You are on page 1of 37

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA GASTROENTERITIS

Di susun oleh :
NOVITA WIJAYA ( 1440121035)
NUR HIDAYANTI (14401211036)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
Jl. RSU Bakti Husada Glenmore, Dusun Krajan, Tegalharjo, Banyuwangi,
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 68466
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat
menyelasaikan Laporan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Asuahan Keperawatan Pada
penyakit gastroenteritis” tepat pada waktunya. Dengan adanya laporan ini di harapkan
mahasiswa lain dapat juga memahami tentang konsep askep gastroenteritis. Dalam proses
pembuatan makalah ini, banyak pihak yang telah membantu dan mendukung untuk
menyelesaikannya. Untuk itu saya ucapkan terimakasih.
Laporan ini saya buat dengan semaksimal mungkin, walaupun saya menyadari masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu saya mengharapkan saran ataupun
kritik dan yang sifatnya membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan laporan ini. saya
berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Krikilan, 12 September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR……………………………………………………..…………..….
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...
BAB PEMBAHASAN
2.1 Definisi……………………………………………………………………….…... 1
2.2 Etiologi………………………………………………………………….………... 1
2.3 Tanda dan Gejala………………………………………………………………… 2
2.4 Patofisiologi……………………………………………………………………… 2
2.5 Pathway…………………………………………………………………............... 4
2.6 Klasifikasi………………………………………………………………………… 5
2.7 Komplikasi……………………………………………………………………….. 6
2.8 Penatalaksanaan………………………………………………………………….. 6
2.9 Pemeriksaan penunjang………………………………………………………….. 6
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian…………………………….……………………………………….. 7
3.2 Analisa data…………………………………………………………………….. 9
3.3 Intervensi……………….…………………………………………………….…. 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
PEMBAHASAN
A. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar
dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi
diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan abdomen. Diare
sendiri merupakan suatu keadaan dengan peningkatan frekuensi, konsistensi feses yang
lebih cair, feses dengan kandungan air yang banyak, dan feses bisa disertai dengan
darah atau lendir. (Muttaqin & Sari, 2013)
Gastroenteritis merupakan peradangan pada organ pencernaan yaitu lambung
dan usus yang ditandai dengan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah, demam,
dan nyeri perut. Gastroenteritis dapat diklasifikasikan menjadi gastroenteritis akut,
persisten, kronik, dan berulang. Gastroenteritis akut terjadi jika durasinya kurang dari
empat belas hari. Gastroenteritis persisten terjadi jika dengan durasi 14-30 hari.
Gastroenteritis kronik terjadi dengan durasi lebih dari tiga puluh hari. Gastroenteritis
berulang terjadi apabila pasien mengalami diare kembali setelah tujuh hari tidak
mengalami diare.(Naufizdihar et al., 2022)
Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan
oleh bakteri, virus dan parasit yang pathogen.(Nari, 2014)
1.2 Etiologi
1. Faktor infeksi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Infeksi internal yang merupakan infeksi pada saluran pencernaan sebagai sebab
utama diare yang meliputi: Infeksi bakteri (vibrio, E.coli, salmonella, shigella),
Infeksi virus (enterovirus, rotavirus, adenovirus), Infeksi parasite (cacing ascaris,
trichiuris, oxyuris), Protozoa (entamoeba histolitika, giardia, lamblia, trichoonas),
Jamur (candida albicans).
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar pencernaan, seperti
OMA, tonsilopharingitis, bronkopneumonia, ensephalitis (terutama pada bayi dan
anak di bawah dua tahun).
2. Keracunan makanan
Sebagian besar disebabkan oleh toksin bakteri yang telah terbentuk di dalam makanan
itu sendiri. Bakteri yang paling sering adalah staphilococcus, clostridium perfringens,
bacillus cereus.
1
3. Faktor mal absorpsi
Yaitu, intoleransi disakarida (laktosa, maltosa, sukrosa), monosakarida (glukosa,
galaktosa), malabsorpsi lemak, malabsorpsi protein.
4. Kerusakan structural
Kerusakan struktural yang luas pada mukosa usus (misalnya enteritis radiasi, celiak
disease, iskemia) menyebabkan gangguan absorpsi cairan, demikian pula eksudasi ke
dalam lumen usus. Ini merupakan mekanisme penyakit inflamasi usus kronik dan
invasi kuman patogen (shigella, salmonella, E. colli) kemudian menimbulkan diare.
5. Faktor imunologik
Defisiensi Ig A menyebabkan tubuh tidak mampu mengatasi infeksi dan investasi
parasit dalam usus.(Diyono & Mulyanti, 2013)
1.3 Manivestasi klinis
Manifestasi klinis universal gastroenteritis adalah (Black & Hawls, 2014) :
1. diare, yang terjadi dengan intensitas bervariasi. Diare dapat ringan (2-3 kali defekasi
per hari) atau intens (lebih dari 10 kali defekasi dengan feses encer per hari).
2. Mual, muntah, dan anoreksia dapat terjadi pada distensi perut yang disebabkan oleh
peningkatan isi cairan dan makanan yang tidak tercerna.
3. Nyeri abdomen, kram, dan borborigmus dapat terjadi karena pelepasan gas dari
makanan yang tidak tercerna
4. Iritasi mukosa usus, dan distensi usus.
5. Kien dapat saja mengalami demam
6. Rasa perih di ulu hati
7. Nafsu makan berkurang
8. Rasa lekas kenyang
9. Rasa panas di dada dan perut
10. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
11. Membran mukosa mulut dan bibir kering
12. Lemah
13. Fontanel Cekung
1.4 Patofisiologi
Secara umum kondisi peradangan pada gastrointestinal disebabkan oleh infeksi
dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan memproduks
sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan dan menurunka
absorpsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit.
2
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare meliputi hal-hal sebaga berikut (Mardalena,
2019) :
1. Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau zat yang
sukar diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongg
usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal akibat
produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons peningkatan aktivitas
sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus
3. Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare,
sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul
berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Patogen menyebabkan kerusakan jaringan dan inflamasi dengan melepaskan
endotoksin yang menstimulasi mukosa pelapis usus, sehingga terjadi sekresi air dan
elektrolit ke lumen usus. Sekresi aktif ion klorida dan bikarbonat ke usus halus
menyebabkan inhibisi reabsorpsi sodium. Untuk menyeimbangkan kelebihan sodium,
sejumlah besar cairan kaya protein yang disekresikan ke usus, pembebanan kemampuan
usus besar untuk mereabsorpsi cairan dan menyebabkan diare. Patogen juga
menyebabkan kerusakan dan inflamasi dengan menginvasi serta merusak lapisan
mukosa usus, menghasilkan perdarahan dan ulkus. Bila integritas saluran GI terganggu,
kemampuannya untuk melakukan fungsi digestif dan absorpsi dapat berubah.
Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit memberikan
manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa dan gangguan sirkulasi keseimbangan
asam basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat
bersama feses. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh dan terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh
ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan
ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.Selain itu, terjadi perangsangan pada hipofisis
yang kemudian melepaskan hormon antidiuretik sehingga terjadi oliguria. (Muttaqin &
Sari, 2013)
3
1.5 Pathway

Invasi virus dan Toksisitas makanan Faktor Malabsrbsi


bakteri ke saluran (Makanan Basi, Beracun, - Karbohidrat
gastrointestinal Alergi makanan)
- Lemak
- Protein
Invasi pada mukosa Penyerapan sari – sari
memproduksi makanan dalam saluran cerna
enterotoksin dan Terganggu / tidak adekuat
sitotoksin

Gastroenteritis

Terdapatnya zat- peningkatan


Gangguan sekresi
zat makanan tidak motalitas usus
dapat di serap
Peningkatan aktivitas
tekanan
sekresi cairanosmotik Kesempatan usus
meningkat menyerap makanan
berkurang
Diare
Rebsorbsi di dlm
usus terganggu

BAB sering, Inflamasi saluran


komsistensi cair pencernaan

Kulit disekitar anus Peningkatan Tubuh bereaksi Mual,muntah,


lecet& teriritasi, sekresi cairan & terhadap invasi kembung dan
muntah kemerahan elektrolit mikroorganis me anoreksi
& gatal
Dehidrasi
Peningkatan suhu Defisit nutrisi
Gangguan tubuh
integritas kulit Hipovelemia

Hipertermi

4
1.6 Klasifikasi
Bayi dan anak-anak dikatakan menderita diare bila sudah buang air besar lebih dari tiga
kali perhari, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah buang air besar lebih dari
empat kali perhari. Sementara itu, orang dewasa dikatakan diare bila sudah buang air
besar lebih dari tujuh kali dalam 24 jam. Jenis-jenis diare antara lain:
1. Diare cair akut. Keluar tinja encer dan mungkin ada darah di dalamnya. Kondisi ini
umumnya berakhir kurang dari 14 hari. Diare akut diklasifikasikkan kembali secara
klinis menjadi:
a. Diare noninflamasi Diare ini disebabkan oleh enterotoksin dan menyebabkan
diare menjadi cair dengan volume besar tanpa lender dan darah.
b. Diare inflamasi Diare ini disebabkan oleh invasi bakteri dan pengeluaran
sitotoksin di kolon. Gejala klinis ditandai dengan adanya mulas sampai dengan
nyeri kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, tanda dan gejala dehidrasi. Secara
makroskopis terdapat lender dan darah pada pemeriksaan feses rutin dan secara
mikroskopis terdapat sel leukosit polimorphonuklear (PMN).
2. Disentri. Diare dengan adanya darah dalam Feses, frekuensi BAB sering dan
kuantitas Feses sedikit.
3. Diare persisten (kronik) Diare yang berakhir dalam 14 hari atau lebih, dan dimulai
dari diare akut atau disentri. Mekanisme terjadinya diare kronis meliputi:
a. Diare sekresi
Diare dengan volume feses banyak yang biasanya disebabkan oleh gangguan
transport elektrolit akibat peningkatan produksi dan sekresi air dan elektrolit
namun kemampuan absorbs mukosa usus ke dalam usus menurun. Penyebabnya
adalah toksin bakteri seperti toksin kolera, pengaruh garam empedu, asam lemak
rantai pendek, laksatifnon osmotic dan hormone intestinal (gastrin vasoaktif
intestinal polypeptide(VIP)
b. Diare osmotic
Terjadi bila terdapat partikel yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus sehingga
osmolaritas lumen meningkat dan air tertarik dari dalam plasma ke lumen usus
sehingga terjadilah diare. Misalnya malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi
lactase atau akibat garam magnesium.
c. Diare eksudatif
Inflamasi akan mengakbatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus
besar. Inflamasi dan eksudat dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat
5
noninfeksi seperti gluten sensiti-ve enteropathy, inflammatory bowel disease
ataupun akibat radiasi.(Mardalena, 2019)
1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika gastroenteritis tidak segera di tangani: (Jeffrey &
Scott, 2012)
1. Hipoglikemia
2. Hiponatremia
3. Perforasi kolon
4. Ensefalopati toksik
5. Kejang
6. Sepsis
7. Sindrom hemolitik uremik
8. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus
1.8 Penatalaksanaan
1. Sebagian besar kasus dapat sembuh sendiri, tujuan terapi adalah mempertahankan
pasien tetap mendapatkan hidrasi yang baik sampai gejala klinis mereda.
a. Pada sebagian besar kasus dicoba rehidrasi oral; dapat digunakan larutan rehidrasi
oral yang mempunyai konsentrasi elektrolit yang sesuai.
b. Rehidrasi IV pada pasien yang sakit berat atau pasien yang tidak memberi respons
terapi oral Larutan garam fisiologis atau Ringer laktat untuk menggantikan
kehilangan ditambah kebutuhan pemeliharaan ditambah kehilangan cairan yang
sedang berlangsung dalam waktu 24 jam dengan ½ dalam 8 jam pertama.
2. Kelainan elektrolit dikoreksi (anak-anak mempunyai risiko tinggi mengalami
hipoglikemia).
3. Antibiotik umumnya tidak diindikasikan, kecuali pada beberapa kelainan bakterial.
a. Diberikan jika usia < 6 bulan, bila tampak toksik, jika terjadi disentri yang berat,
atau bila pasien mengalami gangguan imunologi.
b. Dengan galur E coli tertentu, terdapat peningkatan risiko sindrom hemolitik
uremik jika digunakan antibiotic. (Jeffrey & Scott, 2012)
1.9 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila
diduga terdapat intoleransi gula.
6
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan Darah
a. pH darah dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor) dalam serum
untuk menentukan keseimbangan asama basa.
b. Kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Intubasi Duodenum (Doudenal Intubation)
Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.(Mardalena, 2019)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
1. Identitas
Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi
adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang
kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence
penyakit pada anak yang lebih besar.
2. Status kesehatan saat ini
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dirasakan oleh penderita diare yaitu keluhan BAB
>3 kali per hari dan <4 X/hari dan cair (diare tanpa dehidrasi). Kemudian bila
BAB 4-10 x/hari dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan atau sedang).
Apabila diare >10 kali/hari (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung
kurang dari 14 hari maka diare tersebut diare akut dan jika diare yang diderita
berlangsung selama 14 hari atau lebih maka bisa dikatakan diare persisten.
b. Riwayat penyakit sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare
kronis).
3. Riwayat kesehatan terdahulu
a. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
b. Riwayat penyakit keluarga
7
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat
menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin
kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan
perjalanan ke daerah tropis.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.

b. Tanda-tanda vital
volume darah akan berkurang dengan demikian nadi akan cepat dan kecil,
denyut jantung cepat, tekanan darah menurun, kesadaran menurun yang
akhirnya terjadi syok
5. Head to toe
a. Kepala
Pada klien dewasa tidak di temukan tanda – tanda tapi pada anak berusia di
bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, biasanya ubun – ubun cekung
kedalam.
b. Telinga
pada pemeriksaan bagian telinga tidak ditemukan keadaan abnormal pada
penderita gastroenteritis.
c. Mata
Pada pemeriksaan mata jika pasien dehidrasi maka mata pasien tampak
cekung konjungtiva akan terlihat pucat ketika terjadi gangguan nutrisi berat
d. Hidung
Pada pemeriksan hidung pasien gastroenteritis tidak terjadi gangguan
e. Mulut
Pada inspeksi maka selaput lendir dan mukosa bibir nampak kering
dikarenakan telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit
f. Leher
Pada pemeriksan leher pasien gastroenteritis tidak terjadi gangguan
g. Dada
Palpasi : anak dengan diare kronis akan mengalami nadi cepat dan lemah >
120 x/menit. Hal ini akibat dari manifestasi pola pernafasan, badan terasa

8
panas tetapi suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun sehingga
cardiac output meningkat.
Auskultasi : pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan sirkulasi, bunyi
jantung S1, S2 murmur atau bunyi tambahan lainnya.
h. Abdomen
1) Inspeksi: pada pemeriksaan inspeksi pada bagian abdomen akan tampak
perut yang mengecil karena rongga abdomen yang kosong karena defekasi
yang berlebihan. Juga didapati bahwa perut pasien terlihat membesar
karena adanya massa yang terdapat di rongga perut yang mengakibatkan
klien diare seperti tumor usus.
2) Auskultasi: pada pasien penderita gastroenteritis kebanyakan terjadi
peningkatan peristaltik usus.
3) Perkusi: terdengar bunyi timpani pada abdomen karena terjadi penimbunan
gas dalam saluran pencernaan karena malabsorbsi karbohidrat
4) Palpasi: pada palpasi abdomen terdapat nyeri tekan ringan sampai berat.
i. Kulit dan kuku
warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral
hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 detik,
kemerahan pada daerah perianal.
j. Ekstermitas
Klien mengalami kelemahan pada ekstremitas karena tidak adanya tenaga
karena dehidrasi akibat diare dan kesadaran menurun
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. hipovolemik b.d. penurunan volume darah, efek sekunder kehilangan cairan
dari gastrointestinal. (D.0023)
a. Penyebab
 Kehilangan cairan aktif
 Kegagalan mekanisme regulasi
 Peningkatan permeabilitas kapiler
 Kekurangan intake cairan
 Evaporasi
b. Gejala dan Tanda Mayor
Objektif

9
 Frekuensi nadi meningkat
 Nadi teraba lemah
 Tekanan darah menurun
 Tekanan Nadi menyempit
 Turgor kulit menyempit
 Membran mukosa kering
 Voluem urin menurun
 Hemtokrit meningkat
c. Gejala dan Tanda Minor
 Merasa lemah
 Mengeluh haus
 Pengisian vena menurun
 Status mental berubah
 Suhu tubuh meningkat
 Konsentrasi urin meningkat
 Berat badan turun tiba-tiba
d. Kondisi Klinis Terkait
 Penyakit Addison
 Trauma/pendarahan
 Luika bakar
 AIDS
 Penyakit Crohn
 Muntah
 Diare
 Kolitis ulseratif
 Hipoalbuminemia
2. defisit nutrisi b.d. kurangnya asupan makanan yang adekuat. (D.0019)
a. Penyebab
 Ketidakmampuan menelan makanan
 Ketidakmampuan mencerna makanan
 Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
 Peningkatan kebutuhan metabolisme
 Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)
 Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)
10
b. Gejala dan Tanda Minor
 Cepat kenyang setelah makan
 Kram/nyeri abdomen
 Nafsu makan menurun .
 Bising usus hiperaktif
 Otot pengunyah lemah
 Otot menelan lemah
 Membran mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun
 Rambut rontok berlebihan
 Diare
c. Kondisi Klinis terkait :
 Stroke
 Parkinson
 Mobius syndrome
 Celebral palsy
 Cleft lip
 Cleft palate
 Amyotropic lateral sclerosis
 Kerusakan neuromuskular
 Luka bakar
 Kanker
 Infeksi
 AIDS
 Penyakit Crohn’s
 Enterokolitis
 Fibrosis kistik
3. Hipertermi b.d. respons sistemik dari inflamasi gastrointestinal. (D.0130)
a. Penyebab
 Dehidrasi
 Terpapar lingkungan panas
 Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
 Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
11
 Peningkatan laju metabolisme
 Respon trauma
 Aktivitas berlebihan
 Penggunaan inkubator
b. Gejala dan Tanda Mayor
 Suhu tubuh diatas nilai normal
 Kulit merah
 Kejang
 Takikardi
 Takipnea
 Kulit terasa hangat
c. Kondisi Klinis Terkait
 Proses infeksi
 Hipertiroid
 Stroke
 Dehidrasi
 Trauma
 Prematuritas
4. Gangguan integritas kulit b.d. pasase feses yang encer dengan asam tinggi dan
mengiritasi mukosa anus. (D. 0129) (PPNI, 2018a)
a. Penyebab
 Perubahan sirkulasi
 Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
 Kelebihan/kekurangan volume cairan
 Penuruna mobilitas
 Bahan kimia iritatif
 Suhu lingkungan yang ekstrem
 Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan tulang,gesekan)
 Efek samping terapi radiasi
 Kelembaban
 Proses penuaan
 neuropati perifer
 Perubahan pigmentasi
 Perubahan hormonal
12
 Perdarahan
 Kemerahan
 Hermatoma
 Nyeri
 Kerusakan jaringan dan lapisan
b. Kondisi klinis terkait
 Imobilisasi
 Gagal jantung kongestif
 Gagal ginjal
 Diabetes melitus
 Imunodefisiensi (mis.AIDS)
2.3 Intervensi
a) hipovolemik b.d. penurunan volume darah, efek sekunder kehilangan cairan
dari gastrointestinal. (D.0023)
1. Kriteria hasil
a. Kekuatan nadi normal
b. Output urine normal
c. Pengisian vena normal
d. Berat badan normal
e. Keluhan haus menurun
f. Frekuensi nadi normal
g. Tekanan darah normal
h. Tekanan nadi nirmal
i. Intake cairan meningkat
j. Suhu tubuh membaik
2. Intervensi
a. Observasi
 Periksa tanda dan gejala hipovolemia (misalkan, frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah,
 tekanan darah menurun,
 tekanan nadi menyempit,
 turgor kulit menurun,
 membrane mukosa kering,

13
 volume urin menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah)
b. Monitor
 intake dan output cairan
c. Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified Trendelenburg
 Berikan asupan cairan oral
d. Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak Kolaborasi
e. Kolaborasi
 pemberian cairan IV isotonis (misal, NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (misal, glukusa 2,5%,
NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (misal, albumin, Plasmanate)
 Kolaborasi pemberian darah
b) Gangguan integritas kulit b.d. pasase feses yang encer dengan asam tinggi
dan mengiritasi mukosa anus. (D. 0129)
1. Tujuan: Gangguan integritas kulit teratasi
2. Kriteria Hasil:
a. Integritas kulit kembali normal
b. Iritasi tidak ada
c. Tanda-tanda infeksi tidak ada
3. Intervensi:
a. Observasi:
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
b. Terapeutik:
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit
kering
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
c. Edukasi:
 Anjurkan menggunakan pelembab
14
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 Anjurkan mandi dan menggunkan sabun secukupnya.(PPNI,
2018b)
c) defisit nutrisi b.d. kurangnya asupan makanan yang adekuat. (D.0019)
1. Tujuan : gangguan pada defisit nutrisi teratasi
2. Kriteria Hasil:
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b. Berat Badan atau IMT cukup
c. Frekuensi makan cukup
d. Nafsu makan cukup
3. Intervensi
a. Observasi:
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
b. Terapeutik:
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika perlu
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi
c. Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan
d. Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah

15
e. Terapeutik
 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
 Berikan pujian kepada pasien untuk peningkatan yang dicapai
f. Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yg bergizi tinggi, terjangkau
d) Hipertermi b.d. respons sistemik dari inflamasi gastrointestinal. (D.0130)
1. Tujuan:
2. Kriteria Hasil
 Menggigi Menurun
 Suhu Tubuh noral
 Suhu kulit Normal
3. Intervensi
a. Observasi:
 Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urine
 Monitor komplikasi akibat hipertermia
b. Terapeutik:
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Hindari pemberian antipiretik atau asprin
 Berikan oksigen, jika perlu
c. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

16
DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawls, J. H. (2014). Keperawatan medikal Bedah: Manajemen Klinis Untuk
Hasil yang Diharapkan (S. A. Robert G (ed.); edisi 8). Salemba Medika.
Diyono, & Mulyanti, S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan (edisi 1).
Prenada Media Group.
Jeffrey, & Scott. (2012). Master Plan Kedaruratan Medik (L. Saputra (ed.)). Binarupa Aksara
Publisher.
Mardalena, I. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. In Pustaka Baru Press.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2013). Gangguan gastrointestinal (aplikasi asuhan keperawatan
medikal bedah) (S. Carolina (ed.)). Salemba Medika.
Nari, J. (2014). Asuhan keperawatan ank dengan gastroenteritis akut dalam upaya pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit. Global Health Science, 4(3), 901–921.
https://doi.org/10.1007/978-3-642-41714-6_140046
Naufizdihar, N. A., Adji, A. S., & K, Y. B. (2022). Potensi Ekstrak Moringa Oleifera Untuk
Mengatasi Gastroenteritis Bakteri. JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran
Indonesia, 9(3), 54–63. https://doi.org/10.53366/jimki.v9i3.460
PPNI. (2018a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (edisi 1). DPP PPNI.

17

You might also like