You are on page 1of 1

Food estate merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi

mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu Kawasan. Pemerintah berencana


membuat food estate atau pengembangan pangan di Kalimantan Tengah. Proyek ini akan dilakukan
selama dua tahun dari 2020 sampai 2022 dan akan dilakukan di bawah Kementerian Pertanian
(Kementan) dengan melibatkan Kementerian PUPR dan Kemenhan. Luas lahan yang akan digarap
dalam proyek ini adalah 164.598 hektar. Rinciannya adalah lahan intensifikasi seluas 85.456 hektar
dan lahan ekstentifikasi seluas 79.142 hektar. Tahun ini akan dimulai dengan pengembangan lahan
intensifikasi seluas 30 ribu hektar, di Kabupaten Kapuas seluas 20 ribu hektar dan di Kabupaten
Pulau Pisau seluas 10 ribu hektar.

Lahan yang digunakan untuk food estate merupakan eks proyek lahan gambut (PLG). Lahan eks PLG
termasuk lahan sub optimal yaitu lahan yang telah mengalami degradasi sehingga mempunyai
kesuburan yang rendah dan tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Untuk
bisa meningkatkan unsur hara, dibutuhkan pupuk serta zat-zat pendukung untuk bisa mengubah
lahan dari asam ke basa. Itu sebabnya, penggunaan lahan rawa membutuhkan biaya yang besar
namun dengan hasil yang belum tentu optimal.

Hampir semua proyek food estate di Indonesia yang bertumpu pada pembangunan skala luas dan
modal dari anggaran pemerintah dengan melibatkan perusahaan terus mengalami kegagalan dan
diiringi isu korupsi. Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari 161 organisasi saat ini secara tegas
menolak program food estate. Dikarenakan proyek ini dapat menambah kerugian negara. Hal ini
berkaca kepada proyek PLG Orde Baru yang memakan anggaran Rp 1,6 triliun tapi gagal dan justru
menambah anggaran rehabilitasi sebesar Rp 3,9 triliun.

You might also like