You are on page 1of 15

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu.

Pada
dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fasa diam (stationary) dan fasa gerak
(mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa tersebut.

TEKNIK DAN PRINSIP DASAR KROMATOGRAFI

Kromatografi bekerja dengan prinsip dasar yaitu jumlah zat terlarut yang berbeda untuk masing-
masing komponen pada waktu tertentu saat kesetimbangan terjadi antara fase diam dan fase geraknya.
Pemisahan dengan metode kromatografi dapat terjadi apabila suatu molekul maupun senyawa memiliki
sifat yang berbeda, di antaranya adalah:

1. Memiliki kelarutan yang berbeda terhadap suatu pelarut.

2. Memiliki sifat kelarutan atau sifat untuk berikatan yang berbeda satu sama lain dengan fase
diamnya.

3. Memiliki sifat mudah menguap (volatil) pada temperatur yang berbeda.

Kromatografi dapat dilakukan jika terdapat fase diam dan fase gerak, fase diam tidak boleh
bereaksi dengan fase gerak, komponen sampel (contoh) harus larut dalam fase gerak dan berinteraksi
dengan fase tetap (diam), fase gerak harus bisa mengalir melewati fase diam, sedangkan fase diam
harus terikat kuat di posisinya

Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-


komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi
memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa
cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang
terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda
(Harborne, 1987).
Kromatografi secara garis besar dapat dibedakan menjadi kromatografi kolom dan kromatografi
planar. Kromatografi kolom terdiri atas kromatografi gas dan kromatografi cair, sedangkan kromatografi
planar terdiri atas kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas (Anwar, 1994).

Waktu retensi dinyatakan sebagai lamanya waktu analisis sampel, dimana pada fase terbalik zat
yang lebih polar akan terelusi lebih dulu dan memiliki waktu retensi yang lebih cepat dibanding zat non
polar (Putra, 2004).

1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan yang menggunakan plat atau lempeng
kaca yang sudah dilapiskan adsorben yang bertindak sebagai fasa diam. Fase bergerak ke atas sepanjang
fase diam dan terbentuklah kromatogram. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif
(Khopkar, 1990).

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri
atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita
(awal), kemudian pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) dan selanjutnya
senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Stahl, 1985).

Pada prinsipnya KLT dilakukan berdasarkan pada penggunaan fasa diam untuk menghasilkan
pemisahan yang lebih baik. Fasa diam yang biasa digunakan dalam KLT adalah serbuk silika gel, alumina,
tanah diatomedan selulosa. Menurut Anwar (1994), adapun cara kerja dari KLT yakni larutan cuplikan
sekitar 1% diteteskan dengan pipet mikro pada jarak 1-2 cm dari batas plat. Setelah eluen atau pelarut
dari noda cuplikan menguap, plat siap untuk dikembangkan dengan fasa gerak (eluen) yang sesuai
hingga jarak eluen dari batas plat mencapai 10-15 cm. Mengeringkan sisa eluen dalam plat dengan
didiamkan pada suhu kamar. Noda pada plat dapat diamati langsung dengan menggunakan lampu UV
atau dengan menggunakan pereaksi semprot penampak warna. Setelah noda dikembangkan dan
divisualisasikan, identitas noda dinyatakan dengan harga Rf (retardation factor) (Harborne (1987).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi Keempat, alat dan bahan untuk pelaksanaan KLT adalah
sebagai berikut:

1) Fase diam

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel
antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran
fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Pada KLT, zat penjerap
merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara
merata, umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dapat dianggap sebagai kolom kromatografi
kolom yang terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorpsi, partisi atau
kombinasi kedua efek, tergantung jenis penyangga, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan.
KLT dengan lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Perkiraan
identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran yang hamper
sama, dengan menotolkan zat uji dan baku pembanding pada lempeng yang sama. Pembandingan visual
ukuran bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar secara semi kuantitatif (Departemen
Kesahatan Republik Indonesia, 1995). Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk
selulosa, sementara mekanisme penjerapan yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi. Beberapa
penjerap fase diam yang digunakan pada KLT dapat dilihat pada tabel 2.1 (Gandjar dan Rohman, 2013).

2) Fase gerak

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba karena
waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik
karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan
dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase
gerak:

a) Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang
sensitif.

b) Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk
memaksimalkan pemisahan.

c) Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan
menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf . Penambahan pelarut yang
bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzena akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.

d) Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya,
seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat
atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam (Gandjar dan
Rohman, 2013).

3) Aplikasi (penotolan) sampel

Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5 µl
menggunakan pipet mikro berskala (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Jika volume
sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl, maka penotolan harus dilakukan secara bertahap
dengan dilakukan pengeringan antar totolan.

4) Pengembangan

Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel dalam
bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Bejana kromatografi dapat
memuat satu atau lebih lempeng kaca/lempeng siap pakai dan dapat ditutup kedap. Bejana baiknya dari
kaca, baja tahan karat atau porselen, dan dirancang sedemikian, hingga dapat dilakukan pengamatan
selama kromatografi berlangsung, tanpa membuka bejana (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995). Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak
kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan
sampel.

Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase gerak sedikit
mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah
ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika
fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh
(Gandjar dan Rohman, 2013).

5) Deteksi bercak

Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa digunakan adalah
dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi
jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan denagan cara
pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk
senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas. Berikut adalah cara-cara
kimiawi untuk mendeteksi bercak:

a) Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan solut
yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang
dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna
bercak.
b) Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang emisi 254 nm
(panjang gelombang pendek) atau 366 nm (panjang gelombang panjang) untuk menampakkan solut
sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi
seragam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Lempeng yang diperdagangkan dapat dibeli
dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa flourosensi yang tidak larut yang dimasukkan
ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng
dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.

c) Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk
mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.

d) Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.

e) Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrument yang dapat
mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV
atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak)
dalam pencatatan (recorder) (Gandjar dan Rohman, 2013).

6) Perhitungan nilai Rf

Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus:

Rf =asdsadasas

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1. Beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang menunjukkan
pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8.

7) Alternatif prosedur Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Adanya variasi prosedur pengembangan KLT dilakukan untuk meningkatkan resolusi, sensitifitas,
kecepatan, reprodusibilitas dan selektifitas. Beberapa pengembangan ini meliputi KLT 2 dimensi,
pertama pengembangan continue dan pengembangan gradien.

KLT 2 dimensi atau 2 arah ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-
komponen solut mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama
sebagaimana dalam asamasam amino. Selain itu, sistem 2 fase gerak yang sangat berbeda dapat
digunakan secara berurutan pada suatu campuran sehingga memungkinkan untuk melakukan
pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.

Pengembangan continue dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak secara terus menerus
pada lempeng KLT melalui suatu wadah (biasanya alas tangki) melalui suatu lapisan dan dibuang dengan
cara tertentu pada ujung lapisan. Pengembangan gradient dilakukan dengan menggunakan komposisi
fase gerak yang berbeda-beda. Tujuan utama sistem ini adalah untuk mengubah polaritas fase gerak.
Meskipun demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak yang reprodusibel sangatlah sulit (Gandjar
dan Rohman, 2013).
Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran,
identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas pemurnian,
menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta memantau kromatografi kolom,
melakukan screening sampel untuk obat.

Pengukuran kuantitatif dimungkinkan, bila digunakan densitometri, floresensi atau pemadaman


flouresensi. Bercak juga dapat dikerok dari lempeng, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai
dan diukur secara spektrofotometri (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Analisa kualitatif
dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan
untuk identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif dilakukan dengan dua cara, yaitu mengukur bercak
langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri dan cara
berikutnya adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam
bercak dengan metode analisis yang lain, misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan untuk analisis
preparatif, sampel yang ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan
dideteksi dengan cara yang nondekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya
dikerok dan dilakukan analisis lanjutan.

KLT dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan jenis
kromatografi lainnya. Termasuk alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan. Penggunaan KLT,
peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat
melaksakan saat secara tepat dan akurat.

Beberapa keuntungan dari KLT:

1) Banyak digunakan untuk tujuan analisis

2) Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, flouresensi atau
dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.

3) Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik kerena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak (Gandjar dan Rohman, 2013).

2. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan daya adsorbsi dari suatu
adsorben, baik terhadap hasil isolasi maupun terhadap pengotornya. Prinsip kerja dari kromatografi
kolom yaitu memisahkan komponen campuran berdasarkan perbedaan interaksinya dalam fasa diam
dan fasa gerak. Jika suatu campuran terdiri dari beberapa komponen, maka setiap komponen tersebut
memiliki struktur masing masing dengan sifat yang khas untuk setiap senyawanya. Salah satu sifat yang
berpengaruh dalam kromatografi kolom adalah kepolaran senyawa serta berat dan ukuran molekul.

Metoda kromatografi kolom diperkenalkan oleh Michael Tswett seorang ahli botani dari Rusia.
Pada kromatografi kolom terlebih dahulu dilakukan kromatografi lapis tipis untuk menentukan adsorben
yang cocok dan pelarut yang sesuai agar memberikan hasil yang baik. Adsorben yang paling umum
digunakan adalah silika gel, alumina, dan sephadex.
Ada dua metoda penggunaan fasa gerak pada kromatografi kolom. Pertama metoda SGP (Step
Gradien Polarity) di mana fasa gerak yang digunakan dimulai dari pelarut non polar kemudian kepolaran
pelarut ditingkatkan secara bertahap, baik dengan pelarut tunggal atau kombinasi dua pelarut yang
berbeda kepolarannya dengan perbandingan tertentu sesuai dengan tingkat kepolaran yang dibutuhkan.
Sedangkan yang kedua adalah metoda isokratik, di mana fasa gerak yang digunakan tetap, baik berupa
pelarut tunggal maupun campuran pelarut yang berbeda kepolarannya dengan kombinasi yang sesuai.
Metoda isokratik digunakan apabila komponen komponen kimia dalam suatu fraksi dapat memisah
dengan baik yang diketahui dari pola noda pada kromatografi lapis tipis (Lubis, 2011).

Pemisahan komponen secara kromatografi kolom dilakukan dalam suatu kolom yang diisi
dengan fase stasioner dan cairan (pereaksi) sebagai fase mobil untuk mengetahui banyaknya komponen
contoh yang keluar melalui kolom. Pengisian kolom dilakukan dengan memasukkan adsorben dalam
bentuk larutan (slurry), dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pemisahan komponen secara
kromatografi kolom bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen senyawa kimia yang dapat
terpisah dan kandungan senyawa aktifnya (Hayani, 2007).

Aplikasi Fungsi dan Model Kromatografi Kolom – Column Chromatography


Fungsi Kromatografi Kolom sebagai metode analis memiliki kegunaan yang sangat luas
terutama pada bidang kimia organik dan diaplikasikan untuk beberapa peruntukan,
sebagai berikut :.

1. Pemurnian dari hasil reaksi sintesis kimia; Pada reaksi sintesis, tidak selalu
menghasilkan produk yang murni atau hanya satu jenis produk melainkan juga
kadang terdapat produk lain yang disebut dengan produk samping hasil reaksi.
Melalui kromatografi kolom dengan didasarkan pada perbedaan sifat kepolaran
senyawa yang dipisahkan, maka dapat dihasilkan senyawa hasil reaksi yang
murni.
2. Isolasi senyawa aktif dalam bahan alam; Kita sering menggunakan senyawa aktif
dari bahan alam tertentu karena memiliki aktivitas farmakologis seperti
antibakteri, anti jamur, antioksidan, dan lain lain. Untuk mengisolasi senyawa
tersebut secara murni dari suatu bahan alam seperti daun-daunan, diperlukan
metode pemisahan seperti dengan menggunakan kromatografi kolom.
3. Analisis limbah lingkungan; Kromatografi kolom digunakan dalam analisis
limbah lingkungan untuk dapat mengetahui tingkat pencemaran dari pemurnian
kandungan limbah tersebut secara individu. Hal ini dimaksudkan agat dapat
ditentukan zat apa saja yang terkandung pada limbah tersebut.

3. Kromatografi Kertas

1. Definisi Kromatografi Kertas


Kromatografi kertas merupakan suatu metode pemisahan yang digunakan untuk memisahkan
komponen pigmen zat warna. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan dengan prinsip yang
sama (Mubarok, 2021). Kertas dalam pemisahan campuran mempunyai pengaruh pada kecepatan aliran
pelarut. Sedangkan fungsi kertas sendiri sangat kompleks. Efek-efek serapan disebabkan oleh sifat polar
dari gugus hidroksil di mana ini kemungkinan sangat penting dan sejumlah kecil dari gugus karboksil
dalam selulosa dapat menaikkan terhadap efek-efek pertukaran ion. Kromatografi kertas merupakan
bentuk kromatografi yang paling sederhana, mudah, dan murah. Fasa diam kromatografi berupa air
yang terikat pada selulosa kertas sedangkan fasa geraknya berupa pelarut organik non polar (Siti Aniyah,
2012). Metode kromatografi kertas merupakan metode pemisahan berdasarkan polaritas suatu zat
dalam suatu pelarut pengembang yang dapat dihitung berdasarkan dengan harga R1 zat tersebut dan
dibandingkan dengan R1 zat pembanding (Fatimah & Dewi, 2014).

2. Prinsip Kromatografi Kertas

Prinsip kromatografi kertas adalah terdapat pemisahan substansi material (sampel) antara dua
fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Jika sampel lebih polar ke fase gerak maka sampel akan ikut elusi
(Mubarok,2021).

3. Teknik Kromatografi Kertas

Teknik kromatografi kertas yaitu proses pengeluaran asam mineral dari kertas disebut desalting.
Larutan ditempatkan pada kertas dengan menggunakan mikropipet pada jarak 2 – 3 cm dari salah satu
ujung kertas dalam bentuk coretan garis horizontal. Setelah kertas dikeringkan, diletakkan diruang yang
sudah dijenuhkan dengan air atau dengan pelarut yang sesuai. Penjenuhan dapat dilakukan 24 jam
sebelum analisis.

Descending adalah salah satu teknik di mana cairan dibiarkan bergerak menuruni kertas akibat
gravitasi. Pada teknik ascending, pelarut bergerak ke atas dengan gaya kapiler. Nilai Rf harus sama baik
pada descending maupun ascending. Sedangkan yang ketiga dikenal sebagai cara radial atau
kromatografi kertas sirkuler. Kondisi-kondisi berikut harus diperhatikan untuk memperoleh nilai Rf yang
reprodusibel. Temperatur harus dikendalikan dalam variasi tidak boleh lebih dari 0,5°C. Kertas harus
didiamkan dahulu paling tidak 24 jam dengan atmosfer pelarutnya, agar mencapai kesetimbangan
sebelum pengaliran pelarutnya pada kertas. Dilakukan beberapa pengerjaan yang parallel, Rfnya tidak
boleh berbeda lebih dari 0,02 (Khopkar, 2008).

4. Kromatografi Gas

Gas Chromatography merupakan teknik pemisahan dimana solute yang mudah menguap (dan
stabil terhadap panas) berpindah melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan
tertentu. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika
ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada GC didasarkan pada titik didih
suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam.
Fase ferak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor.
Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350oC) bertujuan untuk menjamin bahwa
solut menguap sehingga akan cepat terelusi (Gandjar & Rohman, 2007).

Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan sampel dalam inlet
injektor. Pemisahan komponen-komponen dalam campuran dan deteksi tiap komponen dengan
detektor. Pemisahan pada kromatografi gas 30 didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi
dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dan fasa diam. Fasa gerak yang berupa gas
akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang
meningkat (biasanya pada kisaran 50 oC – 350 oC) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan
menguap dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Komponen-komponen instrumentasi pada kromatografi gas yaitu :

1. Gas pengangkut (fase gerak)

Gas pengangkut ditempatkan dalam tabung silinder bertekanan tinggi dengan tekanan sebesar 150 atm.
Adapun persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu gas pengangkut, yaitu:

a. Inert yaitu tidak bereaksi dengan cuplikan, pelarut dan material dari kolom

b. Murni dan mudah diperoleh serta murah

c. Sesuai dan cocok untuk detektor dan harus memenuhi difusi gas.

Gas-gas yang sering dipakai sebagai fase gerak pada GC adalah helium atau argon. Gas tersebut
sangat baik, tidak mudah terbakar, tetapi sangat mahal harganya.

2. Pengatur Aliran dan Pengatur Tekanan

Pengatur aliran dan pengatu tekanan disebut juga dengan pengaturan atau pengurangan
Drager. Pada tekanan 2,5 atm Drageen akan bekerja baik dan akan mangalirkan masa aliran dengan
tetap. Tekanan pada tempat masuk lebih besar dari kolom diperlukan untuk mengalirkan cuplikan agar
masuk ke dalam kolom. Hal ini dkarenakan lubang akhir dari kolom biasanya mempunyai tekanan
atmosfer yang normal. Selain itu suhu dalam kolom juga harus tetap supaya aliran gas tetap yang masuk
ke dalam kolom juga tetap. Sehingga komponen akan dielusikan pada waktu yang tetap yang disebut
dengan waktu retensi (the retention time/tR).

3. Tempat Injeksi

Dalam pemisahan analit harus dalam bentuk fase uap. Kebanyakan senyawa organik berbentuk
cairan atau padatan sehingga senyawa tersebut harus diuapkan terlebih dahulu. Panas yang terdapat
dalam tempat injeksi dapat mengubah senyawa yang berbentuk cairan atau padatan menjadi bentuk
uap.

4. Kolom
Kolom berfungsi sebagai jantung paa kromatografi gas. Kolom yang biasa digunakan sangat
bermacam-macam dan bentuknya sangat beragam. Panjang kolom yang digunakan mulai dari 1 m
sampai dengan 30 m. Diameter kolom biasanya antara 0,3 mm hingga 0,5 mm. Isi kolom berupa padatan
pendukung dari fase diam yang berfungsi untuk mengikat fase diam tersebut. Padatan atau “diatomite”
berupa tanah diatom yang telah dipanaskan atau dikeringkan. Persyaratan padatan pendukung yang
baik:

a. Inert, tidak menyerap cuplikan

b. Kuat, stabil pada suhu tinggi

c. Memiliki luas permukaan yang besar : 1-20 m2

d. Permukaan yang teratur, ukuran yang sama, ukuran pori sekitar 10µ (Sastrohamidjojoa, 1985).

5. Detektor Gas Chromatography

Detektor juga merupakan komponen utama pada instrument GC. Detektor merupakan
perangkat yang terletak pada ujung kolom tempat keluar fase gerak yang membawa komponen hasil
pemisahan. Detektor pada GC adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi untuk mengubah sinyal gas
pembawa dan komponen yang terkandung di dalamnya menjadi suatu sinyal elektronik. Sinyal
elektronik ini berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen yang terpisah
diantara fase diam dan fase gerak. Detektor yang biasa digunakan dalam kromatografi gas yaitu detektor
FID (flame ionization detector) atau TCD (thermal conductivity detector). Sedangkan pada GC-MS
detektor yang digunakan yaitu Mass Spectrometry (spektrometri massa). Detektor ini mampu
memberikan informasi data struktur kimia senyawa yang tidak diketahui (Gandjar & Rohman, 2007).

5. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan
efisiensi yang tinggi. Hal ini didukung oleh system pompa tekanan tinggi, kemajuan dalam teknologi
kolom, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan
secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM,
1995).

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian
senyawa tertentu dalam suatu sampel pada berbagai bidang, antara lain: farmasi, lingkungan dan
industri-industri makanan (Gandjar & Rohman, 2007).

Prinsip kerja KCKT atau lebih dikenal HPLC (high performance liquid chromatography) adalah
pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya, setiap komponen senyawa yang keluar akan
terdeteksi dengan detektor dan direkam dalam bentuk kromatogram. Dimana jumlah peak menyatakan
jumlah komponen, sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam senyawa [6].
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun
senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah
menguap (nonvolatil), penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion, isolasi dan
pemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama, pemisahan senyawa-
senyawa dalam jumlah sedikit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri.
KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan
kuantitatif (Gandjar & Rohman, 2007).

Keuntungan dari penggunaan KCKT antara lain (Johnson & Stevenson,1991):

a. Waktu analisis cepat.

Biasanya waktu analisis kurang dari satu jam, banyak analisis yang dapat dilakukan dalam waktu 15-30
menit, untuk analisis yang tidak rumit dapat dicapai waktu analisis yang kurang dari 5 menit.

b. Daya pisahnya baik.

Kemampuan pelarut untuk berinteraksi secara selektif dengan fase diam dan fase gerak memberikan
parameter tambahan untuk mencapai parameter yang dikehendaki.

c. Peka, kepekaan sangat tergantung pada jenis detektor dan eluen yang digunakan.

d. Pemilihan kolom dan eluen sangat bervariasi.

e. Kolom dapat dipakai kembali.

f. Mudah untuk memperoleh kembali cuplikan.

g. Dapat menghitung sampel dalam kadar yang sangat rendah.

h. Dapat digunakan untuk molekul besar dan kecil.

3. Instrumen KCKT

Instrumen KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yakni wadah fase gerak (reservoir), pompa
(pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (coloumn), detector (detector), dan perekam (recorder)
(McMaster, 2007). Ilustrasi instrument dasar KCKT dapat dilihat pada Gambar 1.
a. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong atau labu laboratorium
dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak
antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing
(penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan
komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar &
Rohman, 2007).

b. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat yakni:
pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas,
teflon, baja tahan karat, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan
tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 0,1 - 10
ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang
menyimpang pada detector (Gandjar & Rohman, 2007).

c. Tempat Injeksi Sampel

Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic injector
(autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana (Meyer,
2010).

Katup putaran (loop valve), umumnya digunakan untuk menginjeksi volume yang lebih
besar dari 10 µl dan dapat dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih
kecil dapat diinjeksikan secara manual). Jika katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran
akan bergerak ke dalam kolom (Meyer, 2010). Automatic injector atau disebut juga autosampler
memiliki prinsip yang mirip, hanya saja system penyuntikannya bekerja secara otomatis (Meyer,
2010).

d. Kolom

Kolom kinerja tinggi yang dapat meminimalkan pelebaran puncak sampel adalah jantung
dari sistem kromatografi cair modern. Efisiensi kolom tertinggi dapat dicapai dengan
menggunakan kolom yang dikemas dengan padat, seragam, dan berdiameter 5 - 10 μm.

Kolom dengan diameter 2 – 5 mm biasanya digunakan untuk analisis. Kolom yang lebih
lebar dengan diameter antara 10 mm sampai 1 inchi (25,4 mm) dapat digunakan untuk
pekerjaan preparatif. Kolom dengan panjang 5, 10, 15, atau 25 cm umum digunakan pada fase
diam mikropartikel berukuran 10 μm ke bawah. Kolom yang lebih panjang meningkatkan
volume retensi, sehingga mengurangi konsentrasi puncak pada zat yang terelusi.

Pada umumnya kolom dibuat dari stainless steel, tahan terhadap tekanan KCKT normal
dan relatif inert terhadap korosi kimiawi (Meyer,2010).

e. Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu detektor universal (yang mampu
mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak selektif) seperti detektor indeks bias dan
detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis,
detektor fluoresensi dan elektrokimia (Gandjar & Rohman, 2007).

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1) Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.

2) Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat
kecil.

3) Mempunyai sel volume yang kecil untuk meminimalkan pelebaran pita.

4) Sinyal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas
(kisaran dinamis linier).

5) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak

6) Stabil dalam pengoperasian (Gandjar & Rohman, 2007).

f. Pengolahan Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara
keseluruhan disebut sebagai kromatogram (Johnson & Stevenson, 1991).
Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau rekorder, dihubungkan dengan
detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya
sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis atau pengguna
(Gandjar & Rohman, 2007).

6. Kromatografi Pertukaran Ion


Putra, E.D. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi.
http://222.USUdigitallibrary.or.id.

6. Karl Drlica, David S. Perlin. 2011. Antibiotic Resistance: Understanding and Responding to an Emerging
Crisis. Emergency Infectious Disease.

You might also like