Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
KELOMPOK 4
DWI CITRA OKTARA
ZILLA ZOLILA
SUNDARI SAVITRI
DOSEN PENGAMPU:
DR. YURNIWATI, SE. M.Si, Ak, CA
ETIKA DALAM
AKUNTANSI
MANAJEMEN
Standar Kode Etik untuk praktisi Akuntan Manajemen dan Manajemen Keuangan
dibagi menjadi dua bagian:
1. Berisi tuntunan untuk berperilaku etis, singkatnya akuntan manajemen memiliki etika
tanggung jawab dalam empat bidang, yaitu:
a. Mempertahankan kompetensi professional.
b. Menjaga kerahasiaan hal-hal yang sensitif.
c. Mempertahankan integritas.
Etika akuntan manajemen dan akuntan keuangan mencakup empat standard sebagai
berikut:
a. Kompetensi (Competence)
Akuntan manajemen harus menjaga pengetahuan dan keterampilan pada tingkat yang
tepat; mengikuti hukum, aturan, dan standard teknis; dan menyajikan laporan secara jelas dan
lengkap berdasarkan informasi yang terpercaya dan relevan, yang telah dianalisis secara
memadai
b. Kerahasiaan (Confidentiality)
yang disajikannya.
D. Whistle Blowing
Whistle blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa
orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan atau
atasannya kepada pihak lain. Pihak yang dilaporkan ini bisa saja atasan yang lebih tinggi
ataupun masyarakat luas. Rahasia perusahaan adalah sesuatu yang konfidensial dan memang
harus dirahasiakan, dan pada umumnya tidak menyangkut efek yang merugikan bagi pihak
lain, entah itu masyarakat atau perusahaan lain.
Hal ini terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan mengetahui kecurangan
yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya kemudian melaporkan kecurangan
itu kepada pimpinan perusahaan yang lebih tinggi, Contohnya: Kecurangan yang dilakukan
karyawan lain dalam memanipulasi laporan keuangan perusahaan demi kepentingan pribadi.
Motivasi utama dari whistle blowing ini adalah: demi mencegah kerugian bagi perusahaan
tersebut, karena hal tersebut sangat sensitif maka untuk mengamankan posisinya, karyawan
pelapor perlu melakukan beberapa langkah pencegahan, antara lain:
teratasi.
b Kemampuan (capability ). Memiliki kemampuan untuk menyelamatkan keadaan.
c Kedekatan (proximity) . Pelanggaran etika moral terjadi di lingkungan terdekat
dengan tanggungjawabnya.
d Orang terakhir (last resort) . Menjadi satu-satunya orang yang tahu dan memiliki
kemampuan untuk menjadi whistle-blowing.
Empat kondisi tersebut di atas adalah yang ditawarkan oleh Simon, Powers, dan
Gunneman. Masih perlu ditambah satu kondisi lagi, yaitu kemungkinan keberhasilan
CHAPTER 9
ETIKA DALAM AKUNTANSI PERPAJAKAN
A. Pendahuluan
Akuntan pajak mempunyai beberapa tanggung-jawab kepada publik, melalui
pemerintah. Tanggung jawab akuntan pajak adalah bukan untuk suatu kepalsuan dalam suatu
kewajiban pajak, dan sebagai attestor, suatu kewajiban pajak adalah suatu
pernyataan/deklarasi atas sangsi dari kecurangan, dan informasi dari hasil menyajikan
laporan keuangan adalah benar, dan lengkap.
Dalam Laporan keuangan AICPA itu dari Responsibility Tax Preparers (SRTP)
5.05 "Sistem perpajakan penilaian diri sendiri dapat berfungsi secara efektif jika wajib pajak
melaporkan hasil mereka di suatu kewajiban pajak yang benar, mengoreksi, dan melengkapi.
Suatu kewajiban pajak adalah suatu laporan wajib pajak fakta-fakta, dan wajib pajak
mempunyai tanggung jawab akhir untuk posisi-posisi menerima imbal hasil.
5.06 "CPAS menetapakn bentuk cukai atas sistem perpajakan seperti juga kepada klien-klien
mereka. Kedudukan kuat bahwa wajib pajak tidak memiliki kewajiban untuk membayar lebih
banyak pajak dibanding dengan menurut hukum berhutang, dan CPA mempunyai suatu cukai
kepada klien itu untuk membantu dalam mencapai target."
Statements on Standards for Tax Services merupakan pertimbangan etika umum yang
mendasari standar yang dibuat oleh Tax Executive Committee of the AICPA dalam sebuah
pamflet yang bertajuk. Pernyataan ini, yang disebut SSTS, dan interpretasinya menggantikan
SRTP dan interpretasinya sejak 1 Oktober 2000. Yang menarik adalah pada kalimat
pembukaannya: “Standar praktek adalah hallmark dari penyebutan diri sebagai seorang
profesional. Anggota harus memenuhi tanggungjawabnya sebagai profesional dengan
mendukung dan mempertahankan standar yang dengan itu kinerja profesionalnya bisa
diukur”.
Dalam kasus tersebut, indikasi terbaik dari standar etika yang bisa dipenuhi oleh
akuntan pajak bisa ditemukan dalam standar tersebut. Ada 6 (enam) standar yang ditunjukkan
dalam SSTS, yaitu:
1. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi kecuali ada kemungkinan
realistik untuk kebaikan yang berkelanjutan.
2. Seorang akuntan pajak tidak boleh membuat atau menandatangani return jika ini berada
dalam posisi yang tidak boleh disarankan menurut point 1.
3. Seorang akuntan pajak dapat menyarankan sebuah posisi yang menurutnya tidak ceroboh
selama ini bisa didisklosur.
4. Seorang akuntan pajak berkewajiban untuk menasehati klien tentang potensi hukuman di
beberapa posisi, dan menyarankan disklosur.
5. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi yang “mengeksploitasi”
proses seleksi audit IRS atau;
6. Dilarang bertindak sekadar dalam posisi “membantah”.
Menurut standar ini, dikatakan tidak etis bila mengkapitulasi permintaan klien untuk
mengurangi liabilitas pajak klien sebenarnya, karena ketika menandatangani return, anda
berarti menyatakan bahwa return adalah benar, tepat, dan lengkap. Bila menandatanganinya
berarti anda terlibat kebohongan.
Sebuah sistem yang menggunakan self-assessment dan reporting membuat orang
membayangkan tipe pekerjaan yang membuat golf menjadi permainan yang terhormat. Pajak
juga seperti itu. Ini ditentukan oleh self-assessment dan reporting. Dalam konteks tersebut,
sikap fair yang bisa dilakukan setiap orang adalah dengan mengawasi diri sendiri.
Masyarakat kita sering menggunakan sistem kehormatan yang besar dan ini bisa dijalankan
ketika sebagian besar orang diatur oleh sistem kehormatan tersebut.
Ada sesuatu yang berlawanan dengan kejujuran dan kesejahteraan publik saat ada
upaya untuk mengelak dari tujuan hukum spesifik yang memberikan batasan pada klien yang
ingin menghindari pembayaran segmen pajak yang fair . Sistem pajak dapat diselewengkan
oleh akuntan dan perusahaan akuntansi yang menggunakan skema penghindaran-pajak.
Bagian implisit dari semua ini adalah sebuah rekognisi tanggungjawab akuntan dan
perusahaannya untuk mempertahankan kejelasan sistem pajak –u ntuk
menghasilkan keseimbangan antara keuntungan pajak yang diinginkan dan loophole yang
bisa melemahkan
sistem.
Akuntan dan perusahaan akuntansi perlu mengetahui tanggungjawabnya pada
masyarakat besar. Akuntan dan perusahaannya perlu tegas, karena profesionalismenya, untuk
mengikuti jalur etika. Bantuan yang sering digunakan adalah nilai moral personal dan standar
plus sebuah kultur dalam perusahaan yang melarang pelanggaran nilai etika dalam mencapai
tujuan organisasi –s ebuah filosofi manajemen kuat yang mempertegas tindakan etika
dan
komunikasi jelas dari perilaku etika. Dalam situasi ini, bahkan ketika menyebabkan kerugian
klien, akuntan tetap akan melakukan apa yang benar. Ancaman kehilangan lisensi akibat
tindakan tidak beretika adalah sebuah faktor, tapi ini bukanlah faktor primer.
Dari sejumlah tantangan untuk etika, berikut ini adalah yang termasuk peringkat
atas:
a kompleksitas dan perubahan sifat dari hukum pajak;
b keterbatasan waktu untuk praktek;
c pengetahuan tentang hukum pajak yang kompleks;
d tekanan dari klien untuk mengurangi liabilitas pajak;
e dan kurangnya pemahaman klien terkait tanggungjawab profesional dan potensi hukuman
dari akuntan baik bagi praktisi pajak dan pembayar pajak
Crenshaw dalam artikelnya memberikan empat alasan mengapa tax shelter ini
muncul:
1. Ada upaya manajemen korporat untuk mencari cara baru guna mengendalikan biaya
bisnis, dan karena tidak mampu menaikkan harganya, perusahaan mulai mencari cara
untuk memotong pajaknya yang dianggap sebagai biaya.
2. Bertambahnya kerumitan dalam aturan pajak dan dunia keuangan, realita ekonomi akan
seperti deal finansial yang bagus”, kata John E. Chapoton, mantan Assistant Treasury
Secretary dan anggota divisi pajak ABA, yang meminta disklosur perusahaan untuk
menghambat shelter.
yang ada secara serius dan mereview kebijakan profit dengan sarana legal apapun. Selalu ada
tekanan pada akuntan, yang memperhatikan profesionalismenya dan kewajibannya terhadap
publik. Berikut isi dari Statements on Standards for Tax Services (SSTS):
informasi yang dibuat dan harus membuat penelitian wajar jika informasi menjadi tidak
tepat, tidak lengkap atau tidak konsisten” (SSTS). Di sini, kewajiban untuk sistem pajak
menjadi jelas. Preparer akan menandatangani pernyataan yang menguji bahwa informasi
yang terkandung menjadi benar, tepat, dan lengkap menurut pengetahuan preparer.
Konsekuensinya, jika preparer menyimpulkan bahwa karena ketidakkonsistensinya,
informasi menjadi tidak tepat atau lengkap, preparer berkewajiban untuk tidak
menandatangani return.
Pernyataan No.4. Gunakan estimasi:
Ini bukan standar non-problematik. Preparer menggunakan estimasi pembayar pajak jika ini
tidak berpengaruh praktikal dalam memperoleh data dan jika preparer menentukan bahwa
estimasinya sudah beralasan, yang didasarkan pengetahuan preparer.
Jika dalam urusan administratif, preparer menemukan error, preparer harus “meminta
persetujuan pembayar pajak untuk mendisklosur error tersebut kepada otoritas pajak. Bila
tidak ada persetujuan, anggota harus mempertimbangkan penarikan diri dari representasi
pembayar pajak dalam urusan administratif”.
Pernyataan No.8. Bentuk dan Isi dari advis untuk pembayar pajak:
Pernyataan ini tidak menggambarkan bentuk atau isi advis karena kisaran advis begitu
ekstensif dan spesifik menurut kebutuhan setiap pembayar pajak. Apa yang disarankan
adalah bahwa advis ini mencerminkan kompetensi profesional dan memenuhi kebutuhan
pembayar pajak.
Ini menjadi ringkasan standar dari layanan pajak yang oleh AICPA diharapkan
dilakukan oleh anggotanya yang menjadi preparer pajak. Ini adalah standar yang umumnya
bisa diterapkan bagi akuntan pajak dalam sebagian besar negara karena ini menggunakan
prinsip universal tentang perilaku profesional yang benar dalam urusan pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Duska, Ronald Duska, Brenda Shay Duska and Julie Ragatz. 2011. Accounting Ethics. United
Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd.