Professional Documents
Culture Documents
Ebi 11
Ebi 11
20311428
Riba berasal dari kata Ar Roba yang berarti ziyadah atau “penambahan” secara bahasa.
Namun kita tida bisa memahami satu terminology hanya dari segi bahasa, agar pemahaman
kita lebih utuh maka kita perlu definisi secara operasional. Tambahan yang dimaksud dalam
kategori riba adalah tambahan yang terjadi transaksi jual beli dan transaksi hutang.
Tambahan disini masih harus dirinci lagi agar tidak setiap tambahan dalam jual beli dan
hutang dianggap riba. Seperti harga bakso yang lebih mahal di tempat A daripada di tempat
B. Bukan berarti tukang bakso A melakukan riba.
Banyak kasus kesalahpahaman dalam memahami sesuatu karena hanya memaknainya secara
bahasa. Contoh yang paling sering terjadi adalah kesalahan dalam memahami makna bid’ah
yang secara bahasa berarti inovasi atau hal baru namun secara istilah adalah hal baru dalam
agama yang tidak diajarkan. Mereka yang salah paham menganggap bahwa laptop, pesawat,
handphone, dan inovasi-inovasi lainnya yang zaman Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
belum ada adalah bid’ah yang diharamkan. Padahal bid’ah yang dimaksud adalah tambahan
dalam perkara agama seperti shalat dzuhur 5 rakaat, dan sebagainya. Disinilah pentingnya
memahami definisi sesuatu tidak hanya dari segi bahasa namun juga dari segi konteks atau
istilah.
Riba dapat terjadi dalam dua transaksi, yang di dalamnya akan ada pembagiannya masing-
masing, yaitu:
Sebagaimana telah diketahui dan dibahas bahwa Islam mengharamkan riba. Berikut adalah
beberapa dalil tentang haramnya riba.
Dari Jabir radhiyallahu ta’ala ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya dan dua saksinya”, dan Beliau
bersabda, “Mereka itu sama.” (HR. Muslim, no. 4177)
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS. Al-
Baqarah: 275)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ta’ala ‘anhu dari Nabi ShallAllah ta’alau ‘alaihi wa sallam
, Beliau bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!”Mereka (para sahabat)
bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam! Apakah itu?” Beliau menjawab:
Syirik kepada Allâh, Sihir, Membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq,
Memakan riba, Memakan harta anak yatim, Berpaling dari perang yang berkecamuk,
Menuduh zina terhadap
53
wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari
zina.” (HR. al-Bukhari, no. 3456; Muslim, no. 2669)
GHARAR
Menurut Ibnul Qayyim Al Jauziyyah ghoror adalah sesuatu yang tidak diketahui hasil
akhirnya, hakikatnya, dan ukurannya. Contohnya adalah asuransi. Ketika kita membeli
premi asuransi, sebenarnya apa yang kita beli? Bagaimana mengukur jamninannya? Inilah
yang disebut tidak jelas atau diketahui. Kalau ketidakjelasan terjadi di akhir saja, maka ini
disebut gharar kecil dan tidak mengapa karena memang tidak bisa dilepaskan dari sifat
transaksi. Seperti membayat uang kuliah yang hasil akhirnya belum jelas apakah mahasiswa
yang membayar tersebut akan sukses atau tidak. Namun jika ketidakjelasannya terjadi pada
awal-awal, seperti asuransi tadi, tidak jelas apa yang dibeli, maka ini ghoror berat dan
dilarang. Seperti halnya judi atau taruhan. Taruhan sudah ghoror atau tidak jelas dari awal
karena mereka membeli peluang, dimana peluang tersebut tidak bisa diukur. Sehingga
asuransi juga disebut judi. Ghoror juga dapat terjadi pada saham syariah, namun ini masih
terjadi perdebatan, ada ustadz yang membolehkan dan tidak. Hak kita mau memilih pendapat
yang mana namun juga harus dilandasi dengan alasan dan pengetahuan yang jelas. Jangan
asal fanatik dan ikut-ikutan.
Transaksi yang dikatakan gharar saat contoh misalnya, jual beli barang yang cacat, atau
barang yang tidak ada, yang tidak diketahui bentuk dan tempatnya, sesuatu yang tidak
mampu diserahterimakan, atau menjual sesuatu yang tidak dimiliki secara sempurna.
Misalnya, adalah jual beli ikan dalam kolam yang melimpah airnya, susu binatang yang
belum diperah, jual beli janin hewan yang masih dalam perut induknya, jual beli sebagian
barang yang masih ditumpuk, jual beli potongan pakaian dan semacamnya. Kesemuanya ini
merupakan jual beli tidak dibenarkan alias bathil karena kebutuhan terhadap jual beli tersebut
sifatnya tidak jelas.
Imam Nawawi dalam penjelasannya dalam kumpulan hadis shahih Muslim, menyebutkan
bahwa jual beli gharar adalah pokok dan dasar l dalam kitab jual beli. Ada beberapa hadis
yang terkait, salah satunya adalah
Artinya, “Nabi Saw melarang jual beli hasat39 dan jual beli gharar40”.
Efek negatif yang ditimbulkan oleh jual beli gharar amat luas, sebagaimana pendapat Khalid
bin Abdul ‘Aziz al-Batili41. Imam Nawawi juga memiliki pandangan sama yang mengawali
interpretasinya dengan hadis larangan jual beli gharar dan memasukkan banyak persoalan
muamalah yang seolah-olah tidak terbatas.