You are on page 1of 88

Medan Makna Leksikal Alat-Alat Pertukangan Dalam Bahasa

Batak Toba di Sumatera Utara (Kota Medan)


(Penulis: Desi Sagita Ronauli Sianipar)

Medan makna leksikal dalam kajian semantik mengacu pada berbagai arti atau makna
kata yang terkait dengan konteks atau wilayah tertentu. Dalam hal ini, wilayah yang dibahas
adalah Kota Medan di Sumatera Utara, yang secara khusus membahas alat pertukangan
dalam bahasa Batak Toba. Medan makna leksikal alat pertukangan dalam bahasa Batak Toba
di Sumatera Utara dapat mencakup berbagai jenis alat, seperti palu, gergaji, pahat, penggaris
atau mistar kayu, palu kecil dan sebagainya. Setiap kata memiliki makna atau arti yang
berbeda tergantung pada konteks atau wilayah pemakaiannya.

Dalam kajian semantik, penting untuk memahami makna leksikal yang terkait dengan
alat pertukangan ini, karena hal tersebut dapat membantu dalam memahami penggunaan atau
pemilihan kata yang tepat dan akurat dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang
berbicara dalam bahasa Batak Toba di wilayah tersebut. Hal ini juga dapat membantu dalam
memahami budaya dan kehidupan masyarakat di wilayah Medan.

Beberapa contoh alat pertukangan yang sering digunakan di masyarakat Batak Toba
adalah seperti palu, gergaji, pahat, penggaris atau mistar kayu, palu kecil dan sebagainya.
Kata-kata yang digunakan untuk mendeskripsikan alat pertukangan ini juga sangat kaya akan
makna leksikal dan mencerminkan kehidupan masyarakat Batak Toba yang erat kaitannya
dengan alam dan kegiatan sehari-hari.

Dalam bahasa Batak Toba di wilayah Kota Medan, terdapat beberapa contoh medan
makna leksikal alat pertukangan yang menarik untuk diselidiki dalam kajian semantik.
Berikut adalah beberapa contoh:

1. Leksem "Sipiroan" (Palu)

Sipiroan (palu) merupakan palu yang digunakan untuk memukul atau memasang paku.
Sipiroan ini memiliki makna leksikal yang erat kaitannya dengan pekerjaan atau tukang
kayu.

1
2. Leksem "Sisuran" (Gergaji)

Sisuran (gergaji) adalah alat pemotong atau gergaji kayu. Makna leksikal dari sisuran
adalah pekerjaan yang berhubungan dengan pemotongan kayu atau tukang kayu.

3. Leksem "Dobut" (Pahat)

Dobut adalah pahat pengikir kayu. Alat ini digunakan untuk membentuk atau memahat
kayu. Makna leksikal dari dobut adalah tukang kayu yang ahli dalam seni memahat atau
mengukir kayu.

4. Leksem "Dodogu" (Penggaris atau mistar kayu)

Dodogu merupakan penggaris atau mistar kayu yang digunakan untuk menandai atau
mengukur jarak dalam pekerjaan kayu. Dodogu memiliki makna leksikal yang menyiratkan
kesempurnaan dalam pekerjaan kayu.

5. Leksem "Tongkom" (Palu kecil)

Tongkom adalah palu kecil yang digunakan untuk memasang paku kecil. Makna leksikal
dari tongkom adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kecermatan.

Kesimpulan: Dalam kajian semantik, penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk
mengeksplorasi medan makna leksikal alat pertukangan dalam bahasa Batak Toba di wilayah
Kota Medan. Penelitian ini dapat melibatkan pengumpulan data dari masyarakat Batak Toba
di daerah tersebut, serta kajian komparatif dengan bahasa Batak Toba di wilayah lain atau
bahasa daerah lain di Indonesia yang memiliki alat pertukangan serupa.

2
MEDAN MAKNA LEKSIKAL DALAM BAHASA BAHASA BATAK
SIPITU HUTA PADA KECAMATAN MEREK

(Penulis: Hensani Br Siboro)

Chaer (2014:315) mengemukakan bahwa medan makna (semantic domain, semantic


field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling
berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam
alam semesta tertentu. Medan makna dapat berupa arti dari lingkungan ataupun budaya dan
arti di dalamnya. Sehingga medan makna tergantung pada kata atau frasa yang digunakan.

Sehinga medan makna bahasa sipitu huta yang saya angkat merupakan gabungan dari
bahasa batak toba dan batak Simalungun. Bahasa ini terjadi karena sudah banyak
percampuran penduduk kedua suku tersebut. Sehingga bahasa pada daerah tersebut
bergabung dengan bahasa batak toba dan batak Simalungun. Hal ini di katakan bahasa sipitu
huta, dikarnakan ada 7 kampung yang berdekatan. Dijuluki dengan sipitu huta. Desa tersebut
antara lain, desa Pangambatan, desa Situnggaling, desa Aekpopo, desa Aekhotang, desa
Nagara, desa Partibi, desa Garingging.

Sehingga saya akan membahas medan makna adalah konsep yang digunakan untuk
menggambarkan kumpulan makna, asosiasi, dan konotasi yang terkait dengan suatu kata,
frasa, atau konsep. Setiap kata atau konsep memiliki medan makna yang terdiri dari berbagai
nuansa dan interpretasi yang dapat terkait dengan itu. Medan makna mencakup berbagai
aspek, termasuk definisi literal, konotasi emosional, asosiasi budaya, dan penggunaan dalam
konteks yang berbeda. Ini mencerminkan cara di mana kata atau konsep tersebut dipahami,
diinterpretasikan, dan digunakan oleh penutur bahasa atau individu.

Penting untuk diingat bahwa medan makna dapat bervariasi tergantung pada konteks,
budaya, dan pengalaman individu. Dalam analisis medan makna, penting untuk
mempertimbangkan konteks dan penggunaan kata atau konsep tersebut untuk memahami
makna yang terkait dengan itu. Medan makna membantu kita memahami kompleksitas dan
kekayaan bahasa serta bagaimana kata-kata dan konsep-konsep tersebut membentuk
pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita.

3
Contoh kata dalam bahasa sipitu huta beserta artinya.

1. Holong

Kata holong, dapat diartikan sayang. Tetapi holong juga dapat diartikan sebagai kasian,
bisa berupa penderitaan yang dialami seseorang. Dapat juga diartikan orangnya penyayang.

2. Dame

Kata dame dapat berarti tenang. Tetapi kata dame juga dapat diartikan sebagai baikan
akibat adanya perselisihan.

3. Manobbo

Kata manobbo, dapat diartikan orang yang lagi ngambek. Tapi dapat diartikan juga, sakit
yang lagi kambuh.

4. Bada

Kata bada, dapat diartikan berantam. Tapi bisa juga juga sebagai lelucon pada saat kita
berbicara terus menerus. Disebut bada ho tetapi sebagai lelucon.

5. Hatop

Kata hatop, dapat diartikan sebagi capat. Tetapi bisa juga sebagai arti buru-buru.

6. Dame

Kata dame, dapat diartikan tenang, aman, nyaman dan bahagia

7. Suda

Kata suda, dapat berarti habis. Tetapi bisa berarti mampus.

8. Dongan

Kata dongan bisa berarti teman, tetapi bisa juga berarti pacar.

9. Togu
Kata togu dapat berarti menopang, tapi bisa juga berarti mengarahkan.

4
10. Talihon
Kata talihon dapat juga berarti perhatikan dan juga berarti lihat

11. Mardomu
Kata mardomu artinya satu, bersatu dan dapat berarti saling sepaham

Setiap kata dapat berubah, akibat adanya perubahan jika kata tersebut digunakan sesuai
dengan kalimat. Karena jika kalimat berbeda maka makna nya juga berbeda. Maka kata harus
disesuaikan dengan konteks.

Namun seiring waktu dan perubahan budaya makna dapat mengalami perubahan. Karena
adanya dari dampak dari majunya jaman. Sehingga ada berbagai kata berubah akibat adanya
ejaan di ubah menjadi lebih sederhana. Seperti kata ba daong. Kata tersebut berarti tidak.
Namun dengan berlaju nya jaman. Kata tersebut di ubah menjadi badang atau dapat
dikatakan di singkat agar lebih mudah untuk di sampaikan.

Kesimpulan: dari konsep medan makna adalah bahwa arti suatu kata, frasa, atau konsep
tidak tetap dan dapat bervariasi tergantung pada konteks di mana mereka digunakan. Medan
makna mencakup konteks sosial, budaya, atau situasional di mana kata atau frasa tersebut
diberi arti. Medan makna juga dapat berubah seiring waktu dan perubahan budaya. Oleh
karena itu, penting untuk memahami konteks yang tepat saat menggunakan atau memahami
kata atau frasa tertentu.

5
MEDAN MAKNA LEKSIKAL BAHASA BATAK TOBA : KEUNIKAN
BAHASA DI KAWASAN TAPANULI TENGAH

(Penulis: Rut hotmaida Hutagalung)

Sebagai sebuah budaya yang kaya dan beragam, bahasa Batak Toba memegang peranan
penting dalam wilayah Tapanuli Tengah. Bahasa ini memiliki keunikan dalam medan makna
leksikal yang memperkaya ekspresi dan identitas budaya masyarakatnya. Dalam esai ini, kita
akan melihat lebih dekat kekayaan makna leksikal dalam bahasa Batak Toba dan bagaimana
keunikan ini mencerminkan kehidupan dan nilai-nilai budaya masyarakat Tapanuli Tengah.

Salah satu ciri khas bahasa Batak Toba di kawasan Tapanuli Tengah ini adalah
keberagaman etnis dan budaya. Selain suku Batak Toba, wilayah ini juga dihuni oleh suku-
suku lain seperti Batak Angkola, Batak Mandailing, dan Batak Karo. Masing-masing suku
memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang unik, termasuk dalam bahasa yang mereka
gunakan. Banyak juga masyarakat Tapanuli Tengah yang menggunakan bahasa Batak toba
dengan menggunakan dialek pesisir, sehingga membuat bahasa Batak Toba menjadi unik
untuk didengar. Keunikan bahasa Batak Toba di wilayah Tapanuli Tengah membuat kita
menyadari bahwa keberagaman budaya kita sangat lah luas.

Bahasa Batak Toba memiliki kosa kata yang kaya dengan kata-kata yang memiliki makna
leksikal yang dalam dan kompleks. Sebagai contoh, kata “holong” tidak hanya sekadar
merujuk pada “rumah” secara harfiah, tetapi juga mencakup makna konseptual yang lebih
luas, seperti “tempat perlindungan, keamanan, dan kebahagiaan”.

Selain itu, kata “sihut” dalam Bahasa Batak Toba umumnya diterjemahkan sebagai
“membunuh” atau “menghabisi nyawa seseorang”, namun maknanya juga mencakup konsep
kehormatan dan keadilan dalam konteks tradisional Batak Toba. Sihut juga mengandung
makna tentang tanggung jawab sosial dan moral yang mendalam, yang menjadi bagian
integral dari nilai-nilai masyarakat Batak Toba.

Demikian pula, kata “tung” memiliki makna leksikal yang luas dan dapat diterjemahkan
sebagai “sungguh-sungguh” atau “benar-benar”, tetapi juga mencakup konsep ketulusan hati,
kepercayaan, dan keyakinan yang kuat. Dalam masyarakat Batak Toba, “tung” juga menjadi
representasi dari komitmen dan integritas seseorang terhadap perkataannya.

6
Bahasa Batak Toba memiliki sistem reduplikasi kata yang digunakan untuk
mengekspresikan beragam nuansa makna, seperti penguatan, perubahan kualitas, jumlah, dan
sebagainya. Misalnya, dengan menggandakan kata “bongur”, yang berarti “besar” atau
“luas”, menjadi "bongur bongur", maka maknanya akan berubah menjadi "sangat besar" atau
"luas sekali". Sistem reduplikasi ini menjadi salah satu ciri khas dari bahasa Batak Toba yang
memperluas medan makna leksikalnya.

Bahasa Batak Toba kawasan Tapanuli Tengah juga memiliki banyak kata dan frasa yang
mewakili konsep-konsep unik yang sulit diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Misalnya, kata
“mangulosi” yang menggambarkan perasaan rindu yang mendalam, atau “pardomuan” yang
mewakili pertemuan yang diselenggarakan untuk membahas masalah-masalah penting dalam
masyarakat.

Selain itu, dalam bahasa Batak Toba, banyak kata memiliki makna yang terkait erat
dengan budaya dan tradisi masyarakatnya. Misalnya, kata “ecat ” kata ini digunakan oleh
masyarakat Batak Toba di wilayah Tapanuli Tengah merujuk pada makna permusuhan antara
persahabatan. Kata “jogat” yang memiliki makna yaitu pencurian anak-anak. Kalimat ini
biasa nya digunakan masyarakat Batak di kawasan Tapanuli Tengah dalam bahasa sehari-
hari, sehingga keunikan bahasa ini tidak ditemui dibahas Batak lain nya.

Bahasa Batak Toba juga dapat ditemukan dalam ungkapan-ungkapan khas yang
digunakan dalam berbagai konteks. Misalnya, “hombar” yang menggambarkan kehangatan
dalam pertemuan keluarga, atau “mandipu” yang merujuk kepada proses pembuatannya kue
tradisional. Ungkapan-ungkapan ini mencerminkan kearifan lokal dalam merayakan
kebersamaan dan merawat tradisi dalam kehidupan sehari-hari

Kesimpulan : Dalam kesimpulannya, medan makna leksikal dalam Bahasa Batak Toba
mencerminkan kekayaan budaya, nilai, dan kearifan lokal masyarakat Batak Toba.
Kedalaman makna yang terkandung dalam kosa kata, frasa, dan ungkapan, serta sistem
reduplikasi kata merupakan bukti nyata tentang kompleksitas dan keindahan bahasa ini.
Dengan memahami dan mempelajari medan makna leksikal bahasa Batak Toba, kita dapat
lebih menghargai dan melestarikan keunikan bahasa ini sebagai bagian yang tak terpisahkan
dari identitas budaya dan warisan yang berharga.

7
MEDAN MAKNA LEKSIKAL BERTANI DI SUKU BATAK TOBA
KECAMATAN HABINSARAN

(Penulis: Risma Aprianti Pardede)

Kecamatan Habinsaran memiliki kelurahan Parsoburan Tengah. Kecamatan Habinsaran


sebuah wilayah yang tanahnya subur dan mayoritas suku Batak Toba,Mayoritas agamanya
yaitu Kristen. Parsoburan Tengah juga memiliki panggung utama untuk berkebun yang telah
menyatu erat dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Aktivitas bertani di sini tidak
hanya sekadar mencari mata pencaharian, melainkan juga sebuah warisan budaya yang dijaga
dan dilestarikan dari generasi ke generasi.Jadi, medan makna leksikal bertani menciptakan
jaringan signifikasi yang kaya akan nilai dan pengetahuan lokal. Kata-kata yang digunakan
untuk merujuk pada aktivitas bertani di sawah dan digunakan menggunakan bahasa batak
toba.

Medan makna leksikal berkebun di Kelurahan Parsoburan Tengah pada suku Batak Toba
menunjukkan kompleksitas budaya dan kearifan lokal yang melekat dalam praktik pertanian
mereka. Dalam aspek leksikal, kata-kata yang digunakan untuk merinci aktivitas “Mangula “
tidak hanya mencerminkan bahasa sehari-hari, tetapi juga membawa makna mendalam yang
mencirikan hubungan unik mereka dengan tanah dan alam sekitar kalangan masyrakat
Paroburan Tengah.Kelurahan Parsoburan Tengah juga terdapat kaya akan tanah yang subur
dalam hal bertani atau dalam bahasa batak toba disebut denngan “Mangula”. Kata-kata yang
merujuk pada saat “mangula” di sawah.Setiap kegiatan saat “Mangula” memiliki makna
simbolis dan kegunaan tertentu dalam kehidupan sehari-hari suku Batak Toba.

Berikut Leksem pada nama-nama kegiatan “Mangula Hauma” pada suku Batak Toba di
Kecamatan Habinsaran, Kelurahan Parsoburan Tengah:

1. Mangula : Pada masyarakat Habinsaran kata mangula digunakan untuk petani yang
memiliki sawah, jadi saat petani hendak pergi kesawah dinamakan mangula
2. Mangombak : Kata mangombak pada masyarakat Kecamatan Habinsaran itu ketika
petani ingin memperbaiki sawah sebelum menanam padi,maka terlebih dahulu
mangombak agara tanahnya bagus untuk di tanam padinya,alat yang digunakan disini
masih menggunakan alat modern yaitu dengan cangkul.

8
3. Manjetor : Kata Manjetor ini pada masyarakat Kecamatan Habinsaran yaitu salah
satu bentuk kegiatan dalam bertani,manjetor biasanya digunakan dengan mesin yang
sudah canggih dan dapat mempercepat untuk para petani.
4. Manabur Same : Kegiatan manabur same ini jika di terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia yaitu Menabur benih padi, sebelum menanam padi terlebih dahulu menabur
padi selama 2 minggu sebelum ditanam ke sawah.
5. Manggairi/Mampatipak-tipak : Biasanya kata ini digunakan masyarakat habinsaran
pada saat sudah selesai di jetor maka muncullah kata manggairi agar pada saat
menanam padi tidak susah dan rata.
6. Manggadui :Biasanya manggadui digunakan para petani untuk memperbaiki batas
agar tetap kokoh dan menambahkan tanah agar terlihat rata jalan yang biasanya
digunakan para petani di kecamatan habinsaran.
7. Marsuan : Kata marsuan pada kecamatan Habinsaran digunakan untuk menanam
padi di sawah.
8. Marbabo :Kata marbabo digunakan Masyarakat Habinsaran ketika padi sudah
berumur 1 bulan,dan sudah tumbuh rumput-rumput di sekitaran padi maka petani
akan melakukan marbabo agar tidak semak,tidak di makan tikus dan padi tetap bagus.
9. Manabi : Kata manabi di Kecamatan Habinsaran digunakan pada saat ingin panen
padi,pada saat panen padi digunakan alat sasabi.
10. Mambanting : Kegiatan ini dilakukan petani kecamatan Habinsaran setelah selesai
mengambil padi maka disusun dengan rapi dan di banting masih menggunakan alat
modern karna sawah di habinsaran berlumpur sehingga sulit untuk masuk mesin yang
sekarang ini.
11. Manjomur Eme : Kegiatan ini dilakukan pada saat padi sudah selesai di panen dan
aka dijemur kering agar ketika digiling menggunakan mesin tidak rapuh.

Medan makna leksikal bertani di Kecamatan Habinsaran,Parsoburan Tengah pada suku


Batak Toba ,sebuah wilayah yang tanahnya subur dan mayoritas suku Batak Toba,Agamanya
juga mayoritas Kristen.Kecamatan Habinsaran,Parsoburan Tengah juga memiliki panggung
utama untuk berkebun yang telah menyatu erat dalam kehidupan sehari-hari
masyarakatnya.Aktivitas bertani di sini tidak hanya sekadar mencari mata pencaharian,
melainkan juga sebuah warisan budaya yang dijaga dan dilestarikan dari generasi ke
generasi.Jadi, medan makna leksikal bertani menciptakan jaringan signifikasi yang kaya akan

9
nilai dan pengetahuan lokal.Kata-kata yang digunakan untuk merujuk pada aktivitas bertani
di sawah dan digunakan menggunakan bahasa batak toba.Medan makna leksikal berkebun di
Kecamatan Habinsaran, Kelurahan Parsoburan Tengah pada suku Batak Toba menunjukkan
kompleksitas budaya dan kearifan lokal yang melekat dalam praktik pertanian mereka.

10
KOSAKATA BERLADANG SAWIT DI DESA ADIAN TOROP

KECAMATAN AEK NATAS : KAJIAN SEMANTIK LEKSIKAL

(Penulis: Reyzensani Sihombing)

Adian Torop merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Aek Natas, Kabupaten
Labuhan Batu Utara, provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Berladang sawit merupakan suatu
sumber mata pencarian disana, cara bertani atau bercocok tanam dengan memanfaatkan
hutan alam sebagai lahannya. Proses pemanfaatan dan pengubahan hutan alam menjadi lahan
perladangan merupakan suatu proses atau siklus yang bertahap.

Medan makna atau yang juga dikenal dengan medan leksikal adalah seperangkat unsur
leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang
kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Kata atau leksem dalam setiap bahasa
dapat dikelompokkan atas kelompok- kelompok tertentu berdasarkan kesamaan ciri semantik
yang dimiliki kata atau leksem itu. Sebaliknya, setiap kata atau leksem dapat pula dianalisis
unsur-unsur maknanya untuk mengetahui perbedaan makna antara kata tersebut dengan kata
lainnya yang berbeda dalam satu kelompok.

Penulis menggunakan kajian semantik leksikal untuk mendeskripsikan kosakata


berladang sawit di Desa Adian Torop. Eksistensi kosakata suatu bahasa dapat dibuktikan
dengan masih atau tidaknya kosakata tersebut digunakan dalam interaksi sosial di
masyarakat.

Berikut kosakata yang ada dalam kegiatan berladang sawit di Desa Adian Torop
Kecamatan Aek Natas:

Contoh kosakata proses dan alat


 Kosakata Proses
1) Nobas

Leksem ‘nobas’ merupakan suatu proses pembersihan lahan, mereka akan mulai menebas
pohon-pohon dan rerumputan di untuk dijadikan lahan.

2) Mambibit

Leksem ‘mambibit’ merupakan proses menanam bibit sawit.


11
3) Mamiringi

Leksem ‘mamiringi’ merupakan proses membersihkan rumput yang ada di sekitar sawit
yang akan dipupuk.

4) Manunas

Leksem ‘manunas’ merupakan suatu proses pemotongan pelepah sawit, agar sawit dapat
tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang bagus dan besar.

5) Mandodos

Leksem ‘mandodos’ merupakan proses memanen buah sawit di pohon yang berukuran
kecil.

6) Mangagrek

Leksem ‘mangagrek’ adalah proses memanen buah sawit di pohon yang berukuran
besar.

7) Mangalansir

Leksem ‘mangalansir’ adalah suatu proses membawa buah sawit yang sudah siap
dipanen, menggunakan sepeda motor.

 Kosakata Alat
a) Agrek

Leksem ‘agrek’Merupakan benda tajam yang digunakan untuk mengambil buah sawit
pada pohon yang berukuran besar.

b) Dodos

Leksem ‘dodos’ Merupakan benda tajam yang digunakan untuk mengambil buah sawit
pada pohon yang berukuran kecil.

c) Tojok

Leksem ‘tojok’ Merupakan benda tajam berbentuk panjang dan runcing yang digunakan
untuk mengangkat dan memasukan sawit ke dalam truk.

12
Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa medan makna leksikal berkaitan dengan
kegiatan berladang sawit di Desa Adian Torop memiliki kelompok-kelompok kata atau
leksem yang saling berhubungan dalam bidang kebudayaan dan realitas alam semesta, serta
masing-masing kata dapat dianalisis unsur maknanya untuk mengidentifikasi perbedaan
makna antara kata tersebut dengan kata lainnya.

MEDAN MAKNA LEKSIKAL PADA PAKAIAN ADAT DI

DAERAH JAMBI DALAM KAJIAN SEMANTIK

(Penulis: Chica Ro Maito Sitorus)

Pakaian adat Jambi adalah suatu warisan budaya yang kaya dan berwarna, mencerminkan
identitas dan keberagaman masyarakat di wilayah ini. Dalam konteks sejarah dan kultural,
makalah ini akan menggali latar belakang pakaian adat Jambi dengan tujuan memberikan
pemahaman mendalam tentang asal-usul, pengaruh, serta makna simbolis yang terkandung di
dalamnya. Pakaian adat Jambi memiliki akar dalam warisan Melayu yang kuat. Sebagai
bagian dari wilayah Sumatra, Jambi terikat dengan tradisi dan gaya berpakaian Melayu yang
mencerminkan nilai-nilai budaya dan sejarah Melayu yang kaya.

Dengan populasi yang terdiri dari berbagai suku bangsa seperti Melayu Jambi, Kerinci,
dan lainnya, pakaian adat Jambi mencerminkan keanekaragaman etnis. Setiap kelompok etnis
memberikan ciri khasnya sendiri pada pakaian adat, menciptakan keragaman yang
memperkaya warisan budaya Jambi. Pakaian adat Jambi memiliki desain dan motif yang
sarat dengan simbolisme. Makalah ini akan menjelaskan makna di balik warna, pola, dan
detail-desain yang khas, yang sering kali mencerminkan nilai-nilai, kepercayaan, dan status
sosial dalam masyarakat Jambi. Keterampilan tenun tradisional menjadi elemen penting
dalam pembuatan pakaian adat Jambi.

Makalah ini akan merinci teknik tenun yang digunakan dan seni tradisional yang
diterapkan dalam setiap potongan pakaian, menggambarkan keahlian dan keindahan hasil
kerja seniman lokal. Pakaian adat di daerah Jambi memiliki medan makna yang kaya,
mencerminkan warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat. Motif dan warna pada
pakaian adat sering kali mengandung simbol-simbol yang terkait dengan alam, mitologi, atau
sejarah lokal. Misalnya, motif tertentu mungkin merujuk pada tanaman, hewan, atau bentuk-
bentuk geometris yang memiliki makna khusus. Selain itu, pakaian adat di Jambi sering
13
dipakai dalam berbagai upacara adat, seperti pernikahan atau pertunjukan seni tradisional,
menjadi lambang kehormatan dan identitas budaya bagi masyarakat setempat.

Dalam pakaian adat Jambi, medan leksikalnya kaya dengan istilah-istilah yang
mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi setempat. Berikut beberapa contoh medan
leksikal pada pakaian adat Jambi:

1) Tanjak: Mahkota tradisional yang melambangkan kehormatan dan kebangsawanan.


2) Bungo Melati: Motif bunga melati yang sering dijumpai pada kain songket,
mewakili keindahan dan kesucian.
3) Suntiang: Hiasan kepala berbentuk tanduk kerbau yang dipakai dalam upacara adat,
melambangkan kemakmuran dan keberanian.
4) Kain Songket: Kain tenun tradisional dengan motif-motif khas, sering kali
menggambarkan cerita-cerita lokal dan kehidupan sehari-hari.
5) Cindai: Selendang atau kain panjang yang melilit tubuh dengan motif khusus,
memberikan sentuhan elegan pada pakaian.
6) Selampai: Kain tipis yang digunakan sebagai penutup kepala atau kerudung, sering
kali memiliki hiasan bordir tangan yang rumit.
7) Paksin: Hiasan pada bagian bahu yang memberikan sentuhan artistik pada pakaian
adat.
8) Kemben: Busana tradisional untuk bagian atas tubuh, sering dihiasi dengan sulaman
dan motif tradisional.

Istilah-istilah ini menciptakan medan leksikal yang unik, merinci aspek-aspek pakaian
adat Jambi dan memberikan nilai budaya yang mendalam. Medan leksikal pada pakaian adat
Jambi, dapat disimpulkan bahwa istilah-istilah khusus seperti "Tanjak", "Bungo Melati",
"Suntiang", "Kain Songket", "Cindai", "Selampai", "Paksin", dan "Kemben" menciptakan
suatu wacana linguistik yang menggambarkan kekayaan budaya dan simbolisme yang
terkandung dalam busana tradisional tersebut. Medan leksikal ini menjadi jendela melihat
kedalaman makna, sejarah, dan identitas masyarakat Jambi yang tercermin dalam warisan
pakaian adat mereka. Dengan demikian, penggunaan istilah-istilah ini bukan hanya sekadar
penyebutan, tetapi merupakan perekat nilai-nilai budaya yang terus dijaga dan dilestarikan.

14
GAYA MEDAN LEKSIKAL PERKEBUNAN SAWIT

DI PEKANBARU

(Penulis: Valentina Purnama Sari Limbong)

Makna leksikal dari "perkebunan sawit di Pekanbaru" merujuk pada area lahan pertanian
yang ditanami pohon kelapa sawit di kota Pekanbaru, Indonesia. Kelapa sawit adalah pohon
yang secara komersial sangat penting karena dihasilkan minyak kelapa sawit yang banyak
digunakan dalam produksi makanan, kosmetik, dan produk lainnya. Perkebunan kelapa sawit
di Pekanbaru merupakan salah satu dari banyak perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang
merupakan produsen terkemuka minyak kelapa sawit dunia.

Secara leksikal, "perkebunan" merujuk pada area lahan yang digunakan untuk menanam
tanaman dengan tujuan komersial. Sedangkan "sawit" mengacu pada pohon kelapa sawit itu
sendiri yang tumbuh subur di daerah tropis dan subtropis. Di Pekanbaru, perkebunan sawit
umumnya merupakan bagian besar dari aktivitas pertanian dan ekonomi lokal. Proses
budidaya, pengolahan, dan distribusi minyak kelapa sawit dari perkebunan ini memainkan
peran penting dalam ekonomi kota dan wilayah sekitarnya.

Selain itu, secara lebih luas, perkebunan sawit di Pekanbaru juga memiliki makna sosial,
ekonomi, dan lingkungan. Secara sosial, perkebunan sawit menciptakan lapangan kerja bagi
banyak orang di wilayah tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat
berdampak pada pola kehidupan masyarakat setempat serta struktur sosial di sekitarnya.
Secara ekonomi, perkebunan sawit merupakan sumber pendapatan yang signifikan bagi para
petani dan pemilik perkebunan, serta berkontribusi pada pendapatan daerah dan negara
secara keseluruhan. Namun, hal ini juga dapat menimbulkan pertanyaan mengenai distribusi
kekayaan dan potensi konflik tanah antara pemilik lahan, petani kecil, dan perusahaan besar.

Dari segi lingkungan, perkebunan sawit dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap
ekosistem lokal, termasuk masalah deforestasi, kerusakan habitat satwa, dan perubahan
15
iklim. Pengelolaan perkebunan yang berkelanjutan serta praktik-praktik pertanian yang
ramah lingkungan menjadi isu penting dalam konteks perkebunan sawit di Pekanbaru
maupun di tempat lain di Indonesia. Secara keseluruhan, makna leksikal dari "perkebunan
sawit di Pekanbaru" mencakup aspek-aspek pertanian, ekonomi, sosial, dan lingkungan yang
saling terkait dan memiliki implikasi yang luas bagi kota dan sekitarnya.

MEDAN MAKNA LEKSIKAL PADA PERALATAN DAPUR


TRADISIONAL MASYARAKAT SUKU MELAYU RIAU

(Penulis: Ester Angelica)

Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang masyarakat nya mayoritas bersuku
Melayu. Maka tak heran jika berbicara tentang Riau maka yang diketahui banyak orang
adalah suku, adat istiadat dan peninggalan suku Melayu. Walaupun kini banyak sekali
pendatang dengan berbagai suku diantaranya suku Batak, Jawa, Nias, Minang dan lain
sebagainya tidak menghilangkan posisi suku Melayu yang merupakan suku penduduk asli di
Provinsi Riau. Pada penelitian ini akan dikaji mengenai peralatan tradisional rumah tangga
pada suku melayu yang sampai saat ini masih dipergunakan oleh sebagian orang.

Secara umum, medan makna merupakan salah satu bagian dari bidang semantik yang
dikaji. Medan makna adalah kumpulan makna yang memiliki hubungan saling berkaitan dan
mempunyai suatu makna pada sebuah wilayah ataupun kawasannya. Perlu diketahui, bahwa
medan makna juga terdiri kumpulan pada unsur leksikal yang pada maknanya juga
mempunyai hubungan saling kerterkaitan sebab menggambarkan pada ruang lingkup
kebudayaan ataupun realitas pada kehidupan alam semesta.

Medan makna pada analisis semantik unsur leksikal mengacu pada kumpulan unsur
leksikal yang memiliki hubungan makna yang saling terkait. Medan makna ini merupakan
bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan
atau realitas dalam alam semesta tertentu. Setiap kata atau unsur leksikal dalam medan
makna memiliki komponen makna yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna
unsur leksikal tersebut.

Medan makna memiliki pengertian masing-masing, diantaranya medan yang artinya


wilayah atau kawasan sedangkan makna merupakan pengertian yang diberikan kepada suatu

16
bentuk kebahasaan, baik itu dalam bentuk kata, kalimat maupun teks. Makna juga dapat
diartikan sebagai maksud yang di sampaikan sipembicara.

Berikut Leksem pada peralatan rumah tangga teradisional pada suku Melayu Riau:

1. Lesung Batu: Lesung batu merupakan salah satu alat dapur tradisional pada
masyarakat suku Melayu yang sampai saat ini masih banyak digunakan. Alat ini
terbuat dari batu, yang biasakan digunakan untuk mengulek atau menumbuk bahkan
menghaluskan perbumbuanatau rempah-rempah dalam memasak.

2. Lesung: Lesung adalah alat tradisional dalam pengolahan padi atau gabah menjadi
beras. Fungsi alat ini adalah untuk memisahkan kulit gabah dari beras secara mekanis.
Lesung terbuat dari kayu berbentuk seperti perahu berukuran kecil dengan panjang
sekitar 2 meter, lebar 0,5 meter, dan kedalaman sekitar 40 cm. Gabah yang akan
diolah ditaruh di dalam lubang tersebut, lalu padi atau gabah ditumbuk dengan alu,
tongkat tebal dari kayu, berulang-ulang sampai beras terpisah dari sekam

3. Dandang: Merupakan alat masak yang digunakan untuk memasak atau merebus air
atau nasi atau masakan lainnya, dandang sama halnya seperti periuk besar yang
terbuat dari logam seperti tembaga atau aluminium

4. Balanga (kuali besar): Salah satu peninggalan suku melayu untuk memasak yang
terbuat dari tanah liat berbentuk seperti kuali yang digunakan untuk merebus sayur.
Balanga ini dipergunakan dengan bantuan api arang atau kayu besar ketika ingin
memasak.

5. Tudung Saji: Tudung saji adalah alat tradisional suku melayu yang digunakan untuk
menutup makanan agar terhindar dari debu atau lalat untuk menjaga kualitas makanan
dari pengaruh luar. Tudung saji pada umumnya berbentuk setengah lingkaran dan
kerucut, dan alat ini terbuat dari rotan yang dianyam sedemikian rupa. Hingga saat ini
alat tradisional dari suku Melayu ini masih dilestarikan dengan dipergunakannya
dalam kehidupan sehari-hari bagi sebagian orang.

6. Talam: Merupakan wadah yang biasa digunakan untuk menghidangkan makanan


atau minuman.

17
7. Periuk (Petanak): Alat dapur tradisional dari suku melayu yang digunakan untuk
merebus air atau hahkan alat untuk memasak nasi. Priuk berbeda dengan balanga
yang terbuat dari tanah sebaliknya periuk terbuat dari tembaga.

8. Senduk: Alat yang digunakan untuk makan atau alat untuk mengambil sesuatu sama
hal nya dengan sendok, namun seduk pada suku melayu terbuat dari termpurung
dengan diberi gagang yang terbuat dari kayu.

9. Kendi-Kelalang: Mulanya masyarakat melayu menyebutnya kendi merupakan


wadah untuk menyimpan air yang terbuat dari tanah bakar. Namun, berangsur dan
berjalannya waktu kendi ini berubah menjadi kelalang yang fungsinya sama seperti
kendi tetap kelalang ini terbuat dari kaca.

10. Tempayan: Merupakan wadah besar atau gentong besar yang digunakan untuk
wadah dalam penyimpanan persediaan air.

11. Sudip kayu: Alat yang digunakan untuk mengarih/mengaduk nasi yang baru saja
masak, alat ini terbuat dari kayu dan berbentuk hampir sama dengan sendok namun
sudip kayu ini memiliki ukuran lebih besar dan panjang.

12. Tengarang: Alat dapur yang digunakan untuk memasak atau kata lain dari tungku.

Kesimpulan : Akhirnya, dapat disinpulkan bahwa medan makna kajian atau topik bagian
semantik yang menggambarkan bagian bidang kehidupan atau kebudayaan kemudian
direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berkaitan. Pembahasan
diatas mengkaji tentang peninggalan suku melayu pada alat dapur yang sebagian sampai
sekarang masih digunakan, di padukan pada leksem-leksem yang mempunyai makna saling
berhubungan, yaitu alat yang sama-sama digunakan untuk keperluan dapur.

18
MEDAN MAKNA LEKSIKAL PERALATAN RUMAH TANGGA
TURUN- TEMURUN DALAM BAHASA BATAK TOBA DI
PANGARIBUAN TAPUT (KAJIAN SEMANTIK)

(Penulis: Reza Delopa Sinaga)

Peralatan-peralatan rumah tangga tentunya sangat banyak baik itu peralatan untuk
memasak , pertanian dan lain-lain yang sering digunakan oleh masyarakat Batak di daerah
kabupaten Tapanuli Utara. Tentunya peralatan-peralatan ini memiliki nama-nama yang
sangat unik yaitu berasal dari bahasa Batak Toba yang turun temurun sudah digunakan akan
tetapi pada saat ini sebagian dari nama yang digunakan sebagai nama alat-alat tersebut sudah
dilupakan atau digantikan dengan bahasa Indonesia. Namun berbeda dengan di kabupaten
Tapanuli Utara alat-alat ini masih menggunakan julukan-julukan bahasa Batak yang masih
turun temurun di gunakan. Peralatan-peralatan rumah tangga pada zaman sekarang sudah
banyak yang tergantikan oleh alat-alat rumah tangga yang terbaru yang dibuat untuk
mempermudah kegiatan-kegiatan masyarakat. Namun berbeda di kawasan kabupaten
Tapanuli Utara khususnya di PANGARIBUAN di sini rata-rata masyarakat masih
menggunakan alat-alat rumah tangga yang masih turun temurun karena dianggap sebagai
tradisi atau kekayaan budaya yang memiliki makna yang sangat dalam.Di sini kita akan
membahas alat-alat rumah tangga turun temurun dalam bahasa Batak Toba yang masih
digunakan.

Kali ini di dalam essay saya akan mengkaji tentang Medan makna leksikal peralatan-
peralatan rumah tangga turun temurun yang digunakan oleh Batak dalam bahasa Batak Toba
Saya mengambil contoh yaitu golok ,anduri, , tataring, tungku ,gorga, ulos dsb. Di bawah
ini merupakan penjelasan tentang Medan makna leksikal peralatan-peralatan rumah tangga
turun temurun masyarakat Batak dalam bahasa Batak di daerah kabupaten Tapanuli Utara
19
1. Golok

Golok merupakan alat yang masih digunakan hampir seluruh masyarakat di daerah
kabupaten Tapanuli Utara. Golok berfungsi untuk menebang pohon, memotong hewan
kadang juga digunakan dengan golok yang sudah diasah sehingga golok tersebut tajam.
Golok merupakan alat rumah tangga turun temurun yang digunakan oleh masyarakat
Tapanuli Utara yang hampir semua dalam hal memotong menggunakan alat yang satu ini.
Alat rumah tangga ini memiliki bentuk seperti pisau pada umumnya tapi memiliki panjang.
Golok memiliki makna leksikal yang berkaitan dengan keberanian dan kekuatan

2. Anduri

Tak kalah dengan golok, anduri juga merupakan salah satu peralatan rumah tangga yang
masih digunakan kabupaten Tapanuli Utara khususnya di kampung saya sendiri kecamatan
Pangaribuan, alat rumah tangga ini memiliki fungsi untuk menampi beras, di daerah saya di
kecamatan Pangaribuan sebagian besar bekerja sebagai petani padi. Setelah padi-padi ini
digiling atau diubah menjadi beras sebelum dimasak beras tersebut akan dibersihkan
menggunakan anduri. Untuk menghilangkan sisa-sisa kulit padi yang ikut bercampur dengan
beras. Nah alat inilah yang digunakan untuk membersihkan beras tersebut dari sisa-sisa kulit
padi tadi. Anduri memiliki makna leksikal yang berkaitan dengan kemurahan hati,
kesederhanaan ,kebersamaan dan keramahan

3. Tataring :

Tataring merupakan tempat yang digunakan masyarakat Batak Toba untuk memasak
sesuatu di mana tataring ini dilengkapi dengan tungku dll. Tetaring bagi orang Batak
merupakan dapur untuk memasak.

4. Soban

Soban merupakan kayu bakar yang digunakan oleh masyarakat Batak di kabupaten
Tapanuli Utara khususnya di kecamatan Pangaribuan. Jika kita lihat di daerah-daerah lain
pada zaman sekarang sudah sangat jarang memasak menggunakan kayu bakar atau sopan ini.
Di beberapa daerah memasak sudah lebih banyak menggunakan kompor gas ,magicom , dan
alat-alat masak listrik lainnya

5. Panutuan
20
Penentuan merupakan peralatan rumah tangga di kawasan Batak khususnya di kabupaten
Tapanuli Utara kecamatan Pangaribuan yang digunakan untuk menghaluskan cabai tomat
bawang dan bumbu-bumbu racik lainnya. Sebagian orang juga menyebut panutuan ini
sebagai Ulek. Yang berfungsi untuk menghaluskan bahan-bahan yang digunakan untuk
memasak. Pada zaman sekarang sudah agak sulit ditemukan karena sudah menggunakan alat-
alat rumah tangga memasak terbaru yaitu blender dan lain-lain

6. Tungku

Alat pembakar yang berbentuk kotak atau silinder, yang digunakan untuk memasak,
menghangatkan, atau mengeringkan. Tungku memiliki makna leksikal yang berkaitan
dengan kehangatan, kesejahteraan, dan kelangsungan hidup.

7. Gorga:
Hiasan yang berbentuk ukiran atau lukisan, yang digunakan untuk menghiasi rumah,
perabot, atau pakaian. Gorga memiliki makna leksikal yang berkaitan dengan keindahan,
keunikan, dan kebanggaan.

8. Ulos:
Kain tenun yang berbentuk persegi panjang, yang digunakan untuk menutupi tubuh,
kepala, atau bahu, atau sebagai hadiah, selendang, atau selimut. Ulos memiliki makna
leksikal yang berkaitan dengan kehormatan, kasih sayang, dan ikatan keluarga.

9. Hurhuran
Hurhuran merupakan alat peralatan rumah tangga yang digunakan untuk memarut ubi.
Biasanya ini digunakan untuk memarut ubi untuk di berikan kepada ternak. Dan Hurhuran ini
juga digunakan untuk membuat keripik singkong dengan ukuran yang kecil.

10. Sabbong
Sabbong merupakan peralatan rumah tangga yang masih sangat digunakan di kecamatan
Pangaribuan. Sabbong adalah alat yang berbentuk seperti ember tetapi memiliki ukuran yang
besar yang memiliki dua telinga di kiri dan di kanan. Di kawasan kabupaten Tapanuli Utara
kecamatan Pangaribuan alat ini biasanya digunakan untuk membersihkan pakaian ,
menampung air.

21
11. Sakkalan
Sakkalan merupakan peralatan rumah tangga yang berfungsi sebagai alat untuk
memotong sesuatu. Sakkalan terbuat dari batang pohon yang berbentuk bulat. Di kecamatan
Pangaribuan alat ini masih digunakan untuk menjadi alas dalam memotong daging.

12. Sapu ijuk


Sapu ijuk terbuat dari ijuk pohon nira yang masih digunakan untuk membersihkan rumah,
karena di daerah kecamatan Pangaribuan sapu ini masih dianggap sebagai suatu kebudayaan
atau tradisi.

13. Balanga
Balanga adalah peralatan rumah tangga di bagian alat untuk memasak. Alat ini digunakan
sebagai tempat untuk memasak ikan, sayur dan lain-lainnya.

14. Hudon
Sama halnya dengan balanga udun juga merupakan alat masak yang digunakan untuk
menanak nasi. Rata-rata di daerah kecamatan Pangaribuan masyarakatnya masih
menggunakan alat ini untuk memasak nasi walaupun sekarang sudah ada peralatan elektronik
yaitu magic com.

Peralatan-peralatan rumah tangga tentunya sangat banyak baik itu peralatan untuk
memasak , pertanian dan lain-lain yang sering digunakan oleh masyarakat Batak di daerah
kabupaten Tapanuli Utara. Tentunya peralatan-peralatan ini memiliki nama-nama yang
sangat unik yaitu berasal dari bahasa Batak Toba yang turun temurun sudah digunakan akan
tetapi pada saat ini sebagian dari nama yang digunakan sebagai nama alat-alat tersebut sudah
dilupakan atau digantikan dengan bahasa Indonesia. Namun berbeda dengan di kecamatan
Pangaribuan alat-alat ini masih menggunakan julukan-julukan bahasa Batak yang masih
turun temurun di gunakan. Peralatan-peralatan rumah tangga pada zaman sekarang sudah
banyak yang tergantikan oleh alat-alat rumah tangga yang terbaru yang dibuat untuk
mempermudah kegiatan-kegiatan masyarakat. Namun berbeda di kawasan PANGARIBUAN
di sini rata-rata masyarakat masih menggunakan alat-alat rumah tangga yang masih turun
22
temurun karena dianggap sebagai tradisi atau kekayaan budaya yang memiliki makna yang
sangat dalam.Di sini kita akan membahas alat-alat rumah tangga turun temurun dalam bahasa
Batak Toba yang masih digunakan.

MEDAN MAKNA LEKSIKAL AKTIVITAS TANGAN DALAM


BAHASA INDONESIA DI KOTA MEDAN

(Penulis: Santi Yohana Situmeang)

Aktivitas tangan dalam Bahasa Indonesia di Kota Medan dapat memiliki beberapa
makna, namun tergantung pada konteks kalimat. Kota Medan merupakan salah satu kota
terbesar di Indonesia, yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang unik. Salah satu
aspek penting dalam kebudayaan masyarakat Medan adalah aktivitas tangan atau gestur
tangan dalam Bahasa Indonesia yang memiliki makna tersendiri.

Aktivitas tangan atau gestur tangan merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang umum
dilakukan oleh masyarakat Medan untuk mengekspresikan dan menyampaikan pesan-pesan
tertentu. Meskipun gestur tangan juga umum ditemui di kota-kota lain di Indonesia, tetapi di
Medan gestur tangan memiliki ciri khas dan makna yang berbeda. Dalam konteks ini, Medan
makna leksikal aktivitas tangan dapat merujuk pada berbagai hal, mulai dari tindakan sehari-
hari seperti salaman, makan dengan tangan, hingga seni tradisional seperti menghias tangan
dengan henna. Di kota Medan, aktivitas tangan juga mencakup pembuatan kerajinan tangan,
seperti anyaman, sulaman, dan ukiran kayu, yang merupakan bagian penting dari warisan
budaya lokal.

Pentingnya penggunaan aktivitas tangan dalam Bahasa Indonesia di Kota Medan dapat
mengubah atau memperkuat arti dari suatu kata dan kalimat. Oleh karena itu, penting juga
bagi pendatang atau orang luar untuk belajar dan memahami aktivitas tangan yang lazim
digunakan oleh masyarakat setempat. Dengan memahami medan makna leksikal aktivitas
tangan dalam Bahasa Indonesia di Kota Medan diharapkan dapat membantu masyarakat
lokal maupun pendatang untuk berinteraksi dengan lebih baik, menghargai keunikan budaya,

23
serta memperkuat identitas budaya Indonesia di tengah modernisasi dan perkembangan dunia
yang semakin pesat.

Sehingga, aktivitas tangan dalam Bahasa Indonesia di Kota Medan mencerminkan


kekayaan budaya serta tradisi yang ada di kota ini. Melalui penggunaan tangan, masyarakat
Medan dapat berinteraksi, menciptakan, dan menghargai keindahan dalam berbagai aspek
kehidupan mereka. Medan makna aktivitas tangan ini menjadi bagian integral dari identitas
budaya Kota Medan dan merupakan warisan yang berharga untuk dilestarikan dan dihargai.

Medan makna leksikal aktivitas tangan dalam Bahasa Indonesia di Kota Medan memiliki
makna yang mendalam dalam hal budaya, identitas lokal, hubungan sosial, dan ekonomi.
Medan makna juga memiliki arti yaitu seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya dari berbagai bidang kebudayaan atau realitas
alam semesta tertentu. Dalam teori ini untuk memahami makna suatu kata , seseorang harus
memahami kumpulan kosa kata yang maknanya saling berhubungan.

Medan makna juga mencakup pemahaman tentang bagaimana kata-kata tersebut dapat
memiliki berbagai makna dan bagaimana konteks aktivitas tangan di kota Medan dapat
memengaruhi interpretasi sebuah pesan. Dengan demikian Medan makna merupakan suatu
konsep dalam linguistik dan semantik yang mempelajari tentang arti dan makna dari kata,
frasa, kalimat, dan teks dalam konteks komunikasi yang maknanya saling berhubungan
antara satu dengan yang lainnya.

Berikut leksem pada aktivitas tangan dalam Bahasa Indonesia di Kota Medan :

1. Salaman: Salaman adalah tindakan saling berjabat tangan sebagai tanda salam atau
penghormatan antara dua orang. Ini adalah aktivitas tangan yang umum dilakukan
dalam berbagai situasi sosial di Kota Medan, seperti pertemuan bisnis, acara formal,
atau pertemuan dengan teman dan keluarga.

2. Makan dengan tangan: Di beberapa tempat di Kota Medan, terutama di warung


makan atau restoran yang menyajikan hidangan khas seperti nasi padang, atau nasi
goreng, makan dengan tangan adalah praktik umum yang dilakukan manusia. Ini
melibatkan penggunaan tangan untuk mengambil makanan dari piring dan
memakannya tanpa menggunakan sendok atau garpu.

24
3. Menggunakan tangan untuk berkomunikasi: Bahasa isyarat tangan atau gerakan
tangan juga dapat digunakan untuk berkomunikasi di Kota Medan. Misalnya,
mengangkat tangan untuk memberi isyarat berhenti atau memberi tanda jalan kepada
pengendara lain saat berkendara di jalan raya.

4. Membuat kerajinan tangan: Di Kota Medan, ada juga tradisi membuat kerajinan
tangan seperti anyaman, sulaman, atau ukiran kayu. Aktivitas ini melibatkan
penggunaan tangan untuk menciptakan karya seni atau kerajinan yang unik dan indah

5. Membuat kue tradisional: Di Kota Medan, terdapat berbagai jenis kue tradisional
yang dibuat dengan menggunakan tangan. Contohnya adalah kue lapis, kue bawang,
dan bika ambon. Proses pembuatan kue ini melibatkan penggunaan tangan untuk
mengaduk adonan, membentuk kue, dan menghiasnya.

6. Menggambar atau melukis: Aktivitas seni seperti menggambar atau melukis juga
melibatkan penggunaan tangan. Di Kota Medan, terdapat banyak seniman yang
menggunakan tangan mereka untuk menciptakan karya seni yang indah dan ekspresif.

7. Menjahit: Menjahit adalah aktivitas tangan yang umum dilakukan di Kota Medan.
Baik itu menjahit pakaian, membuat aksesori, atau memperbaiki barang-barang yang
rusak, penggunaan tangan sangat penting dalam proses menjahit.

8. Bermain alat musik tradisional: Di Kota Medan, terdapat berbagai alat musik
tradisional seperti gendang, rebana, seruling, dan lain-lain. Bermain alat musik ini
melibatkan penggunaan tangan untuk memukul, meniup, atau memetik alat musik
tersebut.

Adapun beeberapa medan makna gestur tangan yang umum ditemui di Kota Medan
antara lain mengacungkan jari telunjuk ke atas untuk menyampaikan persetujuan,
membentuk lingkaran menggunakan jari-jari untuk mengisyaratkan sesuatu yang sempurna,
atau menggelengkan kepala sambil melambaikan tangan untuk menunjukkan rasa tidak
setuju. Selain itu, medan makna aktivitas tangan juga terkait dengan kegiatan kreatif seperti
menganyam tikar, dan membuat batik. Masyarakat Kota Medan menggunakan tangan mereka
untuk menghasilkan karya-karya yang unik dan ekspresif, mencerminkan keahlian dan
kreativitas mereka. Oleh karena itu, penting untuk terus belajar, memahami, dan

25
menghormati aktivitas tangan yang diakui oleh masyarakat Medan sebagai bentuk
komunikasi nonverbal yang penting dalam budaya mereka.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa medan makna leksikal aktivitas tangan
dalam Bahasa Indonesia di Kota Medan memiliki makna yang mendalam dalam hal budaya,
identitas lokal, hubungan sosial, dan ekonomi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
aktivitas tangan dalam menjaga dan memperkuat warisan budaya serta keberlanjutan
masyarakat Medan. Melalui medan makna aktivitas tangan, masyarakat Medan dapat
memperkuat hubungan sosial dan solidaritas antar anggota masyarakat. Dalam konteks
ekonomi, aktivitas tangan juga memiliki makna yang signifikan dalam kota Medan. Banyak
dari kerajinan tangan lokal memiliki nilai ekonomi yang penting, baik dalam skala kecil
maupun besar. Kemudian aktivitas tangan tersebut menjadi bagian penting dari industri
pariwisata, di mana wisatawan dapat membeli dan menghargai kerajinan tangan khas Medan
sebagai souvenir atau oleh-oleh.

26
MEDAN MAKNA LEKSIKAL PADA PAKAIAN ADAT

DI DAERAH SAMOSIR (KAJIAN SEMANTIK)

(Penulis: Ester Nainggolan)

Medan makna adalah salah satu bidang studi utama dalam semantik. Medan makna
adalah bagian dari sistem semantik suatu bahasa, menggambarkan bagian dari budaya dunia
tertentu atau bidang realitas, dan makna diwujudkan melalui serangkaian item leksikal yang
saling terkait. Dalam bidang semantik, kata dibentuk oleh makna kata tersebut dan
hubungannya dengan kata lain dalam bidang semantik.

Pakaian adat Batak Toba adalah pakaian tradisional yang berasal dari suku Batak Toba,
yang merupakan salah satu suku Batak terbesar di Sumatra Utara, Indonesia. Pakaian adat ini
memiliki latar belakang budaya dan sejarah yang kaya. Pakaian adat Batak Toba memiliki
ciri khas yang mencerminkan identitas budaya dan tradisi suku Batak Toba. Pakaian adat
Batak Toba merupakan simbol identitas budaya suku Batak Toba. Pakaian ini digunakan
dalam berbagai acara adat, upacara keagamaan, pernikahan, dan acara penting lainnya.
Pakaian adat ini membantu mempertahankan dan memperkuat kebanggaan serta kesadaran
akan warisan budaya suku Batak Toba.

Pakaian adat Batak Toba merupakan bagian dari warisan budaya yang telah ada sejak
zaman dahulu. Pakaian ini mewakili nilai-nilai tradisional, kepercayaan, dan adat istiadat
yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pakaian adat ini juga mencerminkan kekayaan
seni dan kerajinan tangan suku Batak Toba. Pakaian adat Batak Toba juga dapat
mencerminkan status sosial seseorang. Beberapa elemen pakaian, seperti hiasan kepala, kain

27
tenun, dan hiasan emas atau perak, dapat menunjukkan status sosial, kekayaan, dan
kehormatan seseorang dalam masyarakat Batak Toba.

Pakaian adat Batak Toba merupakan bentuk ekspresi seni dan kreativitas. Pakaian ini
sering dihiasi dengan motif-motif tradisional yang rumit dan indah, yang mencerminkan
keahlian dan keindahan seni tenun serta kerajinan tangan suku Batak Toba. Pakaian adat
Batak Toba memiliki peran penting dalam mempertahankan dan melestarikan budaya suku
Batak Toba. Melalui pakaian adat ini, nilai-nilai budaya, tradisi, dan identitas suku Batak
Toba terus dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang.

Pakaian adat di daerah Sumatra Utara, khususnya di Samosir, memiliki makna leksikal
yang kaya dan beragam. Berikut adalah beberapa contoh makna leksikal yang terkait dengan
pakaian adat di daerah tersebut:

1. Kain Ulos: Ulos adalah kain tradisional Batak yang digunakan dalam pembuatan
pakaian adat. Bagi orang-orang Batak Toba, ulos memiliki arti khusus. Jenisnya pun
ada banyak, sesuai dengan maknanya masing-masing. Misalnya saja, ulos ragi hotang
digunakan untuk pesta sukacita, ulos sibolang dikenakan saat berduka, dan banyak
jenis lainnya. Kain Ulos ditenun secara manual dengan bantuan peralatan tenun
tradisional. Bahan dasarnya adalah benang sutra. Suku Batak Toba umumnya
menggunakan benang berwarna hitam, putih, merah, emas, dan perak untuk kain
Ulos.

2. Kebaya : Dalam budaya Batak, kebaya sering kali digunakan sebagai pakaian adat
wanita pada berbagai upacara dan acara penting. Kebaya dalam konteks adat Batak
dapat memiliki makna simbolis yang berkaitan dengan identitas, status sosial, atau
tahap kehidupan tertentu, tergantung pada jenis acara atau upacara yang dihadiri.

3. Sortali : Sortali biasanya digunakan pada bagian kepala wanita dengan cara diikat.
Sortali selalu diikatkan pada bagian kepala mempelai wanita. Di mana kepala
merupakan bagian terhormat. Itu artinya kehormatan tersebut mendatangkan suatu
kebahagiaan karena bersatunya seluruh keluarga dalam satu ikatanikatan.

4. Tali-tali : tali tali merupakan ikat kepala warna merah yang dipadukan dengan
tembaga berlapis emas. Biasanya tali tali ini berbentuk seperti kerucut dan diikatkan

28
dikepala pria. Tali tali ini selalu dikenakan para anak ni raja atau laki-laki batak yang
akan mengadakan Ulaon Unjuk (pesta adat).

5. Mandar hela : Mandar merupakan sarung yang biasanya dipakai kaum bapak
saat marhobas (mempersiapkan) dalam suatu pesta adat. Pemberian mandar ini
sebagai simbol bahwa pengantin pria bukan lagi seorang laki-laki lajang. Ia harus siap
menyandang status sebagai pihak boru, dimana pihak boru lah yang marhobas saat
sebuah acara adat dilaksanakan.

Setiap elemen pakaian adat di daerah Sumatra Utara, termasuk Samosir, memiliki makna
leksikal yang unik dan penting dalam konteks budaya dan tradisi lokal. Pakaian adat di
daerah Sumatra Utara, khususnya Samosir, mengandung makna leksikal yang kaya dan
dalam. Setiap elemen pakaian, seperti Ulos, Ragi Hotang, Sitoluntuho, mencerminkan nilai-
nilai budaya, sejarah, dan kepercayaan masyarakat Batak Toba. Melalui motif, warna, dan
bentuk, pakaian adat menjadi sarana penting untuk menyampaikan identitas, status sosial,
serta melestarikan warisan budaya. Kesimpulannya, pakaian adat di Samosir tidak hanya
berfungsi sebagai penanda identitas, tetapi juga sebagai ekspresi simbolis yang mendalam
dari kekayaan budaya masyarakat setempat.

29
MEDAN MAKNA LEKSIKAL PADA PAKAIAN ADAT

DI DAERAH SUMATERA UTARA (TARUTUNG)

DALAM KAJIAN SEMANTIK

(Penulis: Rohayana Sormin)

Pakaian adat Tarutung adalah pakaian tradisional yang berasal dari daerah Tarutung,
Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, Indonesia. Pakaian adat ini memiliki latar
belakang budaya dan sejarah yang kaya. Pakaian adat Tarutung merupakan simbol identitas
budaya masyarakat Tarutung. Pakaian ini digunakan dalam berbagai acara adat, upacara
keagamaan, pernikahan, dan acara penting lainnya. Pakaian adat ini membantu
mempertahankan dan memperkuat kebanggaan serta kesadaran akan warisan budaya
masyarakat Tarutung. Pakaian adat Tarutung merupakan bagian dari warisan budaya yang
telah ada sejak zaman dahulu. Pakaian ini mewakili nilai-nilai tradisional, kepercayaan, dan
adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pakaian adat ini juga mencerminkan
kekayaan seni dan kerajinan tangan masyarakat Tarutung.

Pakaian adat Tarutung adalah pakaian tradisional yang berasal dari daerah Tarutung,
Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Indonesia. Pakaian adat ini merupakan bagian
dari budaya Batak Toba yang kaya akan warisan budaya dan sejarah. Pakaian adat Tarutung
terdiri dari beberapa komponen yang mencerminkan keindahan dan kekayaan budaya Batak
Toba. Berikut adalah beberapa komponen pakaian adat Tarutung:

30
1. Ulos: Ulos adalah kain tenun khas Batak Toba yang menjadi elemen penting dalam
pakaian adat Tarutung. Ulos digunakan sebagai selendang atau kain penutup tubuh
yang dikenakan oleh pria dan wanita. Ulos memiliki motif dan warna yang khas, dan
sering kali memiliki makna simbolis yang mendalam dalam budaya Batak Toba.

2. Sortali : sortali adalah ikat pinggang yang digunakan oleh pria dalam pakaian adat
Tarutung. Sortali terbuat dari benang emas atau perak yang diikatkan di sekitar
pinggang sebagai hiasan yang indah.

3. Saputangan: Saputangan adalah kain penutup kepala yang digunakan oleh pria dan
wanita dalam pakaian adat Tarutung. Saputangan sering kali memiliki motif dan
warna yang serasi dengan ulos yang digunakan.

4. Kebaya: adalah salah satu jenis pakaian tradisional yang populer di Indonesia.
Pakaian adat Tarutung, yang berasal dari daerah Tarutung di Sumatera Utara, juga
memiliki kebaya sebagai salah satu komponennya. Kebaya Tarutung memiliki ciri
khas yang membedakannya dari kebaya tradisional lainnya. Biasanya terbuat dari
kain songket dengan motif yang kaya dan indah. Kain songket ini dihiasi denngan
panjang dan lebar dengan hiasan bordir yang rumit. Bagian depan kebaya sering
dihiasi dengan payet, manik-manik, atau hiasan berkilau lainnya.

5. Sarung: Pakaian adat Batak juga mencakup penggunaan sarung sebagai salah satu
komponennya. Sarung dalam pakaian adat Batak digunakan oleh pria dan wanita,
meskipun ada perbedaan dalam gaya dan cara pemakaian antara sub-suku Batak yang
berbeda. Pada umumnya, sarung dalam pakaian adat Batak terbuat dari kain tenun
dengan motif dan warna yang khas. Sarung ini biasanya diikat di pinggang dan
digunakan sebagai bawahan untuk pria dan wanita.

Pakaian adat Tarutung tidak hanya menjadi simbol identitas budaya, tetapi juga
merupakan warisan budaya yang berharga bagi masyarakat Tapanuli Utara. Pakaian adat ini
terus dilestarikan dan digunakan dalam berbagai acara adat, upacara, dan festival budaya di
Tapanuli Utara.

Dalam kajian semantik, makna leksikal pada pakaian adat di daerah Sumatera Utara,
khususnya Tarutung, merujuk pada makna kata-kata yang digunakan untuk menggambarkan
atau menjelaskan pakaian adat tersebut. Makna leksikal ini berkaitan dengan kata-kata yang
31
digunakan untuk menyebutkan jenis pakaian, bagian-bagian pakaian, atau atribut-atribut
yang terkait dengan pakaian adat tersebut. Misalnya, dalam pakaian adat Tarutung, terdapat
beberapa kata leksikal yang digunakan untuk menggambarkan pakaian adat tersebut, seperti
"ulos" yang merujuk pada kain tradisional yang digunakan dalam pembuatan pakaian adat,
"saputangan" yang merujuk pada kain yang digunakan sebagai hiasan kepala, "sarung" yang
merujuk pada kain yang digunakan sebagai penutup tubuh bagian bawah, dan sebagainya.

Makna leksikal ini penting dalam memahami dan menggambarkan pakaian adat Tarutung
secara lebih spesifik dan mendalam. Dengan mempelajari makna leksikal ini, kita dapat
memahami bagaimana kata-kata tersebut merepresentasikan pakaian adat Tarutung dan
bagaimana kata-kata tersebut membantu dalam memahami budaya dan tradisi yang terkait
dengan pakaian adat tersebut. Dalam kajian semantik, penutup isi dari makna leksikal pada
pakaian adat di daerah Sumatera Utara adalah pemahaman yang mendalam tentang istilah-
istilah atau kata-kata yang digunakan untuk menggambarkan pakaian adat tersebut.
Penelitian semantik ini bertujuan untuk memahami makna leksikal yang terkandung dalam
istilah-istilah tersebut, termasuk sinonimi, antonimi, konotasi, dan denotasi yang terkait
dengan pakaian adat di daerah Sumatera Utara.

Dengan mempelajari makna leksikal ini, peneliti dapat mengungkap aspek budaya,
tradisi, dan nilai-nilai yang terkait dengan pakaian adat di daerah tersebut. Mereka juga dapat
memahami bagaimana istilah-istilah ini digunakan dalam konteks pakaian adat, serta
bagaimana istilah-istilah ini mencerminkan identitas dan warisan budaya dari suku-suku di
Sumatera Utara. Penelitian semantik pada pakaian adat di daerah Sumatera Utara juga dapat
memberikan wawasan yang lebih luas tentang peran pakaian adat dalam kehidupan
masyarakat setempat. Dengan memahami makna leksikal yang terkandung dalam istilah-
istilah pakaian adat, kita dapat menghargai dan memahami lebih dalam tentang kekayaan
budaya dan warisan tradisional yang terkait dengan pakaian adat di daerah Sumatera Utara.

Kesimpulan dari pakaian adat Batak Tarutung adalah sebagai berikut: Pakaian adat
Batak Tarutung memiliki kebaya sebagai salah satu komponennya. Kebaya Tarutung terbuat
dari kain songket dengan motif yang kaya dan indah, dihiasi dengan benang emas atau perak
2. memiliki lengan panjang dan lebar dengan hiasan bordir yang rumit. Bagian depan kebaya
sering dihiasi dengan payet, manik-manik, atau hiasan berkilau lainnya. Pakaian adat Batak
Tarutung juga melibatkan beberapa aksesoris seperti selendang, kalung, gelang, dan hiasan

32
kepala. Semua elemen ini digunakan untuk menciptakan tampilan yang anggun dan elegan q
Pakaian adat Batak Tarutung sering dipadukan dengan kain sarung atau kain batik sebagai
bawahan Pakaian adat Batak Tarutung digunakan dalam acara-acara adat, upacara
pernikahan, dan acara budaya lainnya di daerah Tarutung. Pakaian adat Batak Tarutung
merupakan bagian penting dari warisan budaya yang kaya di Indonesia. Dengan demikian,
pakaian adat Batak Tarutung mencerminkan keindahan dan kekayaan budaya suku Batak

MEDAN MAKNA LEKSIKAL DALAM MITOS

DI DAERAH SAMOSIR (Tradisi Menari )

DALAM.KAJIAN SEMANTIK

(Penulis: Amorianda Simbolon)

Dalam mitos di daerah Samosir yang berkaitan dengan tradisi menari dapat melibatkan
aspek budaya, sejarah, dan kepercayaan masyarakat Samosir. Daerah Samosir terletak di
Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara, Indonesia. Masyarakat Samosir memiliki
tradisi menari yang kaya dan beragam, yang sering kali terkait dengan mitos dan cerita rakyat
yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam kajian semantik, medan makna dalam
mitos di daerah Samosir dapat menjadi objek penelitian untuk memahami bagaimana kata-
kata atau leksem yang digunakan dalam mitos tersebut memberikan makna dan konotasi
tertentu. Penelitian semantik ini dapat melibatkan analisis makna kata-kata, hubungan antara
kata-kata, dan bagaimana kata-kata tersebut merefleksikan budaya, kepercayaan, dan nilai-
nilai masyarakat Dalam tentang tradisi menari dan mitos di daerah Samosir, serta
memperkaya pemahaman kita tentang budaya dan kehidupan masyarakat Samosir.

Dalam mitos di daerah Samosir yang berkaitan dengan tradisi menari merupakan topik
yang menarik. Daerah Samosir, yang terletak di Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera
Utara, Indonesia, memiliki tradisi menari yang kaya dan beragam. Tradisi ini sering kali
terkait dengan mitos dan cerita rakyat yang diwariskan dari generasi ke generasi sekarang.
Dalam mitos di daerah Samosir melibatkan aspek budaya, sejarah, dan kepercayaan
masyarakat Samosir. Masyarakat Samosir memiliki kekayaan budaya yang unik, dan tradisi
menari merupakan salah satu ekspresi budaya yang penting bagi mereka. Melalui tarian,
mereka mengungkapkan cerita-cerita mitos yang menjadi bagian integral dari identitas

33
mereka untuk merefleksikan budaya, kepercayaan, dan nilai-nilai masyarakat Samosir.Hal ini
dapat membantu dalam memperkaya pemahaman kita tentang budaya dan kehidupan
masyarakat Samosir.

Dalam kajian semantik, medan makna leksikal merujuk pada jangkauan makna yang
terkait dengan kata-kata atau leksem dalam suatu bahasa atau konteks tertentu. Dalam
konteks mitos di daerah Samosir yang berkaitan dengan tradisi menari, medan makna
leksikal dapat mencakup kata-kata yang terkait dengan tarian, musik, kostum, alat musik,
gerakan tubuh, dan elemen-elemen lain yang terlibat dalam tradisi menari tersebut. Misalnya,
kata-kata seperti tari , gerak, ritual, musik, kostum, alat musik tradisional, penari, dan
sebagainya dapat menjadi bagian dari medan makna leksikal dalam konteks ini. Setiap kata
memiliki makna khusus yang terkait dengan tradisi menari di daerah Samosir, dan medan
makna leksikal ini membantu dalam memahami dan menggambarkan aspek-aspek yang
terkait dengan tradisi menari tersebut.

 Contoh mitos tradisi tarian yaitu tor- tor sigale- gale

Saat wisatawan memasuki Desa Tomok di Pulau Samosir di Danau Toba, mereka
mendengar suara Magondangi dan melihat matahari terbit tepat di langit. Semakin dekat,
semakin terdengar suara musik tradisional Batak yang terdiri dari Gondang, Doar, Surin,
Tagading, Saloon, Odap Gordan, Karem Hesek, Ogun, Oloan dan Pangola.wisatawan dibawa
ke destinasi utama dengan buaian.Tari gerbang ke gerbang “Panglasong” juga mempunyai
makna sebagai tarian penyucian.Tarian ini biasanya dibawakan pada pesta-pesta dan acara-
acara besar.Tarian jenis ini berfungsi sebagai doa dan pembersihan tempat agar pesta dapat
berjalan dengan lancar.Tarian Tor-Tor Sigale-Gale adalah tarian tradisional masyarakat
Batak di Sumatera Utara, Indonesia. Tarian ini mempunyai makna yang dalam dan erat
kaitannya dengan mitologi dan tradisi masyarakat Batak.

34
“Tor-Tor” mengacu pada tarian tradisional Batak, dan “Sigale-Gale” adalah boneka kayu
yang digunakan dalam tarian ini. Mitos di balik tarian ini adalah kisah seorang raja yang
sangat sedih atas kehilangan putranya. Untuk menghibur raja, para penasehat kerajaan
menciptakan boneka kayu menari yang kemudian dikenal dengan nama sigale- gale. Dalam
tradisi Batak, tarian ini biasanya dibawakan pada saat upacara adat, khususnya ritual
kematian.Tarian ini diyakini bisa menghibur jiwa orang yang sudah meninggal. Namun
seiring berjalannya waktu, tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya dan
wisata untuk memperkenalkan kekayaan budaya Batak kepada masyarakat luas. Tarian ini
tidak hanya mempunyai nilai estetika bagi masyarakat Batak, namun juga nilai spiritual dan
sejarah.

Adapun jenis gerakan tor- tor batak toba yang mungkin sering dipake saat pesta adat dll

1) Gerak Pangurdot

Dalam tortor Batak Toba adalah gerakan yang memiliki makna dan simbolisme dalam
tarian tradisional tersebut. Pangurdot secara harfiah berarti “gerakan menendang” atau
“gerakan menginjak”. Gerakan ini menggambarkan kekuatan, keberanian, dan semangat
dalam budaya Batak Toba. Gerak Pangurdot juga dapat melambangkan keberanian dan
semangat juang dalam menjaga kehormatan dan martabat keluarga atau komunitas. Tarian
tortor Batak Toba memiliki aspek spiritual dan ritualistik, dan Gerak Pangurdot menjadi
bagian penting dalam menghormati dan berkomunikasi dengan dunia spiritual .Gerak
Pangurdot dalam tortor Batak Toba mengandung makna kekuatan, keberanian, dan semangat
dalam menghadapi tantangan kehidupan serta perlindungan terhadap kejahatan.

2) Gerak Pangeal

Gerak Pangeal dalam tortor Batak adalah salah satu gerakan yang memiliki makna dan
simbolisme dalam tarian tradisional tersebut. Pangeal secara harfiah berarti “gerakan
melingkar” atau “gerakan berputar”. Gerakan ini menggambarkan siklus kehidupan,
perubahan, dan keseimbangan dalam budaya .Gerakan ini melambangkan perputaran alam,
seperti siklus musim, perputaran matahari, dan perubahan dalam kehidupan manusia.Gerak
Pangeal dalam tortor Batak mengandung makna perubahan, keseimbangan, dan hubungan
manusia dengan alam dan roh leluhur. Tarian ini menjadi ekspresi budaya dan identitas

35
masyarakat Batak serta sarana untuk memperkuat ikatan sosial dan spiritual dalam komunitas
mereka.

3) Gerak siangkupna

Gerak Siangkupna dalam tortor Batak Toba memiliki makna dan simbolisme yang dalam.
Siangkupna secara harfiah berarti “gerakan melingkupi” atau “gerakan membungkuk”.
Gerakan ini menggambarkan penghormatan, pengakuan, dan permohonan kepada roh leluhur
serta kekuatan alam. Gerak Siangkupna dalam tortor Batak Toba mengandung makna
penghormatan, permohonan, dan pengakuan terhadap roh leluhur serta kekuatan alam. Tarian
ini menjadi ekspresi budaya dan identitas masyarakat Batak Toba serta sarana untuk
memperkuat ikatan sosial dan spiritual dalam komunitas mereka.

4) Gerak pangeal

Gerak Pangeal dalam tortor Batak Toba memiliki makna dan simbolisme yang khusus.
Pangeal secara harfiah berarti “gerakan melompat” atau “gerakan meloncat”. Gerakan ini
menggambarkan semangat, kegembiraan, dan kekuatan dalam budaya Batak Toba. Gerak
Pangeal dalam tortor Batak Toba mengandung makna semangat, kegembiraan, dan kekuatan
dalam menghadapi tantangan kehidupan serta merayakan kehidupan. Tarian ini menjadi
ekspresi budaya dan identitas masyarakat Batak Toba serta sarana untuk memperkuat ikatan
sosial dan spiritual dalam komunitas mereka.

Kesimpulan : Dalam mitos dan tarian di daerah Samosir, seperti Tor-Tor Sigale-gale,
memiliki makna yang mendalam dan kompleks. Kata-kata dan frasa yang digunakan dalam
mitos dan tarian ini tidak hanya merujuk pada gerakan fisik atau objek, tetapi juga konsep
spiritual dan budaya .Medan makna leksikal dalam mitos dan tarian ini mencerminkan nilai-
nilai dan kepercayaan masyarakat Batak. Misalnya, Sigale-gale sebagai boneka penari dalam
tarian Tor-Tor Sigale-gale, bukan hanya simbol dari hiburan, tetapi juga penghiburan bagi
arwah yang telah meninggal.Medan makna leksikal dalam mitos dan tarian ini juga
mencerminkan sejarah dan tradisi masyarakat Batak. Dan tor- tor ini juga memiliki jenis
seperti gerak pangurdot, gerak pangeal, gerak pandenggal, dan gerak siangkupna. Sedangkan
jenis dari tari tor tor adalah pangurason, sipitu cawan, dan tunggal panaluan.

36
MENJELAJAHI KEBUDAYAAN KARO MELALUI PENGGUNAAN
KOSAKATA KHAS BAHASA KARO PERSPEKTIF

DARI SEMANTIK LEKSIKAL

(Penulis: Elia Maynita Karo-karo)

Sebagai bahasa yang mencerminkan kebudayaan suku Karo, kosakata bahasa Karo
memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai budaya
mereka. Salah satu aspek menarik dari kosakata Karo adalah semantik leksikalnya, yang
mengandung makna khusus yang mendasar dalam pembentukan identitas dan kehidupan
sehari-hari masyarakat Karo.

Semantik Leksikal dalam Kosakata Karo:

1. Kosakata Keluarga:

Dalam budaya Karo, keluarga memiliki peran penting dan erat kaitannya dengan konsep
kebersamaan dan saling mendukung. Istilah-istilah seperti "meleng", yang berarti ayah, dan
"seme", yang berarti ibu, mengandung makna pengasuhan dan kedekatan keluarga. Dalam
semantik leksikal, kata-kata ini menggambarkan hubungan yang erat dan kasih sayang dalam
keluarga Karo.

2. Kosakata Adat:

Budaya adat Karo memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat Karo. Kosakata
seperti "semenda", yang berarti upacara adat, dan "rakut sitelu", yang merujuk pada tari-

37
tarian tradisional, mencerminkan keindahan dan keragaman budaya Karo. Semantik leksikal
dalam kosakata ini mengungkapkan kekayaan tradisi adat Karo.

3. Kosakata Alam:

Sebagai masyarakat yang dekat dengan alam, kosakata Karo juga melibatkan kata-kata
yang terkait dengan lingkungan dan alam sekitar. Misalnya, "berastagi" adalah kata yang
mengacu pada daerah gunung berapi yang terletak di daerah Karo. Kosakata semantik
leksikal tersebut mengungkapkan pentingnya alam dalam kehidupan dan kebudayaan Karo.

4. Kosakata Masyarakat:

Kosakata terkait dengan sosial dan interaksi masyarakat juga merupakan bagian integral
dari kebudayaan Karo. Misalnya, kata "sowing" merujuk pada kata 'masyarakat' dan "kerial"
berarti pertemuan adat. Kosakata semantik leksikal ini menunjukkan kompleksitas struktur
sosial dan nilai-nilai masyarakat Karo.

Melalui pemahaman semantik leksikal dalam kosakata khas bahasa Karo, kita dapat
mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang kebudayaan Karo. Kosakata ini
mengungkapkan nilai-nilai, keyakinan, dan tradisi yang dipegang teguh oleh masyarakat
Karo. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan Karo, penting bagi kita untuk
mempelajari dan menghormati kosakata khas bahasa Karo ini. Dengan menghargai dan
memahami kosakata ini, kita dapat lebih dekat dengan masyarakat Karo dan memperkaya
pemahaman kita tentang kebudayaan yang kaya dan unik ini.

38
MEDAN MAKNA RASA DALAM BAHASA BATAK TOBA

(Penulis: Sandi S. Siregar)

Di Indonesia terdapat beragam Bahasa yang digunakan oleh masyarakyat dalam


berkomunikasi, yang dimana setiap Bahasa itu memiliki struktur,ciri khas dan kompenen
pembentuk yang berbeda. Hal-hal yang menjadi pembedaa antara Bahasa yang satu dengan
yang lain menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji oleh peneliti .Dalam semantik yang
merupakan cabang dari ilmu linguistick terdapat sebuah teori tentang Medan Makna yang
dimana medan makna ini adalah bagian dari system semantik Bahasa yang menggambarkan
bidang kehidupan di suatu lokasi tertentu.

Bagian kehidupan ini bisa berupa cara mengungkapkan keadaan, aktivitas yang
dilakukan, benda yang digunakan sehari-hari dan proses untuk melakukan sesuatu. Dalam
essay ini akan membahas tentang Medan Makna Rasa yang termasuk dalam bagian medan
makna keadaan. Tujuan dari pembahasan ini untuk menentukan dan mengklasifikasikan
medan makna rasa dalam Bahasa Batak Toba (Selanjutnya BBT).Rasa yang dimaksud adalah
penggunaan leksem-leksem yang dapat mengungkapka rasa yang enak dan tidak enak yang
dialami oleh tubuh.Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, yang
dimana setiap leksem-leksem yang telah dianalisis dan dikelompokkan akan di jelaskan
secara rinci maknanya dalam Bahasa Indonesia.

Bahasa Batak Toba merupakan Bahasa yang digunakan oleh masyarakyat di sekitar
Tapanuli Utara, Danau Toba dan Pulau Samosir, untuk berkoumikasi sehari-hari. Peneliti

39
tertarik untuk mengkaji medan makna rasa dalam BBT yang terdapat di daerah Tapanuli
Utara tepatnya di Kecamatan Garoga desa Parinsoran.Peneliti akan mengkaji leksem-leksem
yang dapat mengungkapkan rasa enak dan tidan enak yang dialami oleh tubuh manusia.

Leksem adalah satuan terkecil dalam leksikon atau frase yang merupakan satuan terkecil
(Kridalaksana, 1984:114). Sejalan dengan pendapat tersebut, Chaer, (2009:60) sebuah
leksem merupakan bentuk dasar, misalnya marhosa (bernapas) yang dari bentuk dasarnya
hosa (napas). Berdasarkan maknanya, “semua leksem yang tercatat sebagai data penelitian
dipisah-pisahkan menjadi beberapa kelompok leksem yang masing-masing membentuk
sebuah medan makna” (Semantic Field dalam Nida, (1975:174), pada bagian lain, Nida
memberikan contoh bahwa leksem ayah, ibu, anak, dan paman berada dalam satu medan
makna berdasarkan makna umum yang dimiliki bersama, yaitu manusia dan pertalian
keluarga.

Adapun Kridalaksana (1989: 9) mengatakan bahwa leksem adalah

1) satuan terkecil di dalam leksikon;


2) satuan yang berperan sebagai input dalm proses morfologis;
3) bahan baku dalam proses morfologis;
4) unsur yang diketahui adanya dari bentuk setelah disegmentasikan dari bentuk
kompleks merupakan bentuk dasar yang lepas dari proses-proses morfologis; Dan
5) bentuk yang tergolong proleksem atau partikel.

Menurut Kridalaksana (1989:9), dikatakannya leksem merupakan bahan dasar yang


setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam subsistem gramatika.
Pengertian leksem tersebut terbatas pada satuan yang diwujudkan dalam gramatika dalam
bentuk morfem dasar atau kata. Lebih lanjut, Kridalaksana menjelaskan leksemlah yang
merupakan bahan dasar yang mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam
subsistem gramatika.

Pengertian leksem tersebut terbatas pada satuan yang diwujudkan dalam gramatikal
dalam bentuk morfem dasar atau kata.” Makna dalam leksem yang dimaksud di sini, yakni
bentuk yang sudah dapat diperhitungkan sebagai kata. Dalam Bahasa Batak di desa
parinsoran terdapat seperti ini : pihul, tuk-tuk. Bentuk pihul dapat menghasilkan bentuk
turunan tarpihul, dan kata tuk-tuk dapat diberi imbuhan sehingga menjadi tartuk-tuk . (lihat

40
Pateda, 2010:135). Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai leksem, dapat
disimpulkan bahwa leksem merupakan satuan terkecil dari leksikon yang terdiri dari
kelompok yang masing-masing membentuk sebuah medan makna dan dapat mengalami
pengolahan gramatikal menjadi kata dalam satu gramtika yang terbatas pada satuan yang
diwujudkan dalam gramatika dalam bentuk dasar morfem dasar atau kata.”

Kridalaksana, 1982 (dalam Chaer, 2002:110) menyatakan bahwa medan makna (semantic
field, semantic domain) adalah bagian sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian
dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan
oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan. Umpamanya, nama-
nama warna membentuk medan makna tertentu. Begitu juga dengan nama perabot rumah
tangga, istilah pelayaran, istilah olah raga, istilah perkerabatan, istilah alat pertukangan, dan
sebagainya.

Medan makna rasa merupakan seperangkat leksem-leksem yang dapat mengungkapkan


rasa.Adapun mdaann makna rasa yang dibahas pada penelitian ini adalah leksem-leksem
yang dapat mengungkapkan rasa dalam BBT dibagian atau lokasi tertentu dari tubuh.Rasa
yang dialami oleh tubuh merupakan rasa enak dan tidak enak pada bagian tubuh tertentu.

Berikut adalah beberapa leksem yang dapat menggambarkan rasa enak dan tidak enak
pada tubh yang telah di kelompokkan kedalam beberapa medan makna

A. Medan Makna Rasa di daerah kepala

Pada bagian kepala terdapat 4 medan makna rasa yang dirasakan yaitu antara lain sebagai
berikut

1) Mirdong ; Keadaan Kepala pusing karena demam atau kebentur benda yang keras.
Contoh kalimat ; Mirdong Ulu ku ala attuk tu hau .(Pusing kepalaku karena terbentur
kayu.)
2) Mangaring-ringi ; Rasa panas pada kepala karena terkena sinar matahari atau
mengalami sakit yang cukup parah. Contoh Kalimat ; Mangaring-ringi ulu ku ala
hona las niari.(Kepala ku panas karena terkena sinar matahari.)
3) Mallitik-litik ; Rasa sakit pada kepala seperti digelitiki sesuatu atau di pukul pukul
oleh benda yang kecil. Contoh Kalimat : Mallitik lirik ulu ku alani namarsahit on.

41
4) Tok ulu : Rasa sakit pada kepala karenaa terkena hujan, atau karena banyak pikiran.
Contoh Kalimat; Tok ulukku mamingkiri Ujian on.

B. Medan Makna rasa pada Pada Kaki dan tangan


1) Ngilut ; Rasa pegal pada kaki atau tangan Ketika melakukan aktifitas yang berat atau
juga dapat di sebabkan karena terbentur benda yang keras. Contoh Kalimat ; Ngilut
hian pat hu ala marbola nangkaningan di lapangan sikkola.(Pegal-pegal kaki ku
karena bermain bola tadi di lapangan sekolah)
2) Mangamppir : Rasa kebas pada kaki dan tangan karena terlalu lama duduk atau
tangan yang kecapean. Contoh Kalimat ; Mangampir tangan ku alana palelenghu
didondoni Imana.(Tanganku kebas karena kelamaan di tindih dia)
3) Sigurbakon : Rasa sakit pada tangan atau kaki karena mengalami bengkak daan
bernanah.
4) Manorus : Rasa dingin pada kaki dan tangan secara berlebihan karena terlalu lama
berada di dalam air atau menyentuh air. Contoh Kalimat : Manorus pat hu alana
paleleng hu di aek.(Kaki ku dingin sekali karena terlalu lama didalam air.)

C. Medan makna rasa pada Tubuh


1) Gale ; Rasa lemas pada tubuh karena kecapean atau dalam keadaan sakit. Contoh
kalimat ; Gale daginghu alana palojahu nakarejoi (Lemas badan ku karena terlalu
lelah bekerja.)
2) Ngalian ; Rasa dingin pada tubuh karena suhu ruangan yang dingin. Contoh kalimat ;
Ngalian au ala Maridi udan(Kedinginan aku karena mandi hujan)
3) Rasa-rasaon : Rasa gatal pada tubuh yang berlebihan. Contoh Kalimat : Rasa-rasaon
au alana hona binsusur(Aku merasa gatal karena terkena ulat bulu)

1. Banggor : Rasa Demam pada tubuh.

2. Manghitiri : Rasa sakit pada tubh karena kedinginan sampai gemetaran.

3. Lambok : Rasa nyaman dan segar pada sekujur tubuh.

D. Medan Makna Rasa pada perut

42
1. Mamulosi : Rasa sakit pada perut karena ingin Buang air besar

2. Pusokon : Rasa sakit pada perut karena makan yang berlebihan dan makan yang
tidak sehat.

3. Ampiluluson : Rasa sakit pada perut karena terlalu lelah bekerja.

4. Male : Rasa sakit pada perut karena lapar

E. Medan Makna Rasa pada bagian-bagian mulut

1. Tukkolon : Rasa sakit pada gigi yang bengkak atau berlubang

2. Singot-ngoton : Rasa sakit pada gigi seperti ditarik-tarik

3. Madede ; Air liur pada mulut yang berlebihan sehingga keluar dari mulut.

Dapat disimpulkan bahwa rasa enak dan tidak di rasakan tubuh manusia bisa berbeda
pengucapannya dan maknanya jika disesuaikan dengan penyebab rasa sakit dan konteksnya.
Seperti

43
WARNA ULOS SEBAGAI MEDAN MAKNA LEKSIKAL:

STUDI KASUS SUKU BATAK TOBA

(Penulis: Rina Silvia Panjaitan)

Ulos adalah kain tenun tradisional yang menjadi warisan budaya dari masyarakat suku
Batak di Sumatera Utara. Ulos memiliki nilai sakral dan simbolis bagi suku batak. Ulos juga
digunakan sebagai media komunikasi dan ekspresi sosial, baik dalam acara-acara adat.
Adapun aspek menarik dari ulos yaitu penggunaan warna-warna yang mencerminkan makna
dan pesan tertentu. Warna-warna ulos tidak sembarangan dipilih, melainkan memiliki dasar
filosofis dan kultural yang kuat. Warna-warna ulos juga berbeda-beda antara sub-suku Batak
yang beragam. Warna-warna ulos didalam suku Batak Toba mempunyai makna leksikal yang
berbeda-beda tergantung pada konteks penggunaan, jenis ulos, motif ulos, dan kombinasi
warna.

Secara umum, warna-warna ulos dalam suku Batak Toba dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:

1) Warna-warna dasar, yaitu warna-warna yang paling sering digunakan dalam ulos
dan memiliki makna yang paling mendasar. Warna-warna dasar ini adalah hitam,
putih, dan merah. Warna hitam disebut dengan istilah "sibolang" atau "sibolang
rasta", yang berarti kepemimpinan, kekuasaan, kebijaksanaan, dan keteguhan hati.

44
Warna putih disebut dengan istilah "sibunga umbasang" atau "sibunga simpar",
yang berarti kesucian, kejujuran, kesetiaan, dan kebahagiaan. Warna merah disebut
dengan istilah "sirara" atau "sirara ganjang", yang berarti keberanian, semangat,
darah, dan kehidupan.
2) Warna-warna turunan, yaitu warna-warna yang berasal dari campuran warna-
warna dasar atau dari bahan-bahan alami yang digunakan sebagai pewarna. Warna-
warna turunan ini adalah kuning, hijau, biru, cokelat, dan ungu. Warna kuning disebut
dengan istilah "sibunga marboru", yang berarti kecantikan, kekayaan, kemuliaan,
dan kecerdasan. Warna hijau disebut dengan istilah "sibunga mangiring", yang
berarti kesuburan, kesehatan, kedamaian, dan harapan. Warna biru disebut dengan
istilah "sibunga marbuni", yang berarti keindahan, kelembutan, kesetaraan, dan
kebebasan. Warna cokelat disebut dengan istilah "sibunga marhuta", yang berarti
kearifan, ketabahan, kesederhanaan, dan keterikatan dengan alam. Warna ungu
disebut dengan istilah "sibunga marpangir", yang berarti keagungan, kehormatan,
kebanggaan, dan kekuatan.
3) Warna-warna tambahan, yaitu warna-warna yang jarang digunakan dalam ulos
atau yang merupakan hasil dari perkembangan zaman dan pengaruh budaya lain.
Warna-warna tambahan ini adalah oranye, pink, abu-abu, dan emas. Warna oranye
disebut dengan istilah "sibunga marhite", yang berarti kegembiraan, kreativitas,
optimisme, dan keberuntungan. Warna pink disebut dengan istilah "sibunga
marpanggabean", yang berarti kelembutan, kasih sayang, romantisisme, dan
kebahagiaan. Warna abu-abu disebut dengan istilah "sibunga marpangaribuan",
yang berarti ketenangan, keseimbangan, netralitas, dan kebijaksanaan. Warna emas
disebut dengan istilah "sibunga marpangulu", yang berarti kemegahan,
kemewahan, kejayaan, dan keabadian.

Selain makna leksikal, warna-warna ulos dalam bahasa Batak Toba juga memiliki makna
pragmatik yang berkaitan dengan fungsi dan tujuan penggunaan ulos dalam berbagai acara
adat. Misalnya :

1. Warna hitam, putih, dan merah, sering digunakan dalam ulos yang diberikan
kepada orang yang meninggal, seperti ulos antakantak, ulos ragi hotang, dan ulos
sibolang rasta pamontari, yang memiliki makna menghormati arwah, menghibur
keluarga, dan mendoakan keselamatan.
45
2. Warna kuning, hijau, dan biru, sering digunakan dalam ulos yang diberikan
kepada orang yang menikah, seperti ulos bintang maratur, ulos bolean, dan ulos
mangiring, yang memiliki makna memberikan berkat, harapan, dan kebahagiaan.

3. Warna cokelat, ungu dan emas, sering digunakan dalam ulos yang diberikan
kepada orang yang memiliki prestasi, seperti ulos pinuncaan, ulos simarinjam
sisi, dan ulos suri-suri ganjang, yang memiliki makna mengapresiasi, menghargai,
dan mengagumi.

4. Warna oranye, pink, dan abu-abu, jarang digunakan dalam ulos, tetapi dapat
ditemukan dalam ulos yang dibuat dengan bahan sintetis atau dengan motif
modern, yang memiliki makna menyesuaikan, menarik, dan mengekspresikan diri.

Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa warna-warna ulos tidak hanya
memiliki makna denotatif, tetapi juga memiliki makna konotatif yang berkaitan dengan nilai-
nilai budaya, adat, dan agama masyarakat suku Batak Toba. Warna-warna ulos juga memiliki
makna fungsional yang berkaitan dengan jenis, motif, dan penggunaan ulos dalam berbagai
acara adat. Warna-warna ulos merupakan salah satu unsur yang membuat ulos menjadi kain
tenun yang kaya akan makna dan pesan, serta menjadi warisan budaya yang harus
dilestarikan dan dikembangkan.

46
MEDAN MAKNA LEKSIKAL KEGIATAN PERTANIAN DALAM
MEMANEN PADI DI DAERAH DOLOK SANGGUL

(Penulis: Tetty Mayarni Lumban Gaol)

Bahasa merupakan komponen penting dalam suatu negara. Selain sebagai alat
komunikasi, bahasa merupakan bagian dari kebudayaan yang memegang peranan penting
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Sumatra Utara, tepatnya di daerah Dolok
Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, bahasa merupakan bagian terpenting dalam
kehidupan masyarakatnya. Di wilayah ini, sebagian besar mayarakatnya menggunakan
Bahasa Batak Toba, karena sebagian besar masyarakatnya bersuku Batak Toba. Untuk itu,
dalam kegiatan bertani sekalipun masyarakatnya menggunakaan Bahasa Batak dalam
berkomunikasi dalam kegiatan bermasyarakatnya. Di wilayah yang kaya akan budaya dan
tradisi ini, terdapat beberapa leksem kegiatan pertanian dalam memanen padi di daerah
Dolok Sanggul. Leksem kegiatan pertanian dalam memanen padi di Dolok Sanggul ini
umum digunakan oleh masyarakat yang tinggal daerah tersebut. Kegiatan tersebut umumnya
merupakan seluruh kegiatan memanen padi yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di
Dolok Sanggul.

Berikut merupakan serangkaian medan makan leksikal kegiatan pertanian dalam


memanen padi di daerah Dolok Sanggul:

47
1. Manabi. Di daerah Dolok Sanggul, leksem Manabi mengandung makna kegiatan
memanen padi dengan cara memotong/menyabit tangkai padi dari tanah. Kegiatan ini
biasanya dilakukan untuk mengambil dan memisahkan tangkai padi yang tumbuh dari
tanah, dengan cara menyabit tangkai padi untuk memisahkan antara tangkai padi
dengan pangkal batang padi dengan ukuran minimal satu jengkal dari tanah. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan memisahkan antara tangkai padi dengan butir padi atau
gabah dalam kegiatan mambanting dan mardege.

2. Mangaluhut. Di daerah Dolok Sanggul, leksem Mengaluhut mengandung makna


kegiatan memanen padi dengan cara mengumpulkan tangkai padi yang telah
dipotong, sebagai hasil dari kegiatan manabi pada suatu tempat, sebelum nantinya
akan di pisahkan antara tangkai padi dengan butir padi/gabahnya. Mangaluhut
biasanya dilakukan agar proses pemisahan antara tangkai padi dengan butir padi/
gabah lebih mudah dilakukan dan tidak perlu berpindah-pindah tempat pada setiap
petak sawah. Kegiatan Mangaluhut juga biasanya bermakna kegiatan mengumpulkan
tangkai padi yang belum benar-benar siap untuk dipanen, untuk kemudian diperam
dan dipisahkan antara tangkai padi dan butir padi/gabahnya beberapa hari kemudian
pada proses mambanting dan mardege. Luhutan yang dihasilkan dari kegiatan manabi
biasanya membentuk satu lingkaran silinder, tabung, atau dapat juga dibentuk
memanjang.

3. Mardege. Di daerah Dolok Sanggul, leksem Mardege mengandung makna kegiatan


memanen padi dengan cara menginjak tangkai padi yang sudah dikumpulkan untuk
memisahkan antara tangkai padi dari butir padi/gabah. Kegiatan mardege biasanya
dilakukan dengan cara menginjak sambil menggesek tangkai padi dengan kaki kita,
sepanjang tumit hingga tungkai kaki dengan gerakan memutar hingga menimbulkan
gesekan yang mempu memisahkan antara tangkai padi dengan gabahnya.

4. Mambatting/mambanting. Di daerah Dolok Sanggul, leksem mambanting


mengandung makna kegiatan memanen padi, yakni memisahkan antara tangkai padi
dengan butir padi/gabahnya dengan cara dibanting ke bantingan padi. Bantingan padi
ini biasanya terbuat dari kayu dan bambu yang dibentuk sedemikian rupa untuk
memisahkan antara tangka padi dengan gabahnya.

48
5. Mamurpur. Di Dolok Sanggul, leksem mamurpur mengandung makna kegiatan
memanen padi, yakni memisahkan antara butir padi/gabah yang berisi dan yang
lapung/kosong dengan memanfaatkan angin. Biasanya bulir padi dimasukkan ke
dalam ember/karung dan diletakkan di kepala, kemudian butir padi tersebut di
tumpahkan sedikit demi sedikit, dan dengan bantuan angin, bulir padi yang berisi dan
kosong akan terpisah.

6. Majjomur/manjomur. Di Dolok Sanggul, leksem manjomur mengandung makna


menjemur butir padi/gabah di terik matahari, agar butir padi/gabah yang dipanen
menjadi kering dan siap untuk digiling. Manjomur biasanya dilakukan untuk
membuat tekstur gabah/butir padi menjadi lebih keras, hingga saat pemisahan antara
beras dengan kulit padi /sekam padi, beras tidak akan hancur.

7. Manggiling. Di Dolok Sanggul, leksem menggiling mengandung makna memisahkan


kulit padi/ sekam padi dari isinya yakni beras. Kegiatan ini adalah bagian dari
kegiatan memanen padi dengan cara memisahkan antara sekam padi dengan beras
hingga menghasilkan beras yang dapat dikomsumsi.

Makna leksikal dalam kegiatan pertanian memanen padi di Dolok Sanggul


mencerminkan pentingnya upaya petani dalam mengolah tanah dan mengumpulkan hasil
panen dengan menggunakan alat-alat pertanian dan teknik yang tepat. Kegiatan ini menjadi
salah satu aspek penting dalam menjaga ketahanan pangan dan kehidupan masyarakat di
kawasan Dolok Sanggul.

49
MEDAN MAKNA LEKSIKAL DALAM BAHASA

SEHARI HARI TANJUNG BALAI

(Penulis: Putra Aksido Silalahi)

Medan makna bahasa Melayu pesisir tanjung balai merupakan gabungan dari bahasa
rumpun Melayu yang dituturkan oleh Suku Pesisir. Dialek bahasa Melayu yang dituturkan
oleh masyarakat di Desa Asahan Mati, Desa Bagan Asahan, Desa Bagan Asahan Baru, dan
Desa Bagan Asahan Pekan, Kota Tanjung Balai dan beberapa wilayah di Kabupaten Asahan
Sumatra Utara.Sehingga bahasa pada daerah tersebut bergabung dengan Melayu dan Bahasa
indonesia.

Secara umum,Medan leksikal atau medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang
maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau
realitas dalam alam semesta tertentu dan seperangkat unsur leksikal yang maknanya
berhubungan.kumpulan kata-kata atau frase yang terkait secara semantik atau topik dalam
suatu bahasa atau domain tertentu. Dalam bahasa yang lebih sederhana, medan leksikal
mencakup kata-kata atau istilah yang sering kali muncul bersama-sama.

Medan makna pada analisis semantik unsur leksikal mengacu pada kumpulan unsur
leksikal yang memiliki hubungan makna yang saling terkait. Medan makna ini merupakan
bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan

50
atau realitas dalam alam semesta tertentu. Setiap kata atau unsur leksikal dalam medan
makna memiliki komponen makna yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna
unsur leksikal tersebut.

Medan makna bahasa Melayu pesisir tanjung balai merupakan gabungan dari bahasa
rumpun Melayu yang dituturkan oleh Suku Pesisir. dialek bahasa Melayu yang dituturkan
oleh masyarakat di Desa Asahan Mati, Desa Bagan Asahan, Desa Bagan Asahan Baru, dan
Desa Bagan Asahan Pekan, Kota Tanjung Balai dan beberapa wilayah di Kabupaten Asahan
Sumatra Utara.Sehingga bahasa pada daerah tersebut bergabung dengan Melayu dan Bahasa
indonesia.

Berikut contoh kata Medan makna dalam bahasa sehari hari Tanjung balai :

1. Maleak

Kata maleak dapat diartikan meleleh.tetapi maleak dapat juga diartikan sebagai
memuakkan dengan gaya keperempuan perempuanan.

2. Mangendeng

Kata mangendeng dapat diartikan sebagai orang yang yang numpang makan. Tetapi bisa
juga diartikan seseorang yang numpang makan tanpa di undang.

3. Kilik

Kata kilik dapat diartikan sebagai menggiring bola sendirian tanpa kerja sama dengan tim
dalam permainan sepak bola.

4. Mangulagh (gh=r)

Kata mangulagh dapat diartikan mengelak dari pekerjaan atau tanggung jawab.

5. Tacongang

Kata tacongang dapat diartikan terpanah. Atau dapat juga diartikan sebagai seorang yang
kamgum.
51
6. Manganggahgh (gh=r)

Manganggahgh dapat diartikan menyombongkan diri. Atau dapat juga diartikan sebagai
seorang yang menyombongkan diri terhadap hartanya.

7. Tamonung

Kata tamonung dapat diartikan menghayal atau melamun.

8. Kuagak

Kata kuagak dapat diartikan kurasa, kayaknya, kutaksir.

9. Tacolup

Kata tacolup dapat diartikan terendam.

10. Ambal

Kata ambal dapat diartikan asyik, berulang ulang, sering.

Pemahaman tentang medan makna leksikal membahas tentang serangkaian sekumpulan


komponen yang mempunyai makna pada wilayah suatu kajian yang memiliki keterkaitan
atau saling berhubungan karena medefinisikan suatu kebudayaan ataupun realitas kehidupan
alam.Kesimpulan dari konsep medan makna adalah bahwa arti suatu kata, frasa, dan konsep
tidak tetap dan dapat bervariasi tergantung pada konteks di mana mereka digunakan.

52
MEDAN MAKNA RASA SAKIT DALAM BAHASA

BATAK SIMALUNGUN

(Penulis: Lisfa Agustin Girsang)

Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan yang menyebabkan indonesia
mempunyai berbagai macam bahasa yang digunakan oleh masyarakyat dalam
berkomunikasi, yang dimana setiap Bahasa itu memiliki struktur,ciri khas dan kompenen
pembentuk yang berbeda. Hal-hal yang menjadi pembeda antara Bahasa yang satu dengan
yang lain dan menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji oleh peneliti. Dalam semantik
yang merupakan cabang dari ilmu linguistik terdapat sebuah teori tentang Medan Makna
yang dimana medan makna ini adalah sebuah bagian dari sistem semantik Bahasa yang
menggambarkan bidang kehidupan di suatu lokasi tertentu.

Bagian kehidupan ini bisa berupa cara mengungkapkan keadaan, aktivitas yang
dilakukan, benda yang digunakan sehari-hari dan proses untuk melakukan sesuatu. Dalam
penelitian ini akan mengkaji tentang Medan Makna Rasa yang termasuk dalam bagian medan
makna keadaan. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan dan mengklasifikasikan medan
makna rasa dalam Bahasa Batak Simalungun.Rasa yang dimaksud adalah penggunaan
leksem-leksem yang dapat mengungkapkan rasa sakit yang dialami oleh tubuh. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, yang dimana setiap leksem-leksem
53
yang telah dianalisis dan dikelompokkan akan di jelaskan secara rinci maknanya dalam
Bahasa Indonesia.

Bahasa Batak Simalungun merupakan Bahasa yang digunakan oleh masyarakyat yang
tinggal di kabupaten simalungun yang digunakan masyarakyat untuk berkounikasi sehari-hari
dan untuk acara adat. Peneliti tertarik untuk mengkaji medan makna rasa dalam Bahasa
Batak Simalungun yang terdapat di beberapa daerah ini, namun lokasi dalam penelitian ini
adalah Kabupaten Simalungun tepatnya di Kecamatan Silimakuta Barat. Peneliti akan
mengkaji leksem-leksem yang dapat mengungkapkan rasa sakit yang dialami oleh tubuh
manusia.

Berikut penggunaan Bahasa Silamumgun untuk rasa sakit

1. Minggot

Minggot merupakan rasa pusing di kepala

Contoh kalimatnya: minggot hu ahap mamikiri jumaku (pusing kurasa karena


memikirkan ladangku)

2. Peliansaon

Peliansaon adalah sakit kepala karena flu

Contoh kalimatnya: peliansaon au halani hona udan (pusing aku karena kena hujan)

3. Mangayot

Mangayot merupakan rasa sakit karena ngilu atau kecapean

Contoh kalimat: mangayot ganub dagingku (ngilu semua badanku)

4. Mangappir

Mangappir merupakan rasa sakit di tangan maupun kaki karena kebas

Contoh kalimatnya: mangappir tanganku alani hu dondoni ( kebas tanganku karena ku


timpa)

5. Butong

54
Butong merupakan sakit karena bengkak pada tangan maupun kaki dan terdapat nanah
didalamnya

Contoh kalimatnya: Butong nahehu alani tarsipak au batu (bengkaka kakiku karena
tertendangku batu)

6. Mangilu/Mabargoh

Rasa ngilu karena terkena atau berada dalam air terlalu lama

7. Tarngurngur

Tarngurngur merupakan sakit pada hidung atau mimisan

Contoh kalimat: tarngurngur au halani hona milasni ari (mimisan aku karena kena panas
matahari)

8. Male

Rasa sakit pada perut Karena lapar

Contoh kalimat: male tumang bultokhu

9. Mabosurtu

Rasa sakit pada perut Karena kebanyakan makan

Contoh kalimat: mabosurtu au halani jagal ikan Nami (kekenyangan aku karena daging
ikan kami)

10. Gulokon

Gulokon merupakan rasa sakit pada gigi karena gigi busuk atau berlubang

Contoh kalimat: gulokon miponku halani magokhu mangan coklat (berlubang gigiku
Karena kebanyakan makan coklat)

11. Maritop

Maritop merupakan rasa gatal pada kulit

Contoh kalimat: maritop bohihu halani ramuk-ramuk (gatal mukaku karena ualat bulu)

55
12. Pinengeon

Pinengeon merupakan sakit pada bagian pinggang

Contoh kalimat : Mahasit pinengku halani mabbalik ( sakit pinggang ku karena


mencangkul)

13. Tapirasrason

Merupakan rasa sakit pada mata karena mata mengalami bengkak

Lokasi yang dipilih peneliti dalam kajian ini adalah Kabupaten Simalungun tepatnya di
Kecamatan Silimakuta Barat. Penelitian ini memiliki maksud dan tujuan untuk menentukan
dan mengklasifikasikan medan makna Rasa Dalam Bahasa Batak Simalungun. Rasa
yangdimaksud dalam penelitian ini adalah penggunaan leksem leksem yang mengungkapkan
rasa pada tubuh dalam Bahasa Batak Simalungun rasa yang tidak enak didasarkan pada
lokasi tertentu, yang dimana lokasi tersebut terkena rangsangan membentuk medan makna
yang memiliki komponen makna yang umum.

56
MEDAN MAKNA LEKSIKAL BAHASA ANGKOLA

DI TAPAN ULI SELATAN

(Penulis: Merina Hutagaol)

Bahasa Batak Angkola merupakan Bahasa yang digunakan oleh Masyarakat yang tinggal
di kabupaten Padang Sidempuan yang digunakan Masyarakat untuk Berkomunikasi sehari-
hari dan untuk upacara acara adat. Peneliti tertarik untuk mengkaji medan makna rasa dalam
Bahasa Angkola yang terdapat di beberapa daerah, namun lokasi dalam penelitian ini adalah
Kabupaten Padang Sidempuan kecamatan Batang Toru(Sipirok). Peneliti akan mengkaji
Bahasa sehari pada masyarakat setempat.

Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan yang menyebabkan
Negara kita mempunyai berbagai macam bahasa yang digunakan oleh Masyarakat dalam
berkomunikasi, di mana setiap Bahasa itu memiliki Ciri, khas dan Cara. pembentuk yang
berbeda. Hal-hal yang menjadi pembeda antara Bahasa yang satu dengan yang lain dan
menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji oleh peneliti. Dalam semantik yang merupakan
cabang dari ilmu linguistik terdapat sebuah teori tentang Medan Makna yang di mana medan
makna ini adalah sebuah bagian dari sistem semantik Bahasa yang menggambarkan bidang
kehidupan di suatu lokasi tertentu.

Seperti Contoh:

1) Abit = kain sarung

2) Alak = orang

3) Ambeng = kambing

4) Bujing-bujing = anak gadis

57
5) Hanganguas = kehausan

6) Amanta = ayah

7) Dosik = suitan

8) Kupiah = peci

9) Lagut = kumpul

10) Markancit = menderita/susah

Bahasa batak Angkola merupakan bahasa perpaduan atau memiliki kerabat terdekat
antara nya Simalungun,Toba Mandailing. Akan tetapi bahasa Angkola merupakan bahasa
yang penutur nya menggunakan pengucapan yang sangat lembut berbeda pada bahasa batak
Toba pada umum nya mulai dari penulisan hingga cara pengucapan nya tidak berbeda sama
sekali.

Perbedaannya terletak pada kata yang berbeda satu dua huruf, yaitu bergantinya suatu
konsonan pada suatu kata tetapi tidak mengubah maknanya. Contohnya, kata “tangkas”
dalam bahasa Mandailing yang bermakna “jelas”, dalam bahasa Angkola berubah menjadi
“takkas” yang juga bermakna “jelas”.

58
PEMAKNAAN MITOS DI DAERAH SAMOSIR

(SEMANTIK LEKSIKAL)

(Penulis: Enjelina Situmorang)

Kabupaten samosir Merupakan sebuah pulau yang terletak di Sumatera Utara. Kabupaten
samosir terdiri dari 9 kecamatan dan 128 desa, mayoritas penduduk kabupaten samosir
merupakan suku Batak Toba. Pulau samosir ini merupakan tanah adat suku Batak yang sudah
lama ditempati mulai dari nenek moyang. Pulau samosir dikenal dengan ciri khas nya dengan
Adat Batak Toba, dengan budaya khas Batak Toba yaitu Tarian Tor-Tor dengan di iringi alat
musik batak toba. alat musik yang digunakan oleh batak toba yaitu Taganing, Hasapi,
Garattung, sulim/ Seruling, Sarune, Tulila, Ogung, dan lain lain. Pulau Samosir merupakan
salah satu daerah parawisata yang sudah sangat terkenal dan sudah mendunia. Samosir
dikenal dengan nama yang popular saat ini yaitu Negeri Indah Kepingan Surga. Banyak
Turis yang datang dan juga masyarakat Indonesia yang dari luar Sumatera datang jauh jauh
untuk bekunjung ke Pulau samosir.

Kekayaan Alam samosir merupakan suatu hal yang menjadi daya Tarik orang luar hingga
saat ini. Banyak tempat wisata yang banyak diminati orang luar yaitu Karna
Pemandangannya yang sangat memanjakan mata, samosir merupakan sebuah pulau yang
dikelilingi oleh danau yang dikenal dengan Danau Toba. Kabupaten samosir juga memiliki
Mitos. Perlu kita ketahui bahwasanna Mitos merupakan cerita atau narasi tradisional yang
berlatar masa lampau. Hal tersebut mencakup asal usul dan fenomena. Umumnya mitos
bercerita tentang penciptaan alam semesta dan topografinya, seperti apa dunia dan
manusianya, deskripsi bagaimana mitos dan lain-lain.Mitos dapat muncul sebagai
representasi peristiwa sejarah yang dilebih-lebihkan, sebagai alegori atau personifikasi
fenomena alam, atau sebagai penjelasan atas ritual.

59
Biasanya masyarakat samosir menyampaikan pengalaman dan bercerita tentang hal hal
yang dilarang atau tidak boleh dilakukan, para orang tua zaman dahulu juga mencontohkan
karakteristik tertentu, atau diceritakan sebagai pelajaran yang bisa diterapkan kemanapun
melangkah agar selalu berhati hati dan tidak boleh sembarangan ketika dikampung orang,
karna konon katanya banyak hal mistis yang sampai saat ini belum terpecahkan.

Beberapa mitos yang ada dikabupaten samosir yaitu :

1) Unang manapu jabu tikki borngin ( jangan menyapu rumah dimalam hari)

Yang Artinya : Mangambat pasu-pasu. Menurut orang zaman dahulu jika menyapu
rumah dimalam hari akan mengurangi rezeki.

2) Unang marpilipili tikki borngin ( jangan bersiul saat malam hari )

Yang artinya : Ro anon ulok. Menurut orang zaman dahulu jika bersiul dimalam hari maka
akan mengundang Ular.

3) Unang martukol osang (jangan bertopang dagu)

Yang artinya: hatop annon mabalu. Dilarang bertopang dagu. Menurut mitos orang tua
zaman dulu, jika bertopang dagu akan cepat Mabalu/ menjanda dan menduda.

4) Unang mardalan sian siamun ( Dilarang berjalan dari sebelah kanan)

Yang artinya : Marsilaosan annon dohot begu. Menurut mitos orang tua zaman dulu
jika berjalan dari sebelah kanan akan berpapasan dengan Hantu.

5) Dang boi mangalakkai simajujung (Dilarang melangkahi kepala)

Yang artinya : annon gabe peppengon. Menurut orang batak zaman dahulu, jika
melangkahi kepala maka akan akan menjadi kerdil.

Bidang makna menggambarkan bagian dari budaya dunia tertentu atau bidang realitas
yang merupakan bagian dari sistem semantik yaitu suatu bahasa dan di mana makna
diwujudkan melalui serangkaian item leksikal yang saling berhubungan. Suhardi (2015:104)
mengatakan bahwa medan makna adalah lingkungan, ruang lingkup, lokasi, atau daerah

60
makna. Sejalan dengan pendapat tersebut, Chaer (2014: 315) mengemukakan bahwa medan
makna (semantik domain, semantik field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur
leksikal yang maknannya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang
kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa medan makna
merupakan medan leksikal dari sistem semantik yang mencakup lingkungan, ruang lingkup
dan letak makna, yang menggambarkan bagian dari medan budaya di alam semesta. diwakili
oleh serangkaian item leksikal Hal ini erat kaitannya dengan sistem kebudayaan masyarakat
pemilik bahasa tersebut. Kata atau leksem yang dikelompokkan berdasarkan sifat hubungan
semantiknya, dapat dibagi menjadi dua kelompok: medan kolokasi dan medan himpunan.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa bidang semantik merupakan wujud realitas dari
bidang budaya masyarakat. pentingnya budaya dapat tercermin dalam mitos yang biasanya
dipercaya oleh masyarakat samosir. Dan yang sampai saat ini masih ada beberapa orang di
masyarakat samosir khususnya di suku batak Toba yang masih percaya akan mitos tersebut.

61
MEDAN MAKNA LEKSIKAL DALAM RAGAM BAHASA

PAKPAK DI DAIRI KOTA SIDIKALANG

(Penulis: Lilis Siburian)

Bahasa Pakpak Dairi merupakan alat komunikasi masyarakat suku Batak Pakpak Dairi.
Bila tidak dibina pengembangannya, maka bahasa terse but akan menjadi statis atau hilang.
Oleh karena r itu, bahasa terse but harus dibina dan dipelihara untuk u_saha peles- '
tariannya. Pembinaan tersebut didasarkan, antara lain, atas ket nyataan bahwa bahasa suku
Pakpak Dairi merupakan sebagian dari khazanah kebudayaan Indonesia. Bahasa Pakpak
Dairi dipakai oleh masyarakat suku Pakpak Dairi di daerah Kabupaten Tingkat II Dairi,
Propinsi Sumatera Utara. Daerah tersebut dihuni oleh suku Pakpak Dairi dan masyarakat
pendatang lainnya, yakni suku Karo, Tapanuli, dan Simalungun. Luas daerah Kabupaten
Tingkat II Dairi itu 314.610 hektar dan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan
Karo di sebelah timur, Propinsi Daerah lstimewa Aceh di sebelah barat, Kabupaten Karo di
sebelah utara, dan Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah di sebelah selatan. Daerah
Kabupaten Dairi terdiri atas Keeamatan Kerajaan; Salak, Tigalingga, Sumbul, Taneh Pinem,
Silima Pungga-pungga, Siempat Nempu, dan Sidikalang. Jumlah penduduknya sebanyak
220.438 jiwa.

Bahasa ini sering di pakai oleh warga setempat walau pun komunitas di sana kebanyakan
suku batak toba di kota sidikalang ini acara adat atau pereyaaan yang sering di pakai
adalahadat mereka yang merupakan ciri khas di sana. Misalnya upacara adat mameree cinta
lao, yang masih melekat pada adat ini di masyarakat pakpak dairi tersendiri. Dalam bahasa
yang mereka pakai hanya bahasa mereka saja dariawal acara sampai selesai.

Kata-kata yang di gunakan dalam percakapan pakpak

62
1. Makan ( mangan ) mandi ( maridi ) kapan ( pingan, digan dahari )

2. Sehat, Tuhan memberkati (njuah-njuah)

3. Sapaan untuk orang yang seumuran untuk laki-laki (silih)

4. Sapaan untuk orang yang seumuran untuk perempuan (eda)

5. Saaapan unruk orang yang satu marga yang lebih tua (turang)

Contoh percakapan dalam bahasa pakpak dairi

 Njuah-njuah turang

 Ise gerrarmu turang? (siapa nama mu turang)

 Gerrarku Mbulan (nama ku Mbulan)

 Idike kuta turang (dimana kampung turang/ tempat tinggal)

 I salak tursng (disalak turang)

Bahasa pakpak hampir memiliki kesamaan dalam bahasa batak toba juga seperti yang
telah di jelaskan dia atas walau pun sedikit berbeda tetapi memiliki makna yang sama dan
pengucapan yang berbeda. Suku besar ini mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,
mulai dari Barus di Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kabupaten Dairi, hingga Kabupaten Pakpak Bharat. Secara tradisional bahasa pakpak juga
masih terkenal di kalangan anak muda pakpak dairi walaupun tidak semua walaupun
demikian kalimat dan pengucapan bahasa ini sagat lah menarik untuk di pergunakan.

Ternyata bahasa pakpak juga di prtgunakan di aceh singkil, makna yang terkandung
dalam penerapan makna leksikal yang melekat pada masyaralat pakpak yang memperkuat
erat hubungan baik masyarakat ini antar bahasa maupun berbagai bidang di mana pun.
Ungkapan dan kosakata yang berbeda tidsk membuat masyarakat di sana sangat menjaga dan
menghargai satu sama lain mau itu dengan batak toba,karo yang ada di dairi.

63
MEDAN MAKNA LEKSIKAL MENGAMBIL TANPA ALAT

DALAM BAHASA DAERAH SIPIROK NAULI

(Penulis: Sonia Veronika Simangunsong)

Bahasa adalah sistem komunikasi manusia yang terstruktur, yang dinyatakan melalui
susunan suara atau ungkapan tulis untuk membentuk satuan yang lebih besar, seperti
morfem, kata, dan kalimat. Bahasa terdiri dari tata bahasa dan pemahaman, dan merupakan
sarana utama di mana manusia menyampaikan makna, baik secara lisan maupun tertulis dan
alat komunikasi yang utama bagi manusia yaitu dengan bahasa manusia yang
mengungkapkan ide dan juga gagasannya sehingga terjadi komunikasi antara sesama
manusia. Melalui bahasa segala sesuatu dapat mudah dipahami dan dimengerti sesuai apa
yang dimaksud seseorang dalam berkomunikasi kepada orang lain. Sebab itu, pengetahuan
mengenai bahasa perlu lagi ditingkatkan dalam membina dan mengembangkan bahasa.

Sementara itu, bahasa daerah adalah bahasa yang lazim dipakai di suatu daerah, seperti
bahasa suku bangsa, seperti Batak, Jawa, Sunda, dan lain sebagainya. Bahasa daerah juga
dapat diartikan bagian dari kebudayaan nasional sekaligus kebudayaan daerah. Sebagai
bagian dari kebudayaan nasional, bahasa daerah yang hidup dan berkembang di wilayah
Indonesia harus dipelihara kelestariannya. Bahasa Tapanuli Selatan, kawasan Sipirok Nauli,
adalah dialek Bahasa Batak Angkola. Bahasa ini juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari
dan juga dalam acara adat di wilayah tersebut. Bahasa Batak Angkola sedikit lebih lembut
dibandingkan dengan bahasa Batak Toba, namun orang Batak Angkola lebih mudah
memahami bahasa Batak Toba dan Mandailing dibandingkan bahasa suku Batak lainnya,
seperti Simalungun, Karo, dan Pakpak

64
Medan makna ini juga dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara kata-
kata atau leksem dalam suatu bidang tertentu. Menurut Kridalaksana, medan makna adalah
bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan
atau realitas alam semesta. Medan makna ini dapat diungkapkan melalui komponen makna
yang terdapat dalam kata-kata dalam suatu bidang tertentu. Dalam teori medan makna, kata-
kata atau leksem-nya dikelompokkan berdasarkan makna-makna yang saling terkait.

Sedangkan, Medan makna leksikal adalah kumpulan kata atau leksem yang memiliki
makna yang saling berhubungan karena kehadiran masing-masing dalam konteks yang
serupa. Menurut Ramli Salleh, medan makna adalah “sekumpulan butir leksikal yang
maknanya saling berhubung disebabkan kehadiran masing-masing dalam konteks yang
serupa” Dengan demikian, medan makna leksikal adalah konsep yang penting dalam
semantik untuk memahami bagaimana kata-kata atau leksem-nya saling terkait dalam suatu
bidang kebudayaan atau realitas alam semesta tertentu. Medan makna adalah kata-kata atau
unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan dan berada dalam satu lingkup budaya
atau realitas di alam semesta. Sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, kata tentu
mengandung makna dan setiap kata tersebut dapat dikelompokkan sesuai dengan medan
maknanya.

Berikut Leksem-leksem mengambil dalam bahasa daerah Sipirok Nauli yang


menggunakan tanpa alat yaitu:

 Leksem Mamutik “Memetik” : Leksem Mamutik mempunyai arah mengambil ke


atas, ke bawah dan ke depan. Posisi telapak tangan mengerucut dan ke bawah. Jarak
dekat dan rendah. tanpa alat dengan satu tangan dan dengan dua jari (tangan). Posisi
badan berdiri, jongkok dan membungkuk dan melepaskan buah dari tangka. Leksem
“mamutik” umumnya mengandung makna mengambil atau menarik sesuatu, seperti
buah, bunga, atau objek lainnya. Makna ini dapat bervariasi tergantung pada konteks
penggunaannya dan biasanya ini
Contoh: Saya disuruh memetik oleh ibu

(Au disuru umak mamutik)

65
 Leksem Maraih “Meraih” : Leksem Meraih mempunyai arah mengambil ke atas
dan ke depan. Posisi telapak tangan mengenggam, dan ke bawah. Jarak dekat dan
rendah. Tanpa alat, dengan satu tangan dan dengan lima jari (tangan) Posisi badan
berdiri dan membungkuk untuk menggapai buah. Leksem yang mengandung kata
“meraih” adalah “maraih” itu sendiri. Maraih merujuk pada kegiatan seperti
menyambut, menyukarkan, atau menyelamatkan sesuatu seperti buah, presentasi,
ataupun penghargaan. Contoh: Dia lebih sering meraih juara
(Lebih sering ia maraih juara)
 Leksem Mambuat “Mengambil” : Leksem Mambuat ini memiliki komponen
makna bersifat arah mengambil ke atas, ke bawah, ke depan dan ke belakang. Posisi
telapak tangan mengenggam dan ke bawah. Jarak dekat dan rendah. Tanpa alat
dengan satu tangan, dengan dua tangan dan dengan lima jari (tangan). Posisi badan
berdiri, duduk, jongkok dan membungkuk. Sasaran benda, hewan dan manusia.
Ukuran besar, kecil dan sedang. Jumlah satu dan beberapa untuk keperluan tertentu.
Leksem yang mengandung kata “mambuat” adalah “mengambil” Kata ini digunakan
dalam konteks pengambilan.
Contoh: Saya disuruh ambil uang abang

(Au disuru mambuat hepeng ni abang)

 Leksem Maniop “Menggenggam” : Leksem Maniop mempunyai arah mengambil


ke bawah dan ke depan. Jarak dekat dan rendah. Tanpa alat dengan satu tangan dan
lima jari (tangan). Untuk menjaga agar tidak tercecer. Leksem yang mengandung kata
“maniop” adalah “menggenggam” Kata ini mengacu pada kegiatan seperti
menyambut, menyukarkan, atau menyelamatkan sesuatu.
Contoh: Genggam surat-surat itu biar tidak tercecer

(Tiop surat-surati aso unang tercecer)

 Leksem Cicip “Mencicipi/mencolek” : Leksem Cicip mempunyai arah mengambil


ke bawah dan ke depan. Posisi telapak tangan ke bawah. Jarak dekat dan rendah.
Tanpa alat dengan satu tangan dan satu jari (tangan). Posisi badan berdiri, duduk, dan
jongkok tujuannya itu untuk dimakan ataupun bisa dikatakan untuk membatasi yang
dimakan. Leksem yang mengandung kata “cicip” adalah “mencicipi/mencolek” kata
ini mengandung makna mengambil atau mencolek seperti makanan.
66
Contoh: Jangan di colek kue itu

(Unang cicip kue i)

Dalam bahasa daerah Sipirok Nauli, terdapat fenomena medan makna leksikal yang
terjadi tanpa alat. Fenomena ini mengacu pada penggunaan kata-kata yang secara leksikal
dapat diartikan sebagai “mengambil tanpa alat” dalam konteks tertentu. Contohnya adalah
penggunaan kata “mambuat” yang secara leksikal berarti “mengambil” namun digunakan
dalam konteks yang lebih luas, seperti “ mambuat hepeng ” yang berarti “mengambil uang”.

Hal ini menunjukkan kompleksitas dan kekayaan makna dalam bahasa daerah Sipirok
Nauli, di mana kata-kata dapat memiliki makna yang sangat spesifik dalam konteks tertentu.
Dan Makna leksikal mengambil tanpa alat bahasa daerah Sipirok Nauli ini dapat
mencerminkan keindahan dan kekayaan bahasa mereka dan hampir mirip bahasa mereka
dengan suku Batak Toba di daerah tersebut. Seperti Leksem-leksem “ Mamutik “Memetik”,
Maraih “Meraih”, Mambuat “Mengambil”, Maniop “Menggenggam”, Cicip
“Mencicipi/mencolek”

67
MEDAN MAKNA LEKSIKAL ALSINTAN DI KECAMATAN BANDAR
KHALIPAH, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

(Penulis: Melani Agustina Hasibuan)

Medan makna adalah suatu bidang leksikal menurut sistem semantik yang meliputi
ekologi, ruang lingkup, dan tempat yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan
alam semesta dan dilaksanakan oleh sekumpulan unsur leksikal yang berkaitan erat dengan
sistem kebudayaan masyarakat pemilik bahasa itu. Kata atau leksem yang dikelompokkan
menurut sifat hubungan semantiknya dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu medan
kolokasi dan medan set.

Gagasan F. de Saussure dan muridnya C. Bally serta gagasan W. von Humboldt,


Weisgerber dan R.M. Meyer merupakan inspirasi penting bagi J. Trier dalam pengembangan
teori medan makna. J Trier dalam bukunya tentang istilah-istilah ilmiah Jerman, Der
Deutsche Wortschatz im Sinnbezirk des Verstandes (1891), menjelaskan bahwa kosakata
suatu bahasa tersusun rapi dalam bidang-bidang, dan dalam bidang ini setiap unsur yang
berbeda didefinisikan dan diberi batasan yang jelas tidak ada tumpang tindih arti . Ia
mengatakan, medan makna tersusun dalam sebuah mozaik. Setiap bidang makna selalu
dipadukan antar bidang sehingga membentuk satu bahasa yang tidak mengenal tumpang
tindih.

Indonesia merupakan negara agraris, artinya banyak produk pertanian yang dihasilkan di
sana, tentunya Alat dan Mesin Pertanian atau disingkat dengan ALSINTAN sangat
diperlukan untuk memudahkan para petani dalam bertani. Di daerah Tebing Tinggi

68
khususnya di Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdang Bedagai adalah suatu
wilayah yang mayoritas mata pencariannya adalah bertani.

Berikut penjabaran data keseluruhan mengenai Medan Leksikal Alat dan Mesin Pertanian
atau ALSINTAN di Bandar Khalipah Sergai dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Jetor (traktor mini) : Mesin bajak sawah yang digunakan untuk mengolah tanah
sebelum menabur benih padi.

2. Rotari : Jenis traktor beroda 4 digunakan untuk mencacah tanah dan membolak-
balikan tanah. Rotari hampir sama dengan jetor, rotari adalah versi terbaru dari mesin
jetor.

3. Sisir (garu sisir) : alat pengolah tanah setelah menggunakan jetor guna untuk agar
tanah yang berbentuk bongkahan dan keras dapat gembur. Sisir ini digunakan
bersamaan dengan jetor.

4. Geledek : Papan panjang yang satukan pada mesin jetor digunakan untuk meratakan
lahan pertanian.

5. Cangkul : Salah satu alat pengolah tanah tradisional terbuat dari kayu dan besi yang
digunakan oleh petani untuk membajak sawah, membersihkan hama pada padi.

6. Tajak (cangkul mini) : Alat tradisional yang digunakan untuk membersihkan rumput
liar kecil yang mengganggu tanaman padi.

7. Parang : Pisau panjang digunakan untuk membersihka rumput.

8. Garpu : Digunakan untuk mengumpulkan jerami sisa panen padi sebelum dibakar,
karena jerami yang sudah dibakar dapat menyuburkan tanah.

9. Sasabi (sabit): Benda tajam berbentuk bulan sabit yang digunakan untuk memotong
padi pada saat panen tiba.

10. Treser : Mesin panen padi yang berguna agar padi atau gabah terpisah dari tangkai
atau jeraminya.

69
11. Odong-odong : Mesin Panen Padi inovasi baru dari mesin treser yaitu alat untuk
memanen padi. Masyarakat Bandar Khalipah umumnya meggunakan odong-odong
ini sebagai mesin panen padi karena akan lebih efektif dan efisien.

Berdasarkan hasil analisis yang peneliti lakukan dari medan makna alat pertanian di
BanKha Serdang Bedagai, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa medan makna
merupakan bentuk realita dari bidang kebudayaan masyarakat. Dengan medan makna suatu
kebudayaan dapat tercermin dari peralatan bertani tradisional maupun modern yang dibuat
untuk membantu meringankan pekerjaan para petani dalam mengolah lahan pertaniannya.

MEDAN MAKNA LEKSIKAL DALAM BAHASA

SEHARI HARI PESISIR SIBOLGA

(Penulis: Nelly Enjelika Panggabean)

Pada umumnya, bahasa daerah yang digunakan di pesisir sibolga yaitu bahasa melayu.
Bahasa melayu merupakan salah satu yang banyak digunakan di Sibolga Sumattera
Utara.Pada penjelasan diatas, ditemukan masalah umum yang akan di analisis pada penelitian
ini, yaitu Medan makna Leksikal dalam bahasa sehari hari pesisir sibolga.

Medan makna bahasa pesisir sibolga yang saya angkat merupakan gabungan dari bahasa
dalam rumpun Melayu yang dituturkan oleh Suku Pesisir yang merupakan penduduk
Tapanuli Tengah dan Sibolga, Sumatera Utara.Bahasa ini terjadi karena sudah banyak
percampuran penduduk kedua suku tersebut. Sehingga bahasa pada daerah tersebut
bergabung dengan Melayu dan Bahasa indonesia. Medan makna menurut kamus (KL: 1997)
adalah kumpulan butir leksikal Yang maknanya saling berhubung kait di sebabkan masing-
masing dalam konteks yang serupa.

Secara umum,Medan leksikal atau medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang
maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau
realitas dalam alam semesta tertentu dan seperangkat unsur leksikal yang maknanya
berhubungan.kumpulan kata-kata atau frase yang terkait secara semantik atau topik dalam
suatu bahasa atau domain tertentu. Dalam bahasa yang lebih sederhana, medan leksikal
mencakup kata-kata atau istilah yang sering kali muncul bersama-sama atau memiliki
hubungan makna yang erat. Medan makna atau medan leksikal adalah seperangkat unsur

70
leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang
kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.

Medan makna adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian
bidang kehidupan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh
seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan, sedangkan komponen makna
adalah satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau ujaran
dalam suatu komunikasi. Kata-kata atau leksem-leksem dalam sebuah medan makna atau
satu medan leksikal,karena menggambarkan bagian dari kebudayaan atau realitas dalam alam
semesta tertentu. Dalam konteks bahasa Indonesia medan makna juga dapat dilihat dari
contoh pengelompokan kata atas kolokasi dan set, yang besar artinya bagi kita dapat
memahami konsep-konsep budaya yang ada dalam satu masyarakat bahasa. Dengan
demikian, medan makna merupakan sebuah konsep penting dalam memahami hubungan
antar kata dan maknanya, serta bagaimana kata-kata tersebut merepresentasikan bagian dari
kebudayaan atau realitas dalam suatu bahasa.

Berikut contoh kalimat Medan makna dalam bahasa pesisir sibolga

1) Pabilo wa’ang pai ka jakarta

Kalimat tersebut dapat diartikan Kapan kamu pergi ke jakarta.atau dapat juga diartikan
seseorang yang ingin pergi ke Jakarta

2) Jangan munak lakeh tasundek

Kalimat tersebut dapat diartikan Jangan kau gampang merajuk

3) Ambo nandak Pai kasikkolah

Kalimat tersebut dapat diartikan sebagai Aku mau pergi kesekolah.

4) Ambo nandak makan nan lamak di pondok Jogja

Kalimat tersebut dapat diartikan Aku mau pergi makan enak ke pondok Jogja.

5) Ala pulang ayah dari lawik

Kalimat tersebut dapat diartikan Sudah pulang bapak dari laut.

71
6) Pabilo ang jadi mangantekkan bini ang tu

Kalimat tersebut dapat diartikan Kapan kau jadi mengantarkan istrimu itu.

7) Calikla rancak Bana padusi nun

Kalimat tersebut dapat diartikan Lihatla cantik kali perempuan itu.

8) Ala lamo ndak basuo Kito

Kalimat tersebut dapat diartikan Sudah lama tidak berjumpa kita.

Kesimpulan dari medan makna leksikal membahas tentang serangkaian sekumpulan


komponen yang mempunyai makna pada wilayah suatu kajian yang memiliki keterkaitan
atau saling berhubungan karena medefinisikan suatu kebudayaan ataupun realitas kehidupan
alam. Maka secara umum dapat disimpulkan bahwa medan makna merupakan bentuk realita
dari bidang kebudayaan masyarakat. Dengan medan makna suatu kebudayaan dapat
tercermin dari bahasa yang digunakan sehari hari.

72
MEDAN MAKNA LEKSIKAL PADA PERALATAN RUMAH TANGGA
ZAMAN DAHULU YANG MASIH DITEMUKAN HINGGA PADA
SAAT INI (DOLOK SANGGUL)

(Penulis: Widyawati Manalu)

Indonesia dengan keragaman budaya dan kekayaan tradisionalnya memiliki keunikan


yang berbeda beda dimulai dengan keindahan pada setiap budaya atau daerah dan bahasa
bahasa yang ada juga. Salah satu warisan budaya yang menakjubkan adalah budaya Batak
Toba.Pada daerah Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki ragam peralatan khas batak
toba yang pada zaman dahulu namun masih ada sampai sekarang dan masih digunakan atau
dipakai masyarakat batak toba terutama pada daerah Humbang Hasundutan.

Berikut contoh contoh peralatan rumah tangga budaya batak toba zaman dahulu yang
masih ada saat ini pada kabupaten Humbang Hasundutan :

1) Panutuan dan Tutu

Panutuan merupakan salah satu peralatan rumah tangga yang masih banyak digunakan
sampai saat di di daerah dolok sanggul.Peralatan ini berfungsi untuk menghalus
cabe,tomat,bawang dan bahan bahan masakan lainnya.

2) Losung dan Andalu

Losung merupakan peralatan rumah tangga yang berfungsi untuk menghaluskan berbagai
jenis bahan makanan seperti ombu ombu atau kelapa gongseng,kemudia bisa juga digunakan
untuk menghaluskan daun singkong atau ubi tumbuk sebagai sayur.Andalu merupakan

73
pasangan dari losung sebagai alat yang digunakan untuk menumbuk bahan bahan
makanan,bentuknya seperti tongkat besar yang terbuat dari kayu.

3) Hurhuran

Hurhuran merupakan peralatan rumah tangga yang masih mudah ditemukan sampai saat
ini didaerah dolok sanggul,fungsinya digunakan sebagai memarut kelapa.

4) Dandang

Dandang merupakan peralatan yang kerap ditemukan pada acara pesta pesta adat batak
yang fungsinya untuk memasak nasi dalam jumlah yang banyak.

5) Sakkalan

Sakalan merupakan peralatan yang masih digunakan saat ini pada daerah dolok
sanggul,sakkalan ini,alas yang digunakan untuk memotong bahan bahan makanan seperti
daging,sayur sayuran dan bahan makanan lain

Berdasarkan pembahasan yang dijelaskan diatas mengenai makna leksikal Peralatan


rumah tangga budaya batak toba zaman dahulu pada kabupaten Humbang a Hasundutan ada
5 contoh peralatan yang dijelaskan. Makna leksikal yang terdapat atau yang diperoleh bahwa
peralatan rumah tangga batak toba yang zaman dahuluu masih ditemukan saat ini dan masih
digunakan dan terdapat keunikan nama peralatan tersebut pada daerah Humbang
Hasundutan.

74
MEDAN MAKNA LEKSIKAL DALAM BAHASA SEHARI-HARI

DI KOTA MEDAN

(Penulis: Riska Ratnasari Siregar)

Medan makna adalah bagian dari semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari
bidang kebudayaan oleh unsur kata yang maknanya berhubungan.Teori medan makna fokus
pada hubungan makna suatu kata dengan sejumlah kata lain membentuk kelompok kata
dalam satu medan makna tertentu.Dalam medan makna suatu kata terbentuk oleh hubungan
makna kata tersebut dengan kata lain yang terdapat dalam medan makna itu. Dalam analisis
leksikal bahasa Indonesia teori medan makna digunakan untuk memahami struktur makna
setiap kata sehingga diketahui perbedaan arti leksikal tiap-tiap kata.

Kota medan sebagai ibu kota provinsi sumatera utara memiliki bahasa sehari-hari yang
dipengaruhi oleh beragam bahasa dan dialek seperti Melayu.Dialek Medan memiliki
kosakata dan lafal khas yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari di luar rumah,
termasuk dalam ranah keluarga dan pasar.Contoh beberapa kosakata dalam bahasa sehari-
hari Medan antara lain "cemana" yang berarti "bagaimana", "weh" yang digunakan untuk
menyapa teman, dan "kau" yang lebih sering digunakan daripada "kamu".Selain itu, bahasa
Medan juga memiliki variasi baru yang terus berkembang, namun tetap diwajibkan pada
bahasa Indonesia.

Bahasa sehari-hari kota Medan memiliki ciri khas tersendiri.Medan makna sehari-hari
melibatkan penggunaan kata dan frasa yang berbeda dari yang digunakan di Iuar Sumatera.

Contoh medan makna sehari-hari di Kota Medan:


75
1. Kata Cemana yang merupakan singkatan dari macam mana atau bagaimana

2. Kata Kekmana yang mirip dengan cemana

3. Weh yang berarti guys atau teman-teman

4. Kata kau yang lebih sering digunakan kamu

5. Kata Kelen yang merupakan kalian

6. Kata Palak yang berarti kesal

7. Kata Pajak yang berarti pasar

8. Kata kereta yang berarti sepeda motor

9. Kata recok yang berarti bising

Selain itu, beberapa kata lain juga memiliki makna yang berbeda di kota medan seperti
kata pukimak yang memiliki arti tidak baik yang artinya kemaluan perempuan berbeda
dengan kota sidimpuan kata bujang merupakan anak gadis sama seperti kata bodat yang
berarti monyet dan lontong yang memiliki makna yang kasar.

Medan makna dalam kehidupan sehari-hari adalah bagian dari sistem semantik bahasa
yang menggambarkan bagian bidang kehidupan oleh elemen kata yang maknanya
berhubungan. Medan makna dapat diartikan sebagai lingkungan, ruang lingkup, lokasi, atau
daerah makna yang menunjukkan bagian dari bidang kebudayaan oleh kumpulan unsur
leksikal yang berkaitan erat dengan sistem kebudayaan masyarakat pemilik bahasa itu.
Dalam pengajaran kosakata, medan makna dapat digunakan untuk mengasosiasikan pokok
bahasan dengan beberapa kata yang menjadi penutupnya atau yang berhubungan secara
semantik.Dengan demikian medan makna merupakan konsep penting dalam studi semantik
bahasa membantu dalam memahami hubungan makna antar kata-kata dalam suatu bahasa.

76
MEDAN MAKNA RASA SAKIT PADA TUBUH MANUSIA

DALAM BAHASA NIAS

(Penulis: Wiwin Karlina Zalogo)

Semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda


yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya
terhadap manusia dan masyarakat. Medan makna adalah bagian dari sistem semantik bahasa
yang mengambarkan bagian bidang kehidupan atau realitas dalam alam semesta tertentu
yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan.

Medan Makna yang saya angkat adalah medan makna dalam Bahasa Nias. Bahasa Nias
merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat dari Pulau Nias dalam Bahasa sehari-
hari maupun pada acara-acara adat. Oleh karena itu perlu kita ketahui bahwa medan makna
dapat membantu kita untuk memahami berbagai bahasa dan dapat membantu kita dalam
memahami kata-kata yang ada disekitar kita. Berikut contoh kata dalam Bahasa Nias beserta
artinya.

1) Afökhö Högö

Kata afökhö artinya “sakit” sedangkan kata högö arti nya adalah kepala,maka dapat
diartikan yaitu “sakit kepala” .Jadi arti nya adalah rasa sakit yang di rasakan manusia pada
bagian kepala. Dapat juga di artikan yaitu pusing,oyong pada kepala.

2) Afökhö Nife

77
Kata “afökhö” arti nya “sakit” sedangkan kata “nife” arti nya adalah gigi,maka dapat
diartikan kata “Afökhö nife” adalah sakit pada bagian gigi manusia.

3) Afökhö Hörö

Kata “afökhö” arti nya “sakit” sedangkan kata “Afökhö hörö” arti nya adalah mata, maka
dapat diartikan kata ”Afökhö hörö” adalah sakit pada bagian mata manusia.

4) Afökhö Ikhu

Kata “afökhö” artinya “sakit” sedangkan kata “Ikhu” arti nya adalah “hidung”,maka
dapat diartikan sakit pada bagian hidung.

5) Afökhö Dödö

Kata “afökhö” artinya “sakit” sedangkan kata “dödö” artinya “hati” maka dapat diartikan
yaitu “sakit hati” yang dirasakan pada dada yaitu bagian hati.

6) Afökhö Imbagi

Kata “afökhö”arti nya “sakit” sedangkan kata “imbagi” arti nya adalah leher,maka dapat
diartikan yaitu sakit pada bagian leher.

7) Afökhö Dalu

Kata “afökhö”arti nya “sakit” sedangkan kata “dalu” arti nya adalah leher,maka dapat
diartikan yaitu rasa sakit pada bagian perut

8) Afökhö Balö Duhi

Kata “afökhö”arti nya “sakit” sedangkan kata “balö duhi” arti nya adalah “lutut”,maka
dapat diartikan yaitu sakit pada bagian lutut.

9) Möfa’aukhu

Kata “möfa’aukhu”arti nya “demam”,maka dapat diartikan bahwa arti dari kata
“möfa’aukhu” adalah demam. Kata demam biasanya rasa panas yang dirasakan pada tubuh
manusia.

10) Abökha Mbewe

78
Kata “abökha mbewe”arti nya “sariawan”,maka dapat diartikan bahwa kata “abökha
mbewe” adalah sariawan. Sariawan biasa nya adalah suatu luka kecil dangkal di dalam mulut
atau di dasar gusi yang rasa nya perih.

Telaah mengenai medan makna “rasa sakit pada bagian tubuh dalam Bahasa Nias” dapat
memberikan pemahaman bahwa medan makna dari rasa sakit pada tubuh yang diteliti dalam
Bahasa Nias dapat memberikan pengetahuan dasar dalam memahami kata-kata yang
terkadung dalam Bahasa Nias. Kita dapat memahami dan mengatahui arti dari rasa sakit pada
tubuh dalam Bahasa Nias.

ANALISIS MEDAN MAKNA LEKSIKAL KATA 'BORU' DALAM


BAHASA BATAK TOBA (LABUHAN BATU SELATAN)

(Penulis: Helperia Sihombing)

Salah satu bahasa daerah yang digunakan oleh suku Batak Toba di Sumatera Utara adalah
bahasa Batak Toba. Bahasa ini memiliki kekayaan leksikal yang mencerminkan budaya dan
adat istiadat masyarakatnya. Salah satu kata yang menarik untuk diteliti adalah kata "boru",
yang memiliki makna leksikal yang beragam dan berkaitan dengan konsep kekerabatan,
peran gender, dan identitas sosial. Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
medan makna leksikal kata "boru" dalam bahasa Batak Toba dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.

Kata "boru" dalam bahasa Batak Toba secara umum bermakna "anak perempuan".
Namun, kata ini juga dapat memiliki makna lain yang lebih spesifik, tergantung pada konteks
penggunaannya. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti kamus,
artikel, dan wawancara, dapat diidentifikasi beberapa makna leksikal kata "boru" dalam
bahasa Batak Toba, yaitu:

1) Anak perempuan pertama dalam dalam sebuah keluarga. Contoh " Boru Buha
Baju" (Anak perempuan ini adalah anak perempuan pertama)
2) Anak perempuan dari orang tua atau saudara laki-laki. Contoh: "Boru ni
naiboruna" (Anak perempuan ini adalah anak dari saudara laki-lakinya).

79
3) Istri dari suami atau saudara laki-laki. Contoh: "Boru ni naiboruna" (Istri ini adalah
istri dari saudara laki-lakinya).
4) Wanita yang belum menikah atau gadis. Contoh: "Boru ni naung marhitei" (Anak
perempuan ini belum menikah).
5) Wanita yang sudah menikah atau perempuan dewasa. Contoh: "Boru ni naung
marhitei" (Perempuan ini sudah menikah).
6) Puteri atau anak perempuan dari raja atau bangsawan. Contoh: "Boru ni raja"
(Puteri dari raja).
7) Gelar kehormatan atau sebutan untuk wanita yang memiliki kedudukan atau prestasi
tertentu. Contoh: "Boru ni dokter" (Dokter wanita).

Dari makna-makna leksikal tersebut, dapat dilihat bahwa kata "boru" memiliki medan
makna yang luas dan dinamis. Medan makna leksikal kata "boru" dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain:

a) Hubungan kekerabatan. Kata "boru" dapat digunakan untuk menyebut wanita yang
memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan orang lain, baik secara vertikal
maupun horizontal. Hubungan kekerabatan ini menunjukkan sistem marga yang ada
dalam masyarakat Batak Toba, yang bersifat patrilineal dan patrilokal. Artinya,
keturunan dan tempat tinggal ditentukan oleh garis keturunan laki-laki .
b) Peran gender. Kata "boru" dapat digunakan untuk menyebut wanita yang memiliki
peran tertentu dalam keluarga atau masyarakat, baik sebagai anak, istri, ibu, atau
pekerja. Peran gender ini menunjukkan adanya pembagian kerja dan tanggung jawab
yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Batak Toba. Secara
tradisional, laki-laki bertugas sebagai kepala rumah tangga, pelindung, dan pencari
nafkah, sedangkan perempuan bertugas sebagai pengurus rumah tangga, pendidik,
dan penjaga adat .
c) Identitas sosial. Kata "boru" dapat digunakan untuk menyebut wanita yang memiliki
identitas sosial tertentu, baik berdasarkan status perkawinan, asal-usul, atau prestasi.
Identitas sosial ini menunjukkan adanya stratifikasi dan diferensiasi sosial yang ada
dalam masyarakat Batak Toba. Secara umum, ada tiga kelas sosial dalam masyarakat
Batak Toba, yaitu raja atau bangsawan, datu atau ulama, dan rakyat biasa. Selain itu,
ada juga perbedaan antara boru asli dan boru hamu, yaitu wanita yang berasal dari
suku Batak Toba atau dari suku lain .
80
Kesimpulan: Kata "boru" dalam bahasa Batak Toba memiliki makna leksikal yang
beragam dan berkaitan dengan konsep kekerabatan, peran gender, dan identitas sosial. Medan
makna leksikal kata "boru" dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti hubungan kekerabatan,
peran gender, dan identitas sosial. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan dan pelestarian bahasa dan budaya Batak Toba, serta memberikan wawasan
bagi pembelajar dan peneliti bahasa lain.

MAKNA LEKSEM DALAM PENGUNAAN BAHASA ACEH

(Penulis: Enjelita Dewi Br Sitorus)

Masyarakat Aceh adalah salah satunya bahasa daerah yang masih hidup Nanggroe Aceh
Darussalam dan sebagian besar masyarakat di daerah Nanggroe Aceh Darussalam sebagai
alatnya mengungkapkan pikiran, perasaan dan kemauannya status bahasa aceh berfungsi
sebagai bahasa daerah lambang kebanggaan daerah, lambang negara identitas daerah dan
sarana komunikasi dalam keluarga dan masyarakat. Menurut Wildan 2005:3-4, Bahasa aceh
selain berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah atau lambang identitas daerah dan alat
komunikasi dalam keluarga dan masyarakat, bahasa Aceh juga berfungsi sebagai pendukung
bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia.

Bahasa merupakan suatu jati diri atau jati diri yang menunjukkan ciri khas seseorang atau
sekelompok orang. Maka tidak heran jika bahasa menjadi identitas yang mudah diketahui
dan dipahami ketika menentukan daerah asal seseorang. Selain itu, bentuk bahasa (intonasi)
menjadi salah satu ciri kelompok masyarakat pesisir dan pegunungan. dan yang membedakan
masyarakat perkotaan dan pedesaan. Ragam adalah suatu bahasa tertentu yang digunakan
dalam kelompok masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut. Sedangkan dialek adalah
aksen atau bahasa yang digunakan di suatu tempat atau daerah yang berbeda dengan bahasa
daerah yang digunakan di tempat lain. Keberagaman dan dialek mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga akan memberikan
dampak positif terhadap pembangunan masyarakat Aceh dan Indonesia. Berikut makna
leksim dalam ragam bahasa aceh:

81
1. Ka lheuh pajôh bu?

Artinya (sudah makan nasi?) pertanyaan ini yang sering digunakan oleh masyarakat aceh
sehari-hari Kamu bisa menjawabnya dengan ka (sudah) atau goh lom (belum).

2. lôn meujak u

Artinya kata ini digunakan saat orang menanyakan kemana tujuan sehingga orang yang
menjawab nya (saya hendak pergi)

3. lôn lakèe meu'ah

Artinya jika kita berbuat salah pada seseorang yang tidak disengaja dapat mengucapkan
( lôn lakèe meu'ah) yang artinya (saya minta maaf).

4. Beutegoh

Ucapkan beutegoh (hati-hati) untuk mengingatkan orang-orang di sekitarmu supaya


selalu menjaga diri di manapun berada.

5. So nan gata/ droë(neuh)?

Saat bertemu dengan orang baru, pastikan kamu tidak lupa untuk menanyakan namanya.
Gunakan kalimat (So nan gata/ droë neuh?)yang berarti (siapa nama kamu?).

Itulah beberapa kalimat sederhana dalam bahasa Aceh yang sering digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Selain dapat membantumu berinteraksi lebih dekat dengan orang
Aceh, Ragam adalah suatu bahasa tertentu yang digunakan dalam kelompok masyarakat
yang menggunakan bahasa tersebut. Sedangkan dialek adalah aksen atau bahasa yang
digunakan di suatu tempat atau daerah yang berbeda dengan bahasa daerah yang digunakan
di tempat lain. Keberagaman dan dialek mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga akan memberikan dampak positif terhadap
pembangunan masyarakat Aceh dan Indonesia.

82
MEDAN MAKNA LEKSIKAL AKTIVITAS KAKI DALAM BAHASA
BATAK TOBA DI SUMATERA UTARA ( KOTA MEDAN )

(Penulis: Elsa Silalahi)

Semua bahasa adalah sistem dengan tingkat keterhubungan tertentu dalam bidang makna,
yang tercermin dalam simbol- simbol bunyi yang bermakna sewenang- wenang yang
dihasilkan oleh alat bicara manusia. Trier ( 1934 dalam Lehrer, 1974) menyatakan bahwa
bahwa teori medan makna adalah teori tentang bidang konseptual yang terkait dengan kosa
kata ( a proposition about konseptually related areas of the kosa kata). Medan makna dapat
digunakan untuk menempatkan medan makna ke dalam kelompok. Dengan kata lain,
kosakata ( atau leksikon) adalah struktur dalam kelompok ide yang dekat satu sama lain.

Dalam hal pemaknaan gagasan, Trier menggunakan metafora mozaik. Isi pengetahuan
atau kognisi manusia dapat dipecah menjadi sejumlah subbidang berbeda yang saling
berdekatan berkat Bahasa ( 19313 dikutip oleh Geeraerts). Ini ada kaitannya dengan ranah
makna. Dalam kajian makna, hubungan antara makna suatu kata dengan makna kata lain
inilah yang memberikan kontribusi dalam pembentukan suatu istilah. Jika arti dari satu kata
diubah, pasti akan menimbulkan efek riak di seluruh bidang makna, menyebabkan arti kata
lain bervariasi juga ( Trier dalam Lehrer, 197416).

Bahasa Indonesia sendiri mempunyai banyak kata yang diterjemahkan menjadi untuk
menunjukkan aktivitas kaki, seperti Contoh menendang, melompat, menendang, tetapi kata
ini sering kali tumpang tindih artinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis komponen
semantik untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara leksem yang satu dengan

83
leksem yang lain. Analisis komponen makna digunakan untuk mengetahui perbedaan makna
antara dua kata atau lebih yang bunyinya sama. Ini dilakukan dengan melihat kamus bahasa
pada arti asli dari dua kata atau lebih yang memiliki arti yang sama.

Dalam bahasa Batak Toba di wilayah Kota Medan, terdapat beberapa contoh medan
makna leksikal alat pertukangan yang menarik untuk diselidiki dalam kajian semantik.
Berikut adalah beberapa contoh:

1. Menendang ( manipak )

Medan makna pertama: aktivitas kaki untuk menendang ke arah keseluruhan Medan
makna kedua: aktivitas kaki untuk mengikutsertakan organ tangan Medan makna ketiga:
aktivitas kaki untuk membuat gerakan yang tidak berulang

2. Melangkah ( mangalangka )

Medan makna pertama: aktivitas kaki untuk melangka ke arah keseluruhan Medan makna
kedua: aktivitas kaki untuk mengerakkan kaki dengan cepat atau lambat Medan makna
ketiga: aktivitas kaki untuk mengikutsertakan organ tangan

3. Memijak ( mandege )

Medan makna pertama: aktivitas kaki untuk mengikutsertakan organ lain yaitu tangan
yang terayun serentak dengan gerakan melompat, serta instrumen yaitu tali/tembok Medan
makna kedua: aktivitas kaki untuk menginteraksi gerakan kaki secara cepat dan kuat . Medan
makna ketiga: aktivitas kaki untuk memijak ke arah bawah

4. Memanjat ( manjangkit )

Medan makna pertama: aktivitas kaki untuk memanjat ke atas, Medan makna kedua:
aktivitas kaki untuk menginteraksi kaki dengan cepat dan kuat. Medan makna ketiga:
aktivitas kaki untuk mengikutsertakan organ lain yaitu tangan serta instrumen yaitu pohon
atau tebing.

84
Dalam kajian semantik, penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengeksplorasi
medan makna leksikal aktivitas kaki dalam bahasa Batak Toba di wilayah Kota Medan.
Penelitian ini dapat melibatkan pengumpulan data dari masyarakat Batak Toba di daerah
tersebut, serta kajian komparatif dengan bahasa Batak Toba di wilayah lain atau bahasa
daerah lain di Indonesia yang memiliki aktivitas kaki yang sama.

PEMAKNAAN MITOS DI KOTA MEDAN

(SEMANTIK LEKSIKAL)

(Penulis: Esramonika Angkat)

Medan makna mitos terjadi di Kota Medan. Kota Medan merupakan salah satu kota
terbesar di Indonesia yang terletak di Provinsi Sumatera Utara. Kota ini memiliki keunikan,
sejarah yang panjang maupun kaya akan budaya serta keindahan alam yang luar biasa. Kota
Medan memiliki beragam-ragam suku yang dapat kita jumpai antaranya Suku Batak Toba,
Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun maupun Nias. Kota Medan terdiri dari 21
Kecamatan dan 155 kelurahan. Di Kota Medan dengan beragamnya suku ini menjadi saling
berinteraksi dan menjaga keharmonisan satu sama lain. Kota Medan memiliki kekayaan akan
budaya misalnya seperti destinasi wisata, kolam renang, maupun tempat pemandian yang
dapat dikunjungi dengan cara membayar uang masuk meskipun beda tempat beda harga uang
masuknya tetapi kita bebas menikmati mapun merilekskan segala penat yang ditubuh dan ada
juga tempat wisata yang tidak membayar uang masuk.

Perlu kita ketahui bahwa di Medan terdapat beberapa mitos yang dimana setiap orang
sangat percaya adanya cerita maupun keyakinan tersebut. Dimana mitos ini merupakan
sebuah cerita yang disampaikan maupun pengungkapan lawan pembicara kepada kita sendiri
tetapi cerita tersebut belum tentu pasti ataupun fakta dan kita percaya akan hal tersebut tanpa
melihat dengan sendirinya. Mitos juga muncul adanya peristiwa yang dilebih-lebihkan,
85
sebagai alegori atau personifikasi fenomena alam, atau sebagai penjelasan atas ritual.
Masyarakat yang berada di Kota Medan bercerita tentang hal-hal yang dilarang atau tidak
boleh dilakukan, karna konon katanya banyak kejadian yang sampai saat ini belum
terpecahkan.

Beberapa mitos yang ada di Kota Medan yaitu :

1. Menyapu rumah tengah malam

Artinya Penduduk Medan zaman dahulu menganggap bahwa menyapu tengah malam
dapat memicu kemiskinan dan dapat membuang rezeki dimalam hari

2. Jika membuat atau menyisakan nasi yang tersisa di periuk maupun magic-com

Artinya Menurut orang zaman dulu jika ada nasi yang sisa akan datang penunggu rumah
untuk makan nasi yang disisakan tersebut

3. Jika ada nasi yang tertinggal di kaki maupun di muka

Artinya Menurut penduduk medan jika ada nasi yang yang tertinggal atau lengket di kaki
maupun muka dapat menyebabkan kutil maupun bisulan

4. Gunting kuku dimalam hari

Artinya Menurut orang zaman dulu potong kuku dapat mendatangkan malapetaka dan
dianggap pamali

5. Menyimpan jam tangan yang sudah rusak dapat menunda datangnya rezeki

Artinya pada saat ini banyak warga percaya bahwa jika dia punya jam tangan langsung
membuang jam tersebut dan menggantikan dengan yang baru

6. Berfoto dalam jumlah yang ganjil

Artinya pada saat berfoto bertiga dapat menyebabkan seseorang ditengah


menggambarkan raut wajah yang seram dan gambar tersebut menjadi blur

7. Duduk di depan pintu

86
Artinya dilarang seseorang untuk duduk di depan pintu karena dipercayai orang itu akan
jatuh sakit karena dipercayai bahwa pintu merupakan tempat yang sering dilalui oleh makhuk
halus

8. Jika duduk dengan posisi tangan berada di bawah dagu

Artinya zaman dahulu menganggap seseorang tersebut duduk dengan posisi berada di
bawah tangan dapat menyebabkan meninggal. Kematian yang terjadi pada manusia hanya
Tuhanlah yang tau kapan saatnya ia untuk dipanggil.

Mitos yang dipercayai oleh warga pada alurnya hanya zaman dahulu nenek moyang saja
yang mengatakan dan menganggap hal seperti itu terjadi, hingga saat ini ada beberapa warga
masih mempercayainya kejadian tersebut tetapi tidak ada sama sekali hasilnya sampai saat
ini dan ini dapat mengganggu aktivitas yang dijalani oleh masyarakat di Kota. Penduduk
tersebut sangat percaya akan ada hal yang belum saja tentu terjadi kepada diri sendiri. Mitos
ini hanya cerita atau kejadian yang tidak terjadi. Kononnya cerita yang disampaikan oleh
setiap orang tidak semua fakta ataupun sekedar menakuti saja.

Bidang makna menggambarkan adanya bagian dari budaya dunia atau bidang realitas
yang disebut bagian dari sistem semantik ialah suatu bahasa dan makna diwujudkan melalui
serangkaian item leksikal yang saling berhubungan, Chaer (2014:315) mengemukakan
bahwa medan makna (semantik domain, semantik field) atau medan leksikal adalah
seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan
bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.

Menurut pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa medan makna ialah medan
leksikal dari sistem semantik yang dapat mencakup lingkungan, ruang lingkup dan letak
makna, yang menggambarkan bagian dari budaya di alam semesta, diwakili oleh serangkaian
item leksikal. Kata atau leksem yang dikelompokkan berdasarkan sifat hubungan
semantiknya, dibagi menjadi dua kelompok yaitu medan kolokasi dan medan himpunan.

Kesimpulan: Dari sini dapat disimpulkan bahwa pada bidang semantik ini menjadi
wujud realitas dari bidang budaya masyarakat, pentingnya budaya dapat tercermin dalam
mitos yang biasanya dipercaya oleh masyarakat medan. Dan yang sampai saat ini ada
beberapa mitos yang masih dipercaya oleh warga medan. Mitos ini hanya cerita atau kejadian
yang tidak terjadi. Kononnya cerita yang disampaikan oleh setiap orang tidak semua fakta
87
ataupun sekedar menakuti saja. Mitos ini dulunya hanya dipercayai oleh nenek moyang saja
tetapi hingga saat ini ada beberapa juga masyarakat yang percaya terhadap kejadian yang
belum tentu saja terjadi. Jika sebelum kita melihat dengan sendirinya secara langsung
ataupun terjadi kepada diri kita sendiri, kita tidak boleh dengan mudahnya percaya akan hal
tersebut.

88

You might also like