Professional Documents
Culture Documents
Sklerosis Multipel: Diagnosis Dan Tatalaksana: Continuing Medical Education
Sklerosis Multipel: Diagnosis Dan Tatalaksana: Continuing Medical Education
ABSTRAK
Sklerosis multipel adalah lesi multipel sistem saraf pusat akibat rusaknya selubung mielin yang membungkus akson. Penyakit ini termasuk
penyakit neurodegeneratif bersifat progresif dan relaps, sering mengenai wanita dewasa muda, memerlukan penanganan komprehensif dan
sistematis. Penyebab penyakit belum diketahui pasti, diduga berkaitan dengan faktor infeksi virus atau proses autoimun atau genetik. Manifestasi
klinisnya bervariasi. Kriteria diagnosis terbaru didasarkan pada Kriteria McDonald tahun 2017. Tatalaksana mencegah relaps dan progresivitas
menggunakan corticosteroid, imunosupresan, imunomodulator, plasmapheresis (pertukaran plasma), atau DMAMS (Disease-Modifying Agent for
Multiple Sclerosis), atau stem cell therapy. Prognosis tergantung komplikasi, progresivitas penyakit, dan pilihan terapi.
ABSTRACT
Multiple sclerosis is multiple lesions of the central nervous system due to damage to the axons’ myelin sheaths. This neurodegenerative disease
is progressive and relapsing, often affecting young adult women, requiring comprehensive and systematic management. It is thought to
be related to viral infection factors or autoimmune or genetic processes. The clinical manifestations are not typical depending on the brain
lesion and disease progression. The latest diagnosis criteria are based on the 2017 McDonald Criteria. Management are to prevent relapse
and progression using corticosteroids, immunosuppressants, immunomodulators, plasmapharesis (plasma exchange), or DMAMS (Disease-
Modifying Agent For Multiple Sclerosis), or stem cell therapy. Prognosis depends on the complications, disease progression, and appropriate
treatment options. Jimmy Christianto Suryo. Multiple Sclerosis: Diagnosis and Management
PENDAHULUAN adalah penyakit neurodegeneratif susunan dan sebagian besar didominasi oleh kulit
Sklerosis multipel (multiple sclerosis/MS) saraf pusat yang ditandai dengan inflamasi putih (Caucasian) atau keturunan Eropa.1,5,12
adalah penyakit autoimun neurodegeneratif kronik yang menyebabkan lesi demielinisasi Negara dengan tingkat penghasilan tinggi
yang mengenai sistem saraf pusat. Kelainan multipel.2,5 Proses penyakit ini bersifat memiliki prevalensi MS lebih tinggi dibanding
pada MS ditandai dengan inflamasi kronis, autoimun dan mengenai substansia alba negara berkembang atau negara dengan
demielinisasi, gliosis, dan kematian neuron. susunan saraf pusat, bersifat relaps dan sosioekonomi menengah ke bawah.5
Perjalanan penyakit dapat bersifat relapsing- progresif. Secara histologis terdapat infiltrasi
remitting atau progresif. MS umumnya perivaskuler monosit dan limfosit di sekeliling Onset penyakit bervariasi antara usia 15 dan
mengenai pasien usia produktif (30-40 tahun) lesi dan menimbulkan area indurasi multipel 45 tahun dengan median 29 tahun; 5-10 %
dengan prevalensi 30 kasus per 100.000 pada otak, sehingga dinamai sklerosis memiliki onset sebelum usia 15 tahun dan
populasi. Penyebab pasti MS belum diketahui. multipel.6 dua pertiga kasus terjadi pada wanita. MS
Faktor yang berhubungan dengan penyakit menurunkan harapan hidup setelah onset
ini adalah faktor genetik (HLA DRB1) dan faktor EPIDEMIOLOGI sekitar 10-15%; setengah penderitanya
lingkungan, seperti infeksi virus Epstein-Barr, Sklerosis multipel umumnya mengenai bertahan 30 tahun atau lebih sejak onset.4
defisiensi vitamin D, dan kebiasaan merokok.2,4 dewasa muda (18-50 tahun), wanita lebih
sering (perbandingan wanita : pria adalah MS pernah ditemukan pada usia di bawah 18
DEFINISI 1,6-2:1). Di seluruh dunia, diperkirakan lebih tahun, sekitar 2-5% rata-rata usia saat onset
Sklerosis multipel (multiple sclerosis/MS) dari 1 juta orang menderita penyakit ini adalah 14 tahun. Insidens tahunan penyakit
Alamat Korespondensi Jimmychristianto05@gmail.com
email:
ETIOLOGI
Etiologi pasti MS belum diketahui. Hipotesis
yang paling banyak dikemukakan adalah
etiologi autoimun yang hanya menyerang
sistem saraf pusat dan tidak mengenai
sistem saraf perifer.4,7 Beberapa faktor risiko
yang disebutkan berperan seperti genetik,
defisiensi vitamin D, tempat tinggal jauh dari
zona khatulistiwa (paparan sinar matahari),
riwayat obesitas, infeksi virus Epstein-Barr, dan
merokok.4,12,15 Beberapa pencetus antara lain
kehamilan, infeksi disertai demam persisten,
stres emosional, dan cedera atau trauma.6,11
Faktor genetik yang berkontribusi adalah
perubahan antigen leukosit manusia (human
leukocyte antigen/ HLA) DRB1.4,12
PATOFISIOLOGI Gambar 1. Perbedaan antara saraf normal dan saraf pada penderita sklerosis multipel
Patofisiologi MS didahului dengan (Sumber: https://health.howstuffworks.com/diseases-conditions/musculoskeletal/multiple-sclerosis1.htm
pembentukan lesi awal berupa infiltrat
mononuklear dengan cuffing di sekitar
pembuluh darah vena dan infiltrasi di sekitar
substansi alba. Proses peradangan tersebut
menyebabkan disfungsi sawar darah otak.4
yang merupakan sitokin proinflamasi yang menjadi 5 jenis: tulang belakang.4 Karena CIS biasanya
dapat menekan diferensiasi Th-2. Th-17 1. RRMS (Relapsing Remitting Multiple merupakan ekspresi klinis MS paling
juga memproduksi sitokin proinflamasi, Sclerosis) awal, penelitian pada pasien CIS dapat
yakni IL-17, IL-21, IL-22, IL-26. Inflamasi yang Pada jenis ini, terdapat fase relaps dan memberikan wawasan baru tentang
terjadi menyebabkan penyebaran epitope remisi, dapat berkembang menjadi SPMS. perubahan patologis awal dan mekanisme
antigen dan mengumpulnya sel-sel inflamasi, Kira-kira 65-80% penderita MS bermula patogenetik yang mungkin memengaruhi
seperti limfosit, makrofag, dan astrosit. Sel- dari jenis ini sebagai tipe umum. Penderita perjalanan penyakit..4,12,14
sel inflamasi inilah yang ditemukan pada RRMS mengalami rentetan serangan
lesi sklerosis multipel. Lesi paling sering atau gejala diikuti hilangnya gejala DIAGNOSIS
ditemukan di periventrikular substansia alba, (remisi) secara penuh atau sebagian, bisa Kriteria diagnostik McDonald16
nervus optikus, dan medulla spinalis.4,7,9 berlangsung berminggu-minggu sampai menggabungkan bukti penyebaran MRI
bertahun-tahun sebelum terjadi serangan dalam waktu dan ruang untuk diagnosis
Mikroglia pada lesi yang teraktivasi akhirnya berikutnya (kambuh). 6,7,11-13 MS. Diagnosis MS ditetapkan berdasarkan
melepaskan radikal bebas, nitrit oksida gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
(hasil konversi nitrogliserin), dan protease, 2. PPMS (Primary Progressive Multiple penunjang.1,5,6 Gejala klinis MS bervariasi
menyebabkan kerusakan jaringan (termasuk Sclerosis) tergantung lesi otak, dan tergantung relaps
mielin) yang kemudian menyisakan jaringan Pada jenis ini, perjalanan penyakit bersifat dan remisi atau progresivitas penyakit. Gejala
parut yang terdiri dari astrosit, sel inflamasi, progresif tanpa diselingi fase remisi sama klinisnya meliputi:6,7,8,10,12,14
akson yang mengalami demielinisasi sekali. Kemunduran berangsur-angsur 1. Gangguan penglihatan, meliputi
membentuk plak sklerosis multipel.4,9 terjadi terus menerus. Kira-kira 10-20% penurunan tajam penglihatan pada 1
penderita mengalaami jenis ini.6,7,11-13 mata disetai nyeri pada pergerakan mata,
Selain sel T CD4+, pada lesi juga dapat Sering terjadi keadaan paraparesis spastik penglihatan ganda (diplopia), neuritis
ditemukan sel T CD8+ yang dapat yang progresif lambat, diikuti sindrom optik, gerak mata tidak terkontrol, dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas hemiplegi atau serebelar.13 kebutaan (jarang terjadi).
vaskular, kerusakan sel glia dan kematian 2. Gangguan keseimbangan dan
oligodendrosit. Berkurangnya oligodendrosit 3. RPMS (Relapsing Progressive Multiple koordinasi, meliputi hilangnya
mengganggu proses perbaikan selubung Sclerosis) keseimbangan tubuh, tremor,
mielin yang rusak. Gangguan sintesis sel Jenis ini mirip RRMS, tetapi pada fase ketidakstabilan berjalan (ataxia), vertigo,
mielin dan pembentukan selubung mielin eksaserbasi akut atau di antara kedua fase kekakuan anggota gerak, gangguan
juga terganggu akibat adanya Fas Ligand terjadi perburukan neurologis. Kondisi koordinasi, kelemahan anggota gerak
(FasL) yang diproduksi oleh limfosit.4,7,9 ini jarang. Terjadi kemunduran terus- (paraparesis, tetraparesis).
menerus dengan serangan-serangan 3. Gangguan tonus otot, meliputi kekakuan
Respons imun humoral yang terjadi ditandai sporadis.6,7,11-13 otot sehingga mengganggu proses
dengan dominasi sel B di lesi aktif. Pada lesi berjalan.
sklerosis multipel juga dapat ditemukan sel 4. SPMS (Secondary Progressive Multiple 4. Gangguan sensoris, meliputi perasaan
prekursor oligodendrosit yang lebih banyak Sclerosis) baal, seperti ditusuk-tusuk jarum, kebas
dibandingkan di jaringan normal, namun Pada jenis ini, hampir 70% penderita MS (paresthesia), perasaan seperti terbakar,
sel tersebut gagal berdiferensiasi menjadi mengalami kekambuhan dan perbaikan nyeri di wajah (neuralgia trigeminal)
oligodendrosit matur. Pada beberapa lesi yang hilang timbul dan diikuti dengan 5. Gangguan kemampuan berbicara,
dapat terjadi remyelinasi parsial membentuk bentuk perkembangan gejala yang meliputi gangguan berbicara seperti
shadow plaques. Evolusi lesi dan kerusakan mengarah pada perburukan neurologis menggumam, perubahan ritme bicara,
jaringan sistem saraf pusat diikuti dengan progresif disertai kekambuhan terus- sulit menelan (disfagia).
proliferasi astrosit yang menyebabkan menerus.7,12,14 Sekitar 50% penderita RRMS 6. Keletihan berlebihan
gliosis.4,7,9 mengalami jenis ini dalam 10 tahun.6,7,11-13 7. Gangguan berkemih dan defekasi,
seperti sering buang air kecil atau tidak
Kerusakan mielin mengganggu kecepatan 5. CIS (Clinically Isolated Syndrome) bisa sama sekali, konstipasi, dan kadang-
konduksi saraf menimbulkan gejala klinis. Di Sindrom terisolasi klinis (CIS) kadang diare.
awal fase penyakit, inflamasi dan demielinisasi menggambarkan onset klinis pertama 8. Gangguan seksual, meliputi impotensi,
mendominasi. Area saraf yang tidak terlindungi sklerosis multipel potensial. Istilah CIS kehilangan gairah seksual.
lambat laun akan mengalami kerusakan yang biasanya diterapkan pada orang dewasa 9. Gangguan sensitivitas terhadap panas
tidak dapat diperbaiki, sehingga di fase akhir muda dengan episode onset akut atau atau dingin.
penyakit dapat diamati kerusakan akson dan subakut, yang mencapai puncaknya 10. Gangguan kognitif dan emosi, meliputi
berkurangnya neuron.4,9 cukup cepat dalam 2-3 minggu.4,6 Pada kehilangan memori jangka pendek,
85% orang dewasa muda dengan MS, kehilangan kemampuan berkonsentrasi,
KLINIS onset terjadi dengan CIS akut pada penilaian, dan penalaran.
Menurut perjalanan klinisnya, MS dibagi saraf optik, batang otak, atau sumsum
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan ditemukan di: (1). Substansia albaperiventrikuler proton (PD/Proton Density), (C). Pemulihan
tajam penglihatan, nyeri pada pergerakan menjulur menuju corpus callosum, disebut inversi cairan yang dilemahkan (FLAIR/ Fluid
mata, dan penurunan visus; pada Dawson fingers; (2). Substansia alba Attenuated Inversion Recovery), (D). Gambar
pemeriksaan sensoris dan motoris didapatkan jukstakortikal; (3). Corpus callosum; (4). Nervus T1 setelah pemberian gadolinium (Gd) yang
gangguan sensoris dan motoris, gangguan optikus (dengan gadolinium enhancement menunjukkan peningkatan lesi.6,7,13 Pencitraan
keseimbangan, dan Lhermitte sign.5,10,113 pada neuritis optik); (5). Struktur infratentorial T2 dan Proton Density (PD) (Gambar 6 A
(Gambar 3, 4, dan 5). (pons, pedunculus cerebellar, dan cerebellum); dan B) bisa mengidentifikasi lesi MS sebagai
(6). Medulla spinalis.12 fokus sinyal tinggi terhadap latar belakang
Kriteria Diagnosis sinyal rendah subtansia alba. Namun, lesi
Beberapa kriteria diagnosis telah Gambaran MRI pada penderita MS dapat periventrikuler sering tidak dapat dibedakan
dikembangkan sejak tahun 1950 untuk ditunjukkan dalam Gambar 6. Gambar ini dari cairan CSF (Cerebrospinal Fluid) yang
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas menjelaskan penderita MS relaps yang berdekatan. Kontras bisa ditingkatkan dengan
diagnosis. Kriteria McDonald pertama kali kambuh menunjukkan beberapa lesi PD karena sinyal CSF lebih rendah.6,7,13 FLAIR
dikembangkan tahun 2001 dan terakhir periventrikuler: (A). Gambar T2, (B). Kepadatan (Gambar 6 C) unggul untuk deteksi lesi
direvisi pada tahun 2017.10,14,15 Kriteria
McDonald digunakan untuk membantu
diagnosis berdasarkan gejala klinis dan juga
hasil pemeriksaan penunjang laboratorium
serta pencitraan.
kortikal atau jukstakortikal. Oleh karena itu, Analisis cairan serebrospinal (LCS/ 1. Gangguan Vaskular: Cerebral autosomal
FLAIR umum digunakan untuk skrining MS. Liquor Cerebrospinalis): digunakan untuk dominant arteriopathy with subcortical
Kelemahannya adalah deteksi lesi di fossa menyingkirkan diagnosis banding infeksi infarcts and leukoencephalopathy
posterior dan sumsum tulang belakang intrakranial. (CADASIL), vaskulitis, infark lakunar,
memiliki kualitas rendah, sedangkan PD dan Anti-HIV, ANA, ds DNA, profil ANA, anti- stroke ringan (terutama pada penderita
T2 lebih akurat.6,7,13 Gadolinium intravena SSA, anti-SSB, antibodi antiaquaporin diabetes melitus, atau hipertensi yang
bisa mendeteksi kerusakaan sawar darah 4 (untuk menyingkirkan kemungkinan peka terhadap MS), AVM (Arteriovenous
otak sehubungan dengan peradangan aktif. NMO. Malformation)
Lesi baru ditunjukkan dengan peningkatan Radiografi toraks 2. Infeksi: Tuberkulosis, sisteserkosis, sifilis,
kontras pada lesi (Gambar 6 D) dan biasanya Sputum BTA penyakit Lyme, AIDS, meningitis kronik,
bertahan selama rata-rata sebulan, dan VEP (Visual Evoked Potentials): pada MS neurosarkoidosis, arteritis
menjadi petanda progresivitas penyakit.6,7,13 dapat ditemukan pemanjangan latensi 3. Trauma: Cedera tulang belakang atau
VEP yang disebabkan demielinisasi nervus medulla spinalis, ruptur diskus spinalis
optikus. karena trauma kompresi.
4. Autoimun: NMO (Neuromyelitis
Pemeriksaan penunjang lain: Diagnosis Banding5,6,7,11,13 Optica), ADEM (Acute Disseminated
Encephalomyelitis), SLE (Systemic Lupus
Erythematosus), Sjogren Syndrome (SS),
Sarkoidosis, ALS (Amyotrophic Lateral
Sclerosis), Wegener’s Granulomatosis,
leukodystrophy
5. Metabolik toksik: Defisiensi vitamin B12,
Central Pontine Myelinolysis (CPM).
6. Idiopatik/ genetik: Degenerasi
spinoserebelar, Ataxia Friedreich, Arnold-
Chiary Malformation (ACM)
7. Neoplasma: CNS lymphoma, glioma,
paraneoplastic encephalomyelitis,
metastatic cord compression, syringomielia
8. Psikiatri: reaksi konversi, depresi, anxietas,
atau gangguan somatisasi.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada MS
meliputi kekakuan otot sampai atrofi otot,
Gambar 5. Manifestasi sklerosis multipel (kelumpuhan dan Lhermitte’s sign) kelumpuhan ireversibel, neuritis optik, depresi,
(Sumber: https://neupsykey.com/multiple-sclerosis-3/) syok neurogenik, gangguan berkemih sampai
gagal ginjal akut, kelainan fungsi seksual, dan
Tabel 1. Kriteria diagnosis McDonald 201716
sindrom parkinsonisme.6,11-13
Gejala Klinis Hasil Pemeriksaan Penunjang
≥2 serangan dengan gejala klinis sklerosis multipel (+), Hasil MRI (+) sesuai sklerosis multiple
TATALAKSANA
≥2 bukti objektif lesi pada sistem saraf pusat (SSP) yang
berkaitan dengan serangan Tatalaksana MS meliputi pengobatan
≥2 serangan, 1 lesi SSP Gambaran dissemination in space pada MRI (riwayat lesi simptomatik, latihan fisik, dan edukasi.
sebelumnya di lokasi yang berbeda) atau follow-up serangan
Medikasi yang sering dipakai untuk MS antara
berikutnya untuk melihat adanya lesi baru pada MRI
1 serangan (clinically isolated syndrome / CIS), ≥2 lesi SSP Dissemination in time pada MRI atau ditemukan cincin
lain corticosteroid, imunomodulator, dan
oligoklonal spesifik pada cairan serebrospinal imunosupresan.7,8,9,15 Terapi medikamentosa
1 serangan (CIS), 1 lesi SSP Dissemination in space pada MRI dan menunggu ditujukan untuk memodifikasi penyakit dan
serangan kedua + munculnya lesi di tempat yang baru
atau dissemination in time pada MRI dan serangan kedua
mengurangi gejala.
Gejala neurologis yang progresif Progresivitas penyakit selama 1 tahun dan dissemination in
space Disease Modifying Therapy
≥1 lesi pada T2 MRI pada area khas sklerosis multipel, ≥2 lesi
fokal di medula spinalis, cairan serebrospinal yang positif
Medikamentosa terutama untuk memodifikasi
penyakit (disease modifying therapy atau
Keterangan :
DMT). DMT menggunakan obat golongan
Dissemination in space adalah pada T2-weighted MRI tampak ≥1 lesi simtomatik atau asimtomatik pada ≥2
area khas MS, yakni korteks atau jukstakorteks, periventrikular, infratentorial, atau spinal
imunomodulator atau imunosupresan. DMT
yang tersedia sekarang efektif mengurangi
Dissemination in time adalah lesi baru pada T2-weighted MRI pada follow-up atau ditemukannya lesi yang
mengalami penyangatan ataupun tidak, saat diberi kontras gadolinium kapan saja eksaserbasi atau relaps untuk tipe relapsing-
Simtomatik
Medikamentosa simtomatik dapat diberikan
untuk mengurangi gejala klinis seperti rasa
lelah berlebihan, spastisitas, gangguan
pencernaan dan berkemih, gangguan
kognitif, dan nyeri. Golongan obat yang dapat
diberikan antara lain:14
Corticosteroid seperti methylprednisolone,
dexametasone, dan prednisone untuk
mengurangi inflamasi dan mempercepat
penyembuhan pada eksaserbasi akut
Muscle relaxant seperti baclofen untuk
Gambar 6. Gambaran MRI penderita sklerosis multipel relaps
meredakan spastisitas
Penghambat neuromuskular seperti
Tabel 2. Daftar disease modifying therapy sklerosis multipel5,10,14,15
toksin botulinum untuk spastisitas
ekstremitas atas dan inkontinensia urin Nama Obat Dosis dan Rute Pemberian Indikasi
Benzodiazepine seperti diazepam untuk Interferon beta 1b 250 mcg subkutan per 2 hari selang Terapi lini pertama jenis relapsing-
spastisitas dan spasme otot seling remitting, progresif sekunder, clinically
isolated syndrome (CIS)
Obat antiinflamasi non-steroid
Interferon beta 1a 30 mcg intramuskular, 1 kali per Terapi lini pertama jenis relapsing-
seperti ibuprofen untuk mengurangi nyeri minggu ATAU 44 mcg subkutan, 3 kali remitting, CIS
Antikonvulsan seperti carbamazepine untuk per minggu
spastisitas, nyeri neuropatik, dan tremor Glatiramer acetate 20 mg subkutan per hari Terapi lini pertama jenis relapsing
remiting, CIS
Teriflunomide 14 mg oral per hari Terapi lini pertama jenis relapsing-
Corticosteroid merupakan salah satu obat remitting
yang sering dipakai dan relatif murah. Steroid Dimethyl fumarate 240 mg oral, 2 kali per hari Terapi lini pertama jenis relapsing-
remitting
umumnya dipakai pada fase relaps; beberapa
Fingolimod 0,5 mg oral per hari Terapi lini pertama atau kedua
penelitian menyebutkan bahwa steroid jenis relapsing-remitting
dapat dipakai pada fase kronik SPMS.6,9,16 Mitoxantrone 5-12 mg/m2 infus intravena per 3 bulan Terapi lini pertama jenis progressive-
Untuk eksaserbasi akut dapat diberikan relapsing, terapi lini kedua jenis relapsing-
remitting dan progresif sekunder
methylprednisolone intravena sebagai drug of
Natalizumab 300 mg intravena per 4 minggu Terapi lini kedua jenis relapsing-remitting
choice dengan dosis 160 mg intravena sekali
sehari selama 1 minggu, kemudian tapering off Alemtuzumbab 12 mg intravena per hari selama 5 hari, Terapi lini kedua atau ketiga
diikuti dengan 12 mg intravena selama jenis relapsing-remitting
(diturunkan) menjadi 64 mg intravena setiap 3 hari selang 1 tahun dari pemberian
hari selama 1 bulan.5,7-9 Terapi imunosupresan pertama
yang umum adalah cyclophosphamide 600 Dexamethasone, sering digunakan sebagai penglihatan dan visual evoked potential, serta
mg/m2 intravena selama 5 hari, selain itu bisa alternatif untuk mengatasi mielitis transversa terjadinya remielinisasi pada sampel hewan
digunakan mitoxantrone, methotrexate, atau akut atau ensefalitis diseminata akut; (3). DMT percobaan.3,11,14
azatriopin. (Disease-Modifying Therapy) (Tabel 2), obat-
obatan ini telah direkomendasikan untuk Rehabilitasi
Terapi simtomatik bisa untuk mengatasi MS relaps, dipercaya mampu menurunkan Fisioterapi bisa digunakan sebagai alternatif
kelelahan, spastisitas (baclofen atau diazepam), progresivitas dan relaps.4,9,13 untuk melemaskan otot, menguatkan otot,
spasme otot, dan depresi (fluoxetine, sertraline, dan melatih pasien untuk menggunakan alat
atau amitriptilin). Kelelahan bisa diatasi Terapi jangka panjang tergantung fase dan bantu secara tepat untuk mempermudah
dengan mengurangi aktivitas yang berlebihan jenis MS, antara lain: (1) CIS: IFN-β; (2). RRMS: aktivitas sehari-hari seperti berjalan, jika
dan bila mengganggu bisa diberi amantadine IFN-β 1a dan 1b, Glatiramer asetat merupakan ada kelemahan kaki ataupun gangguan
atau diazepam.5,9,12,13 campuran asam amino sintetik menyerupai koordinasi atau keseimbangan. Bisa diberikan
komponen protein dari mielin, bekerja obat pelemas otot seperti baklofen, tizanidin,
Untuk mengatasi relaps akut, menghalangi reaksi imun terhadap mielin, atau eperison HCl untuk mengatasi nyeri dan
direkomendasikan corticosteroid, yaitu Fingolimod; (3). SPMS: IFN-β 1a, mitoxantron ketegangan atau kekakuan otot.4.5.9
methylprednisolone 0,5 gram oral setiap hari (digunakan untuk mengobati defisit
selama 5 hari. Dapat dipertimbangkan dosis neurologis dan atau frekuensi kekambuhan); Rehabilitasi multidisiplin dapat membantu
1 gram/hari untuk 3-5 hari sebagai alternatif.4,9 (4). PPMS: Hingga saat ini belum ada obat mengurangi disabilitas dan memperbaiki
yang direkomendasikan.6,8,9,10-13 kualitas hidup pasien. Fisioterapi selama 8
Untuk keadaan relaps bisa digunakan obat- minggu dapat bermanfaat untuk gangguan
obatan seperti; (1). Plasmapheresis (pertukaran Terapi Stem Cell keseimbangan dan gait.5,7,8,9 Fisioterapi
plasma), ini pengobatan jangka pendek Terapi stem cell atau sel punca memiliki masa perawatan 3 minggu dilanjutkan
pada serangan berat yang tidak dapat potensi untuk MS tipe progresif.3,11 Beberapa dengan latihan di rumah minimal 15
menggunakan steroid atau bila steroid tidak penelitian menunjukkan keamanan terapi minggu dilaporkan efektif mengurangi
bisa diberikan karena kontraindikasi; (2). ini, perbaikan pada hasil pemeriksaan tajam disabilitas pasien. 5,7-9 Latihan motorik,
DAFTAR PUSTAKA
1. Dobson. R, Giovannoni. G. Multiple sclerosis-a review. Eur J Neurol. 2019;26:27-38.
2. Filippi M, Preziosa P, Banwell BL, Barkhof F, Ciccarelli O, de Stefano N, et al. Assessment of lesions on magnetic resonance imaging in multiple sclerosis:practical
guidelines. Brain 2019;142:1858-75.
3. Geeta Shroff. A review on stem cell therapy for multiple sclerosis: special focus on human embryonic stem cells. US National Library of Medicine National Institutes
of Health [Internet]. 2018;11:1-11. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5813951/
4. Gossman W, Ehsan M, Xixis KL. Multiple sclerosis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019.
5. Haiga Y, Hamama DA, Frida M. Laporan kasus: Dua kasus multipel sklerosis dengan tipe yang berbeda di RSUP M.Djamil, Padang. Neurona. 2016;33(3):194-200.
6. Jafar Y. Tatalaksana multiple sclerosis. CDK 2017;44(3):180-3.
7. Kurniawan M, SuharjantiI, PinzonRT. et al. Multipel sklerosis. Buku acuan panduan praktik klinis neurologi. Jakarta: Perdossi; 2016 .p. 206-10.
8. Lindsay KW, Bone I, Fuller G, Callander R. Multiple sclerosis. Neurology and neurosurgery illustrated. 5th ed. London: Churchill Livingstone; 2010 .p. 520-8.
9. Mattle H, Mumethaler M. Multiple sclerosis. Fundamentals of neurology, an illustrated guide. New York: Thieme; 2017 .p. 237-45.
10. Montalban X, Gold R, Thompson AJ, Otero-Romero S, Amato MP, Chandraratna D, et al. Clinical guideline on the pharmacological treatment of people with multiple
sclerosis. MS Journal. 2018;24(2):96-120.
11. Omerhoca S, Akkas SY, Icen NK. Multiple sclerosis: Diagnosis and differential diagnosis. Noro Psikiyatr Ars. 2018;55(Suppl 1):1-9.
12. Polman CH, Reingold SC, Banwell B, et al. Clinical guideline of multiple sclerosis in adults: Management. NICE Guidelines [Internet]. 2014. Available from: www.nice.
org.uk/guidance/cg186.
13. Rizminardo F, Syaarief I, Lestari R, Handayani T. Multiple sklerosis pada anak. Jurnal kesehatan Andalas. 2018;7(4):76-82.
14. Simon RP, Aminoff MJ, Greenberg DA. Multiple sclerosis. A lange medical book of clinical neurology. 10th ed. USA: McGraw-Hill Education; 2015 .p. 235-9.
15. Thaera G, Wingerchuk DM. Therapies for multiple sclerosis in evidence-based neurology, management of neurological disorders. 2nd ed. Wiley Online Library; 2015
.p. 389-404.
16. Thompson AJ, Banwell BL, Barkhof F, Carroll WM, Coetzee T, Comi G, et al. Diagnosis of multiple sclerosis: 2017 revisions of the McDonald criteria. Lancet Neurol.
2018;17(2):162-73. doi:10.1016/s1474-4422(17)30470-2
17. Tsang BK, Mcdonell R. Focus neurology: Multiple sclerosis-Diagnosis, management and prognosis. Austral Fam Physician. 2011;40(12):948-54.