You are on page 1of 12

CBD FORENSIK

MODUL 14
MUATAN LOKAL FORENSIK

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Jessica Budiono 041052110075

Khalda Fathiah Tuffahati 041052110081

Laura Emily Sulistyo 041052110087

Maura Jihan Fathya 041052110093

Monica Silvia Lay 041052110099

Thomas Aurelius Dharma 041052110147

PEMBIMBING:

drg. Aditya Pratama Sarwono, MH., MARS., Sp.Pros

PROGRAM PROFESI KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2023
PENGGUNAAN 3D PRINTING UNTUK REKONSTRUKSI WAJAH:
NARRATIVE REVIEW

Jessica Budiono, Khalda Fathiah, Laura Emily,


Maura Jihan, Monica Silvia, Thomas Aurelius

Abstrak
Pencetakan tiga dimensi (3D) atau 3D Printing mengacu pada teknologi manufaktur yang
membuat model fisik dari informasi digital. Tujuan akhir dari rekonstruksi wajah dalam konteks
forensik adalah untuk menciptakan kembali penampilan yang paling mirip dengan wajah asli,
dalam upaya untuk merangsang pengenalan publik yang pada akhirnya akan berkontribusi pada
identifikasi pribadi. Pada bidang medis khususnya rekonstruksi wajah, penggunaan pencetakan
3D ini membantu dalam proses identifikasi daerah anatomi mana yang harus dibuat dan
dipangkas, sehingga hasil dari rekonstruksi menjadi lebih presisi, selain itu juga teknologi
pencetakan 3D juga memberikan efisiensi waktu pengerjaan yang lebih singkat dibandingkan
rekonstruksi wajah yang membutuhkan waktu yang panjang. Sistem yang digunakan dibagi
menjadi dua, yaitu sistem otomatis yaitu berfokus pada data antropometri dan/atau template
morfologi kerangka termasuk template wajah namun faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia,
dan kelompok ras menjadi sangat mempengaruhi tengkorak yang digunakan sedangkan sistem
yang menggunakan model yaitu sistem yang menggunakan perangkat lunak animasi 3D untuk
membuat model tengkorak yang mirip dengan hasil rekonstruksi secara manual. Pada tahapan
pembuatannya, langkah awal yang penting ialah mempersiapkan data - data seperti nomor
perkara, dan informasi serta data yang rinci terkait korban. Kemudian, proses pemotongan
cetakan dioptimalkan menggunakan perangkat lunak Ultimaker Cura. Tengkorak yang optimal
dicetak yaitu pada skala 1:1 untuk melakukan rekonstruksi wajah. 3D printing berkontribusi
dalam bidang medis khususnya forensik odontologi dalam membantu para dokter untuk
melakukan rekonstruksi wajah, karena teknologi ini dapat mempermudah proses rekonstruksi
sehingga merangsang pengenalan publik yang pada akhirnya akan berkontribusi pada identifikasi
pribadi.

PENDAHULUAN
Pencetakan tiga dimensi (3D) atau 3D Printing mengacu pada teknologi manufaktur yang
membuat model fisik dari informasi digital.1 3D printing juga dikenal sebagai pembuatan aditif
karena proses ini membentuk objek dengan menambahkan banyak lapisan. Manufaktur aditif
(AM), atau 3D printing, telah berkembang pesat dalam dekade terakhir dan masih meningkat
minat yang berkembang.2 AM pada dasarnya berbeda dari manufaktur tradisional, struktur dapat
dibangun ke dalam bentuk bagian yang dirancang menggunakan pendekatan 'lapis demi lapis'
daripada menggunakan formatif atau subtraktif teknologi manufaktur.3
Selama beberapa tahun terakhir, aplikasi medis berkembang pesat dengan menggunakan
3D teknologi pencetakan di berbagai bidang mulai dari membuat organ dan jaringan hingga
model khusus pasien.4 Teknologi 3D printing diperkenalkan oleh para insinyur dengan maksud
untuk membuat model desain mereka yang cepat dan efisien. Pada bidang kedokteran gigi,
teknologi ini sudah cukup familiar digunakan seperti dalam pembuatan alat ortodonti, protesa,
dan model untuk bedah, selain itu juga dapat membuat gips kraniofasial khusus pasien, dalam
bentuk fisik yang dapat diambil dan dianalisis kapan saja.5
Selain itu juga, teknologi 3D printing ini juga dapat berperan dalam bidang forensik.
Pemakaian 3D printing pada bidang forensik meliputi dokumentasi, identifikasi manusia, analisa
pola gigitan, rekonstruksi TKP, rekonstruksi balistik, disaster victim identification, dan
rekonstruksi wajah forensik.6 Rekonstruksi wajah merupakan teknik forensik yang efektif yang
dapat membantu menciptakan kembali penampilan wajah korban dari tengkorak. Ini biasanya
digunakan untuk membantu lembaga penegak hukum untuk mengidentifikasi orang hilang yang
telah meninggal. Teknik rekonstruksi biasanya didasarkan pada hubungan antara jaringan keras
di bawahnya, seperti struktur tulang, dan jaringan lunak seperti otot wajah dan fitur wajah.
Rekonstruksi wajah dapat menjadi alternatif yang layak untuk mengidentifikasi sisa-sisa dari
mayat yang membusuk, termutilasi, atau kerangka.7
Penggunaan teknologi 3D printing pada rekonstruksi wajah juga sangat membantu para
operator dalam menyusun kembali kerangka yang ada pada pasien. Terdapat pula teknik
kombinasi pada pencetakan 3D agar dapat memaksimalkan hasil akhir pada prosedur
rekonstruksi wajah. Dalam 45 tahun terakhir, diketahui bahwa pencetakan 3D untuk rekonstruksi
wajah memberikan banyak manfaat, dan kerusakan yang kecil karena kemudahan metodenya
yang dapat memaksimalkan hasil akhir dengan bentuk anatomi awal, serta nilai efisiensi yang
besar selama prosedur rekonstruksi dilakukan.8
Oleh karena itu, tujuan akhir dari rekonstruksi wajah dalam konteks forensik adalah
untuk menciptakan kembali penampilan yang paling mirip dengan wajah asli, dalam upaya untuk
merangsang pengenalan publik yang pada akhirnya akan berkontribusi pada identifikasi pribadi.
Namun, perlu dicatat bahwa rekonstruksi wajah tidak dapat dengan sendirinya digunakan untuk
identifikasi positif seperti itu, melainkan harus digunakan bersama dengan teknik lain yang
sudah mapan seperti catatan gigi dan analisis DNA.9

TINJAUAN PUSTAKA
a. Prinsip 3D Printing
Prinsip dari pencetakan 3D ini adalah manufaktur aditif (AM), yaitu proses pembuatan
yang dilakukan secara lapis demi lapis. Pada pencetakan 3D, yang pada dasarnya merupakan
proses pembuatan aditif, hal yang dapat dimulai adalah dengan desain dasar dari bagian yang
ingin kita modelkan. Format yang lebih baru disebut additive manufacturing file format (AMF),
yang disetujui oleh American Society for Testing and Materials ASTM International pada Juni
2011, telah dirancang untuk mengatasi banyak keterbatasan pada format sederhana, seperti
memungkinkan pengguna untuk menggabungkan fitur termasuk tekstur permukaan, warna, dan
sifat material ke dalam setiap bagian. ASTM telah mengembangkan standar yang mendukung
aplikasi dan adopsi AM untuk berbagai bahan dan proses. Standar ini menyediakan bahasa
umum, spesifikasi yang diterima secara luas untuk bahan AM, panduan untuk teknologi baru ini,
produksi produk yang lebih cepat dan lagi.10,11
Pada bidang medis khususnya rekonstruksi wajah, penggunaan pencetakan 3D ini
membantu dalam proses identifikasi daerah anatomi mana yang harus dibuat dan dipangkas,
sehingga hasil dari rekonstruksi menjadi lebih presisi, selain itu juga teknologi pencetakan 3D
juga memberikan efisiensi waktu pengerjaan yang lebih singkat dibandingkan rekonstruksi wajah
yang membutuhkan waktu yang panjang. Proses dari pencetakan 3D ini melalui 3 tahapan yaitu
akuisisi gambar, postprocessing gambar, dan pencetakan 3D. Pada prinsipnya, pencetakan 3D ini
memang memudahkan bagi penggunanya, namun untuk hasil akhirnya memang tidak dapat
sempurna karena struktur wajah manusia sangat rinci yang melibatkan sejumlah variabel seperti
mata, telinga, hidung, dan bibir, warna kulit, dan gaya rambut. Namun perlu diketahui bahwa
keberhasilan suatu metode rekonstruksi tidak hanya bergantung pada keterampilan para ahli dan
ketepatan rekonstruksi, tetapi ada banyak faktor lain yang menentukan berhasil atau tidaknya
suatu rekonstruksi.9,11
b. Teknik 3D Printing pada Rekonstruksi Wajah
Sistem digital atau komputer untuk rekonstruksi wajah terbagi menjadi dua jenis, yaitu
sistem otomatis dan menggunakan model. Sistem otomatis berfokus pada data antropometri
dan/atau template morfologi kerangka termasuk template wajah namun faktor-faktor seperti jenis
kelamin, usia, dan kelompok ras menjadi sangat mempengaruhi tengkorak yang digunakan.
Sistem lain yang umumnya digunakan adalah penggunaan model. Sistem ini menggunakan
perangkat lunak animasi 3D untuk membuat model tengkorak yang mirip dengan hasil
rekonstruksi secara manual, selain itu juga dapat menggunakan sistem komputer untuk membuat
model yang dapat berinteraksi menggunakan umpan balik haptic.7
Pencetakan tiga dimensi dapat dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari
teknik pemindaian yang tidak invasif dan tidak berkontak. Pembuatan hasil cetakan 3D dapat
membantu menjaga integritas bahan, dengan mengurangi sentuhan terhadap suatu bahan
sehingga membantu melindungi bagian yang rapuh. Pencetakan metode tiga dimensi
memungkinkan mencetak bagian-bagian yang sulit terjangkau serta yang tidak memungkinkan
dibuat rekonstruksi menggunakan metode konvensional.12 Penggunaan metode komputer dalam
proses rekonstruksi memberikan waktu yang relatif cepat dan hampir mendekati bentuk asli dari
wajah seseorang karena kemampuannya dalam mencetak bagian-bagian secara detail
dibandingkan dengan metode konvensional, namun pada metode komputer masih kurang
menghasilkan data-data berkaitan dengan kedalaman jaringan yang dilakukan rekonstruksi.13,14
Rekonstruksi wajah menggunakan 3D printing adalah sebuah metode membuat ulang
wajah seseorang dari kerangka-kerangka yang tersisa dengan menggunakan tissue maker dan
media seperti tanah liat untuk membuat perkiraan rekonstruksi. Perkiraan wajah secara manual
dapat dilakukan pada tengkorak cetakan 3D. Aspek budaya, agama, dan sejarah merupakan suatu
hal yang penting dalam menentukan karakter dari wajah seseorang, contohnya rekonstruksi
wajah pada orang Rusia dan Amerika menggunakan teknik 3D printing yang berbeda. Secara
khusus, beberapa teknik memerlukan model jaringan lunak yang diletakan diatas tengkorak
manusia. Penggunaan computed tomography dapat memungkinkan dilakukannya rekonstruksi
wajah secara berulang-ulang tanpa merusak tengkorak asli.6
c. Tahapan Pembuatan
Tahap awal dari pembuatan yaitu fase preparasi, persiapan yang harus dilakukan sebelum
melakukan rekonstruksi wajah adalah mempersiapkan data-data yang terdiri dari:
1. Nomor perkara dengan surat keterangan layak dari badan hukum tempat pengambilan
tengkorak dengan tanda tangan dan tanggal pejabat yang bersangkutan, atau surat dari
pimpinan universitas apabila tengkorak tersebut diperoleh dari arsip lembaga yang
bersangkutan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Data yang diperoleh juga harus
memiliki laporan informasi usia, jenis kelamin, dan keturunan.
2. Pencatatan informasi detail mengenai gigi, gigi berperan penting dalam memperkirakan
usia dan memberikan informasi tentang gaya hidup seseorang. Foto rangka dan gigi yang
tepat dengan deskripsi yang tepat harus direkam.
3. Jika tersedia data pelengkap seperti sampel rambut, kaca mata, gigi palsu, perhiasan, atau
foto antemortem lainnya harus disertakan.
Untuk menghindari kontaminasi, tengkorak harus disimpan di lingkungan yang bersih
dan ditangani dengan sarung tangan. Selain itu, tengkorak tersebut harus ditangani dengan
pendekatan kemanusiaan.7
Dengan kemajuan teknologi, 3D imaging, dan pencetakan 3D dapat membantu
mereplikasi tengkorak dengan lebih baik bahkan tanpa menyentuh atau merusaknya.3 Teknik ini
bermanfaat jika tengkorak dalam kondisi buruk. Tujuan pembuatan replika tengkorak:
mengurangi kemungkinan rusaknya tengkorak asli, memungkinkan studi tengkorak selama
seluruh prosedur rekonstruksi, meninggalkan catatan spesimen setelah rekonstruksi selesai.15

Gambar 1. Berbagai jenis replika tengkorak (a) terbuat dari dental stone
(b) dan (c) tengkorak cetakan 3D.15
Model 3D tengkorak dalam bentuk file Stereolithography (STL) dihasilkan oleh X-ray
Computed Tomography (CT scan) dengan memindai tengkorak dengan ketebalan lapisan 1 mm.
Untuk mengurangi konsumsi bahan dan waktu pencetakan serta agar pencetakan replika
tengkorak tidak terdapat kesalahan, proses pemotongan cetakan dioptimalkan menggunakan
perangkat lunak Ultimaker Cura. Tengkorak yang optimal dicetak yaitu pada skala 1:1 untuk
melakukan rekonstruksi wajah.16-18

Gambar 2. Model 3D tengkorak3

Filamen acrylonitrile butadiene styrene (ABS) dengan diameter 1,75 mm digunakan


karena kekakuannya yang tinggi, tahan terhadap minyak dan menawarkan tingkat kualitas
permukaan yang tinggi. ABS juga mudah diproses dan memiliki biaya yang wajar. Filamen ABS
adalah filamen kedua yang paling banyak digunakan setelah filamen polyactic acid (PLA) karena
paling banyak digunakan untuk cetakan yang aus dan dapat dicat.19 Namun, pencetakan ABS
memiliki beberapa kekurangan seperti mudah bengkok, bau tidak sedap, perlu dicetak di printer
3D tertutup untuk meminimalkan retakan serta tidak dapat terurai secara biodegradable.12,20
Perangkat lunak Ultimaker Cura digunakan untuk memotong model 3D dengan ketebalan
lapisan 0,2 mm, pada skala 1:1.21 Pertama, model diiris pada posisi default. Posisi default pada
perangkat lunak pemotong tidak optimal karena permukaan kontak yang kecil antara model 3D
dan building platform, model diputar 135°.22 Model 3D memiliki geometri yang kompleks. Oleh
karena itu, sliced code dibuat dengan bantuan raft-type adhesion platform yang membantu
menstabilkan model dan meminimalkan lengkungan ABS. Posisi menghadap ke atas dari model
3D dipilih untuk dipotong dan dicetak sehingga tulang wajah yang desainnya lebih kompleks
akan dicetak pada permukaan kontak yang lebih besar (ditandai "A" pada Gambar 3) untuk
kualitas cetak yang baik.3,23

Gambar 3. Posisi model 3D untuk proses pemotongan.3

Printer 3D in-house design dan filamen ABS dipilih untuk mencetak tengkorak dengan
fused deposition modeling (FDM).24 Model 3D yang telah dipotong, dicetak menggunakan nosel
0,4 mm dan parameter pencetakan: ketebalan lapisan 0,2 mm, suhu leleh 245°C, suhu platform
75°C, kecepatan pencetakan 40 mm/detik, pola pengisian kisi dengan 20% kepadatan.3 Model
dicetak menggunakan raft-type adhesion platform untuk menopang seluruh cetakan karena
permukaan kontak model tengkorak dalam posisi menghadap ke atas tidak rata.25,26

Gambar 4. Pencetakan 3D pada skala 1:1 menggunakan in-house design 3D printer3

d. Kelebihan dan Kekurangan


Teknik di balik rekonstruksi wajah terus menjadi lebih baik, secara bertahap berubah dari
metode yang lebih artistik menjadi metode ilmiah seiring berjalannya waktu. Metode baru dan
lebih andal sedang dipelajari dengan kemajuan teknologi. Rekonstruksi berbasis komputer
ternyata lebih cepat dan objektif. Seperti teknik rekonstruksi berbasis komputer, dimana
tengkorak pertama kali nya didigitalkan. Rekonstruksi forensik kraniofasial terkomputerisasi 3D
(CCFR) memiliki beberapa keuntungan yang diberikan oleh penggunaan komputer karena alat
visualisasi yang ditingkatkan memungkinkan untuk menampilkan tulang dan kulit bersama
dengan banyak penyesuaian transparansi. Ini dilakukan dengan menggunakan pemindai laser dan
kamera video yang dihubungkan ke komputer, membentuk permukaan 3D yang sepenuhnya
baik. Keuntungan dari sistem ini adalah pekerjaan rekonstruksi dapat dilakukan pada gambar
tengkorak yang sebenarnya, daripada replika seperti pada rekonstruksi manual. Keuntungan lain
termasuk pengurangan risiko kerusakan tengkorak dan pemasangan kembali fragmen tengkorak
atau penggantian bagian yang tidak ada.13,27,28
Teknik berbasis komputer memberikan kecepatan dan fleksibilitas yang lebih besar tetapi
masih jauh dari sempurna. Nelson dan Michael percaya bahwa kurangnya pemahaman penuh
tentang hubungan antara jaringan lunak dan tulang tengkorak di bawahnya adalah salah satu
keterbatasan utama dari setiap teknik rekonstruksi. Beberapa kelemahan CCFR juga terlihat.
Pertama, beberapa metode dapat memakan waktu. Kedua, banyak metodologi yang ada,
mungkin memerlukan tingkat pengalaman tertentu dari operator. Beberapa dari metode ini telah
menjalani evaluasi ilmiah yang ketat terhadap tingkat akurasi dan pengenalan [3-7]. Ada
kebutuhan yang berkembang untuk menentukan protokol yang jelas dan dapat direproduksi
untuk mengevaluasi kualitas CCFR 3D dalam kaitannya dengan wajah subjek yang sebenarnya.29
Dipercaya bahwa dengan penelitian lebih lanjut tentang pengukuran kedalaman jaringan, dan
rata-rata fitur wajah yang lebih rinci, teknik ini bisa menjadi alat yang baik untuk proses
identifikasi.13,30

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa 3D printing berkontribusi dalam bidang medis khususnya
forensik odontologi dalam membantu para dokter untuk melakukan rekonstruksi wajah, karena
teknologi ini dapat mempermudah proses rekonstruksi sehingga merangsang pengenalan publik
yang pada akhirnya akan berkontribusi pada identifikasi pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shahrubudin N, Lee TC, Ramlan R. An overview on 3D printing technology:
Technological, materials, and applications. Procedia Manufacturing. 2019;35:1286–96.
doi:10.1016/j.promfg.2019.06.089
2. Jadhav A, Jadhav VS. A review on 3D printing: An Additive Manufacturing Technology.
Materials Today: Proceedings. 2022;62:2094–9. doi:10.1016/j.matpr.2022.02.558
3. Stanciu NV, Rosculet RT, Fetecau C, Tapu C. Forensic Facial Reconstruction Using 3D
Printing. Mater. Plast. 2020.
4. Bozkurt Y, Karayel E. 3D printing technology; methods, biomedical applications, future
opportunities and Trends. Journal of Materials Research and Technology.
2021;14:1430–50. doi:10.1016/j.jmrt.2021.07.050
5. Khanna S, Dhaimade P. Exploring the 3rd Dimension: Application of 3D Printing in
Forensic Odontology. J of Forensic Sci and Criminal Inves. 2017.
6. Jani G, Johnson A, Marques J, Franco A. Three-dimensional(3d) printing in forensic
science–an emerging technology in India. Annals of 3D Printed Medicine. 2021.
7. Kundu A, Streed M, Galzi PJ, Johnson A. A detailed review of forensic facial
reconstruction techniques. Med Leg J. 2021.
8. Mayo W, Mohamad AH, Zazo H, Alhashemi M, Meslmany A, Haddad B. Facial defects
reconstruction by titanium mesh bending using 3D printing technology: A report of two
cases. Annals of Medicine and Surgery. 2022.
9. Rinchon S, Arpita S, Mahipal S, Rajeev K. 3D Forensic Facial Reconstruction: A Review
of the Traditional Sculpting Methods and Recent Computerised Developments.
International Journal of Forensic Sciences. 2018.
10. Jandyal A, Chaturvedi I, Wazir I, Raina A. 3D printing - A review of processes, materials
and applications in industry 4.0. Sustainable Operations and Computers. 2022.
11. Chaudhary R, Doggalli N, Chandrakant H, Patil K. Current and evolving applications of
three-dimensional printing in forensic odontology: A Review. International Journal of
Forensic Odontology. 2018.
12. Carew, R.M. and Errickson, D. An Overview of 3D Printing in Forensic Science: The
Tangible Third-Dimension. J Forensic Sci. 2020;65: 1752-1760
13. Arpita S, Richon S, Mahipal S, Rajeev K. 3D Forensic Facial Reconstruction: A Review
of the Traditional Sculpting Methods and Recent Computerised Developments. Int J
Forens Sci 2018. 3(1): 000134.
14. De Greef S, Willems G. Three-dimensional cranio-facial reconstruction in forensic
identification: latest progress and new tendencies in the 21st century. J Forensic Sci. 2005
Jan;50(1):12-7.
15. Gupta S, Gupta V, Vij H, Vij R, Tyagi N. Forensic Facial Reconstruction: The Final
Frontier. J Clin Diagn Res. 2015; 9(9):26-28.
16. Chen S, Pan Z, Wu Y, et al. The role of three-dimen- sional printed models of skull in
anatomy education: a randomized controlled trail. Sci Rep. 2017;7(1):575.
17. Mala, Sankeerti. (2018). Forensic Facial Reconstruction to Identify Skulls-A Review.
Forensic Science & Addiction Research. 3. 10.31031/FSAR.2018.03.000563.
18. Shen, Zhen & Yao, Yong & Xie, Yi & Guo, Chao & Shang, Xiuqin & Dong, Xisong &
Li, Yuqing & Pan, Zhouxian & Chen, Shi & Pan, Hui & Xiong, Gang. (2017). The
process of 3D-printed skull models for the anatomy education. Computer Assisted
Surgery. 24. 10.1080/24699322.2018.1560101.
19. Yan Q, Doong H, Su J, Han J, Song B, Wei Q, ShiI YA. Review of 3D Printing
Technology for Medical Applications Engineering. 2018.
20. Zur, Pawel. Optimization of Abs 3D-Printing Method and Parameters. European Journal
of Engineering Science and Technology 2020:3(1):44-51.
21. Jaiswal S, Bhadauria SS, Jadon RS. Haar Cascade Based 3D Face Modeling and
Reconstruction. International Journal of Electrical Electronics & Computer Science
Engineering. 2014; 1(6):44-62.
22. Chepelev L, Wake L, Ryan J, Althobaity W, Gupta A, Arribas E, Santiago L, Ballard DH.
Radiological Society of North America (RSNA) 3D printing Special Interest Group
(SIG): guidelines for medical 3D printing and appropriateness for clinical scenarios. 3D
Printing in Medicine. 2018; 4(11):1-38.
23. Bartellas M. Three-Dimensional Printing and Medical Education: A Narrative Review of
the Literature. University of Ottawa Journal of Medicine. 2016.
24. Tasneem MH, Amer GT. Design, Fabrication, and Testing of a 3D Printer. Proceedings of
the International Conference on Industrial Engineering and Operations Management
Pilsen, Czech Republic. 2019: 2334-2344.
25. Inzerillo L, Paola FD. From SFM to 3D Print: Automated Workflow Addressed To
Practitioner Aimed at The Conservation and Restauration. The International Archives of
the Photogrammetry. 2017; 42:375-382.
26. Kumar N, Jain PK, Tandon P. Investigations on the Melt Flow Behaviour of Aluminium
Filled ABS Polymer Composite for the Extrusion-Based Additive Manufacturing
Process. Int. J. Mater. Prod. Tec. 2019.
27. Miranda GE, Wilkinson C, Roughley M, Beaini TL, Melani RFH. Assessment of
accuracy and recognition of three-dimensional computerized forensic craniofacial
reconstruction. PLoS One. 2018 May 2;13(5):e0196770. doi:
10.1371/journal.pone.0196770. PMID: 29718983; PMCID: PMC5931631.
28. Lee WJ, Wilkinson CM, Hwang HS. An accuracy assessment of forensic computerized
facial reconstruction employing cone-beam computed tomography from live subjects. J
Forensic Sci. 2012; 57(2):318–327.
29. Moritsugui DS, Fugiwara FVG, Vassallo FNS, Mazzilli LEN, Beaini TL, Melani RFH.
Facial soft tissue thickness in forensic facial reconstruction: Impact of regional
differences in Brazil. PLoS One. 2022 Jul 15;17(7):e0270980. doi:
10.1371/journal.pone.0270980. PMID: 35839226; PMCID: PMC9286276.
30. Decker S, Ford J, Davy-Jow S, Faraut P, Neville W, Hilbelink D. Who is this person? A
comparison study of current three-dimensional facial approximation methods. Forensic
Sci Int. 2013

You might also like