Professional Documents
Culture Documents
Sosiologi Jender Pertemuan 13
Sosiologi Jender Pertemuan 13
Membicarakan tentang gender (jender), berarti membahas persoalan relasi sosial antara
perempuan dan laki-laki yang dipertautkan dengan pembagian kerja dan tanggung jawab.
Pembahasan tersebut kerap diacu pada perbedaaan biologis yang merupakan produk kodrati
yang dibawah oleh setiap anak manusia, laki-laki atau perempuan. Belakngan ini , persoalan
relasi sosial antara laki-laki dan perempuan tidak sekedar dilihat dari perbedaan biologis tetapi
dilihat juga dari nilai-nilai ssosial historis dan budaya, lingkungan sosial ekonomi dan politik
sebagai suatu proses pembelajaran sosial yang eksis di suatu masyarakat. Membedakan
relasi sosial antara laki-laki dan perempuan dari acuan biologis dan acuan pembelajaran sosial
merupakan sesuatu yang sulit dicari garis pemisah secara jelas karena kedua bersifat saling
melengkapi. Namun perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki, apapun wujudnya,
Konsep-konsep gender yang kemudian berkembang dan dikembangkan ialah sebagai berikut :
dan hak berpolitik (memberi suara) dan bersikap antara laki-laki dan perempuan.
2. Genderization, yaitu acuan konsep pada upaya menempatkan jenis kelamin pada
pusat perhatian identitas diri dan pandanngan diri (dari dan terhadap orang lain).
3. Gender Identity, yaitu pencitraan perilaku yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan
oleh seseorang menurut jenis kelamin yang bersangkutan. Akibatnya jika timbul
perbedaan perilaku menurut jenis kelamin dari yang bersangkutan, dianggap sebagai
4. Gender Role ialah peran perempuan atau peran laki-laki yang diaplikasikan dalam
bentuk yang nyata menurut kultur setempat yang dianut dan diterima. Dengan
demikian, peran gender yang cocok untuk tiap gender akan berbeda dari masyarakat
yang satu ke masyarakat yang lain. Oleh Karena itu menurut Balkis Soraya Tanof,
gender tidak bersifat universal namun bervariasi dari masyarakat yang satu ke
dalam Tanof, ada (2) dua elemen gender yang bersifat universal, yaitu Pertama,
gender tidak identic dengan jenis kelamin, Kedua, gender merupakan dasar dari
Peran adalah seperangkat aspek dinamis status dan berkembang sesuai dengan model
peranan yang disepakati untuk dilaksanakan oleh pemegang status tertentu. Sedangkan, Status
adalah cerminan dari posisi dan kedudukan seseorang di masyarakat yang sudah mencakup
Secara tradisi, perempuan diposisikan untuk melakukan PERAN TIGA I, yaitu sebagai
Tugas ini mencakup penyediaan makanan untuk anggota keluarga, mengurus dan
menata rumah dan sebagainya yang terkait dengan upaya menumbuhkan kenyamanan
dan keasrian rumah tangga. Karena itu, sampai saat ini, masih ada persepsi
perempuan dan bukan tugas bersama ‘ ketersalingan’ (laki-laki dan perempuan), apalagi
3. Sebagai seorang Ibu Keluarga, perempuan bertugas mengasuh dan mendidik anak.
Karena itu, segala sesuatu yang terkiat dengan urusan anak menjadi
Beijing Declaration and Platform of Action (Deklarasi Beijing dan Kerangka Tindak)
yang memuat masalah penting perihal 12 bidang penghambat kesamaan kedudukan hak dan
peran wanita sedunia dalam pembangunan. Dua Belas (12) bidang kritis prioritas untuk segera
ditindaklanjuti di seluruh negara peserta konfrensi tersebut ialah : (1) Wanita dan
Kemiskinan, (2) Pendidikan dan Pelatihan Wanita, (3) Wanita dan Kesehatan, (4) Tindak
kekerasan terhadap wanita, (5) Wanita dan Konflik Bersenjata, (6) Wanita dan Ekonomi, (7)
Kemampuan Wanita dalam Pengambilan Keputusan, (8) Mekanisme kemajuan Wanita, (9) Hak
asasi manusia bagi wanita, (10) Wanita dan Media Massa, (11) Wanita dan Lingkungan, (12)
Anak Perempuan
Dua belas masalah keprihatinan bersama semua negara di dunia ini telah di lengkapi dengan
langkah strategis yang di usulkan untuk dilakukan secara konkrit, ditiap negara peserta
konferensi. Pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemerintah tiap negara dengan mencakup
unsur koordinasi, pemantauan, dan evaluasi, kemajuan program dan kegiatan yang telah
dicapai dalam upaya pemberdayaan (peningkatan) peran wanita. Untuk Indonesia, kecuali
keprihatinan untuk poin 5, keseluruhannya telah tercakup dalam GBHN 1993 yang di jabarkan
peningkatan peran wanita melalui program khusus yang dikelola oleh kantor MenUPW
(Menteri Negara UPW) dan atau melalui program umum yang dikelola melalui lintas sektor.
pembangunan. Berbagai pendekatan pembangunan yang terkait secara langsung dan tidak
masyarakat. Pendekatan ini dimulai pada tahun 1950 dan populer sampai tahun 1970an.
Pada saat ini, walaupun tidak terlalu populer, pendekatan ini masih tetap di pergunakan
didalam pelaksanaan pembangunan diberbagai negara, khususnya pada lokasi dan untuk
dan keluarganya. Selain itu, melalui pendekatan ini dapat diharapkan bahwa
perempuan tidak menjadi korban pembangunan ( the victim of development). Karena itu,
tujuan peningkatan peran perempuan dalam pembangunan yang ingin dicapai melalui
rumah tangga atau pemenuhan Kebutuhan Praktis Jender (KPJ) perempuan yang terkait
dan keluarga berencana (KB), program pemberian makanan tambahan anak sekolah
(PMATS). Program-program ini sacara tidak langsung membantu upaya kaum ibu
Pendekatan Penyamaan Hak ( Equal Right Approach) adalah pendekatan pertama dari
tahun
1975 sampai tahun 1985 atau sejak decade tahun perempuan. Fokus pendekatan
penyamaan hak juga diklaim sebagai refleksi pengaruh gerakan feminism internasional
yang pada saat bersamaan juga menginginkan adanya penyamaan hak antara perempuan
dan laki-laki.
pengembangan peran perempuan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan seperti
laki-laki. Program-program dalam pendekatan ini diarahkan pada upaya pemenuhan
Keperluan
Strategis Jender (KSJ) dengan memperhatikan 3 (tiga) peran perempuan
yaitu, reproduksi, produktif dan peran sosial. Pelaksanaan program dilakukan melalui
campur tangan pemerintah dari atas kebawah, serta memberi wewenang politik dan
kedua dari WDP yang ditujukkan utuk meningkatkan peran perempuan dalam
pembangunan. Pendekatan anti kemiskinan dimulai pada tahun 1970 dan masih tetap
pada upaya pendistribusian kebutuhan dasar masyarakat dengan cara yang lebih adil,
dan terutama, untuk mengatasi kemiskinan yang diderita oleh kaum perempuan. Tujuan
pembangunan yang ingin dicapai dalam pendekatan Anti Kemiskinan dalam upaya
pada pemenuhan KPJ yang dikaitkan dengan keperluan perempuan untuk meningkatkan
pendapatan.
4. Pendekatan Efisiensi
perempuan yang sampai saat ini masih sangat populer. Pendekatan ini memusatkan
ekonomi. Tujuan yang ingin dicapai yaitu adanya jaminan terjadinya proses
pembangunan yang lebih efisien dan efektif dan partisipasi perempuan dalam
diarahkan dalam konteks pemenuhan 3 (tiga) peran perempuan, yaitu peran reproduktif,
5. Pendekatan Penguatan
peran perempuan dalam pembangunan disusun oleh perempuan dunia ketiga dan
organisasi tingkat bawah. Pendekatan ini mulai diperkenalkan pada tahun 1975 sampai
mengalami beberapa kali pergantian alihwicara yaitu mulai dari istilah penguatan,
masih dipakai secara simultan oleh kalangan pemerintah, akademisi, LSM dan praktisi.
diarahkan
pada upaya pemampudayaan perempuan melalui kemandirian. Subordinasi perempuan
bukan hanya dilihat sebagai masalah ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki
tetapi juga sebagai akibat penindasan colonial dan neo colonial. Pemenuhan KSJ
dilakukan dengan mobilisasi dari bawah ke atas, sedangkan pemenuhan KPJ diarahkan
6. Pendekatan Gender
Pendekatan ini mulai diperkenalkan pada tahun 1980 dan masih dipakai sampai
pendekatan WDP diubah menjadi pendekatan Gender dan Pembangunan (JDP) atau
laki dan perempuan dalam konteks kehidupan yang luas. Kemitrasejajaran laki-laki
kesempatan memperoleh pekerjaan yang dibayar, partisipasi politik, dan berbagai upah
yang adil.