You are on page 1of 25

IDENTIFIKASI JENIS MEGABENTOS

PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN


DI PERAIRAN PULAU BUHUNG PITUE
KECAMATAN PULAU SEMBILAN
KABUPATEN SINJAI

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG (PKL) 1


PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN

Oleh :

Reisti Handayani

21.7.05.405

KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SUMBERDAYA MANUSIA
KELAUTAN DAN PERIKANAN

POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN BONE


2023
IDENTIFIKASI JENIS MEGABENTOS
PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN
DI PERAIRAN PULAU BUHUNG PITUE
KECAMATAN PULAU SEMBILAN
KABUPATEN SINJAI

Oleh :

Reisti Handayani

21.7.05.405

Laporan PKL ini disusun sebagai salah satu syarat untuk


mempertanggungjawabkan kegiatan praktik kerja lapang
pada Program Studi Teknik Kelautan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SUMBERDAYA MANUSIA
KELAUTAN DAN PERIKANAN

POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN BONE


2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

IDENTIFIKASI JENIS MEGABENTOS


PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN
DI PERAIRAN PULAU BUHUNG PITUE
KECAMATAN PULAU SEMBILAN
KABUPATEN SINJAI

Laporan PKL telah disetujui;

Tanggal : Mei 2023

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Yakub Suleman, M.Pd Lalu Penta Febri Suryadi, S.St.Pi


NIP. 19650501 198903 1 006 NIP. 19590814 198803 1 002

Diketahui oleh,
Direktur
Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

Dra. Ani Leilani, M.Si


NIP. 19641217 199003 2 003

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
Praktik Kerja Lapang (PKL) dengan judul “Identifikasi Jenis Megabentos Pada
Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Buhung Pitue Kecamatan Pulau
Sembilan Kabupaten Sinjai. Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak dapat
disusun dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Ani Leilani, M.Si, Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan
Bone atas izin pelaksanaan PKL.
2. Bapak Drs. Yakub Suleman, M.Pd, pembimbing I yang telah
meluangkan waktu serta memberikan arahan dan bimbingan untuk
menyelesaikan laporan ini.
3. Bapak Lalu Penta Febri Suryadi, S.St.Pi, pembimbing II yang telah
membantu mengarahkan dan memberi masukan dalam pengambilan
data untuk laporan ini.
4. Orang tua, keluarga atas dukungan serta doanya dan teman-teman yang
telah membantu saya dalam proses pengambilan data.
Semoga laporan PKL ini bermanfaat bagi kemajuan sektor kelautan dan
perikanan.

Bone, Mei 2023

Reisti Handayani

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................. ii
KATA PENGANTAR........................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR............................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Tujuan...................................................................................... 2
BAB II METODE PRAKTIK.............................................................. 3
2.1 Waktu dan Tempat................................................................... 3
2.2 Prosedur Kerja......................................................................... 3
2.2. 1 Alat dan Bahan.................................................................. 3
2.2. 2 Langkah Kerja................................................................... 4
2.3 Analisis Data............................................................................ 5
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................. 6
3.1 Jenis Megabentos..................................................................... 6
3.1. 1 Jenis Megabentos Pada Stasiun 1...................................... 7
3.1. 2 Jenis Megabentos Pada Stasiun 2...................................... 8
3.2 Kelimpahan Megabentos Di Pulau Buhung Pitue................... 9
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................... 12
4.1 Kesimpulan.............................................................................. 12
4.2 Saran........................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 13
LAMPIRAN .......................................................................................... 15

iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.............................................................................................................. 4
Tabel 2.............................................................................................................. 6
Tabel 3.............................................................................................................. 11

v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.......................................................................................................... 3
Gambar 2.......................................................................................................... 7
Gambar 3.......................................................................................................... 8
Gambar 4.......................................................................................................... 9

vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Buhung Pitue tereletak di Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi
Selatan dengan luas 2.500 Ha. Berdasarkan posisi geografis Pulau Buhung
Pitue terletak pada posisi 5°7’17.000’’ LS dan 120°23’ 34.000” BT yang
berbatasan langsung dengan pulau disekitarnya yaitu; sebelah utara berbatasan
dengan Desa Pulau Kambuno, sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone,
sebelah selatan berbatasan dengan Kawasan Teluk Bone, dan sebelah barat
berbatasan dengan daratan Pulau Sulawesi. Pulau Buhung Pitue dibagi dalam
3 wilayah yaitu wilayah pantai yang mengelilingi pulau, wilayah daratan yang
menjadi tempat pemukiman, serta pegunungan yang luasnya sekitar 45% dari
luas Pulau Buhung Pitue (Fathurrahman, 2018). Wilayah perairan pulau
buhung pitue memiliki ekosistem lamun yang cukup luas, terdapat 6 jenis
lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalessia hemprichii, Halophi ovalis,
Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium dan Halodule pinifolia.
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan tingkat tinggi (Anthophyta) yang
hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut; berpembuluh, berimpang
(rhizome), berakar, dan berkembang biak secara generatif (biji) dan vegetatif.
Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh terbenam dan
menjalar dalam substrat pasir, lumpur dan pecahan karang. Padang Lamun
(seagrass bed) adalah hamparan tumbuhan lamun yang menutupi suatu area
pesisir/laut dangkal yang dapat terbentuk oleh satu jenis lamun (monospecific)
atau lebih (mixed vegetation) dengan kerapatan tanaman yang padat (dense)
sedang (medium) atau jarang (sparse). Ekosistem lamun (seagrass ecosystem)
adalah satu sistem (organisasi) ekologi padang lamun, di dalamnya terjadi
hubungan timbal balik antara komponen abiotik dan komponen biotik hewan
dan tumbuhan (Sjafrie et al., 2018).
Komponen biotik berdasarkan sifat hidupnya dibedakan menjadi tiga yaitu
plankton, bentos dan nekton. Bentos merupakan kumpulan organisme yang
hidup di dasar / di substrat perairan (di zona benthik). Kata bentos berasal dari
kata ‘vanthos’ (Yunani) yang berarti dalam, dan mengacu pada komunitas
biota di zona benthik pada ekosistem perairan. Kelompok organisme bentos

1
mencakup semua biota yang tergabung dalam filum Mollusca, Echinodermata,
Crustacea, Polychaeta. Berdasarkan ukuran tubuhnya, kelompok organisme
bentos dapat dibedakan menjadi empat yaitu mikrobentos (ukuran tubuh < 0,1
mm), meiobentos (ukuran tubuh antara 0,1 – 1 mm), makrobentos (ukuran
tubuh 1 – 10 mm), dan megabentos (ukuran tubuh > 10 mm) (Laili & Parsons,
1993). Jadi, megabentos adalah kelompok fauna yang hidup di zona benthik,
yaitu di dasar / substrat perairan (baik yang bersifat infauna atau epifauna),
yang memiliki ukuran tubuh lebih dari 10 mm (1 cm) (Arbi & Sihaloho,
2017).
Penelitian fauna megabentos seperti echinodermata dan mollusca di
ekosistem padang lamun perairan Pulau Buhung Pitue dan pulau-pulau kecil
lainnya belum banyak dilakukan, sehingga informasi jenisnya masih relatif
sedikit. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui jenis dan kelimpahan megabentos pada ekosistem padang lamun
di perairan Pulau Buhung Pitue. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan tambahan informasi tentang keberadaan megabentos di kawasan
ekosistem tersebut dan dapat menjadi data dasar bagi pengamatan selanjutnya.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Praktik Kerja Lapang (PKL) 1 ini yaitu;
1. Untuk mengetahui jenis megabentos yang terdapat pada ekosistem
padang lamun di perairan Pulau Buhung Pitue.
2. Untuk mengetahui kelimpahan megabentos yang terdapat pada
ekosistem padang lamun di perairan Pulau Buhung Pitue.

2
BAB II METODE PRAKTIK
2.1 Waktu dan Tempat
Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilakukan pada tanggal 9 Mei sampai
tanggal 4 Juni di Pulau Buhung Pitue, Kecamatan Pulau Sembilan, Kabupaten
Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun lokasi pengambilan data yaitu dapat
dilihat pada gambar peta d i bawah ini.

Gambar 1. Peta lokasi pengambilan data

2.2 Prosedur Kerja


Pengenalan lokasi, penetuan titik lokasi pengambilan data, persiapan alat
dan bahan, pengambilan data megabentos menggunakan metode Bentos Belt
Transect (BBT) (Arbi & Sihaloho, 2017), identifikasi sampel, analisis data, dan
terakhir pembuatan laporan.

2.2. 1 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam pengambilan data yaitu dapat dilihat
pada tabel berikut:

3
Tabel 1. Alat yang digunakan.
Alat dan Bahan Kegunaan
1 GPS pada HP Menentukan titik lokasi
2 Roll meter Mengetahui garis transek
3 Tali rafia Menentukan batas pengambilan sampel
4 Patok Penanda titik pengambilan data
5 Sarung tangan Melindungi tangan
6 Alat selam dasar Membantu pengambilan data di perairan
7 Refraktometer Mengukur salinitas air
8 Termometer Mengukur suhu air
9 Kertas lakmus Mengukur pH air
10 Alat tulis Menulis data
11 Kamera HP Pengambilan dokumentasi

2.2. 2 Langkah Kerja


Pengambilan data megabentos dilakukan dengan menggunakan metode
Bentos Belt Transect (BBT). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
bantuan peralatan selam dasar. Metode ini dilakukan dengan cara menarik garis
dengan roll meter mengarah ke laut dengan panjang transek 70 m. Setelah pita
transek terpasang, selanjutnya dilakukan pengamatan dan pencatatan jenis atau
kelompok jenis megabentos serta jumlah individunya dari titik 0 m sampai 70 m
dengan lebar pengamatan 1 meter ke kiri dan kanan garis transek. Sehingga
luasan area pemantauan menjadi 140 m² (2 x 70 m) (Arbi & Sihaloho, 2017).

Metode ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Tarik garis transek menggunakan roll meter pada awal muncul lamun di
pesisir (titik 0 meter berada pada munculnya lamun di pesisir). Penarikan
transek dilakukan secara tegak-lurus garis pantai yang mengarah ke laut.
Panjang garis transek 70 m (walaupun pada 40 m sudah tidak terdapat
lamun, garis transek tetap di tarik sepanjang 70 m). Kemudian lebar
pengamatan yaitu 1 meter ke kiri dan satu meter ke kanan garis transek,
sehingga luasan area pemantauan menjadi 140 m² (2 x 70 m) (Arbi &
Sihaloho, 2017).
2. Untuk lebih memudahkan dalam pengamatan, maka pengamatan
megabentos dilakukan pada sisi kiri transek terlebih dahulu dari 0 m
hingga mencapai 70 m kemudian pada sisi kanan dari 70 m sampai 0 m.

4
Selanjutnya semua megabentos dicatat nama spesies atau kelompok
spesiesnya. Kemudian garis transek dipindahkan atau digeser 10 m ke
kanan untuk garis transek kedua, di karenakan hanya tiga kali perulangan
pada setiap stasiun maka penggeseran dilakukan sebanyak dua kali.

2.3 Analisis Data


Hasil dari identifikasi sampel kemudian dilakukan analisa data megabentos
sebagai berikut: kelimpahan (abundance) (Harvey, 2008) megabentos dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

jumlah individu X
kepadatan X = 2
luasbelt transect (140 m )

Teknik analisis data dalam penelitian ada dua, yaitu teknik analisis
data deskriptif dan teknik analisis data inferensial. Teknik analisis data
secara deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat generalisasi hasil penelitian. Sementara itu teknik
analisis data inferensial dilakukan dengan menganalisis data kemudian
membuat kesimpulan yang berlaku umum (Arbi & Sihaloho, 2017).

5
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Jenis Megabentos
Pengambilan data jenis megabentos dibagi menjadi dua stasiun
pengamatan. Koordinat di masing-masing stasiun adalah sebagai berikut,
stasiun 1; 5° 7' 3.103" S dan 120° 23' 22.512" E dan stasiun 2; 5° 6'
59.534" S dan 120° 23' 34.146" E. Berdasarkan pengambilan data
megabentos yang telah dilakukan di dua stasiun tersebut, terdapat 3 (tiga)
kelas dari 2 (dua) filum yaitu echinodermata dan mollusca yang tercatat.
Megabentos yang ditemukan pada saat pendataan adalah Echinoidea,
Gastropoda, dan Bivalvia. Yang dapat kita lihat pada tabel di bawah ini;

Tabel 2. Data megabentos yang ditemukan


Jumlah megabentos
Megabentos Stasiun 1 Stasiun 2 (individu)
Ul. 1 Ul. 2 Ul. 3 Ul. 1 Ul. 2 Ul. 3 St. 1 St. 2
Echinoidea 21 16 19 0 39 14 56 53
Gastropoda 23 16 28 11 12 21 67 44
Bivalvia 20 24 20 15 17 25 64 57
Total sampel 64 56 67 26 68 60 187 154

Pada Stasiun 1 ulangan 1 jumlah echinoidea yang di dapat sebanyak


21 individu dari dua spesies yaitu dolar pasir (clypeasteroida) dan bulu
babi (echinoidea), Gastropoda yang di dapat sebanyak 23 individu dari
tiga spesies yaitu Conus, Hexaplex dan Cypraea. Sedangkan bivalvia
sebanyak 20 individu dari spesies Anadara.

Pada Stasiun 1 ulangan 2 jumlah echinoidea yang di dapat sebanyak


16 individu dari spesies dolar pasir (clypeasteroida), gastropoda sebanyak
16 individu dari dua spesies yaitu Conus dan Anachis, dan bivalvia
sebanyak 24 individu dari spesies Anadara.

Pada Stasiun 1 ulangan 3 jumlah echinoidea yang di dapat sebanyak


19 individu dari spesies dolar pasir (clypeasteroida), gastropoda sebanyak
28 individu dari spesies Conus, dan bivalvia sebanyak 20 individu dari
spesies Anadara.

6
Pada Stasiun 2 ulangan 1 jumlah gastropoda yang di dapat sebanyak
11 individu dari spesies Anachis dan bivalvia sebanyak 15 individu dari
spesies Anadara sedangkan ecinoidea tidak ada ditemukan.

Pada Stasiun 2 ulangan 2 jumlah echinoidea yang di dapat sebanyak


39 individu dari spesies bulu babi (echinoidea), gastropoda sebanyak 12
individu dari dua spesies yaitu Anachis dan Hexaplex, dan bivalvia
sebanyak 17 individu dari spesies Anadara.

Pada Stasiun 2 ulangan 3 jumlah echinoidea yang di dapat sebanyak


14 individu dari spesies bulu babi (echinoidea), gastropoda sebanyak 21
individu dari spesies Cypraea, dan bivalvia sebanyak 25 individu dari
spesies Anadara.

3.1. 1 Jenis Megabentos Pada Stasiun 1

Stasiun 1
Jumlah megabentos

30
(individu)

25
20
15
10
5
0
Echinoidea Gastropoda Bivalvia
Megabentos

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

Gambar 2. Jumlah megabentos pada stasiun 1

Jumlah total individu echinoidea yang ditemukan pada setiap ulangan


di stasiun 1 sebanyak 56 dari dua spesies yaitu dolar pasir (clypeasteroida)
dan bulu babi (echinoidea) namun spesies yang paling sering ditemukan
yaitu dolar pasir (clypeasteroida) karena kondisi substrat pada stasiun 1
berpasir, menurut Nurafni (2019) tingginya nilai kepadatan jenis dolar
pasir dikarenakan jenis substrat berpasir dan hewan ini hidup berkelompok

7
sehingga mudah ditemukan dan faktor lingkungan yang diperoleh juga
dapat mendukung baik suhu, salinitas maupun pH.

Jumlah total individu gastropoda yang ditemukan pada setiap


ulangan di stasiun 1 sebanyak 67 dari empat spesies yaitu Conus,
Hexaplex, Cypraea, dan Anachis dari ke empat spesies tersebut, spesies
yang selalu ada pada setiap perulangan yaitu spesies Conus, kemunculan
spesies Conus di setiap ulangan disebabkan oleh suhu air pada stasiun 1
yang baik untuk habitat hidup gastropoda, menurut Putra et al. (2015)
gastropoda hidup pada kisaran suhu 28ᵒ-31ᵒC.

Jumlah total individu bivalvia yang ditemukan pada setiap ulangan di


stasiun 1 sebanyak 64 dari satu spesies yaitu Anadara, menurut Khalil
(2016) spesies bivalvia dapat ditemukan di berbagai lingkungan, seperti
daerah estuarin dan pesisir pantai. Selain itu asosiasi lamun dan bivalvia
mempunyai keterkaitan yang kuat dalam karakteristik tipe substrat dan
siklus makanan, secara logika serasah pada lamun akan mengendap di
dasar perairan yang kemudian menjadi makanan bagi bivalvia ( Allifah &
Rosmawati, 2018).

3.1. 2 Jenis Megabentos Pada Stasiun 2

Stasiun 2
45
Jumlah megabentos

40
(individu)

35
30
25
20
15
10
5
0
Echinoidea Gastropoda Bivalvia
Megabentos

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3

Gambar 3. Jumlah megabentos pada stasiun 2

8
Jumlah total individu echinoidea yang ditemukan pada setiap ulangan
di stasiun 2 sebanyak 53 dari satu spesies yaitu bulu babi (echinoidea).
Namun pada ulangan 1 tidak ditemukan bulu babi, berbanding terbalik
pada ulangan 2 dimana sangat banyak ditemukan bulu babi yang berada di
sekitar dermaga, menurut Wulandewi et al. (2015) banyaknya individu
bulu babi diduga berterkaitan dengan ketersediaan makanan yang cukup
dan kondisi substrat yang didominasi oleh sedimen berpasir.

Jumlah total individu gastropoda yang ditemukan pada setiap ulangan


di stasiun 2 sebanyak 44 dari tiga spesies yaitu Anachis, Cypraea dan
Hexaplex. Spesies Anachis selalu di temukan pada perulangan 1 dan 2,
dengan adanya lamun merupakan tempat hidupnya individu gastropoda
karena tersedianya bahan makanan yang berlimpah, sehingga berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan reproduksinya (Iqwanda et al., 2021).

Jumlah total individu bivalvia yang ditemukan pada setiap ulangan di


stasiun 2 sebanyak 57 dari satu spesies yaitu Anadara, menurut Khalil
(2016) spesies bivalvia dapat ditemukan di berbagai lingkungan, seperti
daerah estuarin dan pesisir pantai. Selain itu asosiasi lamun dan bivalvia
mempunyai keterkaitan yang kuat dalam karakteristik tipe substrat dan
siklus makanan, secara logika serasah pada lamun akan mengendap di
dasar perairan yang kemudian menjadi makanan bagi bivalvia ( Allifah &
Rosmawati, 2018)

3.2 Kelimpahan Megabentos Di Pulau Buhung Pitue


Jumlah individu/m²

Kelimpahan (ind/m²­)
0.145
0.14
0.135
0.13
0.125
0.12
0.115
0.11
0.105
Echinoidea Gastropoda Bivalvia

Megabentos

Gambar 4. Kelimpahan Megabentos di Pulau Buhung Pitue

9
Total kelimpahan echinoidea di Pulau Buhung Pitue sebesar 0,12
ind/m², total kelimpahan gastropoda di Pulau Buhung Pitue sebesar 0,12
ind/m², dan total kelimpahan bivalvia di Pulau Buhung Pitue sebesar 0,14
ind/m². Dari data yang diperoleh, maka jenis megabentos yang memiliki
kelimpahan tertinggi di Pulau Buhung Pitue yaitu bivalvia sebesar 0,14
ind/m².

Total kelimpahan echinoidea di Pulau Buhung Pitue sebesar 0,12


ind/m². Pada stasiun 1 ditemukan dua spesies dengan total kelimpahan
0,13 ind/m². Pada stasiun 2 ditemukan satu spesies dengan total
kelimpahan 0,12 ind/m². Tingginya kelimpahan echinoidea pada stasiun 1
disebabkan oleh kondisi substrat berpasir dan berlimpahnya lamun di
wilayah tersebut, dan suhu air pada stasiun 1 lebih tinggi dibandingkan
suhu air pada stasiun 2 tetapi menurut Sandewi et al. (2019) tingginya
suhu perairan pada lokasi penelitian diperkirakan tidak berpengaruh
terhadap kehidupan biota yang selalu tergenang air.

Total kelimpahan gastropoda di Pulau Buhung Pitue sebesar 0,12


ind/m². Pada stasiun 1 ditemukan empat spesies dengan total kelimpahan
0,15 ind/m². Pada stasiun 2 ditemukan tiga spesies dengan total
kelimpahan 0,10 ind/m². Melihat dari hasil tersebut disimpulkan bahwa
kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 1 di karenakan berlimpahnya
lamun pada stasiun ini. Keberadaan kelas gastropoda yang melimpah
kemungkinan menyukai daerah padang lamun yang memiliki arus tenang
(Sholihah et al., 2020). Parameter lingkungan juga menjadi faktor
meningkatnya kelimpahan gastropoda, pH perairan pada stasiun 1 lebih
tinggi yaitu sebesar 7, pH tersebut sesuai kebutuhan gastropoda menurut
Satria et al. (2014) gastropoda umumnya memerlukan pH antara 6,5 – 8,5
untuk kelangsungan hidup dan reproduksi. Kemudian salinitas pada
stasiun 1 sebesar 31ppt sudah optimal bagi kehidupan gastropoda sesuai
yang dinyatakan Islami (2013) salinitas optimum yang dapat ditoleransi
hingga 31 ppt, di atas nilai tersebut kelangsungan hidupnya sangat rendah.

10
Total kelimpahan bivalvia di Pulau Buhung Pitue sebesar 0,14 ind/m².
Pada stasiun 1 ditemukan empat spesies dengan total kelimpahan 0,15
ind/m². Pada stasiun 2 ditemukan tiga spesies dengan total kelimpahan
0,13 ind/m². Menurut Riniatsih dan Munasik (2017) Sebagian besar
organisme laut memanfaatkan padang lamun sebagai tempat untuk
berlindung dan mencari makan, terutama organisme bentik yang banyak
memanfaatkan detritus serasah lamun sebagai bahan organik dan bakteri
sebagai sumber makanananya. Sesuai dengan hasil pelitian di atas, pada
stasiun 1 memiliki kelimpahan yang tertinggi dikarenakan berlimpahnya
lamun di wilayah tersebut.

Tabel 3. Parameter perairan


Stasiun Suhu (°C) PH Salinitas ◦⁄ₒₒ Substrat
1 31 7 31 Berpasir
2 30 6 35 Berpasir
Aspek parameter lingkungan yang diukur adalah suhu, pH, salinitas,
arus, dan substrat. Nilai masing-masing parameter lingkungan yang
tercatat pada stasiun satu adalah suhu perairan sebesar 31°C; pH perairan
sebesar 7; salinitas perairan sebesar 31ppt; dan kondisi substrat berpasir
sedangkan pada stasiun dua adalah suhu perairan sebesar 30°C; pH
perairan sebesar 6; salinitas perairan sebesar 35ppt; dan kondisi substrat
berpasir.

Berdasarkan pendataan yang dilakukan di kedua stasiun, jenis substrat di


Pulau Buhung Pitue yaitu berpasir. Jenis substrat memiliki pengaruh terhadap
jenis rumput laut yang tumbuh di perairan tersebut (Wardani, 2019). Terdapat 6
jenis lamun yaitu Enhalus acoroides, Thalessia hemprichii, Halophi ovalis,
Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium dan Halodule pinifolia. Tutupan
lamun dan tipe substrat dasar merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
kelimpahan megabentos (Riniatsih et al., 2021).

11
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Jenis megabentos yang di dapat dari kelas echinoidea yaitu bulu babi
(Echinoidea) dan kue bulu babi (Clypeasteroida) kemudian dari kelas
gastropoda yaitu Conus, Hexaplex, Cypraea, dan Anachis. Sedangkan dari
kelas bivalvia yaitu Anadara.
2. Total kelimpahan echinoidea di Pulau Buhung Pitue sebesar 0,12 ind/m²,
total kelimpahan gastropoda di Pulau Buhung Pitue sebesar 0,12 ind/m²,
dan total kelimpahan bivalvia di Pulau Buhung Pitue sebesar 0,14 ind/m².
Dari data yang diperoleh, maka jenis megabentos yang memiliki
kelimpahan tertinggi di Pulau Buhung Pitue yaitu bivalvia sebesar 0,14
ind/m².

4.2 Saran
1. Agar lebih memperhatikan lingkungan perairan dengan tidak membuang
sampah sembarangan sehingga tidak merusak keseimbangan ekosistem di
perairan tersebut.

12
DAFTAR PUSTAKA
Arbi, U. Y., Sihaloho, H. F. 2017. Panduan Pemantauan Megabentos. Ed ke-2.
Jakarta (ID): PT. Media Sains Nasional. 45 hlm.
Allifah, A.N., & Rosmawati, T., 2018. Hubungan Kerapatan Lamun Dengan
Kepadatan Bivalvia Di Pesisir Pantai Ori Kecamatan Pulau Haruku. Jurnal
Biologi Science & Education. 70 (1): 81-96.
Fathurrahman, A. 2018. Analisis Pengembangan Desa Pulau (Studi Kasus Di
Pulau Burungloe Desa Buhung Pitue Kecematan Pulau Sembilan Kabupaten
Sinjai). [Skripsi]. Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota. Fakultas
Sains Dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Makassar.
Islami, M. M. 2013: Pengaruh Suhu dan Salinitas terhadap Bivalvia. Jurnal
Oseana. 38 (2) : 1-10.
Iqwanda, Y., Kamal, S., Ahadi, R. 2021. Spesies Neogastropoda Di Zona Litoral
Perairan Gunung Cut Kabupaten Aceh Selatan. [Seminar Nasional Biotik].
Jurusan Pendidikn Biologi. Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan. Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
Khalil, M. 2016. Bioekologi Kerang Genus Anadara (Bivalvia: Archidae). Ed ke-
1. Medan (ID): Sefa Bumi Persada. 62 hlm.
Nurafni, Muhammad, S. H., Sibua, I. 2019. Keanekaragaman Echinidermata Di
Perairan Pulau Ngele Ngele Kecil, Kabupaten Pulau Morotai. Jurnal Ilmu
Kelautan Kepulauan. 2(2): 74-83.
Putra, D. S., Irawan, H., Zulfikar, A. 2015. Keanekaragaman Gastropoda Di
Perairan Litoral Pulau Pengujian Kabupaten Bintan. [Skripsi]. Jurusan Ilmu
Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja
Ali Haji.
Riniatsih, I., & Munasik. 2017. Keanekaragaman Megabentos yang Berasosiasi di
Ekosistem Padang lamun Perairan Wailiti, Maumere Kabupaten Sikka,
Nusa Tenggara Timur. Jurnal Kelautan Tropis, 20(1):55-59. doi:
10.14710/jkt.v20i1.1357.
Riniatsih, I., Ambariyanto, Ervia Y. 2021. Keterkaitan Megabentos Yang
Berasosiasi Dengan Padang Lamun Terhadap Karakteristik Lingkungan Di
Perairan Jepara. Jurnal Kelautan Tropis. 24(2): 237-246.
Sjafrie, N. D. M., Hernawan, U. E., Prayudha, B., Supriyadi, I. H., Iswari, M. Y.,
Rahmat, Anggraini, K., Rahmawati, S., Suyarso. 2018. Status Padang
Lamun Indonesia 2018. Ver. 02. Jakarta (ID): Puslit Oseanografi – LIPI. 40
hlm.

13
Sandewi, N. P. D., Watiniasih, N. L., Pebriani, D. A. A. 2019. Keanekaragaman
Gastropoda di Pantai Bangklangan, Kabupaten Karangasem, Bali. Jurnal
Current Trends in Aquatic Science. II(2), 63-70.
Sholihah, H., Arthana, I. W., Ekawaty, R. 2020. Hubungan Keanekaragaman
Makrozoobentos dengan Kerapatan Lamun di Pantai Semawang Sanur Bali.
Jurnal Current Trends in Aquatic Science. III(1), 1-7.
Satria, M., Zulfikar, A., Zen, L. W. 2014. Keanekaragaman dan Distribusi
Gastropoda di Perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan. [Skripsi]. Fakultas
Kelautan dan Perikanan. UMRAH. Tanjung pinang.
Wulandewi, N. L. E., Subagio, J. N., Wiryatno, J. 2015. Jenis Dan Densitas Bulu
Babi (Echinoidea) Di Kawasan Pantai Sanur Dan Serangan Denpasar-Bali.
Jurnal Simbiosis. III(1): 269- 280.
Wardani, N. K. 2019. Distribusi Dan Keanekaragaman Rumput Laut Di Pulau
Kelapa Dua Taman Nasional Kepulauan Seribu. [ Laporan PKL]. Jurusan
Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas
Diponegoro. Semarang.

14
LAMPIRAN
 Alat

Roll meter Tali rafia

Sarung tangan Alat selam dasar

Alat tulis Patok

Refraktometer Termometer

15
 Pengambilan data

Penarikan transek Pendataan megabentos

 Jenis megabentos

Bulu babi (Echinoidea)

Dolar pasir (Clypeasteroida)

16
Hexaplex

Conus

Anachis

Cypraea

17
Anadara

Anadara

18

You might also like