(Loganathan et al., 2013).
Jalan sisingamangaraja merupakan jalan beraspal yang banyak dilewati atau
dilalui oleh kendaraan bermotor. Jalan sisingamangaraja sebagai jalan lintas yang
masuk kedalam kategori jalan nasional sebagai jalan arteri dan jalan kolektor untuk
menghubungkan antar ibu kota provinsi, jalan strategis nasional dan jalan
penghubung dengan jalan tol. Jalan sisingamangaraja juga merupakan jalan primer
yang dilewati untuk menuju bandara kualanamu di Sumatera Utara dan jalan
2

keluarnya tol Amplas sehingga otomatis menjadi jalan yang padat dan ramai untuk
dilalui oleh transportasi kendaraan bermotor.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa emisi non-buang berkontribusi
terhadap 50–75% emisi PM10, yang merupakan partikel besar dan 15–40% PM
kurang dari 2,5 mikrometer (PM2.5) di AS dan Tiongkok , dan dapat mencapai sekitar
94% dari total emisi PM10 dan 90% dari PM2.5 pada tahun 2030. Oleh karena itu,
polusi yang tidak terkait dengan lalu lintas gas buang menimbulkan risiko besar bagi
lingkungan dan kesehatan manusia. Emisi non-gas buang dapat mengancam
kesehatan kita tetapi kurang dipahami dan lebih sulit diperkirakan
(Isabel Rowbotham, 2021).

Logam berat adalah polutan lingkungan yang terkenal karena toksisitasnya,


umur panjang di atmosfer, dan kemampuan untuk terakumulasi dalam tubuh manusia
melalui bioakumulasi. Pencemaran ekosistem darat dan perairan dengan logam berat
beracun merupakan masalah lingkungan utama yang memiliki konsekuensi bagi
kesehatan masyarakat. Sebagian besar logam berat terjadi secara alami, tetapi
beberapa berasal dari sumber antropogenik. Logam berat dicirikan oleh massa
atomnya yang tinggi dan toksisitasnya terhadap organisme hidup. Sebagian besar
logam berat menyebabkan pencemaran lingkungan dan atmosfer, dan mungkin
mematikan bagi manusia (Mitra et al., 2022).
Analisa debu jalan oleh (Jancsek-Turóczi et al., 2013) menggunakan metode
Onsite resuspension chamber Sampler dirancang untuk menyedot fraksi debu jalanan
PM10 terakumulasi di permukaan jalan dengan aliran 25 liter per menit oleh pompa
terhubung ke generator listrik. Materi partikulat akhirnya dikumpulkan pada
membran filter, baik kuarsa atau Teflon. Dengan jarak 0,5 sampai 1m 2 dari
permukaan jalan selama 15 sampai 30 menit yang nantinya sampel akan dianalisis
dengan berbagai uji. (Kupiainen & Pirjola, 2011) Melakukan analisis debu musim
semi dengan menggunakan laboratorium berjalan yang disebut sniffer karena pada
musim ini debu sangat tinggi konsentrasinya. Sniffer menangkap debu jalan melalui
vakum yang berada di dekat roda ban belakang dan vakum di bemper depan mobil
yang kemudian langsung masuk ke sistem untuk dianalisis secara langsung pada
waktu itu juga. Kendala utama sniffer ialah ketidakmampuannya dalam membedakan
mana partikel keausan jalan dan partikel debu jalan. (Rybak et al., 2020)
3

Menggunakan penghisap debu untuk mengambil sampel debu jalan pada pinggiran
jalan raya di kota besar di polandia yang dinilai cukup praktis sebagai alat sample.
Hasil sampel yang diperoleh dianalisi menggunakan ICP untuk menentukan
konsentrasi beberapa logam berat yang sangat membahayakan bagi system
pernafasan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka, penulis melakukan penelitian terkait
analisis konsentrasi logam berat yang berasal dari emisi non-exhaust yang beberapa
diantara logamnya ialah Fe, Mn dan Al. Pengujian sampel diukur dengan
spektrofotometri serapan atom nyala pada panjang gelombang masing masing logam,
penentuan kadar partikulat secara gravimetri, yang kemudian dikarakterisasikan
dengan SEM dan ditentukan komposisinya dengan menggunakan XRF.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana hasil konsentrasi dari logam Fe, Mn dan Al pada debu jalan di
Jalan Sisingamangaraja?
2. Bagaimana kadar partikulat debu jalan di Jalan Sisingamangaraja dengan air
sampler sederhana?
3. Bagaimana bentuk dan morfologi permukaan serta komposisi penyusun dari
debu jalan?
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada analisa logam yang terkandung dalam debu jalan di
jalan Sisingamangaraja (50 meter setelah keluar jalan layang amplas) khususnya
logam Fe, Mn dan Al menggunakan metode yang sederhana.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk menentukan hasil konsentrasi dari logam Fe, Mn dan Al pada debu jalan
di Jalan Sisingamangaraja.
2. Untuk menentukan kadar partikulat debu jalan di Jalan Sisingamangaraja
dengan air sampler sederhana.
3. Untuk menentukan bentuk dan morfologi permukaan serta komposisi penyusun
dari debu jalan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kandungan beberapa
logam berat yang terkandung dalam debu jalan dan memberi informasi kepada
4

masyarakat bahaya atau dampak dari adanya logam berat yang terkandung di dalam
debu jalan.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel debu jalan di jalan raya
menggunakan vaccum cleaner dan impinger sederhana untuk penentuan kadar
partikulat. Sampel hasil vaccum cleaner kemudian akan dinalisa dengan alat
spektrofotometer serapan atom nyala pada panjang gelombang 248,42 nm, 279,57
nm, dan 309,12 nm untuk menentukan konsentrasi logam Fe, Mn dan Al. Penentukan
kadar partikulat debu dilakukan penimbangan berat secara gravimetri. Scanning
Electron Microscopy Energi Dispersive X-Ray (SEM-EDX) digunakan untuk
menganalisis bentuk dan morfologi permukaan serta WDXRF (Wavelength
Dispersive X-ray Fluorescence) digunakan untuk menganalisis komposisi penyusun
dari suatu bahan atau material.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udara
Udara merupakan campuran gas yang terdiri atas banyak komponen dan
terdistribusi secara luas. Udara merupakan bagian dari atmosfer yang berisi oksigen
yang diperlukan oleh manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan jasad hidup yang lain.
Atmosfer juga merupakan sumber karbondioksida yang sangat diperlukan oleh
tumbuh-tumbuhan dan merupakan penyumbang uap air. Para ilmuwan menduga 95
% kehidupan di bumi disokong oleh lapisan atmosfer yang tebalnya kurang dari 2
mil (Dra. Ratih et al., 1999).
Udara merupakan faktor penting dalam kehidupan yang terdiri dari berbagai
gas pada permukaan bumi. Tanpa udara, manusia dan hewan serta tumbuh-tumbuhan
tidak dapat melangsungkan kehidupan. Udara juga berfungsi sebagai pelindung
kehidupan di muka bumi dari radiasi matahari yang kuat. Berbagai kondisi dan
aktivitas manusia dalam menunjang kehidupan pada umumnya menghasilkan dan
mengeluarkan zat atau partikel yang ditebarkan ke udara. Akibat dari aktivitas
tersebut akan berdampak pada timbulnya pencemaran udara
(Sastrawijaya A. Tresna, 2000).

2.2 Pencemaran Udara


Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup (KEPMEN KLH) No. Kep.02/Menklh/1988, pencemaran udara merupakan
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain di
udara, dan/atau perubahan struktur udara akibat kegiatan manusia atau proses alam.
Zat pencemar yang masuk ke udara akibat proses alam yaitu asap kebakaran hutan,
asap gunung berapi, debu meteorit, dan pancaran garam dari laut sedangkan dari
kegiatan manusia seperti transportasi, aktivitas industry dan pembuangan sampah.
Pencemaran udara dapat didefenisikan sebagai kehadiran satu atau lebih
substansi atau kontaminan di atmosfer pada jumlah yang dapat menimbulkan
pengaruh buruk pada kesehatan dan kesejahteraan manusia, binatang, tumbuhan,
material dan dapat mengganggu dan merusak kenyamanan di udara bebas
(C. David Cooper & F. C. Alley, 2011)
. Sedangkan menurut Badan Pengendalian Dampak
6

Lingkungan (2004) pencemaran udara diartikan sebagai hadirnya kontaminasi


atmosfer oleh gas, cairan atau limbah padat serta produk samping konsentrasi dan
waktu yang sedemikian rupa sehingga menciptakan gangguan, kerugian atau
memiliki potensi merugikan terhadap kesehatan dan kehidupan manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan atau benda serta menciptakan ketidaknyamanan. Pencemaran
udara dapat membahayakan kesehatan manusia, kelestarian tanaman dan hewan,
dapat merusak bahan-bahan bangunan, menurunkan daya penglihatan dan
menghasilkan bau yang tidak menyenangkan.
2.3 Sumber Pencemaran Udara
Sumber Pencemaran Udara Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pasal 1 ayat 1 butir 3, sumber
pencemar adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar
ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Terdapat dua jenis sumber pencemar yaitu:
1. Zat pencemar primer, yaitu zat kimia yang langsung terkontaminasi dengan
udara dalam konsentrasi yang membahayakan. Zat tersebut dapat berasal dari
komponen udara alamiah seperti karbon dioksida yang meningkat diatas
konsentrasi normal, atau sesuatu yang tidak biasa ditemukan dalam udara,
misalnya timbal.
2. Zat pencemar sekunder, yaitu zat kimia berbahaya yang terbentuk di atmosfer
melalui reaksi kimia antara komponen-komponen udara.
Sumber pencemar primer di udara digolongkan menjadi 2, yaitu sumber
bersifat alamiah dan kegiatan manusia. Contoh sumber alami adalah akibat letusan
gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, spora tumbuhan dan
lainnya. Sedangkan pencemaran akibat kegiatan manusia banyak dihasilkan dari
aktivitas transportasi, industri, rokok, dan persampahan baik akibat dekomposisi
ataupun pembakaran, serta rumah tangga (Burhan Muslim & Prabowo Kuat, 2019).
2.4 Emisi Bukan Gas Buang
Emisi non-buang terdiri dari keausan rem, keausan ban, keausan jalan, dan
resuspensi debu jalan. Emisi keausan rem dapat dipengaruhi oleh berat kendaraan,
laju perlambatan, komposisi cakram dan bantalan rem, suhu rotor, kecepatan geser,
dan tekanan kontak. Ban dan keausan jalan juga dipengaruhi oleh komposisi ban dan
7

permukaan jalan. Emisi dari resuspensi debu jalan bergantung pada kecepatan,
ukuran dan bentuk kendaraan, porositas dan jumlah debu di permukaan jalan, serta
kondisi cuaca. Masih ada ketidakpastian yang cukup besar mengenai jumlah PM
yang dipancarkan oleh sumber non-knalpot dalam kondisi berkendara dunia nyata
dan bagaimana jumlah ini bervariasi dengan perubahan faktor yang diidentifikasi di
atas.
Paparan emisi PM dikaitkan dengan berbagai dampak kesehatan yang
merugikan dalam jangka pendek dan panjang, termasuk peningkatan risiko kondisi
kardiovaskular, pernapasan, dan perkembangan, serta peningkatan risiko kematian
secara keseluruhan. Sejumlah studi epidemiologi telah menunjukkan, misalnya,
bahwa paparan PM dikaitkan dengan infeksi pernapasan akut, kanker paru-paru, dan
penyakit pernapasan dan kardiovaskular (de Kok et al., 2006) , dan efek PM2.5
dianggap sangat merusak. Mekanisme yang mendasari efek kesehatan dari PM
inhalasi telah dipelajari dengan baik di laboratorium dan ada kesepakatan umum
mengenai peran kunci yang dimainkan oleh stres oksidatif dan peradangan dalam
fisiopatologi dari dampak kesehatan yang terdokumentasi. Penelitian juga
menemukan korelasi yang signifikan antara paparan PM2.5 dan tingkat kematian pada
epidemi virus korona sebelumnya (Cui et al., 2003), semakin meningkatkan relevansi
kualitas udara untuk kesehatan masyarakat dan ketahanan sistem sosial secara lebih
umum.
Partikel non-exhaust muncul dari berbagai sumber terkait kendaraan.
Kontributor utama adalah sebagai berikut:
1. Keausan rem
Rem standar pada kendaraan umumnya bergantung pada gesekan antara
bantalan rem dan cakram atau drum yang berputar saat keduanya dikompresi
oleh tekanan pada sistem rem. Proses gesekan menyebabkan bantalan dan
permukaan cakram atau drum bergesekan, melepaskan partikel yang sebagian
besar adalah udara.
2. Keausan ban.
Saat permukaan ban bersentuhan dengan jalan, ban akan terus aus saat
bersentuhan dengan permukaan jalan. Ini menciptakan sejumlah besar partikel
karet kecil dengan ukuran berbeda. Partikel yang lebih besar biasanya tetap
8

berada di permukaan jalan sampai kotorannya hanyut. Namun, kisaran


ukurannya turun ke ukuran diameter di bawah 10 mikron dan dengan demikian
berkontribusi terhadap partikel PM10 (dan partikel PM2.5). Partikel abrasif yang
lebih kecil biasanya dilepaskan ke udara bersama dengan partikel non-abrasif.
Jika partikel abrasi dari ban karet dianggap sebagai jenis "mikroplastik", maka
abrasi ban merupakan sumber mikroplastik yang penting di lingkungan
maupun di lingkungan.
3. Keausan Permukaan Jalan
Selain itu, gesekan antara permukaan ban dengan permukaan jalan yang
menyebabkan ban bergesekan menyebabkan permukaan jalan menjadi
berkarat, apalagi jika sudah terlanjur jebol. Akibatnya, partikel abrasi dari
permukaan jalan juga terlepas ke atmosfer. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa dalam partikel yang dihasilkan, kotoran jalan bercampur
secara internal dengan karet ban selama proses penggosokan.
4. Resuspensi Debu Jalan
Debu dari sejumlah sumber menumpuk di jalan permukaan. Ini berasal dari
pengendapan partikel di udara yang kering dan basah, khususnya partikel yang
lebih kasar seperti yang berasal dari tanah. Selain itu, produk abrasi dari
kendaraan dapat menumpuk di jalan yang berkontribusi terhadap debu
permukaan jalan. Beberapa bahan ini berada dalam kisaran ukuran PM 10 saat
disimpan ke permukaan jalan dan aksi ban pada debu permukaan juga dapat
menyebabkan gerinda yang mengarah ke penciptaan partikel yang lebih kecil
dari debu yang lebih kasar. Studi debu permukaan jalan telah menunjukkan
sebagian besar berada dalam kisaran ukuran PM2.5 dan PM10 . Partikel seperti
itu agak mudah tertahan dari permukaan jalan, baik oleh gaya geser di jalan
ban antarmuka dan oleh turbulensi atmosfer di belakang kendaraan. Ada juga
bukti bahwa peningkatan kecepatan angin berkontribusi pada resuspensi debu
permukaan.
Selain penyebab utama ini, ada juga sumber abrasi lain yang terkait dengan
kendaraan seperti keausan sabuk penggerak yang terbuka, pelindung kaki karet, dan
pelat kopling, meskipun dalam kasus terakhir sebagian besar produk abrasi
terkandung dalam rumah kopling (Air Quality Expert Group, 2019).
9

2.5 Resuspensi Debu Jalan


Partikulat tersuspensi total (TSP) adalah partikel yang berukuran kurang dari
100 µm. Materi partikulat (TSP) adalah partikel udara kecil seperti debu, asap, dan
asap dengan diameter kurang dari 100 μm yang dihasilkan selama konstruksi,
pembakaran, dan aktivitas kendaraan. Partikel-partikel ini terdiri dari zat organik dan
anorganik. Partikel organik dapat berupa mikroorganisme yang terbawa udara seperti
virus, spora, dan jamur (Santiasih et al., 2012).
1. Menurut (Sabdo Yuwono et al., 2014) TSP adalah partikel udara seperti debu,
asap, dan asap yang berdiameter kurang dari 100 μm. Semua partikel ini
bertanggung jawab atas efek kesehatan manusia karena dapat menembus jauh
ke dalam saluran pernapasan (Alias et al., 2007) . Peningkatan konsentrasi
airborne particulate matter (TSP) disebabkan oleh berbagai aktivitas
manusia seperti pertambangan, transportasi, pembukaan lahan, pembangunan
pemukiman, konversi lahan, pengolahan lahan, dan penggundulan hutan.
2. Perhitungan jumlah jenis kendaraan berpengaruh terhadap jumlah TSP yang
dihasilkan oleh masing-masing jenis kendaraan dan kualitas pencemaran
udara setempat menghasilkan TSP yang berbeda beratnya. Kendaraan yang
menghasilkan TSP paling banyak ialah bus (2.232 ton/tahun), kendaraan
berpenumpang (2.134 ton/tahun), truk (1.517 ton/tahun) dan sepeda motor
(101 ton/tahun) (Abubakar, 2021).
2.6 Ukuran Partikel Debu
Partikulat adalah zat dengan diameter kurang dari 10 mikron. Berdasarkan
ukurannya partikel partikulat dibagi dua yaitu: a). Diameter kurang dari 1 mikron:
aerosol dan fume (asap) dan b). Diameter lebih dari 1 mikron: debu dan mists (butir
cairan). Perjalanan debu masuk saluran pernafasan dipengaruhi oleh ukuran partikel
tersebut. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar
antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel yang berukuran 5 mikron atau lebih
akan mengendap di hidung, nasofaring, trakea dan percabangan bronkus. Partikel
yang berukuran kurang dari 2 mikron akan berhenti di bronkiolus dan alveolus.
Partikel yang berukuran kurang dari 0,5 mikron biasanya tidak sampai mengendap
disaluran pernafasan akan tetapi dikeluarkan lagi. Partikulat bersama polutan lain
seperti ozon dan sulfurdioksida akan menimbulkan penurunan faal paru berupa
10

penurunan VEP1 dan rasio VEP2/KVP yaitu gangguan obstruksi saluran nafas
(Depkes, 2008).
Udara yang kita hirup dalam pernapasan mengandung partikel-partikel dalam
bentuk debu dimana sebagian dari debu, tergantung ukuranya, dapat tertahan atau
tertinggal didalam paru. Tubuh manusia sebenarnya sudah mempunyai mekanisme
pertahanan untuk menangkis sebagian besar debu. Mekanisme penimbunan debu
tergantung dari ukuran debu, kecepatan aliran udara dan struktur anatomi saluran
pernapasan.
2.6.1 Particulate Matter (PM10)
PM10 adalah partikulat padat atau cair yang melayang di udara dengan nilai
median ukuran diameter aerodinamik kurang dari 10 mikron. Partikulat ukuran
kurang dari 10 mikron mempunyai beberapa nama lain, yaitu PM 10 sebagai inhalable
particles, respirable particulate, respirable dust dan inhalable dust. PM10 merupakan
kelompok partikulat yang dapat diinhalasikan (inhalable), yang karena ukurannnya,
PM10 lebih spesifik merupakan partikulat yang respirable dan prediktor kesehatan
yang baik. PM10 memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk dapat masuk ke
saluran pernafasan bagian bawah karena diameter partikel yang lebih kecil
(kurang dari 10 μ) secara potensial dapat melewati mekanisme pertahanan
saluran nafas bagian atas (Koren & Bisesi, 2002).
(Rachmadhi Purwana, 1999) menyebutkan bahwa PM10 dapat dijadikan wakil
zat-zat pencemar lain. Turun atau naiknya PM 10 berasosiasi dengan kadar zat-zat
pencemar lain yang bersama-sama ada di udara. Dengan demikian sebagai prediktor
kesehatan, PM10 sudah lebih luas cakupannya yaitu sampai dengan permasalahan
kesehatan sebagai akibat pencemaran udara umumnya jika dibandingkan dengan zat-
zat pencemar yang lain.

Disamping itu PM10 juga lebih toksik daripada partikulat yang berukuran lebih
besar karena mengandung campuran partikulat jelaga, kondensat asam, garam sulfat,
dan partikulat nitrat. Dalam hal ini PM10 menunjukkan peran yang lebih penting
daripada hanya sekedar iritan atau inert. PM 10 juga merupakan kelompok partikulat
berukuran kecil, sedangkan partikulat yang kecil-kecil ini merupakan risiko
kesehatan terbesar di antara berbagai ukuran partikulat. Dengan demikian PM 10
11

merupakan indikator yang paling cocok untuk pengukuran pencemaran partikulat


rumah yang dikaitkan dengan efek terhadap gangguan saluran pernafasan.
2.6.2 Particulate Matter (PM2,5)
PM2,5 dengan diameter kurang dari 2,5 µm diyakini oleh pakar lingkungan
dan kesehatan masyarakat sebagai pemicu timbulnya infeksi saluran pernafasan,
karena dapat mengendap pada saluran pernafasan daerah bronki dan alveoli.
Berdasarkan peraturan pemerintah RI No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian
pencemaran udara, baku mutu udara ambient nasional selama 24 jam untuk PM 10
adalah sebesar 150 µg/m3, untuk PM2,5 sebesar 65 µg/m3.
PM2,5 yang mempunyai diameter ukuran kurang dari 2,5 µm, pada umumnya
berasal dari kendaraan bermotor, pembangkit listrik, pabrik industri dan
perumahan. Sedangkan partikel-partikel dengan diameter lebih besar dari 2,5 µm,
dengan sumber emisi dari proses-proses mekanis, digolongkan sebagai partikel
kasar atau lebih dikenal dengan coarse particles biasanya berada di udara
ambien karena adanya erosi angin yang mengangkat debu tanah naik ke udara
(Lestari & Mauliadi, 2009). Sejak sekitar tahun 1950-an, ukuran volume partikulat
mendapat perhatian khusus dalam studi-studi kesehatan yang terkait dengan
pencemaran udara.

2.7 Logam Berat


Logam berat didefinisikan sebagai unsur-unsur yang memiliki nomor atom
lebih besar dari 20 dan kerapatan atom di atas 5 g cm−3 dan harus menunjukkan
sifat-sifat logam. Logam berat dapat secara luas diklasifikasikan menjadi dua
kategori: logam berat esensial dan nonesensial. Logam berat esensial adalah yang
dibutuhkan oleh organisme hidup untuk melakukan proses mendasar seperti
pertumbuhan, metabolisme, dan perkembangan organ yang berbeda. Terdapat
banyak logam berat esensial seperti Cu, Fe, Mn, Co, Zn, dan Ni yang dibutuhkan
tanaman karena membentuk kofaktor yang secara struktural dan fungsional penting
untuk enzim dan protein lainnya. Unsur esensial sering dibutuhkan dalam jumlah
sangat kecil pada tingkat 10–15 ppm dan dikenal sebagai mikronutrien. Logam berat
nonesensial seperti Cd, Pb, Hg, Cr, dan Al tidak dibutuhkan oleh tanaman, bahkan
dalam jumlah kecil, untuk setiap proses metabolism (Sadak, 2023).
12

Logam berat seperti Fe, Al, Co, Ni, Cu, Zn, Pb, Cr, Cd, Hg, Mn adalah polutan
air, tanah, dan udara yang teridentifikasi dengan baik. Logam berat tersebut berasal
dari emisi kendaraan, limbah pertambangan, gas alam, kertas, plastik, pewarna, dan
industri batu bara. Di antara ion logam berat ini, Hg, Cu, Cd, dan Pb lebih beracun
bahkan pada tingkat jejak ppmnya. Oleh karena itu, identifikasi ion logam ini masih
penting untuk menghilangkan polutan tersebut dari lingkungan. Karena
kesederhanaannya, ukurannya yang dapat disetel, efektivitas biaya, dan sensitivitas
tinggi pada tingkat sub-ppm, MNP digunakan sebagai sensor kolorimetri untuk
merasakan logam berat dalam sistem ekologi (Prabakaran & Rajan, 2021).
No. Sumber Karakteristik produksi partikulat
1. Pengikisan saat pengereman (Cu), (Mn), (Al), (Ba),(Zn), ( Fe)1
2. Pengikisan mekanik pada ban (Si), (Tl), (Cr), (Ni), (Cu), (Sb), (Pb),
(Zn), (ZnO)2
3. Pengikisan mekanik pada trotoar (Si), (Al), (Ca), (Mg), ( Fe ¿ ¿3
Tabel 2.1 Karakteristik partikulat logam berat dari lalu lintas jalan

2.8 Spektrofotometer Serapan Atom


Spektroskopi Serapan Atom (SSA) adalah suatu teknik analisis yang
digunakan untuk menentukan kadar suatu logam dalam suatu senyawa dengan
mengatomisasinya terlebih dahulu. Atomisasi dapat dilakukan dengan nyala.
Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom, yang berakibat suatu atom
pada keadaan dasarnya, dinaikkan ke tingkat energi eksitasi.
Cara analisis SSA, baik atomisasi ataupun nyala keduanya menggunakan
berbagai bahan bakar, maupun dengan atau tanpa nyala mampu menentukan secara 9
kualitatif dan kuantitatif hampir semua unsur logam. Kepekaannya mulai dari
beberapa ppm sampai ppb, kecuali beberapa unsur berat seperti U dan Zr yang baru
dapat ditentukan pada konsentrasi yang relatif tinggi di atas 100 ppm
(Skoog et al., 2014)
.
2.9 Prinsip Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis yang didasarkan
pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat
tenaga dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya
elektron dalam kulit atom ke tingkat tenaga yang lebih tinggi (exited state).
Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan sebanding dengan jumlah atom pada
13

tingkat tenaga dasar yang menyerap energi radiasi tersebut. Intensitas radiasi yang
diteruskan (transmitansi) atau mengukur intensitas radiasi yang diserap (absorbansi),
dapat diukur sehingga konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan. Cara
kerja alat ini berdasarkan penguapan larutan sampel, kemudian logam yang
dikandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi
radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda yang mengandung
unsur yang akan ditentukan. Banyaknya radiasi yang diserap kemudian diukur pada
panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono, 2001).
No. Unsur Panjang Gelombang
1. Fe 248,3 nm
2. Mn 279,5 nm
3. Al 308,2 nm
4. Cd 226,5 nm
5. Cu 324,8 nm
6. Pb 220,3 nm
Tabel 2.2 Panjang Gelombang Suatu Unsur

2.10 Impinger
Pengambilan contoh udara dengan alat air sampler impinger pada hakekatnya
adalah menarik udara terkontaminasi di udara bebas (ambient) kedalam larutan
penangkap yang terdapat pada tabung gelas impinger. Gas kontaminan dalam udara
yang dihisap oleh unit pompa kedalam tabung yang berisi larutan penangkap tersebut
bereaksi dengan membentuk gelembung-gelembung udara dalam larutan penangkap.
Semakin kecil terbentuknya gelembung semakin baik reaksi yang terjadi. Oleh
karena itu pada bagian luar pipa tengah impinger diberikan tonjolan kecil untuk
pemecah gelembung. Hasil reaksi antara gas kontaminan dan larutan penangkap
kemudian diukur di laboratorium.
Selanjutnya nilai absorbansi diplotkan pada kurva kalibrasi standar, sehingga
konsentrasi gas dapat ditentukan pada setiap satuan volume gas yang disampling.
Tabung gelas impinger berfungsi untuk menampung larutan penangkap, yang
dilengkapi dengan rancangan bagian pemecah gelembung udara. Volume tabung
impinger yang digunakan adalah 20 mL. Untuk mengisi cairan impinger kedalam
tabung, dapat dilakukan dengan melepas bagian pegas (per) penguat tutup tabung,
kemudian lepaskan tutup tabung secara hati-hati. Isi cairan sampai batas ± 10 mL
14

pada tabung Impinger atau tergantung kebutuhan, kemudian pasangkan kembali


tutup tabung dan pegas penguatnya (Insciencepro, 2013).
2.11 X-Ray Fluorescence (XRF)
X-Ray Fluorescence (XRF) merupakan teknik analisa non-destruktif yang
digunakan untuk identifikasi serta penentuan konsentrasi elemen yang ada pada
padatan, bubuk ataupun sample cair. XRF mampu mengukur elemen dari berilium
(Be) hingga Uranium pada level trace element, bahkan di bawah level ppm. Secara
umum, XRF spektrometer mengukur panjang gelombang komponen material secara
individu dari emisi flourosensi yang dihasilkan sampel saat diradiasi dengan sinar-X
(Brouwer & PANalytical (Almelo), 2003).

Metode XRF secara luas digunakan untuk menentukan komposisi unsur suatu
material. Karena metode ini cepat dan tidak merusak sampel, metode ini dipilih
untuk aplikasi di lapangan dan industri untuk kontrol material. Tergantung pada
penggunaannya, XRF dapat dihasilkan tidak hanya oleh sinar-X tetapi juga sumber
eksitasi primer yang lain seperti partikel alfa, proton atau sumber elektron dengan
energi yang tinggi (Massinai & Tahir, 2016).

Apabila terjadi eksitasi sinar-X primer yang berasal dari tabung X ray atau
sumber radioaktif mengenai sampel, sinar-X dapat diabsorpsi atau dihamburkan oleh
material. Proses dimana sinar-X diabsorpsi oleh atom dengan mentransfer energinya
pada elektron yang terdapat pada kulit yang lebih dalam disebut efek fotolistrik.
Selama proses ini, bila sinar-X primer memiliki cukup energi, elektron pindah dari
kulit yang di dalam sehigga menimbulkan kekosongan. Kekosongan ini
menghasilkan keadaan atom yang tidak stabil. Apabila atom kembali pada keadaan
stabil, elektron dari kulit luar pindah ke kulit yang lebih dalam dan proses ini
menghasilkan energi sinar-X yang tertentu dan berbeda antara dua energi ikatan pada
kulit tersebut. Emisi sinar-X dihasilkan dari proses yang disebut X Ray Fluorescence
(XRF). Proses deteksi dan analisa emisi sinar-X disebut analisa XRF. Pada umumnya
kulit K dan L terlibat pada deteksi XRF. Sehingga sering terdapat istilah Kα dan Kβ
serta Lα dan Lβ pada XRF. Jenis spektrum X ray dari sampel yang diradiasi akan
menggambarkan puncak-puncak pada intensitas yang berbeda (Viklund, 2008: 7).
15

Gambar 2.1 Terbentuknya K-alpha dan K-Beta (Teddy Sumantry, 2002)


Teknik analisis XRF menggunakan peralatan spektrometer yang dipancarkan
oleh sampel dari penyinaran sinar-X. Sinar-X yang dianalisis berupa sinar-X
karakteristik yang dihasilkan dari tabung sinarX, sedangkan sampel yang dianalisis
dapat berupa sampel padat pejal dan serbuk. Dasar analisis alat XRF adalah
pencacahan sinar-X yang dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisian kembali
kekosongan elektron pada orbital yang lebih dekat dengan inti atom (kulit K) oleh
elektron yang terletak pada orbital yang lebih luar. Kekosongan elektron ini terjadi
karena eksitasi elektron. Pengisian elektron pada orbital K akan menghasilkan
spektrum sinar-X deret K, pengisian elektron pada orbital berikutnya menghasilkan
spektrum sinar-X deret L, deret M, deret N dan seterusnya (Teddy Sumantry, 2002).

Spektrum sinar-X yang dihasilkan selama proses di atas menunjukkan puncak


(peak) karakteristik yang merupakan landasan dari uji kualitatif untuk unsur-unsur
yang ada pada sampel. Sinar-X karakteristik diberi tanda sebagai K, L, M, N dan
seterusnya untuk menunjukkan dari kulit mana unsur itu berasal. Penunjukkan alpha
(α), beta (β) dan gamma (γ) dibuat untuk memberi tanda sinar- X itu berasal dari
transisi elektron dari kulit yang lebih tinggi. Oleh karena itu, Kα adalah sinar-X yang
dihasilkan dari transisi elektron kulit L ke kulit K (Teddy Sumantry, 2002).

2.12 Scanning Electron Microscopy Energi Dispersive X-Ray (SEM-EDX)


Scanning Electron Microscopy Energi Dispersive X-Ray (SEM-EDX) adalah
salah satu instrumen yang digunakan untuk mengetahui topologi dan nilai
konsentrasi atomik dari suatu material (Septiano et al., 2021) . Metode SEM-EDX
merupakan metode yang menggabungkan dua metode analisis yang berbeda menjadi
satu, yaitu detektor sinar-X dan mikroskop elektron. Sumber untuk kedua metode
tersebut adalah berkas elektron terkonsentrasi yang dipancarkan dari katoda filamen
16

tungsten, yang mengenai sampel. Sinar ini bereaksi dengan sampel dan
memancarkan elektron yang terdeteksi oleh photomultiplier scintillator yang akan
menghasilkan elektron sekunder (Dussubieux et al., 2016).
Analisis SEM dapat memberikan informasi lengkap tentang bentuk dan topografi
partikel. SEM menggunakan berkas elektron untuk memvisualisasikan gambar
permukaan suatu objek. Prinsip kerja alat SEM adalah elektron berenergi tinggi
ditembakkan ke permukaan benda. Elektron memantul dan menghasilkan elektron
sekunder ke segala arah ketika mengenai permukaan suatu benda. Namun, berkas
elektron memiliki satu arah yang menentukan daerah pantulannya. Arah pantulan
memberikan gambaran tentang permukaan benda, misalnya arah dan derajat
kemiringan. Dalam SEM, seberkas kecil elektron diarahkan ke sampel yang
kemudian digunakan untuk memindai seluruh permukaan sampel. Selama
pemindaian, elektron dipantulkan dan ditangkap oleh dektektor. Pencitraan
permukaan objek diperoleh berdasarkan hasil yang terdeteksi oleh elektron yang
dipantulkan (elektron sekunder) dari detector (Nandiyanto et al., 2017).
Energi Dispersive X-Ray (EDX) memiliki keterikatan yang lebih umum pada
SEM, karena menyediakan analisis kualitatif yang cepat dari spesimen. EDX
digunakan untuk menganalisis karakteristik spektrum sinar-X dengan mengukur
energi sinar-X tersebut. Sinar-X yang dipancarkan dari spesimen masuk ke detektor
semikonduktor dan menghasilkan pasangan electron-hole yang jumlahnya sesuai
dengan energi sinar-X (Vasudeo Rane & Thomas, 2018).
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2023. Sampel diambil di
jalan sisigamangaraja (50 meter setelah keluar jalan layang amplas). Preparasi,
destruksi dilakukan di laboratorium analitik dan pengujian dilakukan di laboratorium
BARISTAND Medan, untuk pengujian XRF dilakukan di Laboratorium Terpadu
Universitas Diponogoro, dan uji SEM dilakukan di PT. Dinatech.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Nama Alat Ukuran Merk
Labu ukur 100 mL Pyrex
Labu ukur 1000 mL Pyrex
Pipet Volume 10 mL Pyrex
Gelas Ukur 100 mL Pyrex
Beaker Glass Pyrex
Tabung Uji 20 mL Pyrex
Neraca Analitik Radwag
Kaca Arloji
Pipet Tetes
Batang Pengaduk Kaca
Bola Karet D&N
Tabung Impinger Sibata
Saringan 100 dan 200 Mesh
Hot plate
Termometer 120 ℃
Corong kaca
Pompa Vakum Udara 15L/Menit Siphon
Kertas Saring Whatman no 42
Fiber Glass
18

Baterai Aki GS Astra


3.2.2 Bahan
- HCl (p) 37%
- HNO3 (p) 65%
- Aquadest
- H2O2(p) 30 %

3.3 Pengambilan Sampel


Debu yang berada di sekeliling jalan dikurnpulkan dengan menggunakan alat
penghisap debu selama waktu tertentu. Selanjutnya debu yang tertangkap akan
dibersihkan dari pengotor dengan disaring dengan penyaring 100 mesh dan 200 mesh
(Casotti Rienda & Alves, 2021) . Kemudian hasil saringan 100 mesh diuji dengan
SSA dan SEM dan untuk uji XRF dilakukan pada hasil saringan 100 mesh dan 200
mesh.
3.4 Destruksi Debu (SNI 8910:2021)
Sebanyak 5 g debu dimasukkan ke dalam beaker glass lalu ditambahkan 10
mL HNO3 1:1 dan dihomogenkan. Dipanaskan larutan selama ±15 menit pada suhu
95 °C, kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 pekat lalu ditutup dengan kaca arloji dan
dipanaskan kembali suhu 95 °C selama 30 menit. Diulangi pemanasan sampai asap
coklat hilang dan/larutan jernih. Ditambahkan 2 mL air suling dan 3 mL H2O2 30%
ditutup kembali dengan kaca arloji, lalu dianaskan kembali pada suhu 95 °C selama 2
jam. Ditambahkan 10 mL HCl pekat dan dipanaskan kembali pada suhu 95 °C
selama 15 menit lalu didinginkan dan disaring.
3.5 Pengujian Contoh Uji
Sebanyak 25 mL larutan sampel kedalam kuvet pada alat spektrofotometer,
lalu diukur intensitas warna yang terbentuk pada panjang gelombang tertentu. Dibaca
serapan sampel, kemudian dihitung konsentrasi dengan menggunakan kurva
kalibrasi. Dilakukan langkah-langkah tersebut untuk larutan penjerap yang diukur
sebagai larutan blanko
3.6 Penentuan Kadar Partikulat
Disiapkan rangkaian alat untuk menjerap debu yang ada di jalan dengan
menggunakan impinger dan pompa sederhana. Selanjutnya dihidupkan pompa
19

selama 1 jam dengan laju alir 15 L/menit selama 1 jam. Setelah itu disaring debu
yang telah dijerap dengan menggunakan kertas saring, kemudian debu dikeringkan di
dalam oven selama 2 jam pada suhu 105 ⁰C. kemudian dihitung kadar partikulatnya
dari massa sebelum dan sesudah dikeringkan.
20

3.7 Bagan Penelitian


3.7.1 Pengambilan Sampel
21

3.7.2 Destruksi Debu (SNI 8910:2021)


22

3.7.3 Pengujian Contoh Uji

3.7.4 Penentuan Kadar Partikulat


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Spektrofotometri Serapan Atom


Pengambilan sampel untuk diuji dengan spektrofotometri serapan atom
dilakukan dengan menggunakan vaccum cleaner portable. Dimana ketika saat ingin
menyampling keadaan tanah atau jalan harus kering karena jika sampel basah maka
akan merusak proses uji. Sampel yang tadinya diambil kemudian harus dilakukan
pengayakan melalui saringan 100 mesh dahulu untuk menghilangkan zat zat
pengotor seperti bebatuan atau kerikir yang mungkin saja terikut masuk
(Casotti Rienda & Alves, 2021)
.
Sampel dipreparasi menggunakan metode destruksi basah dengan larutan
HNO3 dan H2O2 yang bertujuan untuk mendekomposisi sampel. Larutan HNO 3
merupakan oksidator kuat yang berfungsi untuk memutus ikatan senyawa kompleks
organologam menjadi anorganik. Penambahan H 2O2 berfungsi sebagai agen
pengoksidasi yang dapat menyempurnakan reaksi. Destruksi dilakukan dengan
pemanasan pada suhu 95 °C, agar mempercepat proses pemutusan ikatan
organologam. Pemanasan dilakukan pada suhu 95 °C, karena titik didih HNO 3
sebesar 121 °C, dan H2O2 sebesar 107 °C, sehingga campuran dapat bereaksi
sempurna dan larutan tidak cepat habis sebelum proses destruksi selesai (Go et al.,
2019). Reaksi yang terjadi antara bahan organik dengan HNO3 dan H2O2, yaitu:

- Logam-(CH2O)x+HNO3→Logam-(NO3)x(aq)+CO2(g)+NO(g)+H2O(l)
- 2NO(g)+O2(g) →2NO2(g)
- 2H2O(l)+H2O(aq)+O2(g)
- 2NO2(g)+H2O→HNO3(aq)+HNO2(aq)
- 2HNO2(aq) →H2O(aq)+NO2(g)+NO2(g)

Bahan organik (CH2O)x didekomposisi oleh HNO3 akan menghasilkan CO2 dan
NOx. Gas ini akan meningkatkan tekanan pada proses destruksi, sehingga logam
akan terlepas dari ikatannya dan diubah ke dalam bentuk garamnya yaitu logam -
(NO3). Gas NOx yang diuapkan dari larutan bereaksi dengan oksigen dan
menghasilkan gas NO2 yang berwarna coklat. Gas NO 2 ini mengindikasikan bahwa
24

bahan organik telah dioksidasi dengan HNO3. Gas NO2 bereaksi dengan H2O2 dan
terurai menjadi H2O dan O2. HNO3 akan mendestruksi bahan organik yang masih
tesisa, sedangkan HNO2 akan terurai menjadi gas NO 2 dan NO. Hal ini akan
berlangsung terus menerus selama proses destruksi hingga semua bahan organik
terdekomposisi sempurna (Wulandari & Sukesi, 2013).

4.1.1 Analisis Logam Besi (Fe)


Hasil pengukuran larutan standar logam besi (Fe) yang diperoleh dapat dilihat
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Besi dalam Larutan Standar
No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1. 0,0000 0,0000
2. 0,2000 0,0152
3. 0,4000 0,0236
4. 0,6000 0,0349
5. 0,8000 0,0471
6. 1,0000 0,0608

4.1.1.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi Besi


Setelah diperoleh hasil pengukuran transmitan dari suatu larutan seri standar
amonia akan dikonversi terlebih dahulu menjadi absorbansi dengan rumus:

𝐴 = 2 −𝑙𝑜𝑔 𝑙𝑜𝑔 % 𝑇 (4.1)

Absorbansi yang diperoleh selanjutnya akan dibandingkan dengan konsentrasi


larutan standar untuk memperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier. Dalam
penentuan persamaan garis regresi kurva kalibrasi diturunkan dengan menggunakan
metode Least Square pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Data Perhitungan Garis Regresi untuk Larutan Standar Besi
No. Xi Yi (Xi-X) (Yi-Y) (Xi - X)2 (Yi - Y)2 (Xi-X)(Yi-Y)
1. 0,0000 0,0000 -0,5000 -0,0303 0,2500 0,0009 0,0151
2. 0,2000 0,0152 -0,3000 -0,0151 0,0900 0,0002 0,0045
3. 0,4000 0,0236 -0,1000 -0,0067 0,0100 0,0000 0,0007
4. 0,6000 0,0349 0,1000 0,0046 0,0100 0,0000 0,0005
5. 0,8000 0,0471 0,3000 0,0168 0,0900 0,0003 0,0051
6. 1,0000 0,0608 0,5000 0,0305 0,2500 0,0009 0,0153
∑ 3,0000 0,1816 0 0 0,7000 0,00242 0,0411
25

Dimana harga X =
∑ Xi = 3,000 = 0,5
n 6

Dimana harga Y =
∑ Yi = 0,1816 = 0,0303
n 6
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan :
y = ax + b (4.2)
Dimana :
a = Slope
b = Intersept
∑(Xi− X)(Yi−Y )
a= (4.3)
Σ( Xi− X )2
Sehingga diperoleh :
0,0411
𝑎 = 0,7000

𝑎 = 0,057350
Sehingga nilai b (intersept) diperoleh dengan mensubstitusi nilai a ke persamaan :
y = ax + b
b = y – ax
= 0,0303– (0,057350)(0,5)
= 0,00191
Maka kurva kalibrasi larutan seri standar dapat dilihat pada gambar 4.1
dengan persamaan garis regresi y = 0,057350x + 0,00191

Konsentrasi Larutan Standar Fe


0.0700
0.0600
f(x) = 0.0587142857142857 x + 0.000909523809523805
0.0500 R² = 0.995266834651484
Absorbansi

0.0400
0.0300
0.0200
0.0100
0.0000
0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000
Konsentrasi (ppm)
26

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Besi


4.1.1.2 Perhitungan Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan dengan rumus :

∑(Xi−X )(Yi−Y )
𝑟= (4.4)
√ ∑(Xi−X )2 (Yi−Y )2

Maka dari standar Fe diperoleh harga r :

0,0411
𝑟=
√ 0,0016975

𝑟 = 0,9963

4.1.1.3 Perhitungan Kadar Besi (Fe)


Pengukuran absorbansi pada sampel udara yang dilakukan sebanyak 5 kali
pengulangan yang dapat dilihat pada table 4.3

Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Besi dalam Sampel


No Absorbansi
1. 1,4829
2. 1,4767
3. 1,4857
4. 1,4878
5. 1,4792
∑ 1,4825

Kandungan Besi (Fe) dapat ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi.


Nilai absorbansi yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung didistribusikan
terhadap persamaan garis regresi kurva kalibrasi. Persamaan kurva kalibrasi yang
diperoleh adalah :

y = 0,057350x + 0,00191

Dengan mensubstitusi nilai y (absorbansi) ke persamaan regresi y =


0,057350x +0,00191, maka diperoleh :

1,4825−0,00191
∑ Fe = 0,057350

= 25,8167 ppm
27

Sumber polutan besi biasanya berasal dari benda benda yang berasal dari besi
pula seperti residu dari sistem pengereman. Diduga juga sumber besi berasal dari
bengkel yang berada di titik lokasi sampling yang berasal dari peralatan bengkel
yang mengalami karatan atau korosi. Besi merupakan logam esensial, namun
keberadaan konsentrasi besi dalam udara ambien harus diperhatikan mengingat efek
kesehatan yang ditimbulkan. Peneliti Susilo dan Tunjungsari, (2022) melaporkan
bahwa pekerja pengelasan yang terpapar asap las yang mengandung besi
menyebabkan asma, pneumonia, fibrosis paru, dan kanker paru.

4.1.2 Analisis Logam Mangan (Mn)


Hasil pengukuran larutan standar logam mangan (Mn) yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Mangan dalam Larutan Standar
No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi
1. 0 0
2. 0,2 0,0147
3. 0,4 0,0304
4. 0,6 0,0476
5. 0,8 0,0645
6. 1 0,0794

4.1.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi


Absorbansi yang diperoleh selanjutnya akan dibandingkan dengan konsentrasi
larutan standar untuk memperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier. Dalam
penentuan persamaan garis regresi kurva kalibrasi diturunkan dengan menggunakan
metode Least Square pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 4. 5 Data Perhitungan Garis Regresi untuk Larutan Standar Mangan


No. Xi Yi (Xi-X) (Yi-Y) (Xi - X)2 (Yi - Y)2 (Xi-X)(Yi-Y)
1. 0 0 -0,5 -0,0394 0,25 0,0015549 0,0197166
2. 0,2 0,014 -0,3 -0,0247 0,09 0,0006117 0,00742
7
3. 0,4 0,030 -0,1 -0,009 0,01 0,000081 0,0009033
4
4. 0,6 0,047 0,1 0,00817 0,01 0,000067 0,0008166
6
5. 0,8 0,064 0,3 0,02507 0,09 0,0006283 0,00752
5
6. 1 0,079 0,5 0,03997 0,25 0,0015973 0,0199833
28

4
∑ 3 0,236 0 0 0,7 0,0045403 0,05636
6

Dimana harga X =
∑ Xi = 3 = 0,5
n 6

Dimana harga Y =
∑ Yi = 0,2366 = 0,039433
n 6

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi mangan dapat diturunkan dari
persamaan (4.2), sehingga diperoleh :

0,05636
𝑎=
0,7
𝑎 = 0,08175
Sehingga nilai b (intersept) diperoleh dengan mensubstitusi nilai a ke persamaan :

y = ax + b

b = y – ax

= 0,039433– (0,08175)(0,5)

= 0,00173

Maka kurva kalibrasi larutan seri standar dapat dilihat pada gambar 4.2 dengan
persamaan garis regresi y = 0,08175x + 0,00173

Konsentrasi Larutan Standar Mn


0.09
0.08
f(x) = 0.0805142857142857 x − 0.000823809523809525
0.07 R² = 0.999359527221352
0.06
Absorbansi

0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Konsentrasi (ppm)
29

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Mangan


4.1.2.2 Perhitungan Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi (r) mangan dapat ditentukan dengan persamaan (4.4), maka
dari standar Mn diperoleh harga r :

0,05636
𝑟=
√ 0,00317821

𝑟 = 0,99997

4.1.2.3 Perhitungan Kadar Mangan (Mn)


Pengukuran absorbansi pada sampel udara yang dilakukan sebanyak 5 kali
pengulangan yang dapat dilihat pada table 4.6

Tabel 4.6 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Mangan dalam Sampel


No Absorbansi
1. 1,2261
2. 1,2311
3. 1,2310
4. 1,2301
5. 1,2280
∑ 1,2293

Kandungan Mangan (Mn) dapat ditentukan dengan menggunakan kurva


kalibrasi. Nilai absorbansi yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung
didistribusikan terhadap persamaan garis regresi kurva kalibrasi. Persamaan kurva
kalibrasi yang diperoleh adalah :

y = 0,08175x + 0,00173

Dengan mensubstitusi nilai y (absorbansi) ke persamaan regresi y = 0,08175x +


0,00173, maka diperoleh :

1,2293−0,00173
∑ Mn = 0,08175

= 15,0586 ppm

Sumber polutan mangan berasal dari material yang mengalami pelepasan zat
mangan yang biasanya karena faktor alami ataupun karena pergesekan seperti yang
ada pada sistem pengereman kendaraan bermotor. Mangan juga bisa berasal dari ban
30

yang mengalami keausan karena ada beberapa jenis ban memiliki mangan sebagai
bahan pembuatannya dan juga jalan yang mengalami abrasi bisa menjadi faktor
sumber mangan ada. Mangan merupakan logam esensial, namun keberadaan
konsentrasi mangan dalam udara ambien harus diperhatikan mengingat efek
kesehatan yang ditimbulkan. Mangan dapat menyebabkan efek toksik jika berlebihan
seperti menyebabkan penyakit insomnia, kerusakan hati dan kerusakan pada sistem
saraf.

4.1.3 Analisis Logam Aluminium (Al)


Hasil pengukuran larutan standar logam Aluminium (Al) yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel 4.7.

No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi


1. 0 0
2. 5 0,0086
3. 10 0,0183
4. 15 0,026
5. 20 0,0329
6. 25 0,0392
Tabel 4.7 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Aluminium dalam Larutan Standar

4.1.3.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi


Absorbansi yang diperoleh selanjutnya akan dibandingkan dengan konsentrasi
larutan standar untuk memperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier. Dalam
penentuan persamaan garis regresi kurva kalibrasi diturunkan dengan menggunakan
metode Least Square pada tabel 4.8 berikut:

Tabel 4.8 Data Perhitungan Garis Regresi untuk Larutan Standar Aluminium
No. Xi Yi (Xi-X) (Yi-Y) (Xi - X)2 (Yi - Y)2 (Xi-X)(Yi-Y)
1. 0 0 -12,5 -0,0208 156,25 0,00043402 0,26042
2. 5 0,0086 -7,5 -0,0122 56,25 0,00014965 0,09175
3. 10 0,0183 -2,5 -0,0025 6,25 6,41778E-0 0,00633
4. 15 0,026 2,5 0,0051 6,25 0,00002672 0,01292
7
5. 20 0,0329 7,5 0,0120 56,25 0,00014560 0,0905
7
6. 25 0,0392 12,5 0,0183 156,25 0,00033733 0,22958
7
∑ 75 0,125 0 0 437,5 0,00109976 0,6915
31

Dimana harga X =
∑ Xi = 75 = 12,5
n 6

Dimana harga Y =
∑ Yi = 0,125 = 0,020833
n 6

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi aluminium dapat diturunkan


dari persamaan (4.2), sehingga diperoleh :

0,6915
𝑎=
437 , 5

𝑎 = 0,001516

Sehingga nilai b (intersept) diperoleh dengan mensubstitusi nilai a ke persamaan :

y = ax + b

b = y – ax

= 0,020833 – (0,001516)(12,5)

= 0,00226

Maka kurva kalibrasi larutan seri standar dapat dilihat pada gambar 4.3 dengan
persamaan garis regresi y = 0,001516x + 0,00226

Konsentrasi Larutan Standar Al


0.045
0.04
f(x) = 0.00158057142857143 x + 0.00107619047619047
0.035 R² = 0.993845607593183
0.03
Absorbansi

0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
0
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Aluminium


32

4.1.3.2 Perhitungan Koefisien Korelasi


Koefisien korelasi (r) aluminium dapat ditentukan dengan persamaan (4.4),
maka dari standar Al diperoleh harga r :

0,6915
𝑟=
√ 0,481148063

𝑟 = 0,9962

4.1.3.3 Perhitungan Kadar aluminium (Al)


Pengukuran absorbansi pada sampel udara yang dilakukan sebanyak 5 kali
pengulangan yang dapat dilihat pada table 4.9

Tabel 4.9 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Aluminium dalam Sampel


No Absorbansi
1. 1,0825
2. 1,0920
3. 1,0933
4. 1,0771
5. 1,0756
∑ 1,0841

Kandungan Aluminium (Al) dapat ditentukan dengan menggunakan kurva


kalibrasi. Nilai absorbansi yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung
didistribusikan terhadap persamaan garis regresi kurva kalibrasi. Persamaan kurva
kalibrasi yang diperoleh adalah :

y = 0,001516x + 0,00226

Dengan mensubstitusi nilai y (absorbansi) ke persamaan regresi y = 0,001516x +


0,00226, maka diperoleh :

1,0841−0,00226
∑ Al = 0,001516

= 713,6148 ppm

Sistem pengeraman pada kendaraan dan memiliki aluminium sebagai bahan


baku utama dalam pembuatannya sehingga residu dari pengereman tersebut dapat
33

menimbulkan polusi dari aluminium tersebut. Pelek kendaraan terbuat dari


aluminium yang biasanya akan mengalami keausan seiring waktu dan pemakaian
sehingga menjadi sumber utama dari polutan aluminium. Aluminium merupakan
logam non esensial yang berarti tidak terlalu diperlukan oleh tubuh, banyak efek
buruk yang dapat ditimbulkan dari paparan aluminium seperti penyakit pada paru
paru dan dapat menyebaban alzaeimer.

4.2 Pengukuran Kadar Partikulat Total


Kondisi meteorologi yang berpengaruh dalam pengambilan kadar partikulat
antara lain ialah suhu udara ( °C), kelembaban (%), tekanan udara (mmHg),
kecepatan angin (m/s), dan arah angin.

Tabel 4.10 Data Meteorologi


Suhu rata- Tekanan rata- Kecepatan Kelembaban
Waktu rata(oC) rata(mmHg) Angin (m/s) (%)
28 juni 20223 28 761,1 1,555 85

Beberapa faktor lainnya yang dapat berpengaruh dalam pengambilan kadar


partikulat juga dipengaruhi oleh lokasi pengambilan sampel, keadaan jalan lalu lintas
apakah ramai atau sepi, keadaan jalan yang cenderung kasar, bergelombang ataupun
mulus, kecepatan kendaraan dan yang paling utama tentunya jumlah kendaraan yang
pergi lalu lalang di jalanan tersebut.

Tabel 4.11 Jumlah Kendaraan Lalu Lalang di Area Titik Sampling


Jenis Kendaraan jumlah kendaraan/menit
Sepeda Motor 74
Mobil 35
Truk 33

Untuk mendapatkan nilai kadar partikulat total yaitu dengan mengukur volume
udara pada sampel yang terserap pada kondisi normal (25°C, 760 mmHg) yang
nantinya debu yang terkumpul akan dihitung berat awal dan berat akhir setelah
dioven.

Adapun data yang dibutuhkan untuk menghitung nilai kadar partikulat total
tertera pada pada tabel berikut :

Tabel 4.12 Data Pengamatan Lapangan


34

No Parameter Satuan Pengukuran


1 Flow awal m3/menit 0,008
2 Flow akhir m3/menit 0,0075
3 Waktu Menit 60
o
4 Suhu C 35,4
5 Tekanan mmHg 760
6 Berat awal Gram 1,3220
7 Berat akhir Gram 1,3225

4.4.1 Koreksi Laju Alir Pada Kondisi Standar

(4.5)
Keterangan :
Qs adalah laju alir volume dikoreksi pada kondisi standar (m3/menit);
Qo adalah laju alir volume uji (m3/menit);
Ts adalah temperatur standar, 298 K;
To adalah temperatur absolut (273 + t ukur ) dimana QooC ditentukan;
Ps adalah tekanan baromatik standar, 101.3 kPa (760 mmHg);
Po adalah tekanan baromatik dimana Qo ditentukan.
Perhitungan Laju Terkoreksi:
Laju awal terkoreksi :

[ ]
1
Ts × Po 2
Qs=Qo ×
¿ × Ps

[ ]
1
298 ×760 2
Qs=0,008×
308 , 4 ×760
3
Qs=0,00786395 m /menit

Laju akhir terkoreksi :

[ ]
1
Ts × Po 2
Qs=Qo ×
¿ × Ps

[ ]
1
298 ×760 2
Qs=0,0075×
308 , 4 ×760
3
Qs=0,00737246 m /menit
35

4.4.2 Volume Udara Yang Diambil


Q s 1 +Q s 2
V= ×T
2
Keterangan :
V = volume udara yang diambil (m3);
Qs1 = laju alir awal terkoreksi pada pengukuran awal (m3/menit);
Qs2 = laju alir akhir terkoreksi pada pengukuran akhir (m3/menit);
T = durasi pengambilan contoh uji (menit).
Perhitungan Volume Udara yang diambil:
Q s 1 +Q s 2
V= ×T (4.6)
2
0,00786395+ 0,00737246
V= × 60
2
3
V =0,4570923 m
4.4.3 Konsentrasi Partikel Tersuspensi Total dalam Udara Ambien
( W 2−W 1 ) × 10 6
C= (4.7)
V
Keterangan :
C = konsentrasi massa partikel tersuspensi (μg/N m3);
W1 = berat filter awal (g);
W2 = berat filter akhir (g);
V = volume contoh uji udara, (m3);
106 = konversi g ke μg.
Perhitungan Konsentrasi Partikel Tersuspensi Total dalam Udara Ambien

( W 2−W 1 ) × 10 6
C=
V
( 1,3225−1,3220 ) ×1 06
C=
0,4570923
C=1093,87098 μg/N m3
4.4.4 Persamaan Model Konversi Canter
C1 = C2 (t2/t1)p (4.8)
Dimana :
C1 : konsentrasi udara rata – rata dengan waktu pengambilan sampel 24 jam
36

C2 : konsentrasi udara rata – rata dengan waktu pengambilan sampel t2 jam.


Dalam hal ini, C2 = C (μg/N m3)
t1 : 24 jam
t2 : lama pengambilan sampel ( jam)
P : faktor konversi dengan nilai 0,17 – 0,2
Perhitungan :
C1 = C2 (t2/t1)p

[ ]
0 , 17
1
C1 = 1093,87098
24
C1 = 637,27985 μg /Nm3
Setelah mendapatkan nilai koefisien nilai TSP hasil sampling dan telah
dikonversikan kedalam 24 jam, lalu dibandingkan dengan nilai koefien Baku Mutu
sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 sebagai berikut :

Tabel 4.13 Baku Muku Parameter TSP


Lama
Nilai TSP
No Parameter Pengukuran Metode
(μg/Nm3)
(jam)
TSP (PP No. 41 Tahun
1 24 230 Gravimetric
1999)
2 TSP Hasil sampling 24 637,27985 Gravimetric

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh tsp memiliki nilai sebesar


637,27985 μg/Nm3 tiap 24 jam pengukuran. Baku mutu dari TSP menurut PP no. 41
Tahun 1999 dengan pengukuran selama 24 jam adalah sebesar 230 µg/Nm3, sehingga
konsentrasi TSP hasil pengukuran melewati baku mutu. Sedangkan hasil perhitungan
ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) didapatkan nilai polutan debu sebesar
302,71595. Nilai ISPU tersebut masuk dalam rentang >300 atau kategori berbahaya
yang artinya kualitas udara menyebabkan kerugian pada kesehatan.

4.4.5 Penentuann Konsentrasi Logam Pada udara


Konsentrasi logam pada udara dapat ditentukan dengan menghubungkan hasil
perhitungan spektrofotometri yang di dapat diawal dengan volume alir udara yang
didapat dari perhitungan penentuan TSP.
37

Untuk mendapatkan nilai konsentrasi logam yaitu dengan mengukur volume


udara pada sampel yang terserap pada kondisi normal (25°C, 760 mmHg) dengan
mengacu pada persamaan:

F 1+ F 2 Pa 298
V= xt x x (4.9)
2 Ta 760

Dimana :
V : Volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25°C, 760
mmHg
F1 : Laju alir atau flow awal (L /menit)
F2 : Laju alir atau flowr akhir (L /menit)
T : Durasi pengambilan contoh uji (menit)
Pa : Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg)
Ta : Temperatur rata-rata selama pengambilan contoh uji
298 : Kondisi temperature pada kondisi normal 25°C ke K
760 : Tekanan udara standard (mmHg)

Sehingga didapat hasil volume yang terserap sebagai berikut :

8+7 ,5 760 298


V= x 60 x x
2 308 , 5 760

V = 449,17342 L

Penentuan Konsentrasi logam di udara ambien dapat dihitung dengan rumus berikut :

a xm
C= × 1000 (4.10)
v

Keterangan :
C : Konsentrasi logam di udara ( μg/m3)
m : massa sampel
a : jumlah logam dari contoh uji dengan melihat kurva kalibrasi (mg/kg )
v : volume udara pada kondisi normal (L)
1000 : konversi liter (L) ke m3
38

4.2.5.1 Konsentrasi Logam Fe pada Udara


Untuk mendapatkan konsentrasi logam Fe dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan 4.10 sebagai berikut :

25,8167 x 0,0000005
C= ×1000
449,31907

C = 2,87287 x 10−5 mg/m3

C = 0,0287259 μg/m3

Hasil perhitungan menunjukkan jumlah logam besi (Fe) di udara pada titik
sampling ada sebanyak 0,0287259 μg/m3 yang mana hasilnya tidak dapat
dibandingkan dengan baku mutu dimanapun di dunia.

4.2.5.2 Konsentrasi Logam Mn pada Udara


Untuk mendapatkan konsentrasi logam Mn dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan 4.10 sebagai berikut:

15,0586 x 0,0000005
C= × 1000
449,31907

C = 1,67571 x 10−5 mg/m3

C = 0,0167571 μg/m3

Hasil perhitungan menunjukkan jumlah logam mangan(Mn) di udara pada titik


sampling ada sebanyak 0,0167571 μg/m3 yang mana hasilnya tidak dapat
dibandingkan dengan baku mutu dimanapun di dunia.

4.2.5.3 Konsentrasi Logam Al pada Udara


Untuk mendapatkan konsentrasi logam Al dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan 4.10 sebagai berikut:

713,6148 x 0,0000005
C= × 1000
449,31907

C = 0,000794107 mg/m3

C = 0,794107 μg/m3
39

Hasil perhitungan menunjukkan jumlah logam aluminium di udara pada titik


sampling ada sebanyak 0,794107 μg/m3 yang mana hasilnya tidak dapat
dibandingkan dengan baku mutu dimanapun di dunia.

4.3 Analisis XRF


Pengujian XRF ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Universitas
Diponogoro, Jawa tengah. Uji XRF dilakukan untuk mengetahui kandungan atau
komposisi yang terdapat pada debu emisi non-exhaust. Uji dilakukan dua kali dengan
membuat variasi saringan 100 mesh dan 200 mesh..
Debu emisi non-exhaust dengan variasi saringan 100 mesh menunjukkan
adanya 16 unsur dengan nilai peak(intensitas) dan harga persentase kandungan yang
dapat dideteksi oleh alat uji. Keenam belas unsur tersebut ialah: magnesium (Mg)
memiliki nilai peak (0,0300) kcps dan harga persentase unsur sebesar (0,260)%,
aluminium (Al) memiliki nilai peak (4,3755) kcps dan harga persentase unsur
sebesar (5,15)%, Silicon (Si) memiliki nilai peak (15,8720) kcps dan harga
persentase unsur sebesar (16,6)%, posfor (P) memiliki nilai peak (0,1462) kcps dan
harga persentase unsur sebesar (0,166)%, sulfur (S) memiliki nilai peak (0,166) kcps
dan harga persentase unsur sebesar (0,4090)%, klor (Cl) memiliki nilai peak (0,341)
kcps dan harga persentase unsur sebesar (0,0888)%, kalium (K) memiliki nilai peak
(3,1327) kcps dan harga persentase unsur sebesar (1,57)%, kalsium (Ca) memiliki
nilai peak (12,0531) kcps dan harga persentase unsur sebesar (3,62)%, titanium (Ti)
memiliki nilai peak (0,6305) kcps dan harga persentase unsur sebesar (0,721)%,
mangan (Mn) memiliki nilai peak (0,4550) kcps dan harga persentase unsur sebesar
(0,147)%, besi (Fe) memiliki nilai peak (32,0733) kcps dan harga persentase unsur
sebesar (6,47)%, tembaga (Cu) memiliki nilai peak (0,1380) kcps dan harga
persentase unsur sebesar (0,0149)%, seng (Zn) memiliki nilai peak (0,0492) kcps dan
harga persentase unsur sebesar (0,6126)%, rubidium (Rb) memiliki nilai peak
(0,3084) kcps dan harga persentase unsur sebesar (0,3084)%, strontium (Sr) memiliki
nilai peak (1,3433) kcps dan harga persentase unsur sebesar (0,0332)%, zirconium
(Zr) memiliki nilai peak (0,4285) kcps dan harga persentase unsur sebesar (0,0396)%
dan balance yang merupakan unsur lainnya yang tidak dapat dideteksi oleh alat uji
sebanyak 64,9%. Data tersebut berdasarkan pada table 4.14 yang terlampir dibawah
berikut.
40

Tabel 4.14 Data Uji Komposisi Unsur Logam Debu Emisi Non-Exhaust 100 Mesh
Menggunakan XRF
No. Component Result Unit El. line Intensity Analyzing depth
2
1 Total 284 mg/cm
2 Mg 0,260 mass% Mg-KA 0,0300 0,0069
3 Al 5,15 mass% Al-KA 4,3755 0,0101
4 Si 16,6 mass% Si-KA 15,8720 0,0135
5 P 0,121 mass% P -KA 0,1462 0,0149
6 S 0,166 mass% S -KA 0,4090 0,0201
7 Cl 0,0888 mass% Cl-KA 0,3412 0,0264
8 K 1,57 mass% K -KA 3,1327 0,0588
9 Ca 3,62 mass% Ca-KA 12,0531 0,0750
10 Ti 0,721 mass% Ti-KA 0,6305 0,1118
11 Mn 0,147 mass% Mn-KA 0,4550 0,2272
12 Fe 6,47 mass% Fe-KA 32,0733 0,2868
13 Cu 0,0149 mass% Cu-KA 0,1380 0,4158
14 Zn 0,0492 mass% Zn-KA 0,6126 0,5080
15 Rb 0,0085 mass% Rb-KA 0,3084 1,7411
16 Sr 0,0332 mass% Sr-KA 1,3433 2,0236
17 Zr 0,0396 mass% Zr-KB1 0,4285 3,4879
18 Balance 64,9 mass% Pd-KAC 5,0191

Jika diurutkan dari persentase yang paling tinggi adalah silicon(Si) sebesar
(16,6)%, besi(Fe) sebesar (6,47)%, aluminium(Al) sebesar (5,15)%, kalsium(Ca)
sebesar (3,62)%, kalium(K) sebesar (1,57)%, titanium(Ti) sebesar (0,721)%,
magnesium(Mg) sebesar (0,260)%, belerang(S) sebesar (0,166)%, mangan(Mn)
sebesar (0,147)%, posfor(P) sebesar(0,121)%, klor(Cl) sebesar (0,0888)%, seng(Zn)
sebesar (0,0492)%, zirconium(Zr) sebesar (0,0396)%, strontium(Sr) sebesar
(0,0332)%. tembaga(Cu) sebesar (0,0149)%, rubidium(Rb) (0,0085)% W. Dan untuk
hasil uji XRF dengan variasi saringan 200 mesh dapat dilihat pada table 4.15 berikut
ini
Tabel 4.15 Data Uji Komposisi Unsur Logam Debu Emisi Non-Exhaust 200 Mesh
Menggunakan XRF
No. Componen Result Unit El. line Intensity Analyzing depth
t
1 Total 285 mg/cm2
2 Mg 0,380 mass% Mg-KA 0,0477 0,0075
3 Al 5,23 mass% Al-KA 4,8457 0,0110
4 Si 15,7 mass% Si-KA 16,2596 0,0146
5 P 0,102 mass% P -KA 0,1326 0,0160
41

6 S 0,177 mass% S -KA 0,4686 0,0216


7 Cl 0,0897 mass% Cl-KA 0,3721 0,0284
8 K 1,59 mass% K -KA 3,4249 0,0634
9 Ca 3,48 mass% Ca-KA 12,5053 0,0806
10 Ti 0,593 mass% Ti-KA 0,5664 0,1217
11 Mn 0,138 mass% Mn-KA 0,4684 0,2480
12 Fe 6,15 mass% Fe-KA 33,3145 0,3130
13 Cu 0,0164 mass% Cu-KA 0,1647 0,4493
14 Zn 0,0573 mass% Zn-KA 0,7726 0,5486
15 Rb 0,0117 mass% Rb-KA 0,4573 1,8698
16 Sr 0,0269 mass% Sr-KA 1,1710 2,1714
17 Zr 0,0782 mass% Zr-KA 4,4958 2,8707
18 Balance 66,2 mass% Pd-KAC 5,3970

Debu emisi non-exhaust dengan variasi saringan 200 mesh terdapar 16 unsur
dengan nilai peak(intensitas) dan harga persentase kandungan yang dapat dideteksi
oleh alat uji. Keenam belas unsur tersebut ialah: magnesium (Mg) memiliki nilai
peak (0,0477) kcps dan harga persentase unsur sebesar (0,380)%, aluminium (Al)
memiliki nilai peak (4,8457) kcps dan harga persentase unsur sebesar (5,23)%,
Silicon (Si) memiliki nilai peak (16,2596) kcps dan harga persentase unsur sebesar
(15,7)%, posfor (P) memiliki nilai peak (0,1326) kcps dan harga persentase unsur
sebesar (0,102)%, sulfur (S) memiliki nilai peak (0,4686) kcps dan harga persentase
unsur sebesar (0,177)%, klor (Cl) memiliki nilai peak (0,3721) kcps dan harga
persentase unsur sebesar (0,0897)%, kalium (K) memiliki nilai peak (3,4249) kcps
dan harga persentase unsur sebesar (1,59)%, kalsium (Ca) memiliki nilai peak
(12,5053) kcps dan harga persentase unsur sebesar (3,48)%, titanium (Ti) memiliki
nilai peak (0,5664) kcps dan harga persentase unsur sebesar (0,593)%, mangan (Mn)
memiliki nilai peak (0,46844) kcps dan harga persentase unsur sebesar (0,138)%,
besi (Fe) memiliki nilai peak (33,3145) kcps dan harga persentase unsur sebesar
(6,15)%, tembaga (Cu) memiliki nilai peak (0,1647) kcps dan harga persentase unsur
sebesar (0,0164)%, seng (Zn) memiliki nilai peak (0,7726) kcps dan harga persentase
unsur sebesar (0,0573)%, rubidium (Rb) memiliki nilai peak (0,4573) kcps dan harga
persentase unsur sebesar (0,0117)%, strontium (Sr) memiliki nilai peak (1,1710) kcps
dan harga persentase unsur sebesar (0,0269)%, zirconium (Zr) memiliki nilai peak
(4,4958) kcps dan harga persentase unsur sebesar (0,0782)% dan balance yang
merupakan unsur lainnya yang tidak dapat dideteksi oleh alat uji sebanyak 66,2%.
42

Jika diurutkan dari persentase yang paling tinggi adalah silicon(Si) sebesar
(15,7)%, besi(Fe) sebesar (6,15)%, aluminium(Al) sebesar (5,23)%, kalsium(Ca)
sebesar (3,48)%, kalium(K) sebesar (1,59)%, titanium(Ti) sebesar (0,593)%,
magnesium(Mg) sebesar (0,380)%, belerang(S) sebesar (0,177)%, mangan(Mn)
sebesar (0,138)%, posfor(P) sebesar(0,102)%, klor(Cl) sebesar (0,0897)%,
zirconium(Zr) sebesar (0,0782)%, seng(Zn) sebesar (0,0573)%, strontium(Sr) sebesar
(0,0209)%. tembaga(Cu) sebesar (0,0164)%, rubidium(Rb) (0,0117)% W.

Data logam dan komposisi unsur menggunakan uji XRF kemudian


disimpulkan dalam bentuk grafik batang. Grafik hasil uji komposisi pada logam
sampel menggunakan XRF dapat dilihat pada gambar 4.4.

Hasil uji komposisi pada sampel debu emisi non-


exhaust menggunakan XRF
100
80
Persentase (%)

60
40
20
0
Mg Al Si P S Cl K Ca Ti Mn Fe Cu Zn Rb Sr Zr
Jenis Unsur

200 mesh 100 mesh

Gambar 4.4 Grafik Hasil Uji Komposisi pada Sampel Debu Emisi Non-Exhaust 100
Mesh Dan 200 Mesh
Grafik pada gambar 4.4 menjelaskan bahwa unsur yang terdeteksi oleh alat uji
xrf ialah magnesium(Mg)), aluminium(Al), silikon(Si), posfor(P), belerang(S),
klor(Cl), Kalium(K), kalsium(Ca), titanium(Ti), mangan(Mn), besi(Fe),
tembaga(Cu), seng(Zn), rubidium(Rb), strontium(Sr), zirconium(Zr). Unsur yang
memiliki persentase terbesar ialah silikon, besi unsur terbesar kedua, aluminium
unsur terbesar ketiga dan mangan unsur terbesar kesembilan.
Pada grafik menunjukkan juga bahwa variasi penyaringan sampel antara 100
msh dan 200 mesh tidak terlihat perubahan yang signifikan terhadap persenan
konsentrasi dari masing masing unsur yang terdapat di dalamnya. Dapat disimpulkan
pula jika semakin kecil zatnya maka unsur unsur yang terkadung di dalamnya
43

mengalami penurunan persenan konsentrasi di hampir setiap unsur yang terdeteksi


oleh XRF tersebut.

4.4 Analisis Morfologi


Analisis debu emisi non-exhaust pada jalan sisingamangaraja menggunakan
SEM dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut.

Gambar 4.5 Morfologi Debu Emisi Non-Exhaust Jalan Sisingamangaraja

Gambar 4.5 menunjukan bentuk serta morfologi dari debu emisi non-exhaust
dengan perbesaran 1000 kali. Debu emisi non-exhaust tersebut memiliki bentuk
seperti mineral mineral yang tidak beraturan mulai dari kecil dan besar dengan
perbandingan ukuran 150 μm. Adapun penentuan unsur-unsur yang terdapat pada
debu ditentukan dengan EDS pada beberapa spot dengan kandungan dan keberadaan
unsur yang berbeda beda.

4.4.1 Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 1


44

Spot pertama yang ingin dianalisis unsur unsurnya dapat dilihat pada gambar
4.6 berikut ini.

Gambar 4. 6 Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 1

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa spot yang diambil ialah bongkahan mineral
yang bentuknya tidak teratur dan memliki warna putih dengan sedikit bercak abu abu
yang kelimpahan unsur-unsurnya dapat dilihat pada tabel 4.16.

Tabel 4.16 Hasil Kelimpahan Unsur dari Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 1
Element Element Element Atomic Weight
Number Symbol Name Conc. (%) Conc. (%)
8 O Oxygen 56.355 31.231
13 Al Aluminum 10.394 9.710
14 Si Silicon 14.918 14.515
20 Ca Calcium 6.706 9.309
26 Fe Iron 7.503 14.515
57 La Lanthanum 1.144 5.506
58 Ce Cerium 2.743 13.313
90 Th Thorium 0.237 1.902

Berdasarkan tabel 4.16 menunjukkan terdapatnya unsur oksigen yang


mendominasi dengan persen konsentrasi sebanyak 56,355% yang diikuti oleh unsur
silikon sebanyak 14,918%, unsur aluminium sebanyak 10,394%, unsur besi sebanyak
7,503%, unsur kalsium sebanyak 6,706%, unsur cerium sebanyak 2,743%, unsur
lanthanum sebanyak 1,144%, dan unsur thorium sebanyak 0,237%. Pada spot ini
dapat dikatakan bahwa sumber unsur besi yang paling banyak ditemukan ada pada
bongkahan putih dengan sedikit bercak abu-abu.

4.4.2 Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 2


45

Pada gambar 4.7 berikut ini merupakan spot kedua yang ingin dianalisis unsur
unsurnya.

Gambar 4.7 Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 2


Pada gambar 4.7 menunjukkan bahwa spot yang diambil merupakan
bongkahan mineral besar yang memiliki bentuk seperti kubus dengan setiap sisinya
tidak beraturan dan kelimpahan unsur-unsurnya dapat dilihat pada tabel 4.17.

Tabel 4.17 Hasil Kelimpahan Unsur dari Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 2
Element Element Element Atomic Weight
Number Symbol Name Conc. (%) Conc. (%)
8 O Oxygen 67.562 53.800
11 Na Sodium 2.009 2.300
13 Al Aluminum 13.708 18.400
14 Si Silicon 13.161 18.400
20 Ca Calcium 3.559 7.100

Berdasarkan tabel 4.17 pada spot 2 yaitu berupa bongkahan besar yang mirip
seperti kubus yang tidak beraturan tersebut menunjukkan juga bahwa unsur oksigen
yang mendominasi dengan persen konsentrasi sebanyak 67,3562% yang diikuti oleh
unsur aluminium sebanyak 13,708%, unsur silikon sebanyak 13,161%, unsur kalsium
sebanyak 3,559%, dan unsur natrium sebanyak 2,009%. Dapat ditentukan bahwa
sumber unsur aluminium yang terbanyak terdapat pada spot kedua ini.
46

4.4.3 Debu Jalan Sisingamangaraja spot 3


Pada gambar 4.8 berikut ini merupakan spot ketiga yang ingin dianalisis unsur
unsurnya.

Gambar 4.8 Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 3


Pada gambar 4.8 dapat dilihat bahwa spot yang dimbil ialah sebuah
bongkahan mineral kecil yang memiliki bentuk yang tidak beraturan dan tekstur
permukaan yang kasar dan memiliki banyak pori pori yang kelihatan sedangkan
untuk kelimpahan unsur-unsurnya dapat dilihat pada tabel 4.18

Tabel 4.18 Hasil Kelimpahan Unsur dari Debu Jalan Sisingamangaraja Spot 3
Element Element Element Atomic Weight
Number Symbol Name Conc. (%) Conc. (%)
6 C Carbon 17.011 10.311
8 O Oxygen 46.708 37.137
11 Na Sodium 1.839 2.102
13 Al Aluminum 7,.922 7,540
14 Si Silicon 15.633 21.822
19 K Potassium 0.155 0.300
20 Ca Calcium 6.793 15.185
25 Mn Manganese 3.037 3.100
26 Fe Iron 0.902 2.503

Dapat dilihat pada table 4.18 bahwa spot ketiga memiliki beberapa unsur
tambahan dari spot sebelumnya dimana unsur yang mendominasi tetap unsur oksigen
dengan persenan konsentrasi sebesar 46,708% yang diikuti oleh unsur karbon
sebanyak 17,011%, unsur silikon sebesar 15,633%, unsur aluminium sebesar
7,922%, unsur kalsium sebesar 6,793%, unsur manga sebesar 3,037%, unsur natrium
47

sebesar 1,839%, unsur besi sebesar 0,902%, dan unsur kalium sebesar 0,155%. Dapat
dilihat bahwa jika sumber mangan terbanyak ada pada spot ketiga.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Debu jalan emisi non-exhaust pada jalan sisingamangaraja yang ditentukan
konsentrasinya menggunakan spektrofotometri serapan atom pada masing
masing logam besi(Fe), mangan(Mn), dan aluminium(Al) ialah 25,8167 ppm,
15,0585 ppm, dan 713,6148 ppm.
2. Setelah dilakukan pengujian terhadap konsentrasi partikel tersuspensi total
pada jalan sisingamangaraja didapatkan nilai sebanyak 637,27985 μg /Nm3
dengan nilai ISPU 302,71595 yang mana sudah melewati nilai ambang batas
menurut PP RI No. 22 Tahun 2021 sehingga dapat menyebabkan kerugian ada
kesehatan.
Konsentrasi logam besi(Fe), mangan(Mn), dan aluminium(Al) yang terdapat
dalam udara pada jalan sisingamangaraja secara berurutan sebesar 0,0287259 μ
g/m3, 0,0167571 μg/m3, dan 0,000794107 mg/m3. Logam Fe, Mn dan Al tidak
dapat dibandingkan dengan baku mutu karena tidak terdapat batasan spesifik
dalam baku mutu PP RI No. 22 Tahun 2021, WHO (2000), maupun peraturan
di berbagai Negara di Dunia.
3. Hasil identifikasi unsur menggunakan uji XRF menunjukkan bahwa unsur pada
debu jalan emisi non-exhaust 100 mesh dan 200 mesh tidak jauh berbeda
kandungan unsur Al, Mn dan Fe yang terdapat di dalamnya, hasil kandungan
persenan yang terdeteksi pada 100 mesh adalah Al sebesar (5,15)%, Mn
sebesar (0,147)%, Fe sebesar (6,47)%,. Hasil yang terdeteksi pada 200 mesh
adalah Al sebesar (5,23), Mn sebesar (0,138)%, Fe sebesar (6,15)%. Hasil
SEM menunjukkan morfologi dari debu jalan di jalan sisingamangaraja
memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi.

5.2 Saran
Disarankan bagi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian dengan
parameter yang berbeda sehingga dapat diketahui zat lain yang memungkinkan
memiliki pengaruh negatif terhadap masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, I. (2021). Kerusakan Lingkungan Yang Diakibatkan Oleh Sumber


Transportasi.
Air Quality Expert Group. (2019). Non-Exhaust Emissions from Road Traffic.
Alias, M., Hamzah, Z., & Kenn, L. S. (2007). Pm 10 And Total Suspended
Particulates (Tsp) Measurements In Various Power Stations. In The
Malaysian Journal of Analytical Sciences (Vol. 11, Issue 1).
Brouwer, P. (Peter N. ), & PANalytical (Almelo). (2003). Theory of XRF : getting
acquainted with the principles. PANalytical.
Burhan Muslim, & Prabowo Kuat. (2019). Penyehatan Udara (Pertama). BPPSDM
Kesehatan RI.
Casotti Rienda, I., & Alves, C. A. (2021). Road dust resuspension: A review. In
Atmospheric Research (Vol. 261). Elsevier Ltd.
C. David Cooper, & F. C. Alley. (2011). Air Pollution Control-A Design Approach
(fourth). Waveland Pr Inc.
Chandra. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Kedokteran EGC.
Cipta Badan Standardisasi Nasional, H. (2021). Cara uji kadar logam dalam contoh
uji limbah padat, sedimen, dan tanah dengan metode destruksi asam
menggunakan Spektrometer Serapan Atom (SSA)-Nyala atau Inductively
Coupled Plasma Optical Emission Spectrometric (ICP-OES).
Cui, Y., Zhang, Z.-F., Froines, J., Zhao, J., Wang, H., Yu, S.-Z., & Detels, R. (2003).
Environmental Health: A Global Access Science Source Air pollution and
case fatality of SARS in the People’s Republic of China: an ecologic study.
Darmono. (2001). Lingkungan hidup dan pencemaran: hubungannnya dengan
Toksikologi senyawa logam. Universitas Indonesia.
de Kok, T. M. C. M., Driece, H. A. L., Hogervorst, J. G. F., & Briedé, J. J. (2006).
Toxicological assessment of ambient and traffic-related particulate matter: A
review of recent studies. Mutation Research/Reviews in Mutation Research,
613(2–3), 103–122.
Dra. Ratih, Dra. Tine Maria Kuswati, Dra. Nani Kartini, & Dra. Mudji Rahardjo.
(1999). Kimia 2b (first). PT Bumi Aksara.
Dussubieux, L., Golitko, M., & Gratuze, B. (2016). Recent Advances in Laser
Ablation ICP-MS for Archaeology.
Insciencepro. (2013). Manual Book Air Sampler Impinger. Indo Tekhnoplus.
Isabel Rowbotham. (2021). Car brakes and tyre dust: a hidden source of pollution.
THE KINGFISHER.
50

Jancsek-Turóczi, B., Hoffer, A., Nyírö-Kósa, I., & Gelencsér, A. (2013). Sampling
and characterization of resuspended and respirable road dust. Journal of
Aerosol Science, 65, 69–76.
Koren, H., & Bisesi, M. (2002). Handbook of environmental health: Biological,
chemical, and physical agents of environmentally related disease, fourth
edition. In Handbook of Environmental Health: Biological, Chemical, and
Physical Agents of Environmentally Related Disease, Fourth Edition.
Kupiainen, K. J., & Pirjola, L. (2011). Vehicle non-exhaust emissions from the tyre–
road interface – effect of stud properties, traction sanding and resuspension.
Atmospheric Environment, 45(25), 4141–4146.
Lestari, P., & Mauliadi, Y. (2009). Source apportionment of particulate matter at
urban mixed site in Indonesia using PMF. Atmospheric Environment, 43,
1760–1770.
Loganathan, P., Vigneswaran, S., & Kandasamy, J. (2013). Road-deposited sediment
pollutants: A critical review of their characteristics, source apportionment,
and management. Critical Reviews in Environmental Science and
Technology, 43(13), 1315–1348.
Massinai, M., & Tahir, D. (2016). Analisis Kandungan Logam Oksida Menggunakan
Metode Xrf (X-Ray Flourescence).
Mitra, S., Chakraborty, A. J., Tareq, A. M., Emran, T. Bin, Nainu, F., Khusro, A.,
Idris, A. M., Khandaker, M. U., Osman, H., Alhumaydhi, F. A., & Simal-
Gandara, J. (2022). Impact of heavy metals on the environment and human
health: Novel therapeutic insights to counter the toxicity. Journal of King
Saud University - Science, 34(3).
Nandiyanto, A. B. , H., A. T., A. A. , C., F., J. M. B., & Murida, M. , M. (2017).
Pengantar Sains dan Teknologi Nano (Abdullah Ade Gafar, Ed.). UPI Press.
Prabakaran, S., & Rajan, M. (2021). Biosynthesis of nanoparticles and their roles in
numerous areas. Comprehensive Analytical Chemistry, 94, 1–47.
Rachmadhi Purwana. (1999). Partikulat rumah sebagai faktor risiko gangguan
pernapasan anak balita (penelitian di Kelurahan Pekojan, Jakarta).
Universitas Indonesia Library.
Rybak, J., Wróbel, M., Bihalowicz, J. S., & Rogula-Kozlowska, W. (2020). Selected
metals in Urban road dust: Upper and lower silesia case study. Atmosphere,
11(3).
Sabdo Yuwono, A., Saptomo, S. K., Riana Rochimawati, N., & Krido Saptomo, S.
(2014). Prediction and Modelling of Total Suspended Particulate Generation
on Ultisol and Andisol Soil Developing Sri Paddy Fields Information System
For Green Agriculture View project Integrated Water Resources Management
Project View project Prediction and Modelling of Total Suspended
Particulate Generation on Ultisol and Andisol Soil.
51

Sadak, O. (2023). Chemical sensing of heavy metals in water. Advanced Sensor


Technology, 565–591.
Santiasih, I., Hermana, J., & Supriadi, D. B. (2012). Indoor Particulate Matters
Dispersion Potency. J. Appl. Environ. Biol. Sci, 2(12), 625–633.
Sastrawijaya A. Tresna. (2000). Pencemaran Lingkungan (second). Rineka Cipta.
Septiano, A. F., Susilo, S., & Setyaningsih, N. E. (2021). Analisis Citra Hasil
Scanning Electron Microscopy Energy Dispersive X-Ray (SEM EDX)
Komposit Resin Timbal dengan Metode Contrast to Noise Ratio (CNR).
Indonesian Journal of Mathematics and Natural Sciences, 44(2), 81–85.
Skoog, D. A., West, D. M., Holler, F. J., & Crouch, S. R. (2014). Fundamentals of
analytical chemistry / Douglas A. Skoog, Donald M. West, F. James Holler,
Stanley R. Crouch. In Analytical chemistry (Ninth edition.). Brooks/Cole,
Cengage Learning.
Teddy Sumantry. (2002). Aplikasi Xrf Untuk Identifikasi Lempung Pada Kegiatan
Penyimpanan Lestari Limbah Radioaktif.
Vasudeo Rane, A., & Thomas, S. (2018). Microscopy Applied to Materials Sciences
and Life Sciences (A. Vasudeo Rane, S. Thomas, & N. Kalarikkal, Eds.).
Apple Academic Press.
Wulandari, & Sukesi. (2013). Preparasi Penentuan Kadar Logam Pb Cd dan Cu
Dalam Nugget Ayam Rumput Laut Merah.
LAMPIRAN
53

Lampiran 1. Peta Lokasi Pengamblan Sampel

Lampiran 2. Pengambilan Sampel Dengan Vaccum Cleaner

Lampiran 3. Destruksi Sampel Dengan Destruksi Basah


54

Proses penyaringan

Proses penimbangan

Proses penambahan asam


55

Proses pemanasan

Proses penyaringan

Pembacaan Konsentrasi dengan Spektrofotometri Serapan Atom

Lampiran 4. Proses Pengambilan Sampel Dengan Impinger


56

Proses merangkai alat

Proses pengambilan data kadar partikulat

Pengukuran dengan gravimetri


57

Lampiran 5. Data XRF

Data grafik hasil uji X-Ray Fluorescence (XRF) nilai peak, nama unsur, dan
prosentasenya pada debu emisi non-exhaust 100 mesh

Data dalam tabel hasil uji X-Ray Fluorescence (XRF) nilai peak, nama unsur, dan
prosentasenya pada debu emisi non-exhaust 100 mesh keadaan teroksidasi
58

Data grafik hasil uji X-Ray Fluorescence (XRF) nilai peak, nama unsur, dan
prosentasenya pada debu emisi non-exhaust 200 mesh

Data dalam tabel hasil uji X-Ray Fluorescence (XRF) nilai peak, nama unsur, dan
prosentasenya pada debu emisi non-exhaust 100 mesh keadaan teroksidasi
59

You might also like