You are on page 1of 2

Keadilan Di Mata Penguasa

Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda atau orang. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus
dilawan dan dihukum, serta banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang
berjuang menegakkan keadilan. Akan tetapi, banyaknya jumlah dan variasi teori
keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan
realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas.
keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Saya mengutip pendapat dari filsuf Amerika, John Rawls mengatakan bahwa keadilan
pada dasarnya merupakan prinsip dari kebijakan rasional yang diaplikasikan untuk
konsepsi jumlah dari kesejahteraan seluruh kelompok dalam masyarakat. Untuk
mencapai keadilan tersebut, maka rasional jika seseorang memaksakan pemenuhan
keinginannya sesuai dengan prinsip kegunaan, karena dilakukan untuk memperbesar
keuntungan bersih dari kepuasan yang diperoleh oleh anggota masyarakatnya. Walaupun
keadilan mempunyai pemahaman yang berbeda bagi setiap orang,
Indonesia adalah negara hukum. Hal ini tercermin dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara tegas menyatakan
bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai negara hukum maka seluruh
aspek dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan
harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Secara historis, konsep negara hukum
muncul dalam berbagai model, antara lain negara hukum menurut agama Islam, negara
hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechsstaat, negara hukum
menurut konsep Anglo Saxon (rule of law), konsep socialist legality, dan konsep
negara hukum Pancasila.
Menurut Aristoteles, negara haruslah berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan
kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan
hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu
diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik.
Dalam negara yang memerintah bukanlah manusia sebenarnya, melainkan pikiran yang
adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja.
Namun berbeda di negeri ini, keadilan seperti hal yang tabu, Penegak hukum
dikelabuhi hanya untuk meraup hasil untuk diri sendiri. Seorang nenek tua divonis 1
tahun penjara karena ia mencuri 2 batang kayu untuk dijadikan . tempat tidur.
Sedangkan seorang jaksa hanya divonis 4 tahun dengan kesalahan terbukti korupsi
pengurusan fatwa di Mahkamah Agung dan melakukan pidana pencucian uang. Dan disaat
Pinangki telah ditetapkan sebagai tersangka, Pinangki masih berstatus pegawai
negeri yang digaji oleh negara.

Akhir-akhir ini di televisi diberitakan 2 warga Magelang terancam 5 tahun penjara
karena curi kayu manis milik Perhutani. Mereka dijerat pasal berlapis, pasal 26 ke-
19, pasal 78 jo pasal 50 ayat (2) huruf c Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta kerja tentang Perubahan atas beberapa ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sungguh miris melihat mereka yang dihukum
hanya karena ingin mencari sesuap nasi dimasa pandemi, sedangkan disisi lain Djoko
Tjandra mendapatkan potongan hukuman 1 tahun penjara atas kasus korupsi Bank Bali,
suap penghapusan red notice dan pengurusan fatwa MA yang semula divonis 4,5 tahun
menjadi 3,5 tahun penjara. Sungguh miris bukan?
Faktanya kepastian hukum kian hari kian tidak menentu, keadilan yang segala-galanya
menjadi segalau-galaunya. Terkadang yang berjuang tidak mendapatkan apapun
sedangkan yang biasa saja mendapatkan banyak.Hidup kadang selucu itu. Kekuatan yang
dimiliki mungkinlah tidak sebanding dengan ketidakadilan yang ada, tapi satu hal
yang pasti, tuhan tahu bahwa sudah berbagai usaha yang telah dilakukan untuk
melawannya. Hukum di negeri ini tampaknya tumpul ke atas dan tajam menghujam ke
bawah. Hukum di negeri ini rasanya terus berjalan layaknya permainan dan sandiwara,
yang salah bisa jadi benar, atau pun sebaliknya. Sekalipun rakyat menagih
kebenaran.
Seperti yang tercantum di-sila ke-5 dari dasar negara kita, “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Selayaknya negara negara hukum, Indonesia harus dengan
benar menerapkan asas keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum dan kita juga wajib
menjamin keadilan hukum yang merata, tidak memandang harta, jabatan, suku, ras,
hingga agama. Jangan sampai terdengar lagi “hukum tumpul keatas, runcing kebawah”.
Jangan sampai kutipan dari Prof. Dr. Satjipto Rahardjo “semakin tinggi kekuasaan
seseorang, semakin sedikit hukum yang mengaturnya” menjadi budaya di Indonesia.
Salam Keadilan, Kebenaran, Kerakyatan!

Daftar Referensi:
https://www.liputan6.com/news/read/2219231/nenek-asyani-terdakwa-pencuri-kayu-
divonis-1-tahun-penjara
https://news.detik.com/berita/d-5605410/vonis-jaksa-pinangki-disunat-dari-10-jadi-
4-tahun-penjaran
https://regional.kompas.com/read/2021/08/26/171410578/2-warga-magelang-terancam-5-
tahun-penjara-karena-curi-kayu-manis-milik
https://nasional.tempo.co/read/1488332/pengadilan-kabulkan-banding-djoko-tjandra-
vonis-berkurang-jadi-35-tahun

You might also like