Professional Documents
Culture Documents
Makalah PPN Dan PPN BM JASA KETIK
Makalah PPN Dan PPN BM JASA KETIK
Fasah astriani
202201130
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai PPn & PPnBM. Diharapkan Makalah
ini dapat menjawab segala pertanyaan yang ada mengenai hal tersebut.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
Makalah ini.
Akhir kata, Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kita. Amin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah................................................................................................................4
C. Tujuan..................................................................................................................................5
D. Metode Penulisan.................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................6
A. Dasar Hukum PPN Dan PPn BM, Perkembangan Dasar Hukumnya, Karakteristik, Tipe,
Dan Pencatatan/ Pembukuan Pada PPN.....................................................................................6
B. Objek Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM). . .13
C. Dasar Pengenaan Pajak......................................................................................................16
D. Tarif..................................................................................................................................17
E. Mekanisme Pengenaan PPn..............................................................................................17
F. Cara Menghitung PPn Dan Cara Menghitung PPn BM....................................................18
G. Saat Terutang Pajak...........................................................................................................18
H. Mekanisme Kredit Pajak...................................................................................................20
I. Penyerahan Kepada Pemungut Ppn...................................................................................21
J. PPn Atas Kegiatan Membangun Sendiri Dan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPN
...................................................................................................................................................24
BAB III PENUTUP......................................................................................................................26
A. Kesimpulan........................................................................................................................26
B. Saran.................................................................................................................................27
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa
Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN
termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen
akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau
produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam
perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak
masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan
pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat
produknya.
Apabila dilihat dari sejarahnya, Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari
Pajak Penjualan. Alasan penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi
memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan
pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan
pemerataan pajak.
4
Pembukuan yang benar dan lengkap merupakan syarat mutlak pelaksanaan sistem perpajakan di
Indonesia yang berdasarkan “Self assessment” yakni pemerintah memberikan kepercayaan
kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri besarnya Pajak Pertambahan Nilai terhutangnya,
menyetorkannya ke Bank persepsi dan kemudian melaporkan secara teratur ke Kantor Pelayanan
Pajak dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT).
Namun pada kenyataanya masyarakat kita, khusunya yang berada di desa-desa dan
masyrakat awam, tidak cukup mengenal atau bahkan tidak tahu sama sekali mengenai PPn dan
PPn BM, mulai dari apa itu PPn dan PPn BM, apa dasar hukumnya, apa saja objeknya,
bagaimana cara penghitungannya, mekanismenya, karaketristiknya, dan lain sebagainya..
Maka dari itu berangkat dari permasalahan di atas, mengenai ketidaktahuan sebagian msyarakat
Indonesia tentang PPn dan PPn BM, kami terinspirasi untuk menyajikan secara menyeluruh,
detail, dan serinci mungkin, mengenai permasalahan PPn dan PPn Bm di Indonesia dalam
bentuk suatu Makalah. Adapun Makalahnya Kami beri judul “PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah, dari makalah yang kami sajikan adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana dasar hukum PPN dan PPn BM, perkembangan dasar hukumnya, karakteristik,
tipe, dan pencatatan/ pembukuan pada PPN?
2. Apa saja yang menjadi objek pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang
mewah (PPn BM)?
3. Apa yang menjadi dasar pengenaan pajak?
4. Bagaimana tarif dari PPn dan PPn Bm?
5. Bagaimana mekanisme pengenaan PPn?
6. Bagaimana cara menghitung PPn dan cara menghitung PPn BM?
7. Apa yang dimaksud dengan saat terutang pajak?
8. Bagaimana mekanisme kredit pajak?
9. Apa yang dimaksud dengan penyerahan kepada pemungut ppn?
10. Apa yang dimaksud dengan PPn atas kegiatan membangun sendiri dan surat
pemberitahuan masa (SPT Masa) PPN?
5
C. Tujuan
Di dalam suatu hal pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu, begitu pun dengan
makalah yang kami sajikan memiliki tujuan. Dari rumusan di atas maka adapun tujuannya
adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan dasar hukum PPN dan PPn BM, perkembangan dasar hukumnya,
karakteristik, tipe, dan pencatatan/ pembukuan pada PPN.
2. Memaparkan objek pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah
(PPn BM).
3. Untuk menjelaskan apa saja yang menjadi dasar pengenaan pajak.
4. Memaparkan tarif dari PPn dan PPn Bm.
5. Mendeskripsikan mekanisme pengenaan PPn.
6. Menjelaskan bagaimana cara menghitung PPn dan cara menghitung PPn BM.
7. Untuk menjelaskan yang dimaksud dengan saat terutang pajak.
8. Untuk mendeskripsikan mekanisme kredit pajak.
9. Untuk memaparkan apa yang dimaksud dengan penyerahan kepada pemungut ppn.
10. Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan PPn atas kegiatan membangun sendiri
dan surat pemberitahuan masa (SPT Masa) PPN.
D. Metode Penulisan
Pada makalah yang kami sajikan metode penulisan yang digunakan adalah dengan libray
method atau yang lebih dikenal dengan metode kepustakaan, artinya isi dari makalah ini
sebagaian besar adalah hasil kutipan dan referensi dari berbagai sumber buku.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum PPN Dan PPn BM, Perkembangan Dasar Hukumnya, Karakteristik,
Tipe, Dan Pencatatan/ Pembukuan Pada PPN
Undang-Undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-
Undag ini disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
1. Perkembangan Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai Indonesia
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang lebih dikenal dengan nama UU Pajak
Pertambahan Nilai 1984 merupakan salah satu produk referensi system perpajakan nasional (tax
reform) 1983. Sebagai pengganti UU nomot 19 Tahun 1951 Drt.jo UU Nomor 35 Tahun 1953
entang pajak penjualan, UU PPN 1984 ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1985.
Dalam kurun waktu 15 tahun sejak muali berlaku, Undang-undang ini mengalami dua kali
perubahan. Perubahan yang pertama dilakukan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 194
yang muali berlaku pada tanggal 1 januari 1995, sedangkan perubahan yang kedua dilakukan
dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 1994 yang muali berlaku pada tanggal 1 januari 1995,
sedangkan perubahan yang kedua dilakukan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000
yang mulai berlaku sejak tanggal 1 januari 2001.
Adapun tujuan perubahan ini sebagaimana ditegaskan dalam konsideran filosofi UU Nomor 18
Tahun 2000 adalah:
a) Lebih meningkatkan kepastian hokum dan keadilan
b) Menciptakan siste perpajakan yang sederhana dengan tanpa mengabaikan pengawasan
dan pengamanan penerimaan Negara.
Latarbelakang perubahan justru dijumai dalam memori penjelasan bagian umum yang
menegaskan bahwa dalam era reformasi saat ini, perkembangan social ekonomi dan politik
berlangsung sangat cepat sehingga perubahan sistem perpajakan yang pernah dilakukan belum
dapat menampung perkembangan dunia usaha karena masih dijumpai kelemahan-kelemahan
dalam Undang-undang perpajakan, yaitu:
a) Belum adil walaupun sudah dilaksanakan sesuai ketentuan,
b) Kurang memberikan hak-hak wajib pajak
c) Kurang memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya,
d) Kurang memberikan kepastian hukum serta kurang sederhana.
Meskipun UU no 8 Tahun 1983 telah diubah untuk yang kedua kalinya dengan UU
Nomor 18 Tahun 2000, nama Undang-Undang ini tidak mengalami perubahan, Karena:
1) Pasal 20 UU Nomor 8 Tahun 1983 yang berbunyi: “ Undang-undang ini dapat disebut
dengan nama Undang-undang pajak Pertambahan Nilai 1984”tidak diubah, dan pasal 2
ayat (2) dan pasal 14 ayat (1) UU Nomor6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UU Nomor 16 Tahu 2000, menyebut UU Nomor 8 Tahun 1983 yang telah
diubah ini “undang-undang Pajaka Pertambahan Nilai”
2) Sesuai dengan bunyi konsiderans UU nomor 11 Tahun 1994 dan UU Nomor 11 Tahun
1994 dan UU Nomor 18 Tahun 2000 bhwa pengundangan undang-undang ini di
maksudkan untuk mengubah UU Nomor 8 Tahun 1983, jadi bukan untuk menggantikan
kedudukannya.
7
3) Pasal III UU Nomor 18 Tahun 2000 menentukan: “ Undang-undang ini dapat disebut
Undang-Undang perubahan kedua Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984”. UU
ini menyebut UU PPN dengan nama UU PPN 1984.
Berdasar 3 argumentasi yuridis dan filosofis tersebut, maka sejak 1 April 1985 sampai
dengan saat ini dan seterusnya, yaitu setelah perubahan yang pertama dengan UU Nomor 11
Tahun 1994 dan perubahan yang kedua dengan UU Nomor 18 Tahun 2000, sebagai dasar
hukum Pajak Pertambahan Nilai sejak 1 januari 2001 dapat dikemukakan sebagai berikut ;
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 yang tetap dinamakan Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984.
b. Peraturan pmerintah Nomor 144 Tahun 2000 jo peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2002 tentang pelaksanaa UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak pertambahan Nilai
Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang 18 Tahun 2000.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang jenis Barang dan Jasa yang tidak
dikenakan pajak.
d. Peraturan pemrintah Nomor 145 Tahun 2000 jis Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2002 serta Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2003 tentang Kelompok Barang Kena pajak Yang Tergolong Mewah
yang dikenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
e. Peraturan pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 jo Peraturan PemerintahNomor 38 Tahun
2003 tentang Impor dan atau penyerahan Barang kena Pajak Tertentu dan atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 jis Peraturan pemerintah Nomor 43 tahun
2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2003 tentang Impor dan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2003 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena
Pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dai pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2003 tentang Perlakuan PPN dan PPnBM
dikawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam, sebagimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2005.
h. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 adalah tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan. UU ini mengatur mengenai materi Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan memuat beberapa ketentuan yang diubah dan/atau ditambah antara lain
mengenai kerja sama bantuan penagihan pajak antarnegara, kuasa Wajib Pajak,
pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan kerja sama untuk kepentingan
negara, dan daluwarsa penuntutan pidana pajak. Dalam materi Pajak Penghasilan
terdapat beberapa ketentuan yang diubah dan/atau ditambah antara lain mengenai
perubahan pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan, tarif Pajak Penghasilan
orang pribadi dan badan, penyusutan dan amortisasi, serta kesepakatan/perjanjian
internasional di bidang perpajakan. Selanjutnya perubahan materi Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah meliputi antara lain pengurangan
pengecualian objek Pajak Pertambahan Nilai, pengaturan kembali fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai, perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai, dan pengenaan tarif pajak
Pertambahan Nilai final. Kemudian untuk mendorong kepatuhan Wajib Pajak terdapat
materi Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak yang memberikan kesempatan
kepada wajib Pajak untuk mengungkapkan hartanya yang belum diungkapkan.
2. Karakteristik pajak pertambahan nilai
a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung
8
Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak
(destinataris pajak) dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas Negara
berada pada pihak yang berbeda.Pemikul pajak ini secara nyata berkedudukan sebagai
pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak. Sedangkan penanggung jawab
atas pembayaran pajak ke kas Negara adalah pengusaha kena pajak yang bertindak selaku
penjual barang kena pajak atau pengusaha jasa kena pajak
b. Pajak objektif
Yang dimaksud pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbunya kewajiban
pajak ditentukan oleh factor objektif yaitu adanya taatbestand .adapun yang dimaksud taat
bestand adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan hokum yang dapat dikenakan pajak yang
juga disebut dengan nama objek pajak. Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk
membayar pajak pertambahan nilai ditentukan oleh adanya objek pajak.
9
1) Kuantum Barang Kena Pajak Yang diserahkan
2) Harga Perolehan Barang/Jasa Kena Pajak dan Pajak Masukan
3) Harga Jual/Penggantian dan Pajak keluaran yang dikenakan
4) Penyerahan yang terutang PPN 10%
5) Penyerahan yang terutang PPN 0%
6) Penyerahan yag tidak terutang PPN
7) Penyerahan yang terutang PPnBM
Karena berdasarkan pasal 16B UU PPN 1984, terhadap penyerahan BKP/JKP tertentu diberikan
fasilitas maka bagi PKP yang melakukan penyerahan terkait dengan fasilitas dimaksud,
pencatatan itu harus ditambah dengan dua materi lagi yaitu :
8) Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan pajak
9) Penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya tidak dipungut.
1) Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia,merek dagang, atau
bentuk hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak serupa lainnya.
2) Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial, komersial, atau
ilmiah.
3) Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial.
4) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/ perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi
tersebut pada huruf c, berupa:
5) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang
disalurkan kepada masyaraka tmelalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang
seupa;
6) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/ dipancarkan melalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa;
7) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
8) Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau
pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
9) Pelepasan seluruhnya atau sebagaian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut
di atas.
Pengecualian BKP
Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis
barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas
kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya,
seperti:
Minyak mentah (crude oil);
10
gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung
masyarakat;
panas bumi;
asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu bpermata, bentonit,
dolomit, felspar (feldsfar), garam batu (halite), grafit, granit/ andesit, gips,
kalsit,kaolin,leusit,magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir
kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat,
tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan traktit;
batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih
bauksit.
2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti:
Beras;
Gabah;
Jagung;
Sagu;
Kedelai;
Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih,
dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami,
dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/ direbus;
Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, disinkan, atau
dikemasi.
Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan,
tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/ atau dikemas atau tidak
dikemas;dan
Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/ atau disimpan
pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak,
termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya).
Jasa Kena Pajak (JKP)
Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum
yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan
dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984.
Pengecualian JKP
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-Undang
PPn. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan
atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut.
1) Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
Jasa dokter hewan;
Jasa ahlikesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
Jasa kebidanan dan dukun bayi;
Jasa paramedis dan perawat;
11
Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium;
Jasa psikolog dan psikiater;
Jasapengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.
Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/ atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain
dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek,
atau sarana lainnya;
jasa-jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa: sewa
guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu kredit dan/ atau pembiayaan
konsumen;
jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia;
jasa penjaminan.
5) Jasa asuransi, yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan
reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak
termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan
konsultan asuransi.
6) Jasa di bidang keagamaan, meliputi:
Jasa pelayanan rumah ibadah;
Jasa pemberian khotbah atau dakwah;
Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan;
Jasa lain di bidang keagamaan.
12
Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
12) Jasa perhotelan, meliputi:
1) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasadari luar
Daerah Pabean.
2) Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai paja berdasarkan Undang-Undang
PPN 1984.
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak berkewajiban, antara lain untuk:
1) Pengusaha Kecil.
2) Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak dikenakan PPN.
Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang
kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/ atau penerimaan
bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pengusaha kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau
penerimaan brutonya melebihi batas yang telah ditetapkan, Pengusaha tersebut wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya setelah
13
bulan saat jumlah peredaran bruto dan/ atau penerimaan brutonya melebihi Rp. 600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah).
PKP dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP apabila jhumlah
peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi batas yang
telah ditentukan dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya tahun
buku. Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keputusan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan
sejak permohonan pencabutan pengukuhan diterima. Apabila dalam jangka waktu tersebut
Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan pencabutan pengukuhan
dianggap diterima.
Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil.
1) Dilarang membuat faktur pajak
2) Tidak wajib memasukan SPT Masa PPN
3) Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan
4) Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang memperoleh
bruto di atas batas yang telah ditentukan.
Penyerahan Barang Kena Pajak
1) Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak.
Penyerahan barang yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:
2) Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian
3) Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha
(leasing)
4) Penterahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
5) Pemakaian swendiri dan/atau pemberian Cuma-Cuma atas BKP
6) BKP berupa persediaan dan atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan , yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
7) Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar
cabang
8) Penyerahan BKP secara konsinyasi
9) Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahanya dianggap langsung dari PKP kepada
pihak yang membutuhkan BKP
Sedangkan penyerakan barang yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP
adalah sebagai berikut.
1) Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang
2) Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang
3) Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebalikanya dan/atau penyerahan BKP atar
cabang dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat pajak terutang
4) Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan , peleburan, pemekaran , pemecahan dari
pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang
menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak
5) BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, yang
masih tersisa pada saat pembuaan perusahaan dan yang pajak Masukan atas perolehanya
tidak dapt di kreditkan.
B. Objek Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM)
14
Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang tidak berwujud
Penyerahan dilakukan di daerah Pabean
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha
b. Impor BKP
c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Syarat-
syaratnya adalah sebagai berikut.
Jasa yang diserahkan merupakan JKP
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
f. Ekspor BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
g. Ekspor BK tidak Berwujud oleh pengusaha kena pajak
h. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidaka dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
i. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semual tidak untuk diperjualbelikan
oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak Masukanya tidak dapat dikreditkan.
2. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM)
Dengan pertimbangan bahwa:
a. Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah
dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
b. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah
c. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
d. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara
Maka atas penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh produsen atau impor BKP yang
tergolong mewah, disamping dikenakan Pajak Pertambhan Nilai (PPN) juga dikenakan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM).Batasan suatu termasuk BKP yang tergolong mewah
adalah:
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentuu
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi
d. Barang tersebut untuk menunjukan status
PPn BM dikenakan atas:
a. Penyerahan BKPyang tergolong barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
berpenghasilan BKP yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah PAbean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaanya
b. Impor BKP yang tergolong mewah
PPn BM merupakan pungutan tambahan disamping PPN. PPn BM hanya dikenakan satu kali
pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau
pada waktu impor BKP yang tergolong mewah.
1. Karaktreristik PPnBM
Dari Pasal 5 dan Pasal 10 UU PPN 1984 diketahui karakteristik (PPnBM) sebagai berikut:
a. PPnBM merupakan pungutan tambahan di smping PPN;
b. PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada saat impor, atau penyerahan di dalam
Daerah Pabean BKP yang tergolong Mewah oleh pabrikan yang menghasilkannya;
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM. Namun, Pengusaha Kena
Pajak yang mengekspor BKP Yang Tergolong Mewah dapat meminta kembali PPnBM
15
yang telah dibayar pada waktu perolehan BKP Yang Tergolong Mewah yang dieskpor
tersebut.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada
mata rantai jalur distribusi yang disebut dalam Pasal 5 UU PPN 1984.
16
Pembebasan ini diperoleh dengan terlebih dahulu pembeli yang berkepentingan mengajukan
Surat Keterangan Bebas PPnBM ke Kantor Pelayanan Pajak setempat. Dalam hal sebelum
diperoleh surat keterangan ini sudah terlanjur membeli kendaraan bermotor yang diperlukan dan
memenuhi kriteria yang seharusnya dibebaskan dari PPnBM, maka pihak pembeli dapat
mengajukan permohonan pengembalian (restitusi) PPnBM yang sudah dibayar.
Untuk menghitung besarnya pajak (PPN dan PPn BM) yang terutang perlu adanya dasar
Pengenaan Pajak (DPP), yang menjadi DPP adalah:
1. Harga jual
2. Penggantian
3. Nilai impor
4. Nilai ekspor
5. Nilai lain yang diatur dengan Peraturan Menderi Keuangan
Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau sehatusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN uang dipungut menurut UU
PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
Penggantian adalah berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh
pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tetapi tidak
termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN tahun 1984 dan potongan harga yang
dicantumkan dalam faktur pajak atau berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh
penerima jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tidak Berwujud
karena pemanfaatan BKP tidak Berwujud dari luar daerah Pabean di dalam daerah pabean.
Nilai impor adalah nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitung bea masuk ditambah
pungutan berdasarkan kertentuan dalam perundang-undangan yang mengatur mengenai
kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPn BM yang dipungut
menurut UU PPN 1984.
Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh eksportir.
Penerapan DPP diatur dalam berbagai peratiran pelaksanaan undang-undang sebgai berikut:
1. Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual.
2. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah pergantian.
3. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor.
4. Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor.
5. Atas kegiatan membangun sendiri bangunan permanen dengan luas 300M² atau lebih,
yang dilakuakan oleh orang pribadi atau badan tidak dalam lingkungan perusahaan atau
17
pekerjaanya. DPPnya adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun
(tidak termasuk harga peroleh tanah).
6. Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah
dikurang laba kotor.
7. Untuk pemberian Cuma-Cuma BKP adan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian
setelah dikurangi laba kotor.
8. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata –
rata.
9. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata – rata perjudul film.
10. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran.
D. Tarif
Undang-Undang PPN 1984 menganut metode kredit pajak serta metode faktur pajak. Dalam
metode ini PPN dikenakan atas penyerahan BKP atau JKP oleh pengusaha kena pakjak (PKP).
PPN dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi. Unsur pengenaan pajak
berganda atau pengenaan pajak atas pajak dapat dihindari dengan menerapkanya mekanisme
pengkreditan pajak masukan (metodw kredit pajak). Untuk melakukan pengkreditan pajak
masukan, sarana yang digunakan adalah faktur pajak (metode faktur pajak).
Mekanisme pengenaan PPn dapat digambarkan sebagi berikut:
1. Pada saat mebeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi
pembeli yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak dimuka
dan disebut dengan Pjak Masukan. Pembeli berhak menerima bukti berupa faktur pajak.
2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN.
Bagi penjual, PPN tersebut merupakan pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut
PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak.
3. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan
takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar dari pada jumlah pajak masukan, selisihnya
harus disetorkan ke kas negara.
4. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran lebih kecil dari pada jumlah
pajak masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke
masa pajak berikutnya.
5. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
Contoh :
Sepanjang bulan Maret 2011, PT ABC mempunyai transaksi sebagai berikut :
18
Membeli bahan baku seharga Rp. 100.000.000,- (dipungut PPN sebesar Rp.
10.000.000,-)
Membeli bahan penolong seharga Rp. 40.000.000,- (dipungut PPN sebesar Rp.
4.000.000,-)
Menjual produknya seharga Rp. 200.000.000,- (memungut PPN sebesar Rp.
20.000.000,-)
Penghitungan PPN :
Jumlah Pajak Keluaran Rp. 20.000.000,-
Jumlah Pajak Masukan Rp. 14.000.000,-
PPN kurang bayar Rp. 6.000.000,-
Jumlah PPN kurang bayar sebesar Rp. 6.000.000,- ini harus disetorkan ke kas
negara.
F. Cara Menghitung PPn Dan Cara Menghitung PPn BM
Contoh :
Pengusaha kena pajak “A” menjual tunai BKP kepada pengusaha kena pajak “B” dengan
harga jual Rp. 25. 000.000,- PPN yang terutang :
PPN sebesar Rp. 2.500.000,- tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh
pengusaha kena pajak “A”. Sedangkan bagi pengusaha kena pajak “B”, PPN tersebut
merupakan pajak masukan.
Seseorang mengimpor BKP dari luar daerah Pabean dengan nilai impor Rp. 15.000.000,-
PPN yang dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai :
PKP “ABC” sebagai pabrikan menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga jual
Rp. 10.000.000,-. Barang tersebut merupakan BKP yang tergolong mewah dengan tarif
PPn BM sebesar 40 %. Penghitungan pajak yang harus dipungut adalah sebagai berikut :
19
4. Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
5. Ekspor BKP berwujud
6. Ekspor BKP tidak berwujud
7. Ekspor JKP
8. Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penerahan
JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelu dimulainya pemanfaatan BKP tidak
berwujud atau JKP dari luar daerah Pabean.
Apabila Penguasa Kena Pajak terutang pajak pada lebih dari satu tempat kegiatan usaha,
Pengusaha Kena Pajak tersebut dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dalam
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memilih satu
tempat atau lebih sebagai tempat terutangnya pajak.
b. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi ditempat barang kena pajak dimasukkan dan
dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
c. Orang pribadi atau badan yang mrmanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar
Daerah Pabean terutang pajak ditempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha.
d. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, ditempat bangunan tersebut didirikan.
2. Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
Faktur pajak dibuat pada :
a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan,
atau
d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau
penyerahan JKP yang paling sedikit memuat :
a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP
b. Nama, alamat dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP
c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga
d. PPN yang dipungut
e. PPn BM yang dipungut
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak
Faktur Pajak harus dibuat pada :
a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
20
d. Untuk Faktur Pajak gabungan harus dimuat paling lama pada akhir bulan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
e. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
H. Mekanisme Kredit Pajak
Pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena Pajak,
pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, atau
pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean wajib membayar Pajak
Pertambahan Nilai dan berhak menerima bukti pungutan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang
seharusnya sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli barang kena pajak,
penerima jasa kena pajak pengimpor barang kena pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pajak masukan yang wajib dibayar tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak dapat
dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam masa pajak yang sama. Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa
Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan
belum dilakukan pemeriksaan.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, pajak keluaran lebih besar dari pada pajak masukan
yang dapat dikreditkan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP ke kas
negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat
Pemberitahuan masa PPN disampaikan. Sedangkan apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar dari pada Pajak Keluarannya, maka selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan
pada Masa Pajak berikutnya.
Contoh 1 :
Selama bulan takwim terjadi kegiatan usaha sebagai berikut :
Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp. 100.000.000,-
Menyerahkan hasil produksi dengan harga jual Rp. 60.000.000,-
Pajak Masukan yang dipungut oleh PKP lain adalah sebesar :
10 % x Rp. 100.000.000 = Rp. 10.000.000,-
Kelebihan tersebut dapat dikompensasi pada Masa Pajak berikutnya atau dapat diminta kembali
(restitusi).
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka
selisihnya merupakan pajak yang harus disetor ke kas negara oleh PKP.
Contoh 2 :
Selama bulan takwim terjadi kegiatan usaha sebagai berikut :
Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp. 150.000.000,-
Menyerahkan BKP hasil produksi dengan harga jual Rp. 200.000.000,-
Pajak Masukan yang dipungut oleh PKP lain adalah sebesar :
21
10 % x Rp. 150.000.000 = Rp. 15.000.000,-
Sedikit menyimpang dari mekanisme yang secara umum berlaku, apabila PKP menyerahkan
BKP dan/atau JKP kepada pemunguut PPN, PKP yang bersangkutan tidak memungut PPN dan
PPnBM. PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan tersebut akan dipungut dan disetorkan
ke kas Negara oleh pemungut PPN.
Pengertian pemungut PPN menurut Undang- undang PPN 1984 adalah bendaharawan
pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk
memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau
instansi pemerintah tersebut.
Menurut ketentuan yang berlaku saat ini, yang ditetapkan sebagai pemungut PPN adalah:
1. Bendaharawan Pemerintah, yaitu bendaharawan atau pejabat yang melakukan
pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari bendaharawan Pemerintah
Pusat dan Daerah baik Provinsi, Kabupaten, atau Kota.
2. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
22
Pemungutan PPN yang melakukan pembayaran atas penyerahan NKP dan atau JKP oleh
Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPn
dan PPnBM yang terutang. Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan pada saat dilakukan
pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPPN kepada PKP Rekanan Pemerintah. PPN
dan PPnBM tidak dipungut dalam hal:
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah – pecah.
2. Pembayaran untuk pembebasan tanah
3. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari
pengenaan PPN.
4. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh
PT (Persero) Pertamina.
5. Pembayaran atas rekening telepon.
6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
7. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan
perundang- undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN.
Catatan:
PPN dan PPnBM yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang jumlahnya paling banyak
jumlah Rp 1.000.000,00, dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp
1.000.000,00 tersebut hendaknya diartikan termasuk PPN dan PPnBM.
b. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang menghasilkan
BKP yang tergolong mewah tersebut, disamping terutang PPN juga terutang PPnBM,
maka jumlah PPN dan PPnBM yang dipungut adalah sebagai berikut:
Dalam hal terutang PPnBM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/130
bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPnBM yang dipungut sebesar 20/130 bagian
dari jumlah pembayaran.
Contoh:
PPnBM dengan tariff 20%
Jumlah Pembayaran Rp 13.000.000,00
Jumlah PPN yang dipungut:
(10/130 x 13.000.000,00) Rp 1.000.000,00
Jumlah PPnBM yang dipungut:
(20/130) x 13.000.000,00) Rp 2.000.000,00
23
Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan:
Rp 13.000.000,00 – ( Rp 1.000.000,00 + Rp 2.000.000,00) = Rp 10.000.000,00
c. Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan
tidak merupakan jumlah yang terpecah – pecah, maka PPN dan PPnBM tidak perlu
dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp
1.000.000,00
Contoh 1:
Harga Jual Rp 900.000,00
PPN: 10% x Rp 900.000,00 Rp 90.000,00
PPnBM (Misal terutang dengan tarif 20%) Rp 180.000,00
Harga jual termasuk PPN dan PPnBM Rp 1. 170.000,00
Meskipun harga jual Rp 900.000,00 tetapi karena pembayaran termasuk PPn dan PPnBM
berjumlah Rp 1.170.000,00 (diatas 1.000.000,00). Maka PPN dan PPnBM yang terutang harus
dipungut oleh Bendahawaran Pemerintah atau KPPN.
24
h. Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan SSP
sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPPN yang melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
i. SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada huruf f dibubuhi cap
“TELAH DIBUKUKAN” oleh KPPN.
j. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau
PPnBM.
J. PPn Atas Kegiatan Membangun Sendiri Dan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)
PPN
Contoh:
Tuan Budi melakukan kegiatan membangun sendiri bangunan dengan luas 400m2 yang akan
dibangun sebagai rumah tinggal. Seluruh biaya yang dikeluarkan pada bulan April 2010
(dikeluarkan pembeli tanah) adalah sebesar Rp 50.000.000,00. PPN yang harus disetorkan
adalah:
PPN = (Rp 50.000.000,00 x 40 % ) x 10 %
= Rp 20.000.000,00 x 10 %
= Rp 2.000.000,00
Catatan:
Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat
dikreditkan.
25
Kegiatan membangun sendiri wajib dilaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya
meliputi tempat bangunan tersebut dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Undang – Undang
Yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPn BM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang – Undag ini disebut
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
3. Untuk menghitung besarnya pajak (PPN dan PPn BM) yang terutang perlu adanya dasar
Pengenaan Pajak (DPP), yang menjadi DPP adalah:
a. Harga jual
b. Penggantian
c. Nilai impor
d. Nilai ekspor
e. Nilai lain yang diatur dengan Peraturan Menderi Keuangan
6. mekanisme yang secara umum berlaku, apabila PKP menyerahkan BKP dan/atau JKP
kepada pemunguut PPN, PKP yang bersangkutan tidak memungut PPN dan PPnBM. PPN dan
27
PPnBM yang terutang atas penyerahan tersebut akan dipungut dan disetorkan ke kas Negara
oleh pemungut PPN.
7. pemungut PPN menurut Undang- undang PPN 1984 adalah bendaharawan pemerintah,
badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan
BKP dan atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah tersebut.
B. Saran
Adapun saran dari penyaji adalah, semoga untuk kedepannya tulisan ini bermanfaat khusunya
bagi kami, umumnya bagai pembaca semua. Dan semoga penulisan makalah mengenai PPn dan
PPn Bm untuk kedepannya akan jauh lebih baik lagi. Amiin.
28
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Gustian & Irwansyah Lubis.2002.Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Untung Sukardji. 2006. edisi revisi 2006. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta : Rajagrafindo
Persada.
Untung Sukardji. 2009. edisi revisi 2009. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan. Nilai. Jakarta : PT.
Rajagrafindo Persada.
Siti Resmi. 2015. Perpajakan: Teori dan Kasus. Yogyakarta: Salemba Empat.
http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=ppn
http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/no-106-pmk010-2015
http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pajak-pertambahan-nilai-ppn
http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pajak-penjualan-atas-barang-mewah-ppnbm
29