Professional Documents
Culture Documents
Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Kalam (perkataan) Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi
sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk
atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sebagai Kalamullah, Al-Qur’an dalam bentuk aslinya berada dalam induk Al-Kitab (Lauh
Mahfuzh) dalam lindungan Tuhan. Lalu diturunkan kepada Nabi dalam bahasa kaumnya
(bahasa Arab).
Wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya adalah suatu ilmu yang
dikhususkan untuk mereka. Kumpulan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW disebut al Qur’an, yang merupakan pembawa rahmat bagi alam semesta dan petunjuk
bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Wahyu turun dalam berbagai cara seperti ; Malaikat Jibril langsung atau menyerupai
manusia, berupa suara atau gemuruh, atau lonceng.
Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam
Sumber hokum ajaran Islam ada tiga. Yakni; Al Quran, As-Sunnah, dan Ijtihad. Al-Qur’an
adalah firman Allah, dan hadist merupakan sabda Rasulullah Muhammad SAW.Sedangkan
ijtihad didapatkan dari hasil pemikiran para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap
mengacu kepada Al Quran dan As-Sunnah.
Isi Al Quran meliputi segala hal, mulai soal keimanan atau akidah hingga fenomena alam.
Al Quran mengajari manusia bersikap ilmiah atau berdasarkan ilmu (Q.S. Al-Isro’:36),
mendorong manusia melakukan penelitian untuk menyibak tabir alam (Q.S.Yunus:101),
menaklukkan angkasa luar (Q.S. Ar-Rahman:33), mengabarkan prediksi ilmiah tentang rahim
ibu (Q.S. Az-Zumar:6), gaya berat atau gravitasi (Q.S. Ar-Rahman:7), pemuaian alam
semesta (Q.S. Adz-Dzariyat:47, Q.S Al-Anbiya: 104,Q.S Yasin:38), tentang ruang hampa di
angkasa luar (Q.S. Al-An’am:125), tentang geologi, gerak rotasi, dan revolusi planet bumi
(Q.S. An-Naml:88) dan masih sangat banyak lagi.
Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap seseorang yang
sedang junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika
seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum
bersuci. Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-
Qur'an, karena tidak ada dalil yang menguatkannya.
”Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang
terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (Al-
Waqiah 56:77-79)”.
a. Pendapat pertama
Pendapat kelompok pertama meyakini seseorang diharuskan berwudhu sebelum
menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara
literal dari surah Al Waaqi'ah di atas. Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah
salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai
bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al-Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan
serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk
mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang
lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.
b. Pendapat kedua
Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surah Al Waaqi'ah di atas ialah:
"Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur'an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana
ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan
oleh Allah." Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah
diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak
boleh menyentuh atau memegang Al-Qur'an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan
hadats kecil.
Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya
tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-
Qur'an kecuali mereka yang suci (bersih), yakni dengan bentuk faa'il (subjek/pelaku) bukan
maf'ul (objek). Kenyataannya Allah berfirman: "Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur'an)
kecuali mereka yang telah disucikan", yakni dengan bentuk maf'ul (objek) bukan sebagai
faa'il (subjek).
"Tidak ada yang menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci."[69] Yang dimaksud oleh
hadis di atas ialah: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur'an kecuali orang mu'min, karena orang
mu'min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. "Sesungguhnya orang mu'min itu
tidak najis".
Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum
Muhammad S.A.W yakni Shuhuf Ibrahim, Kitab Taurat, Zabur, maupun Injil, Di antara kitab-
kitab suci tersebut, Allah secara khusus menyebut kedudukan "Al-Kitab yang diberikan
kepada Musa" memiliki kaitan paling erat dengan Al-Qur'an. Terdapat berbagai ayat di Al-
Qur'an tentang penegasan kedudukan terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah beberapa
pernyataan Al-Qur'an, mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:
1. Bahwasanya Al-Qur'an menuntut kepercayaan umat Islam terhadap kebenaran kitab-kitab
tersebut.
2. Bahwasanya Al-Qur'an diposisikan sebagai penggenapan dan batu ujian (verifikator) bagi
kitab-kitab sebelumnya.
3. Bahwasanya Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat
antara umat-umat rasul yang berbeda.
4. Bahwasanya Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat riwayat-riwayat
mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai
kehidupan para rasul tersebut serta meluruskan beberapa aspek penting pada teks-teks lain di
kalangan Bani Israil, Ahli Kitab, Yahudi dan Kristen.
5. Bahwasanya Taurat, Injil beserta Al-Qur'an merupakan kesatuan utuh yang saling berkaitan
dalam keimanan terhadap Kitab-Kitab Allah.
Dalam upaya menggali dan memahami maksud dari ayat-ayat Al Qur’an, terdapat dua term
atau istilah, yakni Tafsir dan Takwil.
Imam al-Alusi berpendapat, bahwa menurutnya tafsir adalah pejelasan makna Al Qur’an
yang zahir (nyata), sedangkan takwil adalah penjelasan para ulama dari ayat yang maknanya
tersirat, serta rahasia-rahasia ketuhanan yang terkandung dalam ayat Al Qur’an. Dapat juga
dipahami bahwa Takwil mempunyai beberapa arti yang mendalam, yaitu berupa pengertian-
pengertian tersirat yang di istinbathkan (diproses) dari ayat-ayat Al Qur’an, yang memerlukan
perenungan dan pemikiran serta merupakan sarana membuka tabir. Apabila mendapati ayat
yang mempunyai kemungkinan beberapa pengertian, para mufassir menentukan pengertian
yang lebih kuat, lebih jelas dan gamblang. Namun hal tersebut sifatnya tidak pasti, sebab
kalau makna atau arti tersebut dipastikan berarti mufasir tersebut telah menguasai Al Qur’an,
sedangkan hal tesebut tidak dibenarkan sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur;an (Q.S Ali
Imran : 7).
Secara garis besar istilah antara tafsir dengan takwil tidak terdapat perbedaan yang
mendasar, kedua-duannya mempunyai semangat untuk menggali, mengkaji dan memahami
maksud dari ayat-ayat Al Qur’an guna dijadikan sebagai pedoman dan rujukan umat Islam
tatkala mengalami berbagai macam persoalan dalam kehidupan di dunia.
Sebagai upaya untuk menjelaskan maksud dari ayat Al Qur’an, obyek yang dijadikan
kajian dalam menafsirkan Al Qur’an adalah kalam Allah, maka dalam konteks ini Ia tidak
perlu diragukan dan diperdebatkan kembali mengenai kemuliaannya.
Kandungannya meliputi aqidah-aqidah yang benar, hukum-huikum syara’ dan lain-lain.
Tujuan akhirnya adalah dapat diperolehnya tali yang amat kuat dan tidak akan putus serta
akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia ataupun di akhirat. Dan oleh karenanya, ilmu
tafsir merupakan pokok dari segala ilmu agama, sebab ia diambil dari Al Qur’an, maka ia
menjadi ilmu yang sangat dibutuhkan oleh manusia.
Metodologi tafsir adalah ilmu tentang metode menafisirkan Al Qur’an dan pembahasan
ilmiah tentang metode-metode penafsiran Al Qur’an, pembahasan yang berkaitan dengan cara
penerapan metode terhadap ayat-ayat Al Qur’an disebut Metodik, sedangkan cara menyajikan
atau memformulasikan tafsir tersebut dinamakan teknik atau seni penafsiran. Metode
penafsiran Al Qur’an, secara garis besar dibagi dalam empat macam metode, namun hal
tersebut tergantung pada sudut pandang tertentu :
a. Metode Penafsiran ditinjau dari sumber penafsirannya.
b. Metode penafsiran ditinjau dari cara penjelasannya.
c. Motede penafsiran ditinjau dari keleluasan penjelasan.
d. Metode penafsiran ditinjau dari aspek sasaran dan sistematika ayat-ayat yang ditafsirkan.
Ayat-ayat Al Qur’an yang sangat banyak ini sejatinya dapat menjawab semua persoalan
yang terjadi pada masyarakat. Namun kesan yang ada pada saat ini seakan-akan ayat Al
Qur’an masih mengandung misteri, sehingga belum mampu menjawab semua persoalan yang
ada. Kesan dan pemahaman yang keliru ini adalah akibat dari ”miskin”nya cara, metode dan
pendekatan dalam memahami dan menafsirkan ayat Al Qur’an. Metodologi tafsir Al Qur’an
adalah salah satu cara untuk mengkaji, memahami dan menguak lebih jauh maksud dan
kandungan dari ayat-ayat Al Qur’an. Metode tafsir yang adapun sangat beragam model,
bentuk dan pendekatannya.
Adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami macam-
macam metode tafsir ayat Al Qur’an yang ada dengan berbagai macam pendekatannya, jika
hal ini telah kita ketahui, maka ayat-ayat Al Qur’an semakin hidup dan mampu untuk
menjawab segala persoalan masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini semakin
mempertegas bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah yang menjadi rujukan dan sumber utama
semua umat Islam.
Metode dan pendekatan merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan satu sama lainnya
dalam melakukan kajian atau penelitian. Kedua-duanya saling melengkapi.
Pendekatan adalah upaya untuk menafsirkan, memahami dan menjelaskan sebuah ayat atau
obyek tertentu sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh seseorang.
b. Metode Tahlili
Tahlili adalah akar kata dari hala, huruf ini terdiri dari huruf ha dan lam, yang berarti
membuka sesuatu. Secara terminologi, metode Tahlily adalah menafsirkan ayat-ayat Al
Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang
ditafsirkan dengan menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan
keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat terebut; ia menjelaskan
dengan pengertian dan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surat-
suratnya, asbabun nuzulnya hadis-hadis yang berhubungan dan pendapat para mufasir
terdahulu yang diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya.
Metode Maqarin (Komparatif atau Perbandingan)
Secara etimologis kata maqarin adalah merupakan bentuk isim al-fa’il dari kata qarana,
maknannya adalah membandingkan antara dua hal. Jadi dapa dikatakan tafsir maqarin adalah
tafsir perbandingan. Secara terminologis adalah menafsirkan sekelompok ayat Al Qur’an atau
suatu surat tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, atau antara ayat
dengan hadis, atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan
tertentu dari obyek yang dibandingkan.
Metode Maudhu’i (Tematik)
Kata maudhu’iy ini dinisbahkan kepada kata al-mawdhu’i, artinya adalah topik atau materi
suatu pembicaraan atau pembahasan secara semantik. Jadi tafsir mawdhu’i adalah tafsir ayat
Al Qur’an berdasarkan tema atau topik tertentu. Jadi para mufasir mencari tema-tema atau
topik-topik yang berada di tengah-tengah masyarakat atau berasal dari Al Qur’an itu sendiri
atau dari yang lain-lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Al Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang utama. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang
diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW. Al Qur’an menyajikan tingkat
tertinggi dari segi kehidupan manusia. Sangat mengagumkan bukan saja bagi orang mukmin,
melainkan juga bagi orang-orang kafir. Al Qur’an pertama kali diturunkan pada tanggal 17
Ramadhan (Nuzulul Qur’an). Wahyu yang perta kali turun tersebut adalah Surat Alaq, ayat 1-
5.
Fungsi atau peranan Al Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim, Yakni
Al Qur’an berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah Muhammad saw, sebagai
Kalamullah,sebagai Sumber Hukum Islam, sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim, serta
sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah Swt. bernilai
abadi atau berlaku sepanjang zaman.
Sedangkan pendekatan untuk memahami al qur’an yakni dengan ulumul qur’an dan tafsir
al qur’an yang didalamnya berisi tentang sumber utama ajaran agama islam.
3.2 SARAN
Marilah kita mengamalkan dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan
kita sehari-hari yang merupakan sumber dari hukum agama Islam dan sekaligus dapat
membuat kita bahagia baik itu di dunia maupun diakhirat nanti.