Professional Documents
Culture Documents
Khusus Public
Khusus Public
net/publication/348190410
CITATIONS READS
0 40,730
6 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Stefanus Erdana Putra on 04 January 2021.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas tersusunnya buku “Stroke Iskemik Akut: Dasar dan
Klinis” ini. Penerbitan buku ini merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi Bagian Ilmu Penyakit
Saraf Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret, karena penyusunnya adalah dosen-dosen muda dan
para asisten penelitian yang telah berkecimpung cukup lama dalam bidang stroke.
Stroke telah menjadi penyebab kematian tertinggi pada tahun 2012 menurut WHO country risk profile,
yaitu sebanyak 21%. Angka ini tidak berubah secara bermakna sejak tahun 2000 yang berarti bahwa
penanganan stroke belum optimal dan membutuhkan perhatian khusus.
Konsep pelayanan stroke terpadu adalah sebuah program pelayanan yang mengedepankan integrasi
di dalam penanganan pasien dengan pendekatan interdisiplin mulai dari pencegahan, pengobatan,
restorasi dan rehabilitasi stroke. Konsep pelayanan stroke terpadu ini membutuhkan kecermatan di
dalam penyusunannya, agar perencanaan konsep ini dapat menjadi cetak biru atau blue print yang
bermanfaat bagi seluruh pemegang kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia. Sebagai awal dari
perencanaan program pelayanan stroke terpadu yang berkualitas, maka dibutuhkan komitmen, serta
orang-orang berdedikasi tinggi dan berminat besar dalam upaya melaksanakan pelayanan stroke
secara terpadu, sehingga dapat menciptakan keadaan yang lebih baik.
Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di
bidang pelayanan stroke iskemik akut yang terus meningkat dengan cepat guna menghadapi era
globalisasi. Buku ini dibuat sebagai salah satu buku pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan dan
penelitian di Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret.
Kami berharap buku ini dapat membantu mahasiswa di bidang kesehatan dan para tenaga medis
lainnya untuk memahami stroke iskemik akut dengan lebih baik. Semoga penerbitan buku ini juga
akan dapat menambah khazanah keilmuan dan wawasan kita dalam bidang stroke iskemik akut serta
merangsang perkembangan budaya ilmiah terbaru di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
dan lingkungan kerja pembaca di manapun berada.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu penyusunan buku
ini di tengah segala kesibukan yang ada. Kami mohon pula kesediaan para pembaca yang budiman
untuk kiranya dapat memberikan saran-sarannya guna penyempurnaan buku ini di masa yang akan
datang.
Editor :
Pepi Budianto, dr., Sp.N., FINR., FINA.
Penulis :
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 - Neurovaskularisasi hemispherum cerebri dan area teritori struktur anatomis 11
DAFTAR GAMBAR
BAB 1 – PENDAHULUAN
Diah Kurnia Mirawati, Faizal Muhammad
1.1. Stroke
Stroke adalah sindroma klinis yang ditandai oleh disfungsi cerebral fokal atau global yang berlangsung
24 jam atau lebih, yang dapat menyebabkan disabilitas atau kematian yang disebabkan oleh
perdarahan spontan atau suplai darah yang tidak adekuat pada jaringan otak. Sementara itu, stroke
iskemik merupakan disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal serebral, spinal maupun
retinal. Stroke iskemik ditandai dengan hilangnya sirkulasi darah secara tiba-tiba pada suatu area otak,
dan secara klinis menyebabkan hilangnya fungsi neurologis dari area tersebut. Stroke iskemik akut
disebabkan oleh thrombosis atau emboli pada arteri cerebral dan stroke iskemik lebih sering terjadi
daripada stroke hemoragik (Gambar 1.1).
Meskipun tanda-gejala diatas dapat terjadi sebagai gejala tunggal (isolated), namun lebih sering
terjadi sebagai kombinasi. Tidak ada tanda khas riwayat untuk membedakan stroke iskemik dengan
stroke hemoragik, namun karena efek space-occupying lesion yang akut dari stroke hemoragik, pada
stroke hemoragik sering ditemukan gejala mual, muntah, nyeri kepala dan penurunan kesadaran
(Tabel 3.1). Stroke pada pasien usia muda harus ditelusuri informasi mengenai riwayat trauma kepala,
koagulopati, penggunaan zat-obat (seperti kokain), nyeri kepala migraine atau penggunaan
kontrasepsi oral.
Dengan ketersediaan opsi reperfusi (fibrinolotik dan terapi nedovaskular) untuk stroke iskemik akut
pada pasien tertenti, dokter harus mampu melakukan pemeriksaan neurologis dengan tepat pada
pasien dengan sindroma stroke. Tujuan pemeriksaan neurologis pada pasien stroke iskemik akut
meliputi:
Untuk pemeriksaan neurologis tentu harus difokuskan pada kondisi pasien stroke iskemik akut.
Komponen penting pemeriksaan neurologis pasien dengan sindroma stroke meliputi:
▶ Diagnosis
Pencitraan radiologi otak adalah hal darurat dan esensial untuk evaluasi stroke iskemik akut.
Computed Tomography (CT) scan non-kontras (Gambar 1.2a) merupakan modalitas pencitraan yang
sering digunakan karena sangat efektif pada kondisi akut dan kedaruratan pasien yang dicurigai
mengalami stroke iskemik akut. Beberapa teknik pencitraan neurologis otak yang juga digunakan
dalam kondisi darurat stroke:
Pungsi lumbal, umumnya dilakukan untuk rule-out meningitis ataupun perdarahan subarachnoid
(Gambar 1.2b) apabila hasil CT scan negatif, namun kondisi klinis pasien masih mengalami defisit
neurologis, nyeri kepala dan penurunan kesadaran.
Gambar 1.2 – (a) CT-scan non-contrast menunjukan hasil hiperdensitas pada middle cerebral artery (MCA) dextra (panah
hitam) dengan grey-white differentiation loss pada teritori vaskular MCA (panah putih) (Unnikrishnan et al., 2017); (b)
Pemeriksaan makroskopis pungsi lumbal Liquor Cerebrospinal (LCS), A: normal, B: hemoragik akut, C: xantokromatik
(hemoragik lama), D: traumatic tap procedure (dibaca dari tabung kiri ke kanan) (Deisenhammer et al., 2015)
4 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Pemeriksaan laboratorium yang untuk diagnosis dan evaluasi stroke iskemik akut meliputi:
a. Hitung darah lengkap: Studi baseline dapat menunjukan penyebab stroke (misal: polisitemia,
trombositosis, leukemia), memperlihatkan penyakit lain yang menyertai sindroma stroke, dan
memastikan tidak adanya trombositopenia ketika hendak mempertimbangkan terapi
fibrinolitik
b. Pemeriksaan biokimia: Studi baseline dapat memperlihatkan stroke mimic (misal:
hipoglikemia, hyponatremia), atau memperlihatkan penyakit lain yang menyertai sindroma
stroke (misal: diabetes, insufisiensi renal)
c. Studi koagulasi: Dapat memperlihatkan koagulopati dan bermanfaat ketika hendak
melakukan terapi fibrinolitik atau antikoagulan
d. Biomarker jantung: Penting karena hubungan antara penyakit vascular otak dengan penyakit
arteri koroner
e. Skrining toksikologi: Dapat membantu mengidentifikasi pasien intoksikasi dengan gejala
menyerupai sindroma stroke atau penyalahgunaan simpatomimetik, yang berisiko tinggi
menyebabkan stroke iskemik maupun hemoragik
f. Tes kehamilan: Tes urin kehamilan dilakukan untuk semua perempuan hamil dengan sindroma
stroke, menurut FDA Pregnancy Categories recombinant tissue-type plasminogen activator
(rt-PA) merupakan obat kategori C pada pasien hamil
▶ Tatalaksana
Tujuan tatalaksana darurat pasien suspek stroke iskemik akut dalam 60 menit pertama sejak tiba di
fasilitas kesehatan atau instalasi gawat darurat adalah melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Menilai Airway, Breathing, dan Circulation (ABC) dan stabilisasi pasien jika perlu
b. Melakukan hingga tuntas penilaian dan evaluasi awal, meliputi pencitraan radiologi otak dan
pemeriksaan laboratorium
c. Memulai terapi reperfusi, jika sesuai (Gambar 1.3)
Gambar 1.3 – Skematis alur sederhana dari pengenalan kasus stroke hingga terapi reperfusi fibrinolitik.
Keterlibatan dan kontribusi dokter spesialis saraf terutama neurovascular sangatlah ideal. Unit
perawatan stroke dengan perawat terlatih dalam penanganan stroke menunjukan hasil dan prognosis
yang baik untuk pasien.
a. Terapi fibrinolitik
b. Obat-obatan antiplatelet
c. Clot retrieval atau trombectomy mekanik
a. Menurunkan demam
b. Koreksi hipotensi atau hipertensi signifikan
c. Koreksi hipoksia
d. Koreksi hipoglikemia
e. Tatalaksana aritmia jantung
f. Tatalaksana iskemik miokard
Pencegahan stroke primer merupakan upaya pencegahan pada individu yang belum memiliki riwayat
stroke. Tindakan pencegahan tersebut mencakup penggunaan hal-hal berikut:
a. Antiplatelet
b. Statin
c. Olahraga
6 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
d. Intervensi atau pola hidup sehat (tidak merokok, tidak minum alkohol)
Pencegahan stroke sekunder merupakan tatalaksana pada pasien yang sudah mengalami stroke.
Tindakan pencegahannya meliputi penggunaan:
a. Antiplatelet
b. Antihipertensi
c. Statin
d. Intervensi atau pola hidup sehat
Secara global, stroke merupakan penyakit penyebab kematian terbanyak kedua dan penyebab
disabilitas terbanyak ketiga. Kematian terkait troke secara global sebanyak 70%-87% terjadi pada
negara berkembang. Di Asia kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan iskemik 70%. Hal ini berbeda
dengan negara-negara maju bahwa kejadian stroke hemoragik sekitar 10% dan stroke iskemik sekitar
90%, diantara stroke iskemik terjadi karena kardioemboli 50%, oklusi arteri besar 25%, oklusi arteri
kecil 10% dan sisanya karena kausa yang tidak diketahui (cryptogenic). Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Tahun 2018 menunjukan Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk umum ≥15 tahun sebanyak 10,9 per 1.000 penduduk Indonesia mengalami stroke per 2018.
Angka ini menurun dari lima tahun sebelumnya, 12,10 per 1.000 penduduk dan meningkat
dibandingkan tahun 2007, yakni 8,3 per 1.000 penduduk.
▶ Epidemiologi
Tiap tahun 15 juta orang seluruh dunia menderita stroke. Pada angka ini, 5 juat meninggal dan 5 juta
lainnya mengalami disabilitas dan menjadi beban sosial maupun ekonomi bagi keluarga maupun
komunitas. Stroke sangat jarang terjadi pada individu dibawah 40 tahun, ketika terjadi, kauda
utamanya iadalah hipertensi. Stroke juga terjadi pada 8% anak-anak dengan penyakit sickle cell.
1.2. Latar Belakang 7
Di Amerika serikat, kelompok populasi kulit hitam memiliki risiko mengalami stroke 1,49 kali dari pada
populasi kulit putih. Hispanic memiliki insidensi stroke lebih rendah dari pada kulit putih dan hitam,
tapi memiliki insidensi lebih tinggi untuk stroke lacunar dan stroke usia muda. Laki-laki memiliki risiko
stroke lebih tinggi daripada perempuan, laki-laki kulit putih memiliki insidensi stroke 62,8 per 100.000,
dengan angka kematian 26,3% dari total kasus. Sementara perempuan memiliki insidensi stroke 59
per 100.000 dan angka kematian 39,2%. Meskipun stroke terkadang dipandang sebagai penyakit
lansia, sepertiga stroke terjadi pada individu <65 tahun. Risiko stroke meningkat seiring bertambahnya
usia, khususnya individu >64 tahun dimana kejadian stroke sebesar 75%.
▶ Kategori Stroke
Sistem kategori stroke berkembang melalui uji multicenter Trial of ORG 10172 in Acute Stroke
Treatment (TOAST), membagi stroke iskemik kedalam 3 subtipe utama:
a. Arteri besar
b. Arteri kecil, atau lacunar
c. Infark kardioemboli
Infark arteri besar terkadang melibatkan oklusi in situ thrombosis pada lesi aterosklerotik di carotis,
vertebrobasilar dan arteri cerebral, yang umumnya proksimal terhadap cabang utama. Sekalipun
demikian infark arteri besar juga bisa disebabkan oleh kardioemboli. Embolus kardiogenik merupakan
sumber utama penyebab stroke rekurens. Stroke arteri kecil (lacunar) berhubungan dengan area fokal
iskemik kecil karena oklusi vasa darah kecil tunggal, umumnya deep penetrating arteries, sehingga
mampu menyebabkan patologi vascular spesifik. Pada beberapa pasien yang etiologi stroke tidak bisa
diidentifikasi dengan jelas dikategorikan sebagai stroke cryptogenic.
▶ Tatalaksana
Strategi rekanalisasi, meliputi alteplase atau rt-PA rute intravena dan intraarterial dilakukan untuk
mengembalikan revaskularisasi sehingga neuron-neuron di dalam area iskemik penumbra (area yang
aktif secara metabolik, perifer terhadap area iskemik, dengan penurunan suplai darah dan masih
berpontensi untuk dipertahankan hidup) dapat diselamatkan sebelum mengalami jejas infark
irreversible. Memulihkan aliran darah dapat menyelamatkan efek iskemia hanya jika dilakukan secara
cepat dan tepat.
FDA telah menyetujui penggunaan rt-PA pada pasien yang memenuhi kriteria berdasarkan National
Institute of Neurologic Disorders and Stroke (NINDS). Khususnya, rt-PA harus diberikan dalam 3 jam
sejak onset awal stoke dan setelah hasil CT-scan tidak ditemukan perdarahan atau stroke hemoragik.
8 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Dewasa ini dengan melihat data terbaru orang-orang Eropa, American Heart Association dan
Amerocan Stroke Association (AHA/ASA) memperluas window of treatment rt-PA dari 3 jam hingga
4,5 jam, dengan kriteria eksklusi yang lebih ketat. FDA sendiri belum menyetujui perluasan window of
treatment rt-PA ini, namun durasi ini telah dijadikan standar pada beberapa institusi fasilitas
kesehatan.
Aspek lain dalam tatalaksana stroke iskemik akut meliputi optimalisasi parameter fisiologis dan
tindakan pencegahan komplikasi neurologis lebih lanjut:
▶ Distribusi arteri
Secara sederhana, hemispherum cerebri divaskularisasi oleh 3 pasang arteri utama yaitu Anterior
Cerebral Artery (ACA), Middle Cerebral Artery (MCA) dan Posterior Cerebral Artery (PCA) (Gambar 1.4).
ACA dan MCA, yang merupakan cabang arteri carotis interna supraclinoid, menyusun
neurovaskularisasi anterior cerebrum. ACA memvaskularisasi sisi medial lobus frontalis dan parietalis,
sisi anterior ganglia basalis dan crus anterior capsula interna. MCA mensuplai sisi lateral lobus frontalis
dan parietalis, sisi anterior dan lateral lobus temporalis, dan memiliki cabang perforantes ke dalam
globus pallidus dan putamen (nucleus lentiformis) dan genu capsula interna. MCA merupakan sumber
dominan dengan teritori neurovascular terluas pada hemispherum cerebri. PCA merupakan cabang
dari arteri basilaris dan menyusun neurovaskularisasi posterior cerebrum. PCA memiliki percabangan
perforantes ke dalam thalamus, batang otak, dan cabang kortikal sisi inferior-medial-posterior lobus
temporal dan lobus occipitalis (Gambar 1.5) (Tabel 1.1).
1.3. Anatomi Neurovaskular Otak 9
Gambar 1.4 – Anatomi Vaskularisasi hemisphere cerebri oleh ACA, MCA, dan PCA. (Greenberg et al., 2010; Netter, 2014)
10 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Gambar 1.5 – Teritori vaskularisasi ACA, MCA, dan PCA. RAH: Recurrent artery of Heubner (Greenberg et al., 2010; Aminoff
et al., 2015)
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, vertigo dan ataksia juga merupakan sindroma stroke
apabila terjadi oklusi pada pembuluh darah yang memvaskularisasi batang otak ataupun cerebellum.
Hemispherum cerebellum dan batang otak (truncus cerebru) memperoleh neurovaskularisasi sebagai
berikut (Gambar 1.6):
a. Sisi inferior oleh Posterior Inferior Cerebellar Artery (PICA), merupakan cabang dari arteri
vertebralis
b. Sisi anterolateral oleh Anterior Inferior Cerebellar Artery (AICA), merupakan cabang dari arteri
basillaris
c. Sisi superior oleh Superior Cerebellar Artery (SCA), merupakan cabang dari arteri basillaris dan
lebih proksimal daripada PCA dan diantara SCA dan PCA terdapat N.oculomotorius (N.III)
1.3. Anatomi Neurovaskular Otak 11
Gambar 1.6 – Vaskularisasi cerebellum dan truncus cerebri. RN: red nucleus, CP: cerebral peduncle, ST: spinothalamic tract,
ML: medial lemniscus, P: pyramid, ON: olivary nucleus, BP: basis pontis. (Aminoff et al., 2015)
Tabel 1.1 - Neurovaskularisasi hemispherum cerebri dan area teritori vaskularisasi struktur anatomis.
Neurovaskularisasi Anterior
Cabang A. carotis interna
ACA Cabang kortikal: sisi medial lobus frontalis dan lolus parietalis
Cabang lenticulostriata medial: caput nucleus caudatus, crus anterior
capsula interna
MCA Cabang kortikal: sisi lateral lobus frontalis dan lobus parietalis, sisi
anterolateral-superior lobus temporalis
12 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
a. Segmen A1: membentang dari bifucartio A.carotis interna (ICA) hingga A.communicans
anterior
b. Segmen A2: membentang sepanjang perbatasan rostrum dan genu corpus callosum
c. Segmen A3: membentang hingga bengkokan genu corpus callosum
d. Segmen A4 dan A5: membentang ke arah posterior diatas truncus et splenium corpus
callosum.
e. Trigonum Sylvius diproyeksikan pada cabang opercular MCA dengan apex representatif letak
titik Sylvius.
1.3. Anatomi Angiogram Cerebral 13
Gambar 1.7 - (A) Lateral view angiogram cerebral. (B) Skematis lateral view angiogram cerebral anterior. (C) Skematis
lateral view angiogram cerebral medial. (Edward, 2019; Greenberg, 2010)
a. Segmen M1: Segmen horizontal/sphenoidal. Truncus MCA ini membentang sepanjang sisi
anterior-basal dari korteks insula (limen insulae) dan memberi 5-15 percabangan berupa
A.lenticulostraita.
b. Segmen M2: Segmen insular. Membentang di dalam (profunda) fissura lateralis Sylvii dan
sepanjang insula.
c. Segmen M3: Segmen opercular. Membentang dengan pola mengikuti curvature operculum
(bukaan) dan merupakan cabang terminal dari MCA.
d. Segemen M4: Cabang kortikal. Segemen paling terminal yang tampak keluar dari fissura
lateralis Sylvii hingga ke luar korteks otak.
14 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Gambar 1.8 – (A) Anteroposterior/frontal view angiogram cerebral. (B) Skematis AP view angiogram cerebral. (C) Skematis
segmen-segmen MCA. (Edward, 2019; Greenberg, 2010)
a. Segmen P1: (1) A.thalamus perforans, (2) A.circumflexa longus, (3) A.circumflexa breves
b. Segmen P2A: (4) A.peduncularis perforans, (5) A.choroidalis posterior medial, (6)
A.hippocampus, (7) A.temporalis anterior, (8) A.temporalis media
c. Segmen P2P: (9) A.temporalis posterior, (10) A.choroidalis posterior lateral
d. Segmen P3 dan P4: (11) A.calcarina, (12) A.parieto-occipitalis.
1.3. Anatomi Angiogram Cerebral 15
Gambar 1.9 – (A) Frontal view angiogram cerebral memperlihatkan sistem sirkulasi posterior dan vertebrobasilar. (B)
Segmen-segmen PCA. (Edward, 2019; Greenberg, 2010)
16 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
▶ Cascade Iskemik
Pada level seluler, neuron yang iskemik menjadi terdepolarisasi karena penurunan ATP dan kegagalan
sistem transport ion pada membran sel. Gangguan metabolisme seluler akibat stroke juga
mengganggu pompa ion Na-K pada membrane, menyebabkan peningkatan ion Na+ intraseluler yang
kemudian akan menyebabkan peningkatan kadar air intraseluler. Pembengkakan sel ini disebut
sebagai edema sitotoksik dan dapat terjadi sangat cepat sejak terjadinya iskemik jaringan otak.
Iskemik cerebral juga mengganggu fungsi normal perpindahan ion Na-Ca pada plasma membran.
Proses influks kalsium menyebabkan terjadinya pelepasan neurotransmitter, meliputi glutamat yang
kemudian mengaktifkan N-metil-D-aspartat (NMDA) dan reseptor eksitatorik lainnya pada neuron.
Influks ion-ion positif ini menyebabkan neuron terdepolarisasi, dan influks kalsium lebih lanjut terus
berlangsung, semakin banyak pelepasan neurotransmitter glutamat, dan proses awal jejas iskemik
berlangsung. Influk masif dan kontinu ion Ca2+ ke dalam sel akan mengaktifkan berbagai enzim
degradative, yang menyebabkan proses destruksi membrane sel dan struktur esensial neuron lainnya.
Radikal bebas, asam arakidonat, nitrit oksida juga dihasilkan oleh proses ini dan menyebabkan
kerusakan neuron lebih lanjut (Gambar 2.1).
18 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Gambar 2.1 - Cascade iskemik pada sel neuron setelah terjadi stroke. (Yang et al., 2018)
Iskemik juga secara langsung menyebabkan disfungsi vaskularisasi cerebral dengan kerusakan blood-
brain barrier (BBB) dalam kurun waktu 4-6 jam setelah infark. Setelah kerusakan BBB, protein dan air
mengisi spatium extraseluler dan menyebabkan edema vasogenik. Proses ini akan memperparah
kondisi edema cerebral dan efek desak ruang (space-occupying lesion) dengan puncak pada hari ke-
3 hingga 5, dan umumnya akan terjadi perbaikan beberapa minggu karena proses resorbsi air dan
protein.
Dalam hitungan jam hingga hari setelah stroke, gen spesifik teraktivasi, menyebabkan pembentukan
sitokin yang memperparah proses inflamasi dan gangguan mikrosirkulatori. Akhirnya, neuron-neuron
pada area penumbra iskemik juga akan terlibat ikut dalam proses jejas progresif ini, bergabung dengan
inti infark (ischemic core), biasanya dalam durasi jam setelah onset stroke.
Infark menyebabkan kematian neuroglia astrosit, dan juga sel glia lainnya seperti oligodendrosit dan
mikroglia. Area denan jaringan infark kemudian akan mengalami nekrosis liquefaksi dan akan ditelan
dan dibuang oleh makrofag, menyebabkan proses hilangnya volume parenkimal. Area dengan cairan
mirip liquor cerebro-spinal (LCS) yang berbatas tegas dengan densitas rendah, hasil dari perubahan
kistik dan ensefalomalasia juga dapat ditemukan. Perubahan patologis kronis ini dapat dilihat dalam
kurun waktu pekan hingga bulan setelah terjadi infark jaringan cerebral.
2.1. Patofisiologi pada Jaringan Parenkim Otak 19
Gambar 2.2 - Transformasi hemoragik menurut European Cooperative Acute Stroke Study (ECASS). (ECASS, 1995)
Mekanisme terjadinya transformasi hemoragik adalah proses reperfusi jaringan jejas iskemik melalui
rekanalisasi arteri oklusi, suplai arteri kolateral pada daerah iskemik, atau terjadinya disfungsi BBB.
Dengan proses disfungsi BBB, ekstravasasi eritrosit dari pelemahan kapiler menghasilkan petechie
kecil hemoragik atau lebih lanjut menjadi hematoma intraparenkimal.
Transformasi hemoragik spontan dari suatu infark iskemik dapat terjadi dalam kurun waktu 2-14 hari
postictal, umumnya dalam pekan pertama. Proses ini umumnya ditemukan pada stokre iskemik
kardioemboli dan sangat sering terjadi pada stroke iskemik dengan volume infarct yang luas.
Transformasi hemoragik juga sering terjadi setelah pemberian terapi rt-PA pada pasien dengan
baseline CT-scan non-kontras yang memperlihatkan area hipodensitas.
Gambar 2.3 - CT-scan menunjukan edema sitotoksik pada hemispherum cerebri dextra setelah stroke. (von Holst, 2018)
Pasien dengan infark luas cerebrum umumnya memiliki prognosis yang buruk. Sekitar 40% pasien
dengan total anterior cerebral infarction (TACI) syndrome mengalami penurunan status neurologis
dalam minggu pertama, dan setengahnya meninggal selama bulan pertama. Prognosis yang buruk
jelas diakibatkan oleh volume jaringan otak yang rusak. Penurunan kesadaran dan status neurologis
awal sering dikarenakan proses edema pada jaringan infark. Edema menyebabkan efek space
occupying lesion dengan distorsi midline shift dan peningkatan tekanan intracranial. Proses patologis
2.1. Patofisiologi pada Jaringan Parenkim Otak 21
semacam itu menyebabkan herniasi transtentorial (Gambar 2.4a), dan berlanjut menjadi kerusakan
otak dan kematian.
Tatalaksana konvensional pada pasien edema cerebri post stroke bertujuan mengurangi edema dan
tekanan intracranial menggunakan hiperventilasi, mannitol, diuretic, kortikosteroid atau barbiturat.
Namun, ketika otak membengkak dan terjadi penurunan kesadaran dan hasil radiologi menunjukan
mass effect lesion, fatalitas kasus menjadi semakin tinggi sekalipun pasien sudah memperoleh
tatalaksana intensif terapi medikamentosa. Oleh karena itu craniectomi dekompresif bisa dilakukan
untuk mencegah herniasi transtentorial dan kematian pada pasien kelompok usia < 60 tahun dengan
penurunan status neurologis dalam 48 jam setelah stroke iskemik dengan area iskemik cukup luas.
Operasi craniectomi dekompresif (Gambar 2.4b) bertujuan untuk menciptakan ruang untuk
mengakomodasi peningkatan volume akibat edema cerebri. Prosedur ini dilakukan dengan cara
membuka porsi cranium dan duramater, atau dengan membuang jaringan otak yang sudah non-viabel
atau non-esensial.
Gambar 2.4 - (a) Efek desak massa lesi supratentorial yang membesar (dalam bahasan ini edema cerebri) akan
menyebabkan pergeseran jaringan otak dalam compartment intracranial yang menyebabkan, 1: herniasi cingulate/
subfalcine, 2: herniasi uncal, 3: herniasi central, 4: herniasi tonsillar, coma dan mati batang otak umumnya disebabkan oleh
mekanisme herniasi no.2,3,4 (b) Kiri: Efek desak massa (midline shift) akibat efek desak massa atau space occupying lesion;
Kanan: Setelah operasi decompressive craniectomy. (Doherty, 2010)
Klasifikasi kejang dan epilepsi post stroke mengikuti dua langkah proses sebagai berikut:
Terdapat beberapa patofisiologi untuk kejang onset dini post stroke iskemik. Proses peningkatan
kadar ion Ca2+ dan Na+ intraseluler dengan batas depolarisasi yang tetap, eksitotoksisitas
neurotransmitter glutamat, hipoksia, disfungsi metabolik, hipoperfusi global dan jejas hiperperfusi
(khususnya setelah tindakan carotid end arterectomy atau carotid endarterectomi) telah dinyatakan
sebagai etiologi. Kejang post stroke hemoragik diyakini karena iritasi parenkim otak oleh produk
metabolisme darah. Patofisiologi pasti masih belum jelas, tapi hubungan transformasi hemoragik dari
stroke iskemik juga dianggap sebagai etiologi kejang post stroke. Kejang onset lambat diasosiasikan
dengan proses patologi perubahan persisten kronik dan batas eksitabilitas neuronal otak dan jejas
gliosis. Deposit haemosiderin juga diyakini sebagai zat iritan setelah stroke hemoragik.
Masih sulit diperkirakan apakah penyintas stroke akan mengalami kejang atau tidak, tapi hal yang
perlu diperhatikan bahwa:
a. Stroke merupakan penyebab kejang paling sering pada kelompok usia lansia
b. Kejang onset dini normal terjadi dalam 24 jam sejak onset awal stroke
c. Angka kejadian kejang post stroke sangat tinggi pada kasus stroke hemoragik
Obat anti epileptik (OAE) tetap menjadi pilihan terapi epilepsy pada semua kelompok usia. Terapi
tunggal OAE dapat mengontrol kejang (pada 88% kasus). Untuk tipe kejang baik kejang fokal (dengan
atau tanpa umum tonik-klonik) dan kejang umum, rekomendasi lini pertama OAE meliputi
karbamazepin, lamotrigin, sodium valporat dan toppiramat. Untuk karbamazepin telah terbukti
menunjukan korelasi baik antara dosis dan koreksi plasma. Monoterapi alternatif lain meliputi
fenitoin, fenobarbital dan clonazepam. Fenitoin merupakan AED alternative yang sering dipakai,
khususnya pada kelompok lansia. Kendati demikian, terdapat hambatan terapi AED yaitu efek sedasi.
Pertimbangan khusus lain dalam pemakaian AED pada kelompok lansia adalah kemungkinan interkasi
obat karena induksi enzim hepatic, umumnya pada penggunaan obat karbamazepin dan fenitoin.
2.2. Patofisiologi pada Pembuluh Darah 23
Tingginya peluang efek toksik karena perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik akibat proses
penuaan usia. Komplians obat juga bisa menjadi isu pada lansia.
Gambar 2.5 - Letak predileksi atherosklerotik (area merah gelap) sirkulasi arteri intracranial, terlihat kecenderungan
atherosklerotik pada tempat percabangan dan curvatura. (Aminoff, 2015)
Patogenesis atherosclerosis hingga menjadi stroke iskemik belum sepenuhnya diketahui, namun
proses disfungsi sel endotel diyakini sebagai penyebab utama atherosclerosis. Ketika zat atau subtansi
mengiritasi lapisan terdalam dari arteri yaitu tunica intima. Iritan klasik yang sering menjadi penyebab
disfungsi sel endotel adalah toksin yang terdapat pada tembakau (rokok), zat toksik tersebut larut
dalam darah dan merusak sel endotel pada tunica intima arteri. Lokasi kerusakan tunica intima
tersebut kemudian akan menjadi lokasi proses atherosclerosis dimana akan timbul pembentukan plak
(timbunan akumulasi dari lemak, kolesterol, protein, kalsium dan sel imun) (Gambar 2.6).
Disfungsi endotel akibat zat iritan menyebabkan proses adesi dan migrasi subendotelial dari monosit
dan akumulasi kolesterol intramural. Terjadi inflamasi dan lipid kolesterol ditelan oleh monosit
(makrofag) sehingga terbentuk foam cell secara progresif dan terbentuklah awal mula lesi
atheromatous yang disebut dengan fatty streak. Pada tahap ini, pertumbuhan dan faktor kemotaksis
24 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
dari sel endotel dan makrofag menstimulasi proliferasi sel otot polos tunica intima dan migrasi
penambahan sel otot polos dari tunica media ke tunica intima arteri. Sel-sel ini mensekresi senyawa
matriks ekstraseluler hingga terbentuk formasi fibrous cap diatas (menutupi) plak atherosklerotik.
Gambar 2.6 - Patofisiologi stroke dari disfungsi endote akibat paparan zat iritan pada dinding arteril, proses
atherosklerotik, pembentukan trombus hingga terjadi oklusi total arteri karena sumbatan thrombosis atau emboli.
(Aminoff, 2015; Krueger, 2014)
Proses pembentukan plak atherosklerotik ini umumnya terjadi pada titik percabangan (bifucartio) dari
A.carotis interna dan MCA (Gambar 2.5). Sekalipun demikian, proses atherosclerosis memerlukan
waktu bertahun-tahun untuk dapat menyumbat sebagian atau bahkan total dari lumen arteri.
Patogenesis selanjutnya ketika plak sudah menempati suatu lumen arteri, plak secara konstan dan
kronis akan stress akibat gesekan mekanik dari aliran darah. Dan umumnya plak kecil sangatlah lemah
dan rentan untuk mengalami ruptur (robekan atau pengelupasan) fibrous cap daripada plak besar,
karena plak atherosklerotik kecil memiliki lapisan fibrous cap yang tipis dan lemah. Ketika fibrous cap
terkelupas akibat gaya mekanik aliran darah, maka fatty streak akan terekspos dalam darah lumen
arteri dan sangat trombogenik. Komplikasi serius proses selanjutnya ialah pelepasan faktor
prokoagulan dan kaskade proses thrombosis, dan dalam hitungan menit akan terbentuk lumen arteri
2.2. Patofisiologi pada Pembuluh Darah 25
yang teroklusi oleh thrombosis atau embolus dari debris thrombosis pada arteri yang lebih distal
(Gambar 2.6).
Dari patofisiologi stroke iskemik ini tampak bahwa faktor risiko atherosclerosis sehingga menjadi
stroke meliputi hipertensi, peningkatan serum kolesterol LDL dan diabetes mellitus.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) dihubungkan dengan proses vaskulopati yang melibatkan arteri
kecil otak dan menyebabkan mikroinfark multiple. Libman-Sacks endocarditis yang disertai SLE bisa
menjadi sumber emboli kardiogenik.
Poliarteritis nodosa merupakan vasculitis segmental dari arteri berukuran kecil-sedang yang
mempengaruhi organ. Gejala transien dari iskemik cerebral seperti anopia monocular transien bisa
terjadi.
Angiitis primer sistem saraf pusat (dikenal juga sebagai angiitis granulomatous) adalah penyakit
inflamasi idiopatik yang menyerang arteria dan vena kecil di sistemsaraf pusat dan menyebabkan lesi
iskemik multifokal yang transien dan progresif. Manifestasi klinis meliputi nyeri kepala, hemiparese,
abnormalitas fokal neurologis dan gangguan kognitif. Pemeriksaan penunjang LCS umumnya
didapatkan pleositosis dan peningkatan kadar protein. Diagnosis penyakit ini harus dicurigai pada
pasien dengan disfungsi multifokal sistem saraf pusat dan pleositosis LCS. Angiografi memperlihatkan
penyempitan segemental arteria dan vena kecil, biposi meningeal merupakan standar emas diagnosis
penyakit ini.
Arteritis sifilis terjadi dalam kurun waktu tahun setelah infeksi sifilis primer dan dapat menyebabkan
stroke. Umumnya pembuluh darah ukuran sedang yang perforata (penetrating arteries) terlibat,
menghasilkan punctate infarct di dalam substansia alba profunda yang terlihat pada CT-scan atau
MRI.
26 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
HIV-AIDS dihubungkan dengan insidensi TIA dan stroke iskemik. Pada beberapa kasus, komplikasi
serebrovaskular dari HIV-AIDS dikaitkan dengan kondisi endocarditis atau infeksi oportunistik,
seperti toksoplasmosis atau meningitis cryptococcus.
Diseksi arteri carotis atau vertebral dapat terjadi spontan atau respons dari trauma minor, dan
banyak terjadi pada usia dibawah 40 tahun. Penyakit ini terjadi karena degenerasi medial yang diikuti
oleh hemoragik hingga dinding arteri dan menyebabkan stroke dengan cara oklusi arteri atau
predisposisi thromboemboli. Diseksi carotis bisa disertai gejala prodromal iskemik hemisphere
transien atau anopia monocular, nyeri mandibular dan leher, abnormalitas visus yang menyerupai
migraine, atau sindrom Horner. Diseksi vertebral dapat menyebabkan nyeri kepala, nyeri leher, dan
tanda gejala disfingsi batang otak. Tatalaksana meliputi obat antiplatelet, terkadang dikombinasikan
dengan perbaikan endovascular.
Oklusi arteri intracranial progresif multiple (Moyamoya) menyebabkan penyempitan bilateral atau
oklusi arteri carotis interna sisi distal dan ACA dan MCA yang berdekatan. Arteriogenesis reaktif
menyebabkan jaringan vasa darah kolateral yang halus di basis cranii, yang bisa dilihat pada angiografi
(Gambar 2.7). Penyakit moyamoya bisa idiopatik atau karena atherosclerosis, penyakit sickle cell, atau
arteriopati lainnya. Penyakit ini sangat umum pada anak-anak dan usia dewasa, lebih sering pada
perempuan, tapi terjadi merata pada semua etnis ras, bisa sporadik atau familial. Pada anak-anak lebih
sering mengalami stroke iskemik dan dewasa mengalami hemoragik intracerebral, subdural dan
subarachnoid. Tatalaksana meliputi obat antiplatelet dan prosedur operasi revaskularisasi.
2.2. Patofisiologi pada Pembuluh Darah 27
Gambar 2.7 - Angiogram dari A.carotis dextra pada moyamoya. MCA dan percabangannya tergantikan oleh pola kapiler
difus yang nampak seperti "puff of smoke". Kiri: AP view, Kanan: lateral view. (Aminoff, 2015)
▶ Infark Lakunar
Infark lacunar umumnya terjadi akibat oklusi cabang perforans (deep branch) MCA (misal: arteri
lenticulostraita) yang mevaskularisasi teritori area basal ganglia meliputi putamen, nucleus caudatus,
crus posterior capsula interna dan thalamus. Istilah lacunar berarti ‘lake’ atau danau, hal tersebut bisa
dijelaskan saat terjadi oklusi arteri perforans akan menyebabkan kerusakan iskemik jaringan otak yang
akan tampak sebagai kantung berisi cairan atau kista, dan terlihat seperti ‘lake’ pada mikroskop
(Gambar 2.8). Stroke lacunar umumnya terjadi karena proses hyaline arteriolosclerosis yaitu keadaan
ketika dinding arteriol perforans terisi oleh protein. Proses ini bisa terjadi karena hipertensi kronis dan
diabetes, sehingga menyebabkan penebalan dinding arteriol dan penyempitam diameter lumen
arteriol.
28 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Gambar 2.8 - Proses atherosklerosis melibatkan arteri otak ukuran sedang-besar. Hipertensi menimbulkan patologi pada
arteri kecil penetrating. Arteriolosklerosis berkembang progresif pada arteri kecil ini. Hialin dan material fibrinoid
menebalkan dinding dan menyumbat lumen (hyaline arteriosclerosis). Lacunae (lubang) kecil, bundar dan dalam terbentuk
di parenkim otak umumnya ditemukan di otak saat otopsi. (Krueger, 2014)
Banyak kasus infark lacunar tidak dikenali secara klinis, melainkan terdekteksi secara kebetulan
melalui pencitraan CT-scan atau otopsi. Akan teteapi, pada kasus lain, infark lacunar menimbulkan
sindroma klinis yang khas. Stroke lacunar terjadi dalam durasi jam hingga hari. Nyeri kepala umumnya
tidak ada atau minimal dan kesadaran compos mentis. Faktor risiko hipertensi, diabetes atau penyakit
kardiovaskular dapat ditemukan ataupun tidak. Prognosis stroke lacunar umumnya baik, tapi
rekurensi stroke lacunar sangat sering. Meskipun variasi defisit neurologis bisa muncul, terdapat
empat sindroma khas dan klasik dari stroke lacunar:
1. Hemiparese motorik murni. Terdiri atas hemiparese yang mempengaruhi wajah, ekstrimitas
superior et inferior tanpa defisit somatosensorik, visus ataupun bahasa. Lakuna (kista) yang
menyebabkan sindroma ini biasanya terletak pada pons (Gambar 2.8) atau capsula interna
sisi kontralateral terhadap sisi tubuh yang mengalami defisit neurologis.
2.2. Patofisiologi pada Pembuluh Darah 29
2. Stroke sensorik murni. Ditandai dengan defisit hemisensorik, yang bisa disertai dengan
paresthesia dan sebagai akibat infark lacunar pada thalamus sisi kontralateral. Gejala ini
sangat mirip dengan oklusi PCA atau hemoragik kecil di thalamus atau mesencephalon.
3. Hemiparese ataksia. Pada syndrome ini, terkadang disebut sebagai ataksia ipsilateral dan
parese cruris, hemiparese motorik murni dikombinasikan dengan ataksia pada sisi
hemiparetik dan biasanya dominan mengenai regio crus. Gejala ini akibat lesi infark pada pons
sisi kontralateral, capsula interna atau substantia alba subkortikal.
4. Dysarthria-Clumsy Hand Syndrome. Gejala ini meliputi dyarthria, kelemahan wajah, disfagia
dan kelemahan ringan dan kecanggungan (clumsiness) tangan ipsilateral terhadap kelemahan
wajah. Lakuna yang menyebabkan gejala ini terletak pada pons kontralateral atau capsula
interna.
degradasi fibrin, umumnya meningkat pada darah. Tekanan LCS umumnya naik (>200 mmH2O), pada
kasus thrombosis septik, pleositosis LCS dapat terjadi. Pencitraan CT-scan menunjukan edema, infark,
hemoragik, atau defek pengisian pada sinus sagitalis superior (delta sign). MRI dengan angiografi
merupakan uji diagnostic pilihan dan definitive untuk kasus thrombosis vena atau sinus. Tatalaksana
adalah dengan antikoagulan dan untuk thrombosis septik menggunakan antibiotik.
▶ Kardioemboli
Stroke emboli bisa terjadi ketika produk pembekuan darah (blood clot) terlepas dari sisi proksimal
kemudian terbawa aliran darah dan akhirnya menyumbat pembuluh darah sisi distal seperti arteri,
arteriol, kapiler atau pembuluh darah dengan diameter kecil. Pembekuan darah (blood clot) biasanya
berasal dari plak atherosklerotik, namun juga dapat berasal dari jantung (embolus kardiogenik).
Embolus yang berasal dari jantung (kardioemboli) terbentuk akibat aliran darah yang relative statis
atau stagnan, akibat atrial fibrilasi (paling sering, peningkatan risiko stroke hingga 2-7 kali lipat dan 17
kali lipat apabila disertai kondisi kelainan katup jantung) atau infark miokard. Jika blood clot
terbentuk pada atrium atau ventrikel sinistra maka akan terbawa aliran darah ke arah aorta dan
kemudian akan langsung menuju arteri cerebral. Tatalaksana meliputi antikoagulan, obat anti aritmia
dronedarone (400 mg per oral 2 kali sehari) juga dapat menurunkan risiko stroke emboli. Apabila blood
clot terbentuk pada vena tekanan rendah atau atrium dan ventrikel dekstra maka akan terbawa ke
arteri pulmonal dan menyebabkan emboli pulmonal, tidak menutup kemungkinan menyebabkan
stroke emboli apabila ditemukan kondisi penyakit jantung bawaan dengan pirai (shunting) kanan ke
kiri (paradoxical embolus), misalnya atrial septal defect (ASD) atau patent formane ovale (Gambar
2.8). Terapi antiplatelet adalah sama efektifnya dengan penutupan (closure) perkutaneus untuk
mencegah stroke rekurens pada pasien dengan patent foramen ovale. Sindrom takikardi-bradikardi
(sick sinus syndrome) juga berkaitan dengan kejadian stroke kardioemboli. Sementara itu, kelainan
ritme jantung lainnya lebih menyebabkan kondisi pancerebral hipoperfusi atau sinkop.
2.2. Patofisiologi pada Pembuluh Darah 31
▶ Endokarditis Infektif
Endokarditis infektif (bakterial atau fungal) dapat menyebabkan stroke kardioemboli atau
menyebabkan hemoragik subarachnoid atau intracerebral dari rupturnya aneurisma mikotik.
Komplikasi ini sangat sering sebelum atau tepat setelah onset tatalaksana. Faktor predisposisi meliputi
penggunaan obat intravena, hemodialysis, kateterisasi intravena, penyakit katup jantung, dan katup
jantung prosthetic. Infeksi Staphylococcus aureus dan Streptococcus viridans sangat sering
menyerang katup jantung dan menyebabkan community-acquired endocarditis. Sementara itu S.
aureus dominan pada pengguna obat intravena, hospital-acquired infection, dan resipiens baru katup
jantung prostetik. Endokarditis fungal sangat jarang, umumnya disebabkan oleh Candida atau
Aspergillus, dan memiliki prognosis yang buruk. Tanda endocarditis infektif meliputi bising jantung,
petekie, hemoragik splinter, Roth-spot retinal (spot merah dengan pusat keputihan), Osler nodes
(nodul merah-ungu pada jari yang sangat nyeri), lesi Janeway (macula merah pada palmar atau
plantar), dan clubbing pada jari tangan ataupun kaki.
32 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Diagnosis melalui kultur darah untuk mencari kausa organisme dan ekokardiografi. Tatalaksana adalah
dengan antibiotic dan untuk emboli rekurens atau vegetasi luas katup sisi kiri, operasi perbaikan atau
penggantian katup diperlukan. Antikoagulan, antiplatelet dan thrombolitik harus dihindari karena
risiko hemoragik intracranial.
▶ Trombositosis
Trombositosis terjadi pada gangguan myeloproliferative (trombositosis esensial), penyakit infeksi
atau neoplastic lainnya, dan setelah tindakan splenectomy dapat menjadi predisposisi thrombosis dan
menyebabkan stroke. Faktor risiko thrombosis arterial pada trombositosis esensial meliputi usia >60
tahun, riwayat kejadian thrombosis, faktor risiko kardiovaskular (misal hipertensi, diabetes dan
merokok), leukositosis dan mutasi JAK2V617F.
Pasien dengan penyakit sickle cell yang akan melakukan prosedur angiografi, harus pertama diberi
transfuse tukar untuk mengurangi kadar hemoglobin S kurang dari 20%, karena media kontras
radiologi dapat menyebabkan deformitas bulan sabit lebih banyak. Tatalaksana stroke iskemik akut
melibatkan pemberian cairan intravena dan reduksi kadar hemoglobin S hingga kurang dari 30%
dengan transfuse tukar, baik antikoagulan maupun trombolitik tidak terbukti bermanfaat. Pencegahan
primer stroke dengan abnormalitas uji Doppler transcranial dan pencegahan sekunder pad apasien
dengan riwayat stroke adalah transfuse darah setiap 3 hingga 4 pekan untuk mengurangi kadar
hemoglobin S hingga < 30%. Hydroxyurea dapat menjadi pendekatan alternatif.
▶ Kondisi Hiperkoagulabel
Penyebab kondisi hiperkoagulabel yang berhubungan dengan stroke bisa karena paraproteinemia
(khususnya makroglobulinemia), terapi estrogen, kontrasepsi oral, post partum, dan kondisi post
2.3. Etiologi 33
operatif, kanker, antibodi antifosfolipid, homocysteinemia, dan koagulopati herediter (misal defisiensi
protein S, mutasi faktor V Leyden dan mutasi prothrombin).
2.3. Etiologi
Stroke iskemik terjadi melalui proses yang menyebabkan terbatasnya atau berhentinya aliran darah
ke otak, meliputi trombotik embolisme ekstra atau intra kranial, thrombosis in situ, atau hipoperfusi
relative. Saat aliran darah turun, neuron akan berhenti berfungsi normal. Meskipun jarak batas sudah
dijelaskan sebelumnya, jejas iskemik neuronal irreversibel umumnya dimulai saat aliran darah <18
mL/ 100 g jaringan/menit, dan kematian neuron akan semakin lebih cepat saa aliran darah dibawah
10 mL/100 g jaringan/menit.
▶ Faktor Risiko
Faktor risiko stroke iskemik akut meliputi faktor risiko dapat dimodifikasi (modifiable) dan tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable). Identifikasi dan analisis faktor risiko pada tiap pasien dapat
memberikan informasi terkait penyebab stroke dan tatalaksana yang paling sesuai dan rencana
prevensi sekunder.
a. Lanjut usia
b. Jenis kelamin laki-laki
c. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR)
d. Etnis Afrika-Amerika
e. Riwayat nyeri kepala migrain (khususnya migraine dengan aura)
f. Displasia firbomuskular
g. Riwayat keluarga stroke atau transient ischemic attack (TIA)
Studi prospektif pada 27.860 perempuan usia 45 tahun atau lebih menunjukan nyeri kepala primer
migraine dengan aura (migraine klasik) merupakan faktor risiko kuat terjadinya stroke iskemik akut.
Insidensi yang disesuaikan dari faktor risiko migraine ini per 1000 perempuan per tahun adalah sama
dengan faktor risiko lain yang telah diketahui, meliputi tekanan darah sistolik lebih dari 180 mmHg
atau lebih, indeks massa tubuh (IMT) 35 kg/m2 atau lebih, riwayat diabetes, riwayat keluarga infark
miokard, dan kebiasaan merokok (perokok aktif). Untuk migraine dengan aura, total insidensi stroke
pada suatu studi adalah 4,3 tiap 1000 perempuan per tahun, insidensi stroke iskemik 3,4 per 1000 per
tahun, dan insidensi stroke hemoragik 0,8 per tahun.
34 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
a. Vaskular: hipertensi (faktor risiko paling penting, sistolik >140 mmHg diastolic >90mmHg),
merokok, stenosis carotis asimptomatik (>60% diameter), penyakit arteri perifer.
b. Jantung: Atrial fibrilasi (dengan atau tanpa penyakit katup jantung), pirai kanan-kiri,
enlargement atrium atau ventrikel, gagal jantung kongestif, penyakit arteri coroner.
c. Endokrin: diabetes mellitus, terapi hormon post-menopause (estrogen±progesteron),
kontrasepsi oral.
d. Metabolik: Dislipidemia (total kolesterol >200mg/dL, HDL <40mg/dL), obesitas (khususnya
obesitas visceral).
e. Hematologi: Penyakit sickle-cell
f. Gaya hidup: Merokok, konsumsi alkohol, inaktivitas fisik, asupan makan (tinggi garam, tinggi
indeks glikemik, lemak jenuh).
Pada tahun 2014, AHA/ASA menerbitkan pedoman untuk menekan risiko stroke khususnya pada
perempuan. Rekomendasi spesifik gender ini meliputi:
Faktor risiko konvensional, seperti kolesterol Low-densitiy lipoprotein (LDL) teroksidasi dan merokok
(zat tembakau), berkontribusi terhadap jejas endotel. Dewasa ini dipercaya, bahwa infeksi juga
berkontribusi terhadap jejas endotel dan aterosklerosis.
Faktor risiko individu, dapat memodifikasi respons perubahan inflamasi eksternal lingkungan ini,
sekalipun risiko yang diturunkan untuk stroke adalah multigenik. Walaupun demikian, gangguan gen
tunggal spesifik dengan stroke sebagai komponen fenotip memperlihatkan potensi genetic
berkembang sebagai risiko stroke. Sejumlah gene diketahui meningkatkan risiko terjadinya stroke
iskemik. Mutasi gen F2 dan F5 umumnya realtif pada populasi umum dan meningkatkan risiko
thrombosis. Mutasi gen berikut juga diketahui meningkatkan risiko terjadinya stroke:
Meskipun penyebab stroke lebih sering multifactorial dan melibatkan faktor poligenik dan lingkungan.
Beberapa, kebanyakan gangguan Mendelian langka memiliki risiko stroke sebagai manifestasi utama.
Beberapa gen-gen ini sudah sudah diidentifikasi (Tabel 2.2).
Table 2.2 – Beberapa gangguan monogenik yang diasosiasikan dengan stroke. (Brust, 2018; Aminoff, 2015)
▶ Stroke Lakunar
Stroke lacunar mewakili 13-20% kasus stroke iskemik. Hal ini terjadi karena oklusi cabang penetrasi
MCA, yaitu arteri lenticulostriata, atau cabang penetrasi circulus Willisi, arteri vertebralis atau
2.3. Etiologi 39
basilaris. Sebagian bersar stroke lacunar sering dihubungkan dengan hipertensi. Kausa stroke lacunar
meliputi:
a. Mikroateroma
b. Lipohyalinosis
c. Nekrosis fibrinoid sekunder terhadap hipertensi atau vasculitis
d. Hyaline arteriosclerosis
e. Amyloid angiopati
f. Microemboli
▶ Stroke Emboli
Emboli kardiogenik berkontribusi sebesar 20% kasus stroke akut. Emboli dapat berasal dari jantung,
arteri ekstrakranial meliputi arcus aorta, dan sangat jarang melalui proses paradoxical emboli (misal
pada patent foramen ovale). Sumber emboli kardiogenik adalah sebagai berikut:
a. Thrombus valvular atau katup (misal pada stenosis mitral, endocarditis, katup prosthetik)
b. Thrombus mural (misal pada infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati dilatasi, gagal
jantung kongestif)
c. Atrial myxoma
Infark miokard akut dihubungkan dengan 2-3% insiden stroke emboli, yang mana 85% terjadi dalam
bulan pertama setelah infark. Stroke emboli cenderung memiliki onset tiba-tiba dan pencitraan
menunjukan infark sebelumnya pada beberapa teritori vascular atau terlihat kalsifikasi emboli.
Stroke kardioemboli bisa terisolasi, multiple dan tunggal di satu hemisphere atau tersebar dan
bilateral. Infark multiple dan bilateral bisa sebagai akibat emboli rekurens. Kemungkinan lainnya untuk
infark hemisphere tinggal dan bilateral meliputi emboli yang berasal dari arcus aorta dan thrombosis
difus atau proses inflamasi yang dapat menyebabkan oklusi multiple arteri kecil.
▶ Stroke Thrombosis
Faktor thrombogenik meliputi jejas disfungsi dan hilangnya sel endothel. Hilangnya endotel ini akan
mengekspos subendotelium ke dalam darah dan menyebabkan aktivasi platelet oleh subendotelium,
aktivasi kaskade pembekuan darah, inhibisi fibrinolysis, dan statis darah. Stroke thrombosis umumnya
sebagai akibat rupturnya fibrous cap plak atherosklerotik. Stenosis arteri dapat menyebabkan aliran
darah turbulen, yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus, athersklerosis (misal plak
ulserasi), dan adherens platelet. Semua kausa pembentukan pembekuan darah (blood clot)
menyebabkan baik oklusi maupun emboli pada arteri.
40 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Pada kelompok usia muda-dewasa, beberapa kausa lain stroke thrombosis harus diperhatikan yang
meliputi:
▶ Infark Watershed
Watershed vascular atau zona perbatasan teritori vaskularisasi (Gambar 2.10) sering terjadi pada
area vaskularisasi arteri paling distal. Kondisi ini dipercaya sekunder akibat emboli atau hipoperfusi
parah seperti yang terjadi pada oklusi carotis, hipotensi lama, dan syok.
Gambar 2.10 - Kiri: Area lesi hiperintensitas "patchy" pada FLAIR MRI dengan pola linear pada substantia alba. Konfigurasi
pola ini tipikal untuk perbatasan profunda (watershed infarction), pada kasus ini merupakan area watershed ACA dan MCA.
Kanan: Skematis distribusi watershed infarct (infark borderline) (warna biru) diasosiasikan dengan iskemik cerebral global.
(Andrew, 2018; Aminoff, 2015)
a. Hipertensi
b. Diabetes mellitus
c. Merokok (penggunaan tembakau)
d. Dislipidemia
e. Riwayat penyakit arteri coroner, bypass arteri coroner, atau atrial fibrilasi
a. Trauma
b. Koagulopati
c. Penyalahgunaan zat (khususnya kokain)
d. Nyeri kepala migraine
e. Penggunaan kontrasepsi oral
Stroke harus dicurigai pada pasien yang menunjukan gejala defisit neurologis akut (fokal maupun
global) atau penurunan kesadaran. Tidak ada karakteristik riwayat yang membedakan stroke iskemik
dengan hemoragik, meskipun mual, muntah, nyeri kepala dan penurunan kesadaran akut umum
ditemukan pada stroke hemoragik. Untuk membedakan secara klinis stroke iskemik dan hemoragik
bisa digunakan Siriraj Stroke Score (SSS) (Tabel 3.1), Guy’s Hospital Score, Greek Score, dan Besson
score.
(1) Ya
Nyeri Kepala (0) Tidak x2
(dalam 2 jam) (1) Ya
Tekanan Darah (mmHg) Diastolik X 0,1
Ateroma:
- Diabetes (0) Tidak x (-3)
Melitus (1) Ya [1 atau lebih ateroma]
- Angina
pectoris
- Klaudikasio
intermiten
Konstanta (-12) (-12)
Total skor SSS
Keterangan: SSS >1 = Stroke hemoragik; SSS < -1 = Stroke iskemik
Melalui SSS dapat memebrikan informasi awal terkait kemungkinan jenis stroke pada pasien, namun
demikian pencitraan CT-scan adalah hal wajib untuk dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
hemoragik atau tidak.
Menetapkan waktu saat terakhir kali pasien terlihat tanpa gejala stroke, atau terakhir kali terlihat
normal sehat, sangat penting diketahui ketika hendak menentukan opsi terapi fibrinolitik. Tetapi,
waktu median untuk onset awal gejala hingga ke instalasi gawat darurat adalah sekitar 4-24 jam di
Amerika Serikat.
Faktor multiple berkontribusi dalam penundaan pertolongan perawatan individu dengan gejala
stroke. Banyak kasus stroke terjadi ketika pasien sedang tidur dan tidak diketahui hingga pasien
terbangun (fenomena ini disebut sebagai “wake-up” stroke). Sehingga, stroke dapat menyebabkan
pasien tidak mampu meminta pertolongan. Terkadang, stroke dapat terjadi tanpa diketahui oleh
pasien atau keluarga terdekat pasien.
JIka pasien terbangun dari tidur dengan gejala, maka waktu onset didefinisikan sebagai waktu saat
ketika pasien terakhir kali terlihat tanpa gejala atau “last known normal time”. Informasi dari anggota
keluarga, rekan kerja atau orang sekitar saat ditemukan gejala stroke pada pasien diperlukan untuk
menentukan waktu onset dengan tepat, khususnya pada stroke hemispherum dextra dengan gejala
neglect atau stroke hemispherum sinistra dengan afasia.
3.2. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis 43
Pemeriksaan fisik selalu meliputi pemeriksaan lengkap kepala dan leher untuk mencari tahu tanda
trauma, infeksi dan tanda iritasi meningeal. Pemeriksaan seksama untuk kausa kardiovaskular sebagai
etiologi stroke memerlukan pemeriksaan sebagai berikut:
Pemeriksaan fisik harus mencakup semua sistem organ mayor, mulai dari airway, breathing, dan
circulation (ABCs) dan tanda vital. Pasien dengan penurunan kesdaran harus dinilai patensi airway.
Pasien dengan stroke, khususnya stroke hemoragik, dapat mengalami penurunan kesadaran dan
status neurologis dengan cepat sejak awal onset defisit neurologis, oleh karena itu penilaian
kesadaran tan status neurologis harus dilakukan secara rutin tidak hanya sekali.
Stroke iskemik (kecuali untuk stroke yang melibatkan batang otak) tidak cenderung menyebabkan
gangguan patensi airway, breathing, circulation dan secara tiba-tiba. DIlain kasus, pasien dengan
hemoragik intraserebral atau subarachnoid lebih sering membutuhkan intervensi proteksi airway dan
ventilasi.
Tanda vital, sekalipun tidak spesifik, dapat memberi informasi krusial terkait perburukan klinis yang
akan datang (impending clinical deterioration) dan membantu dalam mempersempit diagnosis
banding. Banyak pasien dengan stroke mengalami hipertensi pada onset awal gejala (hypertensive at
baseline), dan tekanan darah pasien dapat naik lebih lagi setelah stroke. Sekalipun hipertensi pada
awal onset stroke sering ditemui, tekanan darah umumnya turun secara spontan seiring waktu pada
kebanyakan pasien.
44 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Aritmia jantung, seperti atrial fibrilasi, sangat sering ditemukan pada pasien stroke. Sama seperti
bahwa stroke dapat terjadi bersamaan dengan kondisi jantung akut lainnya meliputi infark miokard
dan gagal jantung akut, sehingga auskultasi untuk mencari abnormalitas seperti murmur dan gallop
sangat direkomendasikan.
Diseksi arteri karotis atau vertebrobasilar dan diseksi aorta thoracica (sangat jarang) dapat
menyebabkan stroke iskemik. Temuan abnormalitas berupa pulsasi yang tidak sama (unequal pulses)
dan tekanan darah yang berbeda pada ekstrimitas dapat menunjukan adanya diseksi aorta.
▶ Pemeriksaan Neurologis
Dengan ketersediaan terapi fibrinolitik dan endovascular untuk stroke iskemik akut pada pasien yang
memenuhi kriteria, seorang dokter harus dapat melakukan pemeriksaan neurologis dengan efektif
dan akurat pada pasien dengan sindroma stroke. Tujuan pemeriksaan neurologis disini meliputi:
a. Saraf kranial
b. Fungsi motorik
c. Fungsi sensorik
d. Fungsi cerebellum
e. Gait (gaya berjalan)
f. Bahasa (Sensorik-reseptif dan motorik-ekspresif)
g. Status mental dan tingkat kesadaran
h. Cranium dan spine juga harus diperiksan untuk mencari tanda abnormalitas meningismus.
3.2. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis 45
Skoring NIHSS sangat mudah untuk dilakukan, dan berfokus pada 6 area utama dalam pemeriksaan
neurologis:
a. Tingkat kesadaran
b. Fungsi visus
c. Fungsi motorik
d. Sensasi dan neglect
e. Fungsi cerebellar
f. Bahasa
NIHSS merupakan skor pemeriksaan dengan skala 42 poin. Pasien dengan stroke minor umumnya
memiliki skor < 5. NIHSS dengan skor > 10 berkorelasi dengan 80% likelihood oklusi pembuluh darah
proksimal (seperti yang teridentifikasi setelahnya pada CT-scan atau angiogram standar). Namun,
objektifitas dan kebijaksanaan harus digunakan dalam menilai besarnya defisit klinis dan disabilitas
yang dihasilkan; misalnya, jika satu-satunya defisit pasien adalah mutisme atau kebutaan, skor NIHSS
akan menjadi 3. Sebagai tambahan, skala ini tidak mengukur beberapa defisit neurologis yang
berkaitan dengan stroke sirkulasi posterior (misal: vertigo dan ataksia)
Table 3.2 - National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). (Ortiz, 2014)
8 Sensorik 0 : Normal
1 : Defisit sensorik ringan-
sedang, sensasi disentuh
atau nyeri berkurang
2 : Defisit sensorik berat, tidak
ada sensasi disentuh atau
nyeri di wajah, lengan atau
tungkai
11 Dysarthria ** 0 : Normal
1 : Dysarthria ringan-sedang,
pasien pelo setidaknya pada
beberapa kata namun masih
dapat dimengerti
2 : Dysarthria berat, bicara
sangat pelo, namun tidak
termasuk afasia
Keterangan:
Skor < 5 : defisit neurologis ringan
Skor 6 – 14 : defisit neurologis sedang
Skor 15 – 24 : defisit neurologis berat
Skor ≥ 25 : defisit neurologis sangat berat
50 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
* Untuk ekstrimitas yang teramputasi, fusi sendi, dan semacamnya skornya adalah 9 dan jelaskan pada
lembar NIHSS; ** Untuk pasien terintubasi atau hambatan fisik untuk berbicara, skornya adalah 9 dan
jelaskan. Jangan menambahkan poin 9 tersebut pada skor total NIHSS.
Stroke ACA menyebabkan parese kontralateral dan defisit somatosensorik yang secara khusus
melibatkan tungkai. Terdapat pula abulia (apati), syndrome diskoneksi seperti Alien Hand (aktivitas
motorik involunter kompleks), afasia ekspressif transkortikal (seperti afasia Wernicke namun fungsi
repetisi masih normal), dan inkontinensia urin.
Karena luasnya teritori neurovaskularisasi MCA, tergantung pada lokasi oklusi, beberapa defisit
neurologis dapat terjadi pada stroke iskemik MCA:
a. Stroke divisi superior, menyebabkan hemiparese kontralateral yang mengenai wajah, palmar,
lengan (tanpa defisit motorik pada tungkai), dan defisit somatosensorik kontralateral pada
area distribusi yang sama dengan defisit motorik, namun tidak ditemukan defisit lapang
pandang hemianopia homonym. Jika stroke MCA mengenai hemisphere dominan, dimana
terdapat area bahasa motorik Broca, maka akan ditemukan gangguan fungsi bahasa yaitu
afasia motorik (afasia Broca).
3.3. Korelasi Neurovaskularisasi dan Manifestasi Klinis Stroke 51
b. Stroke divisi inferior, menyebabkan hemianopia homonym kontralateral yang sangat padat
pada sisi inferior lapang pandang, gangguan fungsi sensorik kortikal (misal graphesthesia dan
stereognosis) pada sisi kontralateral tubuh, gangguan fungsi spatial (misal: anosognosia
[unawareness of deficit], neglect pada sisi kontralateral tungkai dan sisi kontralateral ruang
eksternal, dressing apraxia, dan konstruksional apraksia). Jika hemisphere dominan yang
mengalami stroke, dapat terjadi gangguan bahasa yaitu Afasia sensorik (afasia Wernicke),
sebaliknya apabila terjadi pada hemisphere non-dominan maka dapat terjadi penurunan
kesadaran akut.
c. Oklusi pada bifucartio atau trifucartio MCA, menyebabkan kombinasi gejala defisit dari
stroke divisi superior dan inferior, meliputi hemiparese kontralateral dan defisit hemisensorik
yang secara dominan melibatkan wajah dan lengan daripada tungkai, hemianopia homonym,
dan apabila hemisphere dominan yang mengalami stroke maka akan menyebabkan afasia
global (kombinasi afasia Broca dan Wernicke).
d. Oklusi batang MCA, terjadi pada letak proksimal awal percabangan arteri lenticulostriata,
menghasilkan sindroma klinis yang mirip dengan oklusi trifucartio.
Oklusi arteri carotis interna bisa saja asimptomatik atau menyebabkan stroke dengan derajat
keparahan tinggi, tergantung pada kemampuan kompensasi sirkulasi kolateral. Oklusi simptomatik
menyebabkan sindroma yang mirip dengan oklusi MCA (hemiparese kontralateral, defisit
hemisensorik, dan hemianopia homonym, dan jika mengenai hemisphere dominan menyebabkan
afasia. Anopia monocular juga umumnya terjadi.
Oklusi PCA menyebabkan hemianopia homonym yang mengenai lapang pandang kontralateral tanpa
defisit area visus macular (hemianopia homonymous contralateral with macular sparing) karena
area macular terselamatkan oleh percabangan perforans MCA ke kortek occipitalis. Sebaliknya defisit
lapang pandang akibat oklusi MCA yang disebabkan oklusi PCA menyebabkan defisit lapang pandang
lebih padat pada sisi superior.
52 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Dengan oklusi yang dekat awal PCA setinggi level mesencephalon, abnormalitas ocular dapat terjadi
seperti palsy gaze vertikal, parese N.III, ophthalmoplegia internuclear (INO) akibat lesi pada fasiculus
longitudinalis medial, dan deviasi mata vertical skew.
Keterlibatan lesi pada lobus occipitalis hemisphere dominan dapat menyebabkan afasia anomic
(kesulitan dalam menamai objek), alexia tanpa agraphia (ketidakmampuan membaca tanpa
keterbatasan menulis), atau agnosia visual. Yang terakhir ialah ketidakmampuan identifikasi objek
yang terletak pada sisi kiri lapang pandang, disebabkan oleh lesi corpus callosum yang memutus
korteks visual dextra dari area bahasa di hemisphere sinistra. Oklusi PCA bilateral dapat menyebabkan
anopia kortikal (cortical blindness), gangguan memori (keterlibatan lobus temporalis),
ketidakmampuan mengenali wajah familiar (prosopagnosia).
a. Oklusi thrombosis arteri basilaris atau arteri vertebralis bilateral. Umumnya memiliki
prognosis yang sangat buruk. Kondisi ini menyebabkan tanda dan gejala batang otak bilateral
dan disfungsi cerebellum akibat oklusi cara arteri multiple. Oklusi temporer salah satu atau
bilateral dari arteri vertebralis dapat terjadi akibat dari perputaran kepala pada pasien dengan
spondylosis servikal, sehingga menyebabkan disfungsi batang otak transien. Stenosis atau
oklusi arteri subclavian sebelum bercabang sebagai arteri vertebralis dapat menyebabkan
subclavian steal syndrome, dimana darah mengalir melewati dariarteri vertebralis ke arteri
subclavian sisi distal dengan aktivitas lengan ipsilateral. Sindrom ini bukanlah prediktif dari
stroke sistem vertebrobasilar. Thrombosis arteri basilar umumnya mengenai sisi proksimal
arteri basilar yang mensuplai pons. Keterlibatan pons dorsal (tegmentum) menyebabkan palsy
N.VI unilateral atau bilateral, gangguan gerak horizontal mata, tetapi nystagmus vertical dan
ocular bobbing bisa terjadi juga. Pupil mengalami konstriksi karena keterlibatan jaras
descendens simpatetik pupillodilator, tetapi masih reaktif terhadap cahaya. Hemiplegia atau
quadriplegia umumnya muncul, dan koma sangat sering terjadi. Pemeriksaan otak dengan CT-
scan atau MRI dapat membedakan oklusi arteri basilaris dan hemoragik pons.
b. Infark ventral pons atau basis pontis (Locked-in syndrome). Pada beberapa pasien
mengalami infark infark ventral pons tanpa infark tegmentum. Kondisi ini menyebabkan
3.3. Korelasi Neurovaskularisasi dan Manifestasi Klinis Stroke 53
pasien tetap sadar namun quadriplegi (awake and alert, but mute and quadriplegic) yang
disebut Locked-in Syndrome. Pada kondisi ini pasien masih mampu membuka-tutup dan
menggerakan mata sesuai perintah. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) pasien locked-in
syndrome menunjukan hasil normal, sehingga dapat dibedakan dengan kondisi koma lainnya.
Prognosis umumnya tergantung luas lesi batang otak, mortalitas locked-in syndrome
umumnya karena pneumonia dengan tingkat mortalitas sebesar 70% dengan kausa vascular
dan 40% dengan kausa non-vaskular.
c. Emboli apex arteri basilaris (Top of the basilar syndrome). Kondisi ini dapat menyebabkan
gangguan aliran darah pada jaras ascendens formation reticularis di mesencephalon dan
thalamus, sehingga menyebabkan penurunan kesadaran akut. Palsy N.III unilateral atau
bilateral sangat khas. Hemiplegia atau quadriplegia dengan respons motorik dekortikasi
(fleksi) atau deserebrasi (ekstensi) adalah sebagai akibat dari lesi pedunculus cerebri (crus
cerebri) di mesencephalon. Sindroma ini disebut juga sebagai Top of the basilar syndrome
(Rostral brainstem infarction), dan defisit neurologis yang dihasilkan sindroma ini sangat mirip
dengan kasus space-occupying lesion dengan komplikasi herniasi uncus. Emboli dengan
ukuran kecil dapat menyumbat arteri sisi rostral batang otak secara transien yang kemudian
terfragmentasi dan menuju salah satu atau kedua arteri cerebral. Pada kondisi ini struktur
mesencephalon, thalamus, lobus temporalis dan lobus occipitalis dapat mengalami infark,
dengan manifestasi klinis berupa abnormalitas visus (hemianopia homonym, cortical
blindness), visuomotor (gangguan konvergensi, paralisis gaze upward atau downward,
diplopia) dan penurunan kesadaran. Respons pupil yang melambat (sluggish pupillary
response) juga dapat memberi informasi topis lesi mesencephalon.
d. Oklusi arteri auditori interna. Arteri ini merupakan percabangan arteri basilaris setelah AICA
atau bisa juga merupakan cabang dari AICA itu sendiri. Arteri ini mensuplai nervus
vestibulocochlearis (N.VIII), dan menyebabkan vertigo tipe central vestibular dan tuli
sensorineural unilateral. Vertigo itu sendiri umumnya disertai nystagmus dengan arah fase
cepat (saccade) menjauhi (kontralateral) terhadap sisi yang mengalami lesi.
54 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Gambar 3.1 - Struktur anatomis berupa tractus dan nuclei pada medulla oblongata yang terdampak pada oklusi PICA.
(Aminoff, 2015)
e. Oklusi PICA (Wallenberg Syndrome atau Lateral Medullary Infarction). Sesuai dengan
namanya, sindrom ini terjadi ketika oklusi pada proksimal arteri vertebralis atau PICA itu
sendiri. Manifestasi klinis bervariasi dan tergantung luas infark pada medulla oblongata
(Gambar 3.1).
‒ Vertigo, nausea, muntah, nystagmus. Akibat lesi nucleus vestibularis.
‒ Serak (hoarness) dan dysphagia. Disebabkan lesi Nucleus dorsalis motoris nervus vagus,
nucleus solitarius dan nucleus ambigus.
‒ Syndrome Horner ipsilateral, ataksia ekstrimitas, defisit sensorik taktil pada wajah dan
propioseptik pada ekstrimitas. Karena keterlibatan jaras descendes simpatetik, pedunculus
cerebellaris inferior, nucleus spinalis N.V dan tractus N.V.
‒ Defisit sensorik modalitas nyeri dan suhu kontralateral. Karena lesi tractus
spinothalamicus.
f. Infark Cerebellar. Cerebellum divaskularisasi oleh PICA, AICA, dan SCA dengan area teritori
vaskularisasi masing-masing (Gambar 3.2). Struktur pedunculus cerebelli superior, media dan
inferior juga secara berurutan divaskularisasi oleh SCA, AICA dan PICA. Manifestasi klinis dari
infark cerebellar meliputi ataksia ekstrimitas ipsilateral, lateropulsi (jatuh cenderung ke arah
sisi lesi) dan hipotonia. Oklusi PICA, AICA dan SCA pada kasus klinis stroke iskemik akut sangat
mudah diketahui dari munculnya tanda gejala disfungsi batang otak. Infark batang otak atau
kompresi dari edema cerebelli dapat menyebabkan koma dan kematian. Diagnosis
berdasarkan CT-scan atau MRI, yang dapat membedakan antara infark dan hemoragik dan
harus dilakukan segera. Kompresi batang otak adalah indikasi mutlak operasi dekompresi dan
reseksi jaringan infark, karena dapat menyelamatkan nyawa pasien.
3.3. Korelasi Neurovaskularisasi dan Manifestasi Klinis Stroke 55
Gambar 3.3 – Struktur anatomis berupa tractus dan nuclei pada mesencephalon yang terdampak pada Benedikt
Syndrome. (Aminoff, 2015)
BAB 4 – DIAGNOSIS BANDING 57
a. Kejang (17%)
b. Infeksi sistemik (17%)
c. Tumor otak (15%)
d. Gangguan metabolik-toksik, seperti hyponatremia dan hipoglikemia (13%)
e. Vertigo posisional (6%)
f. Gangguan disosiatif-konversi
Pada fase pre-hostpiral dan setting IGD, mimic stroke yang paling sering yaitu hipoglikemia harus
dipertimbangkan dengan tepat, karena sangat mudah dikenali gejalanya dan dikoreksi atau terapi.
Beberapa diagnosis banding stroke iskemik, meliputi kondisi gangguan atau penyakit berikut:
a. Bell’s Palsy
b. Neoplasma otak
c. Gangguan konversi
d. Stroke hemoragik
e. Hipoglikemia
f. Nyeri kepala migraine
g. Sinkop
h. Amnesia global transien
i. Kejang
j. Hemoragik subarachnoid
analisis menemukan bahwa beberapa manifestasi klinis berikut dapat meningkatkan kecurigaan
diagnosis stroke hemoragik:
Sementara itu, temuan klinis yang menurunkan kemungkinan stroke hemoragik meliputi: bisisng
cervical “cervical bruit” (LR 0,12) dan riwayat Transient Ischemic Attack (LR 0,34).
Gambar 4.1 - Waktu onset Cerebrovascular accident (CVA). TIA menimbulkan defisit neurologis yang membaik (resolve)
secara komplit kurang dari 24 jam, biasanya 1 jam. Stroke-in-evolution atau progressing stroke, menyebabkan defisit
progresif memburuk dari onset awal. Complete stroke adalah timbulnya defisit yang persisten konstan, stroke ini tidak
selalu menyiratkan bahwa seluruh teritori vaskular yang terlibat terpengaruh, tidak ada perbaikan yang terjadi sejak awal.
(Aminoff, 2015)
Definisi klasik TIA meliputi gejala berlangsung selama 24 jam atau kurang. Dengan perkembangan
neuroradiology, pada banyak kasus TIA menunjukan bahwa TIA sebenarnya merupakan stroke minor
dengan area infark yang ditemukan pada pencitraan radiologi tapi terdapat perbaikan gejala. Oleh
karena itu, dewasa ini definisi TIA adalah berdasarkan patofisiologi jaringan dari pada durasi gejala.
Terminologi lain yang sering ditemukan dalam teksbook neurologi, diantaranya Reversible Ischemic
Neurological Deficits (RIND) yaitu defisit neurologis fokal yang timbul karena gangguan aliran darah
4.4. Thrombosis Vena Cerebral 59
otak dimana kemudian defisit neurologis menghilang secara lengkap dalam waktu >24 jam dan < 72
jam. Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficits (PRIND) yaitu defisit neurologis fokal yang
timbul karena gangguan aliran darah otak dimana kemudian defisit neurologis menghilang secara
lengkap dalam waktu >72 jam dan < 7 hari.
Gambar 5.1 – Proyeksi intensitas maksimum CT angiografi memperlihatkan defek pengisian atau high-grade stenosis pada
titik percabangan truncus MCA dextra (linkaran merah). (Edward, 2019)
MRI dengan magnetic resonance angiography (MRA) telah menjadi modalitas yang mengalami
kemajuan dalam bidang neuroradiology stroke. MRI tidak hanya memberikan detail struktur otak
normal dan yang mengalami lesi (Gambar 5.2), namun juga memperlihatkan edema cerebri sejak dini.
Sebagai tambahan MRI sangat sensitive dalam mendeteksi hemoragik intracranial akut. Akan tetapi,
MRI tidak tersedia dan bukan pilihan sebagai modalitas pemeriksaan penunjang darurat seperti CT-
scan, disamping itu banyak kondisi pasien merupakan kontraindikasi dilakukannya pencitraan MRI
(misal pacemakers, implant) dan intepretasi MRI lebih susah dan rumit (direkomendasikan
diintepretasi oleh dokter atau residen radiologi), disamping itu jam pelayanan IGD adalah 24 jam tidak
menjamin proses intepretasi yang cepat apabila dibutuhkan intepretasi hasil MRI saat malam hari.
62 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Pencitraan carotid duplex (carotid ultrasonography) merupakan salah satu uji diagnostic yang sangat
berguna pada evaluasi pasien suspek stroke. Dewasa ini pada fasilitas kesehatan yang memadai,
carotid duplex dapat dilakukan sejak dini pada evaluasi, tidak hanya mencari tahu penyebab stroke
tapi juga memberi informasi pasien terkait tatalaksana medis atau intervensi karotis jika mereka
memiliki stenosis karotis.
Digital subtraction angiography (DSA) (Gambar 5.2) merupakan teknik fluoroskopi radiologi
intervensional yang dianggap sebagai modalitas definitive untuk memvisualisasi lesi vascular meliputi
oklusi, stenosis, diseksi, dan aneurysma sekalipun di dalam kompartemen keras cranium dan parenkim
jaringan otak yang padat.
Gambar 5.2 - Infart hiperakut MCA distal, evaluasi oleh CT-scan. Pencitraan dari perempuan 79 tahun dengan onset 1,5
jam dengan sindroma stroke iskemik MCA. Pada kasus ini (tidak diperlihatkan) CT-scan non-contrast secara umum tidak
tampak abnormalitas. Pencitraan Time to peak (TTP) memperlihatkan penundaan perfusi pada hampir seluruh teritori
MCA, dengan perkecualian teritori vaskular A.lenticulostraita. Cerebral blood volume diperoleh normal (tidak
diperlihatkan). CT-angiografi (CTA) memperlihatkan oklusi tromoemboli (panah putih) pada segmen distal M1 MCA. Oklusi
(panah hitam) terkonfirmasi pada DSA. Setelah tindakan trombektomi mekanik (3 jam setelah prosedur pemeriksaan CT-
scan), aliran darah MCA sinistra dan percabangannya normal kembali (Gambar tidak diperlihatkan). (Runge, 2014)
▶ Laboratorium
Uji lab lengkap umumnya tidak rutin diperlukan sebelum keputusan terkait terapi fibrinolitik
diperoleh. Uji lab umumnya terbatas hanya glukosa darah, ditambah uji koagulasi jika pasien dalam
terapi warfarin, heparin, atau salah satu obat anti-thrombotik terbaru (misal: dabigatran,
rivaroxaban). Pemeriksaan hitung darah lengkap (complete blood count) dan biokimia dapat
memberikan informasi terkait kondisi baseline pasien.
Uji lab tambahan juga diperlukan sesuai kondisi khusus pasien tertentu, seperti:
a. Biomarker jantung
b. Skrining toksikologi
c. Profil lipid puasa
5.2. Pencitraan Radiologi Otak: CT-Scan dan MRI 63
Tes urin kehamilan harus dilakukan pada semua perempuan hamil dengan sindroma stroke. Karena
keamanan obat fibrinolitik recombinant tissue-type plasminogen activator (rt-PA) pada kehamilan
belum memiliki data keamanan pada uji klinis manusia (rt-PA dalam kategori kehamilan menurut US
FDA adalah kategori C).
Gambar 5.3 - Infark akut insula karena stroke MCA. (A) CT-scan non-contrast memperlihatkan subtle hipodensitas pada
insula dextra dengan windowing standart. (B) dengan modalitas yang sama seperti gambar-A namun dengan windowing
yang sempit mulai terlihat hipodensitas jelas (infark) pada insula dextra (panah), globus pallidus sisi posterior. (C) 1 hari
setelah onset stroke memperlihatkan infark progresif peri-Sylvian dan mass effect lesion. (Vu dan Lev, 2005)
64 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Gambar 5.4 – CT-Perfusi normal. Kiri atas: CT non-contrast tanpa bukti abnormalitas. Perhatikan simetri warna untuk tiap
komponen map CT perfusi, mengindikasikan aliran darah normal tanpa adanya bukti oklusi arteri besar. (Munich et al.,
2016)
Gambar 5.5 - Pencitraan CT perfusi memperlihatkan stroke MCA dextra tanpa adanya penumbra yang dapat diselamatkan.
Enam panel pencitraan, kanan-atas menunjukan time to peak (TTP), yang mengindikasikan penundaan aliran darah ke area
otak yang terlihat sebagai merah terang pada map warna. Kanan-tengah memperlihatkan volume darah cerebral.
Perhatikan wakra biru tua pada pencitraan, yang menunjukan secara nyata inti infark (core infarct) dan kehilangan volume
darah banyak. Area dengan infark irreversibel menunjukan kesesuaian dengan area dengan penurunan TTP dan cerebral
blood flow (CBF). (Munich et al., 2016)
CT-Scan juga dapat dilakukan pada pasien yang tidak toleran atau memiliki kontraindikasi pemeriksaan
MRI, seperti ada pacemakers implans, klip aneurysma, atau material ferromagnetic lainnya dalam
tubuh. Sebagai tambahan, CT scan lebih mudah aksesnya dan umumnya tersedia di IGD, yang sangat
membantu pada kondisi pasien tertentu seperti yang telah terpasang peralatan tambahan dan
monitor parameter.
5.2. Pencitraan Radiologi Otak: CT-Scan dan MRI 65
▶ MRI
Dahulu, MRI konvensional (spin echo) memerlukan waktu berjam-jam untuk memperlihatkan temuan
lesi visible pada stroke iskemik akut. Sekuens Diffusion-weighted imaging (DWI) sangat sensitive
terhadap edema cerebri awal, yang berkorelasi baik dengan temuan iskemik cerebral. Untuk alasan
ini, pada banyak fasilitas kesehatan yang memadai DWI dimasukan kedalam standar protokol MRI
otak. DWI MRI dapat mendeteksi iskemik lebih dini (kondisi hipoperfusi akut dimana proses edema
sitotoksik belum terjadi) dari pada CT-scan standard dan MRI spin echo, DWI MRI juga memberikan
data penting pada pasien dengan stroke ataupun TIA (Gambar 5.6) (Gambar 5.7).
Teknik yang paling umum digunakan untuk perfusi MRI adalah kerentanan dinamis (dynamic
susceptibility), yang melibatkan pembuatan peta perfusi otak dengan memantau first-pass injeksi
cepat bolus kontras melalui pembuluh darah otak. Efek sekuens T2 yang berhubungan dengan
kerentanan menciptakan hilangnya sinyal pada pembuluh darah kapiler dan parenkim yang
diperlihatkan (diperfusi) dengan kontras.
Berdasarkan prinsip volume sentral, data perfusi otak yang dinamis dapat diperoleh. Cerebral blood
volume (CBV), cerebral blood flow (CBF), dan mean transit time (MTT) dapat dihitung dengan
menggunakan perfusi MRI ataupun CT scan (Gambar 5.8).
Gambar 5.6 - MRI pada pasien perempuan 70 tahun dengan riwayat hemiplegia beberapa jam sebelumnya. (Kiri) Axial MRI
FLAIR (Fluid Attenuation Inversion Recovery) memperlihatkan hiperintensitas signal pada basal ganglia dengan efek desak
massa. (Tengah) MRI DWI memperlihatkan hiperintensitas signal juga pada area sama, dengan kesesuaian hipointensitas
signal pada Apperent Diffusion Coefficient (ADC) yang berarti positif terjadi infark akut. (Kanan) Proyeksi intensitas
maksimum dari MRA 3-Dimensional memperlihatkan oklusi truncus sisi distal dari MRA (lingkaran merah). (Edward, 2019)
66 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Gambar 5.7 - Infark ACA, subakut dini. Pada FLAIR, ada abnormalitas hiperintensitas signal di lobus frontalis medial dextra,
yang melibatkan substantia grissea et alba dengan efek desak massa ringan terhadap cornu frontalis ventricle lateralis.
Abnormalitas ini terkonfirmasi juga pada DWI yang memberikan informasi adanya proses edema sitotoksik (terkonfirmasi
sesuai dengan hipointensitas pada area yang sama pada ADC), juga memperlihatkan hilangnya substansi otak dan gliosis
ringan pada area parietal sinistra, yang menunjukan infark watershed kronik. (Runger et al., 2014)
Gambar 5.8 - (Kiri) Area otak tertentu dipilih untuk input arterial dan vena untuk dynamic susceptibility-weighted perfusion
MRI. (Kanan) Kurva signal-waktu diperoleh pada area ini memperlihatkan drop signal setelah pemberian kontras intravena.
Informasi yang diperoleh dari perubahan dinamis signal parenkimal post-contrast digunakan untuk menghasilkan map
parameter perfusi berbeda. (Edward, 2019)
Peningkatan kontras intra-arterial (Intra-arterial contrast enhancement) dapat terlihat sekunder dari
aliran lambat selama hari pertama atau kedua setelah timbulnya infark. Temuan ini telah berkorelasi
dengan peningkatan ukuran volume infark.
Radiografi dada memiliki kegunaan potensial untuk pasien dengan stroke akut. Namun, pelaksanaan
radiografi dada tidak boleh sampai menunda pemberian rt-PA, karena radiografi dada belum terbukti
mengubah arah keputusan klinis atau pengambilan keputusan dalam banyak kasus.
Penggunaan Single-photon emission CT (SPECT) pada stroke masih bersifat eksperimental klinis dan
hanya tersedia di lembaga tertentu. Secara teoritis, ini dapat menentukan area aliran darah regional
yang mengalami perubahan.
Gambar 5.9 - (Kiri) Tiga windowing utama Transcranial Doppler (TCD) sonography untuk menilai arteri intrakranial. (Kanan)
MCA normal, tracing kedalaman 50 mm windowing transtemporal, Spektra TCD tipikal dengan velovity dan intensity scale
secara berurutan pada aksis kiri dan kanan. Wave diatas baseline menunjukan aliran (flow) terhadap probe. (Sarkar et al.,
2007)
68 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis
Gambar 5.10 - (Kiri) MCA dan ACA di-tracing pada percabangan ICA hingga menjadi MCA (tracing diatas baseline) dan ACA
(tracing dibawah baseline). (Kanan) ACA normal di-tracing dibawah baseline memperlihatkan aliran menjauh (flow away)
dari probe pada kedalaman (depth) 66 mm, windowing transtemporal. (Sarkar et al., 2007)
Angiografi konvensional adalah standar emas dalam mengevaluasi penyakit cerebrovaskular dan juga
penyakit yang melibatkan arcus aorta dan pembuluh darah besar di leher. Angiografi konvensional
dapat dilakukan untuk mengklarifikasi temuan yang masih meragukan (samar-samar) atau untuk
mengkonfirmasi dan mengobati penyakit yang terlihat pada MRA, CTA, Doppler transkranial, atau
ultrasonografi leher.
Studi koagulasi dapat menunjukan kondiri koagulopati dan berguna ketika fibrinolitik atau
antikoagulan digunakan. Pada pasien yang tidak dalam terapi pengobatan antikoagulan atau
antitrombotik dan yang tidak dicurigai memiliki kelainan koagulasi, pemberian rt-PA tidak boleh
ditunda sembari menunggu hasil laboratorium.
Biomarker jantung penting karena adanya hubungan antara penyakit cerebrovaskular dan penyakit
arteri koroner. Selain itu, beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara peningkatan kadar
enzim jantung dan prognosis buruk pada stroke iskemik.
5.3. Pemeriksaan Darah 69
Skrining toksikologi mungkin berguna pada pasien tertentu untuk membantu mengidentifikasi pasien
yang intoksikasi dengan gejala atau perilaku mimic sindrom stroke atau untuk mengidentifikasi
kecurigaan penggunaan simpatomemetik (misal: kokain), yang bisa menjadi penyebab stroke iskemik
atau hemoragik. Pada pasien dengan dugaan hipoksemia, analisis gas darah arteri dapat menentukan
tingkat keparahan hipoksemia dan dapat mendeteksi gangguan asam-basa. Namun, pungsi arteri
sebenarnya harus dihindari kecuali benar-benar diperlukan pada pasien yang dipertimbangkan untuk
terapi fibrinolitik.
70 Stroke Iskemik Akut: Dasar dan Klinis