You are on page 1of 27

COVER MAKALAH PERPAJAKAN 1

BENTUK USAHA TETAP

TIM PENYUSUN

NABILA AZAHRA (2102020047)


ANDRE WIBOWO (2102020043)
AKUNTANSI B

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PERJUANGAN

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “ BENTUK USAHA
TETAP ” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang pelanggaran atau kesalahan
apa saja yang biasa terjadi dalam bahasa keseharian yang bisa kita pelajari salah satunya.
Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami
sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian
pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. dan juga
kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami,
informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada
yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu
kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Tasikmalaya, 23 September 2022

Penyusun,

Kelompok 10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Bentuk Usaha Tetap


2.2 Pengertian Bentuk Usaha Tetap
2.3 Objek Pajak Penghasilan Badan Usaha Tetap
2.4 Tex Treaty Transaksi Internasional Indonesia Jepang
2.5 Contoh Badan Usaha Tetap
2.6 Isu Terkini Terkait Badan Usaha Tetap
2.7 Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah dikurangi Pajak dari suatu
Bentuk Usaha Tetap yang ditanamkan kembali di Indonesia
2.8 Penentuan Laba Badan Usaha Tetap

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum
Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badanyang bersifat memaksa berdasarkan
Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negarabagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Sumber penerimaan
pajak berasal dari penghasilan yang sebagiannya dibayarkan kepada negara yang
dikenakanuntuk wajib pajak, baik wajib pajak dalam negeri maupun wajib pajak luar
negeri.
Salah satu penerimaan pajak ialah melalui bentuk usaha tetap. Secara garis besar
bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, serta
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Tempat usaha tersebut bersifat
permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang
pribadi yangtidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia.Berkaitan dengan hal tersebut, bentuk usaha tetap dalam sistem
perpajakan Indonesia menempati suatu kedudukan yang khusus. Karena disamping
pemajakan atas bentuk usaha tetap tersebut, berbeda dibandingkan dengan pemajakan
atas wajib pajak pada umumnya. Dalam hal ini, kaitannya dengan perjanjian pajak (tax
treaty), ada tidaknya suatu bentuk usaha tetap sangat menentukan dapat atau tidaknya
suatu negara sumber mengenakan pajak atas laba usaha yang diperoleh suatu perusahaan
yang berkedudukan diluar negeri.

Dalam perkembangan nya, menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang


Pajak Penghasilan, bentuk usaha tetap tidak lagi dikelompokkansebagai subjek pajak
badan dalam negeri, tetapi dikelompokkan sebagai subjekpajak yang berdiri sendiri dan
dianggap sebagai subjek pajak luar negeri. Namun demikian, kewajiban - kewajiban
perpajakannya dipersamakan dengansubjek pajak dalam negeri. Keadaan tersebut masih
tetap tidak berubah setelahadanya Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan Undang -
Undang Nomor36 Tahun 2008 sebagai Undang - Undang perubahan terhadap Undang -
UndangPajak Penghasilan yang terbaru.
Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut sebagai objek pajakatas
penghasilan yang diperoleh suatu perusahaan. Pajak Penghasilan akanselalu dikenakan
terhadap orang atau badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan.
Setiap perusahaan yang bergerak di bidang jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak
diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi perusahaan, pajak merupakan sumber
pengeluaran tanpa adanya imbalan langsung untuk perusahaan tersebut. Sehingga
biasanya, perusahaan melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil
mungkin selamahal tersebut memungkinkan

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bersumber pada penjelasan serta uraian pada latar belakang permasalahan diatas ,
makadapat diformulasikan permasalahan yakni : Bagaimana perlakuan perpajakan BUT
di Indonesia?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan penyusunan makalah ini merupakan buat mendeskripsikan perlakuan
perpajakanBUT di Indonesia terkhusus buat jenis keagenan.

1.4 MANFAAT PENULISAN

Manfaat yang diharapkan dari penyusunan makalah ini ialah:

 Bagi PenulisPenulisan makalah ini bisa dijadikan pengetahuan secara teoritis yang
diperoleh selama kuliah serta tugas dalam menempuh mata kuliah seminar
perpajakan.
 Bagi Lembaga Selaku suatu karya yang bisa dijadikan selaku bahan rujukan serta
pustaka bagi mahasiswa ataupun pihak lain yang mempunyai ketertarikan menulis
dalam bidang yang relevan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bentuk Usaha Tetap

Bentuk usaha tetap merupakan Bentuk usaha yg digunakan oleh orangpribadi yg tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada pada Indonesia tidak lebih berasal
183 (seratus delapan puluh 3) hari pada jangkawaktu 12 (2 belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan serta tidakbertempat kedudukan di Indonesia buat menjalankan usaha atau
melakukan aktivitas di Indonesia. tempat usaha tersebut bersifat tetap serta digunakan
untukmenjalankan usaha atau melakukan kegiatan berasal orang pribadi yang tidakbertempat
tinggal atau badan yang tidak didirikan serta tidak bertempatkedudukan pada
Indonesia.Perusahaan iuran pertanggungan yg didirikan dan bertempat kedudukan pada
luarIndonesia disebut memiliki bentuk perjuangan tetap pada Indonesia apabilaperusahaan
premi tersebut mendapatkan pembayaran asuransi iuran pertanggungan ataumenanggung
risiko pada Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya diIndonesia. Menanggung
risiko pada Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yangmengakibatkan risiko tersebut terjadi
di Indonesia. yg perlu diperhatikan ialah bahwa pihak tertanggung berdomisili, berada, atau
bertempat kedudukan pada Indonesia.intinya pengenaan pajak terhadap wajib Pajak luar
negeri menganut asas asal, ialah atas setiap penghasilan yang diterima atau diperoleh harus
Pajak luar negeri yg bersumber dari Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia.

2.2 Pengertian Badan Usaha Tetap

sesuai Pasal 2 Ayat 5 UU nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan ke 2 UU nomor :


7 Tahun 1983 perihal Pajak Penghasilan (selanjutnya diklaim UU PPh), BUT diartikan
menjadi bentuk usaha yang digunakan oleh subyek pajak luar negeri (non resident taxpayer)
baik orang langsung (nature person) atau badan (sah person) untuk menjalankan usaha atau
melakukan aktivitas di Indonesia. dari OECD model, yg dimaksud BUT artinya: suatu
kawasan usaha tetap yang digunakan perusahaan buat menjalankan seluruh atau
sebagianbesar usahanya. Pengertian tersebut mengandung beberapa ciri yg mewarnai suatu
BUT perusahaan asing pada Indonesia yaitu: (i) adanya tempatusaha berupa prasarana, (ii)
kawasan usaha ini wajib bersifat tetap, (iii) aktivitas usaha perusahaan dilakukan melalui
daerah usaha tadi, serta (iv) sifatnya wajib produktif, dimana BUT tersebut wajib ikut andil
pada meberikan labausaha bagi perusahaannya (tempat kerja pusatnya) sinkron Tax Treaty
model OECD, pengecualian timbulnya BUT yaitusebagai berikut :

 apabila perusahaan asal suatu negara treaty partner menjalankankegiatan-kegiatan yg


terbatas pada Indonesia yg cakupan kegiatan-kegiatannya artinya sebagai berikut:
1. Penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dimaksudkan untukmenyimpan,
memamerkan barang-barang atau barang daganganmilik perusahaan.
2. Pengurusan persediaan barang-barang atau barang dagangan milikperusahaan semata-
mata dimaksudkan buat disimpan, dipamerkanatau diolah lebih lanjut oleh perusahaan
lain.
3. Pengurusan kawasan usaha tetap semata-mata dimaksudkan untukpembelian barang-
barang atau barang dagangan, mengumpulkaninformasi bagi keperluan perusahaan,
buat tujuan periklanan,menyampaikan gosip atau buat menjalankan aktivitas-
kegiatanyang bersifat persiapan ataupun penunjang bagi perusahaan.
 Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya melalui agen yang bertindak
bebas (independent agent). Agen independen artinya agen yangmenjalankan
usahanya secara bebas tanpa instruksi dari perusahaan diluar negeri (non resident
taxpayer) contohnya makelar, komisionerumum.bila suatu perusahaan yg
berkedudukan pada suatu negara treaty partner yg menguasai atau dikuasai oleh
perusahaan lain yang berkedudukan pada negara treaty partner lainnya ataupun
menjalankan usaha di negara treaty lainnya (baik melalui suatu BUT maupun
menggunakan alternatif).

2.3 Objek Pajak Penghasilan BUT

Sebagaimana dijelaskan pada UU PPh, Objek PPh artinya penghasilan pada arti luas.
Bagi bentuk usaha tetap (BUT), yg sebagai objek pajak artinya:

1. penghasilan berasal usaha atau kegiatan BUT tadi berasal harta yg dimiliki atau
dikuasai;
2. penghasilan tempat kerja sentra dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yg dijalankan atau yg dilakukan oleh
BUT pada Indonesia (force of attraction);
3. penghasilan yg menjadi Objek PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yg
menyampaikan penghasilan dimaksud (effectively connected income). biaya -porto yg
berkaitan menggunakan ketiga jenis penghasilan tadi dapat dikurangkan berasal
penghasilan BUT. tetapi, buat porto-porto terkait kantor sentra berlaku ketentuan
sebagai berikut.
 biaya administrasi kantor pusat yg bisa dibebankan artinya biaya yg berkaitan
dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan sang Direktur
Jenderal Pajak;
 pembayaran kepada kantor pusat yang tidak bisa dibebankan menjadi biaya
merupakan:
- royalti atau imbalan lainnya sehubungan menggunakan penggunaan harta,
paten, atau hak-hak lainnya;
- imbalan sehubungan menggunakan jasa manajemen serta jasa lainnya;
- bunga, kecuali bunga yg berkenaan menggunakan usaha perbankan.
intinya, BUT adalah satu kesatuan dengan tempat kerja pusatnya. oleh
sebab itu, pembayaran yang diterima oleh BUT dari tempat kerja pusat
berupa:
a. royalti atau imbalan lainnya sehubungan menggunakan penggunaan harta, paten, atau
hak-hak lainnya;
b. imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
c. bunga, kecuali bunga yg berkenaan dengan usaha perbankan,
tidak dianggap menjadi objek pajak.

contoh:

A Inc. artinya subjek pajak luar negeri yg beranjak pada bidang penjualan mesin
cetak. A Inc. menjalankan usaha penjualan mesin cetak mereka di Indonesia melalui BUT A.
pada tahun 2019, diperoleh info menjadi berikut.
1) BUT A berhasil membukukan penjualan mesin cetak sebesar Rp10 miliar;
2) Terdapat penjualan mesin cetak secara langsung oleh A Inc. pada konsumen di
Indonesia sebanyak Rp5 miliar;
3) A Inc jua memperoleh penghasilan dari jasa instalasi dan perawatan mesin
cetak senilai Rp500 juta yang pelaksanaan kegiatannya dilakukan oleh BUT
A. Atas pekerjaan tersebut, BUT A memperoleh imbalan sebanyak Rp100 juta
dari A Inc.;
4) biaya -biaya yang dapat dikurangkan diasumsikan sebanyak Rp10 miliar; serta
5) ada pembebanan biaya jasa manajemen A Inc. kepada BUT A sebanyak Rp1
miliar.

berdasarkan informasi tersebut, BUT A di awalnya menghitung laba usaha menurut


pajak sebagai berikut. Komponen Nilai (Rp) Penghasilan berasal penjualan mesin cetak
10.000.000.000 Penghasilan dari pemberian jasa dari A Inc. 100.000.000 Total penghasilan
10.100.000.000 porto usaha (10.000.000.000) biaya jasa manajemen A Inc. (1.000.000.000)
laba (rugi) usaha dari pajak (900.000.000) laba usaha BUT – Sebelum sesuai UU PPh, laba
usaha dari pajak BUT A seharusnya dihitung sebagai berikut. Komponen Nilai (Rp)
Penghasilan dari penjualan mesin cetak 10.000.000.000 Penghasilan berasal penjualan mesin
cetak sang A Inc (force of attraction) 5.000.000.000 Penghasilan dari jasa instalasi serta
perawatan mesin cetak A Inc (effectively connected income) 500.000.000

Total penghasilan 15.500.000.000


biaya usaha (10.000.000.000)
laba (rugi) perjuangan menurut pajak 5.500.000.000
laba usaha BUT – setelah

2.3.1 Kewajiban Pajak BUT

Walaupun BUT termasuk wajib Pajak Luar Negeri, tetapi kewajiban perpajakan
BUT hampir sama menggunakan wajib Pajak Badan pada Negeri. SuatuBUT berkewajiban
untuk ber NPWP. jika memenuhi ketentuan di Undang-undang PPN, BUT jua harus buat
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).sesudah ber NPWP dan /atau dikukuhkan
menjadi PKP, BUT berkewajiban menjalankan hak serta kewajiban perpajakan yg sama
dengan wajib Pajak dalam Negeri. BUT harus menyampaikan SPT PPh Badan, SPT PPh
Pasal 21/26,PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 4 ayat (2) serta/atau PPN sinkron
menggunakan ketentuan yg berlaku. perbedaan fundamental dalam perlakuian PPh antara
harus Pajak BadanDalam Negeri serta BUT terletak di :

a. sumber penghasilan BUT yang dikenakan PPh ialah penghasilandari Indonesia saja
sebab BUT termasuk harus Pajak Luar Negeri.
b. Adanya perlakuan khusus tentang penghasilan yg menjadi objekpajak BUT serta
biaya yg boleh dikurangkan bagi BUT yang diaturdalam Pasal lima UU PPh.
c. Adanya kewajiban spesifik pemotongan PPh Pasal 26 atasPenghasilan Kena Pajak
sesudah dikurang pajak pada Indonesiasebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (4)
UU PPh.

2.3.2 Tarif Pajak Penghasilan BUT

Pemajakan terhadap BUT memakai tarif sebagaimana dimaksuddalam Pasal 17


ayat (1) huruf b serta ayat (2a) Undang-undang PPh. Besarnyatarif pajak buat tahun pajak
2009 sebanyak 20% serta mulai tahun pajak 2010menjadi sebanyak 25% kecuali BUT
eksklusif yang penghasilannya dihitungdengan memakai norma Penghitungan khusus, maka
tarifnya ialah tarifkhusus yg ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2.3.3 Klasifikasi BUT

keberadaan suatu BUT perusahaan asing pada Indonesia dapatdiidentifikasi


kedalam beberapa kelompok yaitu:

a) BUT Fasilitas Fisik ( assets type ) eksistensi suatu BUT Perusahaan asing di
Indonesia ada apabilaperusahaan asing tersebut mempunyai fasilitas fisik yg artinya
daerah buat menjalankan usaha atau melakukan aktivitas usahanya diIndonesia.
Fasilitas fisik tersebut artinya milik sendiri atau disewadari pihak lain. sesuai pasal 2
ayat (5) huruf a s/d h Undang-UndangNomor 17 Tahun 2000 terdiri berasal :
 kawasan kedudukan manajemen
 Cabang perusahaan
 kantor perwakilan
 Pabrik
 Bengkel
 Perikanan/pertanian/kehutanan/perkebunan
 Suatu gudang atau daerah penyimpanan barang sebagai kawasan penjualan
 Pertambangan serta penggalian asal daya alam, daerah kerjapengeboran buat
eksplorasi pertambangan
b) BUT kegiatan (activity type) keberadaan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia
timbul apabila perusahaan asing tadi menjalankan aktivitas jasa-jasa di Indonesia pada
jangka saat melebihi tes waktu. sesuai pasal 2 ayat (5) huruf idan j Undang-Undang
nomor 17 Tahun 2000, termasuk antaranya :
 Proyek konstruksi, proyek perakitan, instalasi atau kegiatanpengawasan yg
terdapat hubungannya dengan proyek tadi, dan;
 hadiah jasa termasuk jasa konsultan yang dilakukan oleh suatuperusahaan
melalui karyawan atau orang lain yang dipekerjakanoleh perusahaan itu buat
tujuan tadi, aktivitas itu berlangsungselama lebih dari 60 (enam puluh) hari
dalam jangka saat 12 bulan.

2.3.4 Cakupan Penghasilan BUT

sesuai Uraian Pasal 2 Ayat( 2) UU PPh, pemasukan terutang pajak suatu BUT
industri asing di Indonesia merupakan pemasukan yang diterima ataupun
diperolehnya asal Indonesia. dan sesuai Pasal 5 Ayat( 1) UU Pajak Pemasukan, diatur
menimpa cakupan pemasukan sesuatu BUT industri asing di Indonesia artinya:
a. sesuai Attributiion Rule, pemasukan sesuatu BUT industri asing pada
Indonesia adalah pemasukan yg berasal dari aktivitas usahanya pada
Indonesia. contohnya apabila BUT industri asing tersebut bergerak dibidang
perdagangan, sampai penghasilannya di Indonesia adalah pemasukan yg
berasal dari kegiatan usahanya pada Indonesia.
b. sesuai Force Of Attraction Rule, pemasukan sesuatu BUT industri asing di
Indonesia adalah tercantum pemasukan kantor pusatnya asal Indonesia yang
diperolehnya asal aktivitas usaha yg sejenis dengan aktivitas BUT nya pada
Indonesia. menggunakan demikian, pemasukan yg diterima ataupun diperoleh
kantor pusatnya dikira sebgai pemasukan BUT nya di Indonesia. Cocok
Effectively- Connected Rule pemasukan pasif( contohnya bunga dan royalty)
yg diterima ataupun diperoleh kantor pusatnya dan memiliki ikatan efisien
dengan aktivitas usaha BUTnya pada Indonesia dianggap selaku pemasukan
BUTnya pada Indonesia.
2.3.5 Pajak Peenghasilan Badan dan Branch Provit Tax

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya di atas bahwa tujuan perpajakan, perlakuan


perpajakan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia diperlakukan sama dengan WPDN
lainnya yaitu antara lain :

a. Kewajiban Perpajakan Tahunan


 Lapor dan setor PPh Pasal 29 atas Laba Usaha Badan PPh Badan Terutang (Tarif
Progresif) :
- 10% X 50.000.000
- 15% X 50.000.000
- 30% X Sisanya
 Lapor dan setor PPh Pasal 25 atas angsuran PPh Badan (1/12 Bulan x (PPh Badan
Terutang Kredit Pajak PPh 21,22,23,24))

b. Kewajiban Perpajakan Bulanan


- Memotong PPh Pasal 21 atas gaji yang dibayarkan kepada Karyawan WNI.
- Memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran bunga atau royalti, pembayaran jasa dan
pembayaran sewa.
- Memotong PPh Pasal 26 atas gaji yang dibayarkan kepada karyawan WNA.
- Memotong PPh Pasal 26 atas gaji yang dibayarkan kepada karyawan WNA.
- Memotong PPh Pasal 4 Ayat (2) Final atas pembayaran sewa tanah dan/atau
bangunan.

tetapi demikian atas laba bersih setelah PPh Badan suatu BUT perusahaan asing pada
Indonesia dikenakan tambahan pajak yang tak jarang dianggap menjadi branch profit tax
menggunakan tarif sebanyak 20% berasal laba bersih setelah pajak. jika perusahaan asing
tersebut dari asal negara treaty partner maka besarnya tarif branch profit tax sinkron
ketentuan tax treaty yg berlaku. Penentuan besarnya tarif branch profit tax tak jarang menjadi
perdebatan dalam perundingan tax treaty Indonesia dengan negara-negara lainnya karena
beberapa hal yaitu :
I. negara treaty partner tidak menerapkan branch profit tax pada negaranya, atau
II. buat melindu.ngi kepentingan Indonesia dibidang industri hulu Minyak Gas
serta Bumi.

pada rangka memilih besarnya PKP suatu BUT perusahaan asing pada Indonesia,
pembayaran ke kantor pusat yang tidak boleh dikurangkan sebagai deductible
expenses artinya:

o Royalti atau imbalan lainnya yg bekerjasama dengan penggunaan harta, paten


atau hak-hak lain;
o Imbalan yg berhubungan menggunakan jasa manajemen serta jasa lainnya;
o Bunga kecuali bunga yg berkenaan menggunakan perjuangan perbankan.
Selain itu, biaya administrasi kantor pusat yang dialokasikan ke BUT pada
Indonesia yg dibebankan hanya sebanyak rasio antara jumlah penghasilan
BUTnya pada Indonesia dengan jumlah penghasilan globalnya dikalikan dengan
jumlah biaya administrasi kantor pusat. bonus pajak yg diperoleh suatu BUT
perusahaan asing di Indonesia artinya pembebasan PPh Pasal 26 Ayat (4) atas
branch profit tax apabila memenuhi persyaratan yang bersifat kumulatif yaitu ;
o Penanaman balik dilakukan sebab semua penghasilan kena pajak setelah
dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal perusahaan yang baru didirikan
serta berkedudukan di Indonesia menjadi pendiri atau peserta pendiri.
o Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-
lambatnya tahun pajak berikutnya asal tahun pajak diterima atau diperolehnya
penghasilan tersebut; dan tidak melakukan pengalihan atas penanaman tadi
paling sedikit pada jangka saat 2 tahun sesudah perusahaan daerah penanaman
dilakukan produksi komersial.

2.4 Tax Treaty Transaksi Internasional Indonesia-Jepang


Sejauh ini, pemerintah telah melakukan perjanjian penghindaran pajak dengan berbagai
negara dan telah resmi diberlakukan secara efektif, salah satunya dengan Jepang. Perjanjian
penghindaran pajak berganda antara Indonesia dan Jepang mulai resmi diterapkan pada 1
Januari 1983. Menurut Tax treaty/Perjanjian yang dilakukan antara Indonesia dan Jepang,
terdapat di Pasal 2 (dua) yang menjelaskan ada pajak-pajak yang tunduk dalam perjanjian
tersebut, yaitu :
a) Di Indonesia :
1) Pajak Pendapatan
2) Pajak Perseroan Termasuk setiap pajak yang dipungut pada sumbernya,
pembayaran dimuka atau pembayaran terlebih dahulu terhadap pajak tersebut
diatas;
3) Pajak atas Bunga Dividen serta Royalti.

a) Di Jepang :
1) Pajak Pendapatan (the income tax);
2) Pajak Perseroan (the corporation tax) (Selanjutnya disebut “Pajak Jepang”)
Dan
3) di Pasal 4 (Empat), tertuang tulisan tentang penjelasan istilah “penduduk dari
suatu negara” yang bermaksud bahwa setiap orang atau badan yang menurut
perundang-undangan negara itu dapat dikenakan pajak berdasarkan tempat
tinggal, tempat kediaman, kantor pusat atau kantor besar, tempat
ketatalaksanaan atau patokan lainnya yang serupa.

Berdasarkan ketentuan ayat 1, seseorang atau suatu badan merupakan penduduk dari kedua
Negara, maka untuk persetujuan ini pejabat yang berwenang dari masing-masing negara,
berdasarkan permufakatan kedua belah pihak akan menentukan tempat kedudukan seseorang
atau badan tersebut. Pasal 5 (Lima) yang tertuang di perjanjian adalah tentang Bentuk Usaha
Tetap atau Permanent Establishment yang berarti suatu tempat usaha tertentu dimana seluruh
usaha suatu perusahaan dijalankan. Bentuk Usaha Tetap itu yaitu :
 Suatu tempat kedudukam manajemen;
 Suatu cabang;
 Suatu kantor;
 Suatu pabrik;
 Suatu bengkel;
 Suatu pertambangan, suatu ladang minyak ataupun gas, tempat penggalian / tempat
penambangan sumber alam lainnya termasuk kayu atau hasil hutan lainnya.;
 Suatu pertanian / perkebunan;
 Suatu lokasi bangunan / proyek kontruksi, instalasi proyek perakitan yang
berlangsung untuk lebih dari 6 bulan;
 Pemberian jasa jasa termasuk jasa konsultan yang diberikan oleh perusahaan melalui
para karyawannya atau orang lain.

Yang tidak meliputi Bentuk Usaha Tetap adalah :

a. Penggunaan fasilitas untuk menyimpan / memamerkan barang dagangan milik


perusahaan.
b. Pengurusan suatu persediaan barang barang atau barang dagangan milik perusahaan
dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan.
c. Pengurusan persediaan barang barang atau barang dagangan milik perusahaan
dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lainnya.
d. Pengurusan suatu tempat tetap untuk tujuan menjalankan, untuk kegiatan yang
bersifat persiapan / penunjang untuk kepentingan perusahaan.
e. Pengurusan tempat usaha tertentu semata-mata untuk setiap kegiatan-kegiatan
gabungan dari yang disebut dalam sub ayat (a) - (c), kecuali keseluruhan kegiatan
ditempat usaha tertentu itu bersifat persiapan / penunjang.

Orang atau badan disuatu negara selain agen yang be rdiri sendiri yang bertindak untuk
kepentingan suatu perusahaan dari negara lain, maka perusahaan itu akan dianggap
mempunyai pendirian tetap di negara itu sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk perusahaan tersebut, apabila ;

a. Orang atau badan untuk memiliki kuasa untuk menutup kontrak atas nama
perusahaan dan biasa menjalankan kuasa itu di negara tersebut kecuali bila kegiatan-
kegiatan yang dilakukan terbatas pada yang disebut dalam ayat 4, atau;
b. Orang atau badan itu mengurus di negara tersebut persediaan barang-barang atau
barang kepunyaan perusahaan, dimana ia secara teratur memenuhi pesanan-pesanan atau
nama perusahaan dimaksud.

2.5 Contoh BUT


2.5.01 Toyofuji Serasi Indonesia
PT Toyofuji Serasi Indonesia merupakan perusahaan pelayaran yang bergerak di
bidang jasa pengiriman barang melalui jalur transportasi laut dan mengambil bagian
penting pada program pengiriman barang ke sejumlah daerah yang berada di Indonesia.
PT. Toyofuji Serasi Indonesia merupakan perusahaan yang telah terdaftar sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Kantor Pelayanan Badan Penanaman Modal Asing Lima
dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 02-194-570-4-058-000. Dalam hal
penghitungan PPh Pasal 15, Pasal 4(2) dan Pasal 23. PT Toyofuji Serasi Indonesia
menghitung pajak atas penghasilan perusahaan yang mendukung kegiatan perusahaan
PT. Toyofuji Serasi Indonesia.

2.5.02 Kewajiban Perpajakan pada PT Toyofuji Serasi Indonesia sebagai Bentuk


Usaha Tetap
Dalam hal ini PT Toyofuji Serasi Indonesia yang merupakan BUT, namun dalam
kewajiban perpajakan, BUT hampir sama seperti Wajib Pajak Badan Dalam Negeri.
PT Toyofuji Serasi Indonesia dalam hal ini berkewajiban mempunyai NPWP dan
memenuhi ketentuan di Undang - Undang PPN, sehingga PT Toyofuji Serasi
Indonesia dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dan diketahui bahwa
PT Toyofuji Serasi Indonesia telah memiliki NPWP yaitu 02-194-570-4-058000 dan
dalam hal ini telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan
Badan Penanaman Modal Asing Lima. PT Toyofuji Serasi Indonesia berkewajiban
untuk menyampaikan SPT PPh Badan, SPT PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh
Pasal 4(2) dan/atau PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan ada.
2.5.03 Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dengan
Jepang Terkait dengan PT Toyofuji Serasi Indonesia
Seperti yang sudah dijelaskan diatas mengenai perjanjian pajak berganda antara
Indonesia dengan Jepang maka:
1. PT Toyofuji Serasi Indonesia memiliki pegawai asing, dalam hal ini pegawai asing
tersebut dikenakan PPh pasal 21 dikarenakan pegawai asing tersebut sudah memiliki
NPWP dan bekerja lebih dari 183 hari di Indonesia.
2. Terkait PPh pasal 26, PT Toyofuji Serasi Indonesia melakukan pemotongan sesuai
dengan tax treaty antara Indonesia dengan Jepang.

pada keterangan mengenai dividen yang tertera dalam pasal 10. Sesuai dengan tax treaty
antara Indonesia Jepang pada pasal 10 menyatakan bahwa 10% dari jumlah kotor dividen jika
penerima dividen adalah suatu badan yang selama 12 bulan pada akhir masa pembukuan
dimana pembagian keuntungan dilakukan, apabila memiliki sekurang-kurangnya 25% modal
dari badan yang membayarkan dividen. PT. Toyofuji Shipping Co.Ltd dalam hal ini memiliki
modal sebesar 25% sehingga PT Toyofuji Shipping Co. Ltd dikenakan tarif sebesar 10%.

2.6 Isu Terkini Terkait BUT


 Isu Pajak Google di Indonesia
Modus Google
Google terbelit masalah pajak di Indonesia. Beberapa waktu lalu diberitakan, Google
Indonesia menghadapi kemungkinan penyelidikan karena terindikasi melakukan
pelanggaran pajak. Google Indonesia dianggap mengemplang pajak karena belum
menjadi badan usaha tetap (BUT). Dengan kata lain, Google Indonesia belum menjadi
wajib pajak.
Google sengaja memanfaatkan celah hukum agar bisa membayar pajak sekecil-
kecilnya padahal telah meraup pendapatan sebesar-besarnya. Kantornya di Indonesia
selama ini hanya bersifat sebagai perwakilan, bukan kantor tetap. Karena itu, transaksi
bisnis Google yang terjadi di Tanah Air tidak berkontribusi pada pendapatan negara.
Padahal, transaksi bisnis periklanan digital (yang merupakan ladang usaha Google) pada
tahun 2015 saja mencapai kisaran 850 juta dollar AS atau sekitar Rp 11,6 triliun.
Anehnya, Google Indonesia mengalihkan semua keuntungannya ke Google Asia Pacific
yang berkantor di Singapura. Sayangnya, Google Asia Pacific menolak diaudit Juni lalu
sehingga status penyelidikan pajaknya menjadi investigasi kriminal.
“Mereka menolak diperiksa dan ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT), kami akan
melakukan langkah lebih keras,” kata Muhammad Haniv

Tanggapan Google
Google Indonesia sendiri telah membantah tuduhan tersebut. Jason Tedjasukmana
(Head of Corporate Communication, Google Indonesia) mengatakan PT Google Indonesia
telah beroperasi sebagai perusahaan Indonesia sejak tahun 2011 dan Google telah
menunaikan kewajibannya sesuai porsi, dan menyatakan bahwa Google yang berbasis di
California, Amerika Serikat telah menunjuk sebuah kantor perwakilan di Jakarta, yakni
Google Indonesia dan tidak harus punya Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia sehingga
tidak bisa diperiksa ataupun dikenai pajak.
Kantor perwakilan tersebut lalu mendapat fee atau bayaran sebesar 4% dari nilai total
pemasukan iklan di Indonesia. Oleh Google Indonesia, bayaran sebesar 4% itu dijadikan
basis perpajakan. Padahal seharusnya semua penghasilan dari pemasang iklan di Indonesia
yang menjadi basis pajak Google Indonesia. Tapi pihak google mengatakan bahwa
penghasilannya hanya sebesar fee-nya tadi, sebesar yang diterima PT Google.

Penyebab Google Tersandung Masalah Pajak


Menurut pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam,
persoalan pajak Google dan sejumlah perusahaan layanan internet di suatu negara, dipicu
oleh praktik perencanaan pajak yang agresif atau aggressive tax planning. Kasus google ini
dipicu semakin maraknya praktik aggressive tax planning dimana intensi melakukan tax
planning dengan cara mencari kelemahan ketentuan pajak baik dalam level domestik dan
internasional. Dalam istilah pajak, tax planning diartikan sebagai usaha-usaha wajib pajak
untuk meminimalkan pembayaran pajaknya. Namun ada satu titik dari tax planning yang
dianggap tidak bisa ditoleransi yakni aggressive tax planning. Saat mencapai titik agresif itu,
para wajib pajak mencoba mencari kelemahan ketentuan pajak di satu negara. Di Indonesia,
kelemahan ketentuan pajak bisa terlihat dari persoalan Google. Seperti diketahui, pendapatan
Google dari Indonesia mencapai triliunan rupiah, terutama dari iklan. Namun perusahaan asal
AS itu belum membayar pajak untuk transaksi yang dilakukan di tanah air. Google hanya
menempatkan perwakilannya yakni Google Indonesia yang berkantor di Jakarta dan bukan
sebagai Badan Usaha Tetap (BUT).
Sementara di Indonesia, pengenaan pajak bisa dilakukan bila suatu badan usaha
merupakan BUT. Persoalan BUT diakui Ditjen Pajak sangat pelik. Hingga saat ini Google
menolak disebut BUT. Padahal menurut Ditjen Pajak, Google Indonesia sudah berbentuk
badan hukum dengan status sebagai Penanaman Modal Asing (PMA) sejak 15 September
2011 dan menginduk kepada dari Google Asia Pacific Pte Ltd. Darussalam mengatakan
persoalan Google dan perusahaan penyedia layanan internet lainya sudah mulai dicegah oleh
banyak negara. Bahkan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD)
dan negara G-20 sudah menyepakati satu hal. Mewajibkan wajib pajak untuk
mengungkapkan skema tax planningnya. Ini tertuang dalam aksi no 12 Base Erosion Profit
Shifting (BEPS)," kata dia.
Ketentuan kewajiban pengungkapa tax planning itu disebut dengan mandatory
disclosure rule (MDR). Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa Indonesia harus menerapkan
MDR untuk mencegah skema aggressive tax planning. Selain itu kata Darussalam, sejumlah
negara mulai melakukan pendekatan moral untuk "memerangi" agressive tax planning.
Pendekatan moral dibangun agar kepatuhan membayar pajak hadir dari inisiatif bukan
paksaan atau ancaman. Saat ini, negara yang berhasil menerapkan hal tersebut adalah Inggris.
Menurut Ditjen Pajak, Inggris adalah negara yang mampu membuat Google mau membayar
pajak atas bisnisnya di negeri Ratu Elizabeth tersebut.

Menunggak di Negara Lain


Pada awal tahun ini, Bloomberg melaporkan bahwa Google menghindari pajak senilai
2,4 miliar dollar AS (Rp31 triliun) pada 2014 dengan memindahkan pendapatan senilai 12
miliar dollar AS (Rp157 triliun) ke sebuah perusahaan penampung di Bermuda. Jumlah itu
lebih tinggi 16 persen dibanding tahun sebelumnya dan membuat berang negara-negara
tempat Google mencari pendapatan yang seharusnya bisa menarik pajak dari Google. Di
Perancis saja, Google meraup 1,7 miliar Euro tiap tahun tetapi Google hanya mengaku
memperoleh pendapatan 225 juta Euro. Akhirnya, Google cuma bayar pajak senilai 5 juta
Euro.
Di Inggris, Google membayar pajak jauh lebih sedikit daripada yang semestinya.
Google hanya membayar senilai 130 juta Poundsterling, angka itu terbilang kecil jika
dibanding skala bisnis Google di negara tersebut. Google bisa memperoleh keuntungan
senilai 8 miliar Poundsterling pertahun dan Google alihkan ke Irlandia. Padahal, Google
memiliki 5 kantor utama di Inggris dan yang kedua terbesar di luar Amerika Serikat. Google
pun mendirikan kantor-kantor di Inggris dan merekrut 5.000 orang karyawan yang dana
investasinya mencapai 1 miliar Poundsterling. Selain di Indonesia, masalah pajak Google
ternyata juga terjadi di negara-negara lain. Google disebut sengaja memanfaatkan celah
hukum agar bisa membayar pajak sekecil-kecilnya padahal telah meraup pendapatan sebesar-
besarnya.

Otoritas pajak Italia meminta Google membayar 300 juta euro atau setara Rp4,4
triliun pada awal 2016. Angka itu adalah kalkulasi pendapatan rata-rata Google selama enam
tahun berbisnis di Italia Namun, Google melakukan manipulasi pajak dengan mengirimkan
pendapatannya di Italia ke Irlandia. Karena itu, Googe menyetor pajak senilai jadi 2,2 juta
euro atau Rp32 miliar pada 2015 lalu.

Cara Google Memanfaatkan Celah untuk Menghindari Pajak


Sang raksasa internet menggunakan strategi yang dikenal dengan istilah “Double Irish
With a Dutch Sandwich”, mengacu pada dua negara yang digunakan sebagai fasilitator, yakni
Irlandia dan Belanda, untuk menuju tujuan akhir berupa negara tax haven. Pendapatan
Google dari luar AS tidak disalurkan ke Tanah Airnya karena bisa dikenai pajak pemasukan
perusahaan sebesar 35 persen. Alih-alih melakukan itu, Google mentransfer dana pemasukan
global ke Irlandia, yang menjadi markas operasional untuk wilayah Eropa, Timur Tengah,
dan Afrika.
Mengapa Irlandia? Karena peraturan pajak di negara ini memiliki celah yang bisa
dimanfaatkan untuk menghindari pajak. Di Irlandia, Google memiliki dua anak perusahaan.
Salah satunya mengumpulkan pendapatan dari berbagai wilayah di dunia. Lainnya
memegang hak atas paten dan properti intelektual Google. Anak perusahaan pertama yang
mengumpulkan pendapatan akan menyalurkan dana tersebut sebagai “pembayaran royalti” ke
anak perusahaan kedua yang memegang paten. Di Irlandia, royalti dipajaki lebih rendah
dibandingkan pemasukan jenis lain
Tapi dana tak langsung ditransfer, melainkan dialihkan terlebih dahulu ke anak
perusahaan lain di Belanda, yakni Google Netherlands Holdings B.V., untuk menghindari
pajak penghasilan (withholding tax) di Irlandia tadi, sekaligus pajak tinggi yang dikenakan
apabila dana langsung dipindahkan ke negara tax haven. Regulasi Irlandia tak mengenakan
pajak untuk pembayaran royalti tertentu ke perusahaan yang berbasis di negara sesama
anggota Uni Eropa (Belanda). Dari sana, barulah sebagian besar dana kembali ditransfer ke
anak perusahaan kedua di Irlandia sebagai pemegang royalti. Meski terdaftar di Irlandia, anak
perusahaan kedua pemegang properti intelektual ini tak berkantor di negara tersebut,
melainkan negara lain yang dikenal sebagai tax haven -misalnya Bermuda dalam kasus
Google- yang tak mengenakan pajak pemasukan korporasi sama sekali, alias 0 persen. Sekali
lagi terdapat celah regulasi yang dieksploitasi karena Irlandia tidak mengategorikan
perusahaan yang manajemen pusatnya berada di luar negeri sebagai tax resident. Dana akan
sulit dilacak begitu sampai di Bermuda karena anak perusahaan Google di sana memiliki
status hukum sebagai “unlimited liability company ”. Artinya, menurut hukum Irlandia,
perusahaan yang bersangkutan tidak diwajibkan membuka informasi finansialnya. Dengan
memanfaatkan skema “Double Irish with a Dutch Sandwich” di atas, Google menghindari
pembayaran pajak pemasukan perusahaan di Irlandia sebesar 12,5 % yang sudah lebih kecil
dibandingkan AS (35 persen) atau Inggris (28 persen).
Ditjen Pajak pastikan Google Indonesia bayar pajak perusahaan 25%

Direktorat Jenderal Pajak memastikan Google Indonesia berbentuk Badan Usaha


Tetap (BUT) di Indonesia sehingga akan dikenai pajak perusahaan sebesar 25%. Kepastian
itu didapat setelah Muhammad Haniv, Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus, melakukan
pertemuan intensif dengan pihak Google Indonesia. Menurutnya, regulasi yang akan
dikeluarkan pemerintah menegaskan bahwa operasional Google Indonesia berbentuk BUT
berlaku surut sehingga pajak tahun 2015 yang sedang diperiksa dapat dikenakan tarif pajak
perusahaan normal.

Tarif pajak perusahaan di Indonesia adalah sebesar 25% dari laba kena pajak.
Berdasarkan perkiraan Muhammad Haniv, pendapatan iklan Google dapat mencapai Rp5
triliun. Dengan asumsi margin 35% dari total pendapatan, maka laba kena pajak Google
adalah sebesar Rp1,75 triliun. Dengan demikian perkiraan pajak perusahaan Google dapat
mencapai Rp437,5 miliar.

2.7 Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah dikurangi Pajak dari
suatu Bentuk Usaha Tetap yang ditanamkan kembali di Indonesia

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994, Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap
dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia yang ketentuannya ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
b. bahwa penanaman kembali tersebut dapat menunjang kebijaksanaan Pemerintah
dalam peningkatan dan pemerataan penanaman modal;
c. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengatur
perlakuan perpajakan atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu
bentuk usaha tetap di Indonesia yang ditanamkan kembali di Indonesia, dengan
Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara


Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459) dan dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
2. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet
Pembangunan VI;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG


PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK SESUDAH
DIKURANGI PAJAK DARI SUATU BENTUK USAHA TETAP YANG DITANAMKAN
KEMBALI DI INDONESIA

Pasal 1

Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu bentuk usaha
tetap yang ditanamkan kembali di Indonesia, tidak dikenakan pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, dengan syarat :

a. Penanaman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri; dan
b. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya
tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan
tersebut; dan
c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan
berproduksi komersil.

Pasal 2

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 berlaku pula atas Penghasilan Kena Pajak
tahun pajak 1994 sesudah dikurangi Pajak Penghasilan yang ditanamkan kembali dalam
tahun pajak 1995.

Pasal 3

Bentuk usaha tetap yang melakukan penanaman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 dan Pasal 2 wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk
penanaman yang dilakukan kepada Direktur Jenderal Pajak sebagai lampiran Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak diterima atau diperolehnya
penghasilan yang bersangkutan.

Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.

Pasal 5

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995.

Agar setiap orang mengetahuinya , memerintahkan pengumuman keputusan ini dengan


penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

2.8 Penentuan Laba Badan Usaha Tetap (BUT)

Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu:
I. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan
usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
II. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankann sebagai biaya
adalah:
a. Royalty atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten, dan hak-hak
lainnya.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya.
c. Bunga, kecuali yang berkenaan dengan usaha perbankan.
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang BUT Keagenan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempattinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga)hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan diIndonesia. Dengan kata lain BUT adalah bentuk
kegiatan usaha di Indonesia yang dimilikioleh orang atau badan luar negeri.
Objek Pajak Penghasilan Badan Usaha Tetap menurut pasal 5 undang-undang Nomor 10
Tahun 1994 yaitu penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap dari harta yang
dimiliki atau harta yang dikuasai (Penghasilan BUT sendiri).

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/367497030/Makalah-Perpajakan-Internasional-Bentuk-
Usaha-Tetap
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=812
http://www.seoblog.id/2016/10/kasus-pajak-google.html

You might also like