You are on page 1of 10

SOSIOLOGI JENDER PERTEMUAN KE XIII

(Tanggal 22 April 2020 )

PENDEKATAN JENDER DAN PEMBANGUNAN


Oleh
Dra.Hj. Balkis Soraya Tanof, M.Hum

Membicarakan tentang gender (jender), berarti membahas persoalan relasi sosial antara

perempuan dan laki-laki yang dipertautkan dengan pembagian kerja dan tanggung jawab.

Pembahasan tersebut kerap diacu pada perbedaaan biologis yang merupakan produk kodrati

yang dibawah oleh setiap anak manusia, laki-laki atau perempuan. Belakngan ini , persoalan

relasi sosial antara laki-laki dan perempuan tidak sekedar dilihat dari perbedaan biologis tetapi

dilihat juga dari nilai-nilai ssosial historis dan budaya, lingkungan sosial ekonomi dan politik

sebagai suatu proses pembelajaran sosial yang eksis di suatu masyarakat. Membedakan

relasi sosial antara laki-laki dan perempuan dari acuan biologis dan acuan pembelajaran sosial

merupakan sesuatu yang sulit dicari garis pemisah secara jelas karena kedua bersifat saling

melengkapi. Namun perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki, apapun wujudnya,

merupakan pusat perhatian analisis gender.

Konsep-konsep gender yang kemudian berkembang dan dikembangkan ialah sebagai berikut :

1. Gender gap, menunjukkan adanya perbedaan dalam pendidikan, ekonomi, kesehatan

dan hak berpolitik (memberi suara) dan bersikap antara laki-laki dan perempuan.

2. Genderization, yaitu acuan konsep pada upaya menempatkan jenis kelamin pada

pusat perhatian identitas diri dan pandanngan diri (dari dan terhadap orang lain).
3. Gender Identity, yaitu pencitraan perilaku yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan

oleh seseorang menurut jenis kelamin yang bersangkutan. Akibatnya jika timbul

perbedaan perilaku menurut jenis kelamin dari yang bersangkutan, dianggap sebagai

penyimpangan perilaku, Misalnya LGBT.

4. Gender Role ialah peran perempuan atau peran laki-laki yang diaplikasikan dalam

bentuk yang nyata menurut kultur setempat yang dianut dan diterima. Dengan

demikian, peran gender yang cocok untuk tiap gender akan berbeda dari masyarakat

yang satu ke masyarakat yang lain. Oleh Karena itu menurut Balkis Soraya Tanof,

gender tidak bersifat universal namun bervariasi dari masyarakat yang satu ke

masyarakat lainnya dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian, menurut Gallery

dalam Tanof, ada (2) dua elemen gender yang bersifat universal, yaitu Pertama,

gender tidak identic dengan jenis kelamin, Kedua, gender merupakan dasar dari

pembagian kerja di semua masyarakat.

PERAN PEREMPUAN INDONESIA

Peran adalah seperangkat aspek dinamis status dan berkembang sesuai dengan model

peranan yang disepakati untuk dilaksanakan oleh pemegang status tertentu. Sedangkan, Status

adalah cerminan dari posisi dan kedudukan seseorang di masyarakat yang sudah mencakup

penilaian baik-buruk, tinggi-rendah dari suatu praktik peranan tertentu.

Secara tradisi, perempuan diposisikan untuk melakukan PERAN TIGA I, yaitu sebagai

Isteri, Ibu Rumah Tangga dan Ibu Keluarga.

1. Sebagai seorang Isteri, perempuan berfungsi melaksanakan peran reproduksi yaitu

mengandung, melahirkan anak bagi suami maupun negara.


2. Sebagai seorang Ibu Rumahtangga, perempuan berkewajiban mengurus rumah tangga.

Tugas ini mencakup penyediaan makanan untuk anggota keluarga, mengurus dan

menata rumah dan sebagainya yang terkait dengan upaya menumbuhkan kenyamanan

dan keasrian rumah tangga. Karena itu, sampai saat ini, masih ada persepsi

yang terinternalisasi di masyarakat bahwa tugas rumahtangga adalah tugas seorang

perempuan dan bukan tugas bersama ‘ ketersalingan’ (laki-laki dan perempuan), apalagi

dinyatakan sebagai tugas laki-laki.

3. Sebagai seorang Ibu Keluarga, perempuan bertugas mengasuh dan mendidik anak.

Karena itu, segala sesuatu yang terkiat dengan urusan anak menjadi

tanggungjawab perempuan (Ibu).

PEMAMPUDAYAAN SUMBERDAYA WANITA UNTUK PEMBANNGUNAN

Konferensi Dunia ke IV di Beijing tentang Wanita (baca Perempuan) telah menghasilkan

Beijing Declaration and Platform of Action (Deklarasi Beijing dan Kerangka Tindak)

yang memuat masalah penting perihal 12 bidang penghambat kesamaan kedudukan hak dan

peran wanita sedunia dalam pembangunan. Dua Belas (12) bidang kritis prioritas untuk segera

ditindaklanjuti di seluruh negara peserta konfrensi tersebut ialah : (1) Wanita dan

Kemiskinan, (2) Pendidikan dan Pelatihan Wanita, (3) Wanita dan Kesehatan, (4) Tindak

kekerasan terhadap wanita, (5) Wanita dan Konflik Bersenjata, (6) Wanita dan Ekonomi, (7)

Kemampuan Wanita dalam Pengambilan Keputusan, (8) Mekanisme kemajuan Wanita, (9) Hak

asasi manusia bagi wanita, (10) Wanita dan Media Massa, (11) Wanita dan Lingkungan, (12)

Anak Perempuan
Dua belas masalah keprihatinan bersama semua negara di dunia ini telah di lengkapi dengan

langkah strategis yang di usulkan untuk dilakukan secara konkrit, ditiap negara peserta

konferensi. Pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemerintah tiap negara dengan mencakup

unsur koordinasi, pemantauan, dan evaluasi, kemajuan program dan kegiatan yang telah

dicapai dalam upaya pemberdayaan (peningkatan) peran wanita. Untuk Indonesia, kecuali

keprihatinan untuk poin 5, keseluruhannya telah tercakup dalam GBHN 1993 yang di jabarkan

dalam REPELITA VI dan kemudian di rumuskan dalam 30 program operasional perihal

peningkatan peran wanita melalui program khusus yang dikelola oleh kantor MenUPW

(Menteri Negara UPW) dan atau melalui program umum yang dikelola melalui lintas sektor.

PENDEKATAN PEMBANGUNAN DALAM PENINGKATAN PERAN PEREMPUAN

Pemampudayaan perempuan dalam pembangunan telah dilakukan melalui berbagai

pendekatan pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan peran perempuan dalam

pembangunan. Berbagai pendekatan pembangunan yang terkait secara langsung dan tidak

langsung didalam peningkatan peran perempuan dalam pembangunan diantaranya yaitu :

1. Pendekatan Kesejahteraan (Sosial Welfare Approach)

Merupakan pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan

masyarakat. Pendekatan ini dimulai pada tahun 1950 dan populer sampai tahun 1970an.

Pada saat ini, walaupun tidak terlalu populer, pendekatan ini masih tetap di pergunakan

didalam pelaksanaan pembangunan diberbagai negara, khususnya pada lokasi dan untuk

program atau kegiatan yang bertujuan untuk mensejahterakan kelompok masyarakat

relatif masih tertinggal. Pada konteks peningkatan peran perempuan dalam

pembangunan, pendekatan ini digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan

dan keluarganya. Selain itu, melalui pendekatan ini dapat diharapkan bahwa

peningkatan peran perempuan dalam


pembangunan dapat mengimbangi percepatan pertumbuhan ekonomi, sehingga

perempuan tidak menjadi korban pembangunan ( the victim of development). Karena itu,

tujuan peningkatan peran perempuan dalam pembangunan yang ingin dicapai melalui

pendekatan kesejahteraan diarahkan pada pengembangan peran perempuan sebagai ibu

rumah tangga atau pemenuhan Kebutuhan Praktis Jender (KPJ) perempuan yang terkait

dengan pelaksanaan peran reproduksi (domestic).

Program atau kegiatan peningkatan peran perempuan yang dilakukan melalui

pendekatan kesejahteraan diantaranya ialah bantuan-bantuan makanan, perbaikan gizi

dan keluarga berencana (KB), program pemberian makanan tambahan anak sekolah

(PMATS). Program-program ini sacara tidak langsung membantu upaya kaum ibu

didalam memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan anak.

2. Pendekatan Penyamaan Hak

Pendekatan Penyamaan Hak ( Equal Right Approach) adalah pendekatan pertama dari

pendekatan Wanita Dalam Pembangunan (WDP) yang ditujukkan untuk meningkatkan

peran perempuan dalam pembangunan. Pendekatan penyamaan hak dimulai pada

tahun

1975 sampai tahun 1985 atau sejak decade tahun perempuan. Fokus pendekatan

ini adalah pada kegiatan mengatasi kegiatan modernisasi yang mengakibatkan

perempuan semakin tersisih dari pembangunan. Selain itu, peendekataan

penyamaan hak juga diklaim sebagai refleksi pengaruh gerakan feminism internasional

yang pada saat bersamaan juga menginginkan adanya penyamaan hak antara perempuan

dan laki-laki.

Pendekataan penyamaan hak diarahkan pada upaya pencapaian kesamaan

pengembangan peran perempuan agar dapat berperan aktif dalam pembangunan seperti
laki-laki. Program-program dalam pendekatan ini diarahkan pada upaya pemenuhan

Keperluan
Strategis Jender (KSJ) dengan memperhatikan 3 (tiga) peran perempuan

yaitu, reproduksi, produktif dan peran sosial. Pelaksanaan program dilakukan melalui

campur tangan pemerintah dari atas kebawah, serta memberi wewenang politik dan

ekonomi untuk mengurangi ketidaksejajaran perempuan dan laki-laki dalam

berpartisipasi dalam pembangunan.

3. Pendekatan Anti Kemiskinan

Pendekatan Anti Kemiskinan (Anti Proverty Approach) merupakan pendekatan

kedua dari WDP yang ditujukkan utuk meningkatkan peran perempuan dalam

pembangunan. Pendekatan anti kemiskinan dimulai pada tahun 1970 dan masih tetap

terbatas popularitasnya sampai tahun 1990an. Pendekatan ini memusatkan perhatian

pada upaya pendistribusian kebutuhan dasar masyarakat dengan cara yang lebih adil,

dan terutama, untuk mengatasi kemiskinan yang diderita oleh kaum perempuan. Tujuan

pembangunan yang ingin dicapai dalam pendekatan Anti Kemiskinan dalam upaya

meningkatkan peran peremuan diarahkan pada perempuan yang berpendapatan rendah

(poor) agar dapat meningkatkan produktivitasnya. Kemiskinan yang diderita oleh

kebanyakan kaum perempuan adalah akibat keterbelakangan dan bukan karena

subordinasi gender yaitu subordinasi laki-laki kepada perempuan. Karena itu,

pendekatan kebutuhan dasar dalam upaya meningkatkan peran perempuan diarahkan

pada pemenuhan KPJ yang dikaitkan dengan keperluan perempuan untuk meningkatkan

peran produktifnya. Program-program yang disusun dalam pemenuhan KPJ diarahkan

pada kegiatan usaha berskala kecil yang memungkinkan perempuan memperoleh

pendapatan.
4. Pendekatan Efisiensi

Pendekatan Efisiensi (Efficiency Approach) merupakan pendekatan ketiga WDP yang

ditujukkan untuk meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Pendekatan ini

dimulai pada tahun 1980 dan merupakan pendekatan pembangunan untuk

perempuan yang sampai saat ini masih sangat populer. Pendekatan ini memusatkan

perhatian pada upaya mengatasi kemorosotan perekonomian dunia dengan

mempertimbangkan kontribusi perempuan sebagai bagian penting dalam pembangunan

ekonomi. Tujuan yang ingin dicapai yaitu adanya jaminan terjadinya proses

pembangunan yang lebih efisien dan efektif dan partisipasi perempuan dalam

perekonomian dengan sendirinya akan terlihat wajar. Sedangkan pemenuhan KPJ

diarahkan dalam konteks pemenuhan 3 (tiga) peran perempuan, yaitu peran reproduktif,

peran produktif dan peran sosial sekaligus.

5. Pendekatan Penguatan

Pendekatan Penguatan (Empowerment Approach) yang ditujukkan utuk meningkatkan

peran perempuan dalam pembangunan disusun oleh perempuan dunia ketiga dan

organisasi tingkat bawah. Pendekatan ini mulai diperkenalkan pada tahun 1975 sampai

tahun 1980an dan merupakan pendekatan pembangunan perempuan yang memiliki

popularitas yang terbatas. Untuk Indonesia istilah Empowerment ini telah

mengalami beberapa kali pergantian alihwicara yaitu mulai dari istilah penguatan,

pemampuan, pemberdayaan dan sampai pada pemampudayaan. Dua terjemahan terakhir

masih dipakai secara simultan oleh kalangan pemerintah, akademisi, LSM dan praktisi.

Pendekatan Penguatan dilatarbelakangi oleh kegagalan pendekataaan persamaan hak

dalam meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan, Tujuan pendekatan

penguatan dalam upaya meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan

diarahkan
pada upaya pemampudayaan perempuan melalui kemandirian. Subordinasi perempuan

bukan hanya dilihat sebagai masalah ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki

tetapi juga sebagai akibat penindasan colonial dan neo colonial. Pemenuhan KSJ

dilakukan dengan mobilisasi dari bawah ke atas, sedangkan pemenuhan KPJ diarahkan

sebagai cara melawan penindasan.

6. Pendekatan Gender

Pendekatan Gender (Gender Approach atau Gender Mainstreaming) adalah pendekatan

pembangunan yang digunakan untuk meningkatkan peran perempuan dalam

pembangunan dan merupakan pendekatan pembangunan untu perempuan yang terbaru.

Pendekatan ini mulai diperkenalkan pada tahun 1980 dan masih dipakai sampai

sekarang (abad ke 20an). Pendekatan Gender timbul dengan dilatarbelakangi oleh

kegagalan berbagai pendekatan WDP (Wanita Dalam Pembangunan atau Women in

Development) yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan alasan ini semua,

pendekatan WDP diubah menjadi pendekatan Gender dan Pembangunan (JDP) atau

dikenal dengan Gender and Development (GAD). Tujuan peningkatan peran

perempuan yang ingin dicapai dalam pendekatan JDP adalah megintegrasikan

penyadaran dan kepedulian gender dalam pembangunan dan mereformasi KSJ

(Kebutuhan Strategis Jender) sebagai cara untuk menumbuhkan kemitrasejajaran laki-

laki dan perempuan dalam konteks kehidupan yang luas. Kemitrasejajaran laki-laki

dan perempuan yang dimaksudkan disini adalah mencakup kebersamaan dalam

berbagai pekerjaan rumahtangga, pengawasan sumber daya dan kekuasaan,

pengambilan keputusan keluarga terhadap penggunaan sumberdaya dan hasilnya,

kesempatan memperoleh pekerjaan yang dibayar, partisipasi politik, dan berbagai upah

yang adil.

You might also like