Professional Documents
Culture Documents
Laporan Praktikum Proses Cetakan Pasir
Laporan Praktikum Proses Cetakan Pasir
SEMESTER 6
OLEH
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan praktikum proses cetakan pasir ini dengan sebaik-
baiknya.
Penulisan laporan ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata Teknik Manufaktur
Kelas 3A. Selain itu, penulisan laporan ini pun dimaksudkan untuk mencapai kompetensi dasar perkuliahan
Teknik Manufaktur 3.
Dalam penulisan laporan ini penulis mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan tersebut menjadi
rintangan yang menghalangi penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Namun berkat bantuan, arahan,
dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat teratasi.
Sebagai penutup, penulis kembali mengucapkan terima kasih dan semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya. Selain itu, penulis juga mengharapkan apresiasi dari pembaca baik berupa
saran maupun kritik.
Penulis
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
DASAR TEORI.......................................................................................................3
2.2.1 Besi....................................................................................................4
2.2.2 Alumunium........................................................................................5
2.2.3 Tembaga.............................................................................................6
2.5.1 Pasir....................................................................................................9
2.5.3 Pola..................................................................................................10
2.5.4 Inti....................................................................................................11
BAB III..................................................................................................................18
PROSEDUR PRAKTIKUM..................................................................................18
3.2.1 Alat...................................................................................................18
3.2.2 Bahan...............................................................................................19
BAB IV..................................................................................................................20
PEMBAHASAN....................................................................................................20
BAB V...................................................................................................................22
5.1 Kesimpulan..............................................................................................22
5.2 Saran........................................................................................................22
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
b. Permanent molds, yang mana terbuat dari logam yang tahan pada temperature tinggi. Seperti
namanya, cetakan ini digunakan berulang-ulang dan dirancang sedemikian rupa sehingga hasil
cetakan dapat dihilangkan dengan mudah dan cetakan dapat digunakan untuk cetakan berikutnya.
Cetakan logam dapat digunakan kembali karena bersifat konduktor dan lebih baik daripada cetakan
bukan logam yang terbuang setelah digunakan. sehingga, cetakan padat terkena tingkat yang lebih
tinggi dari pendinginan, yang mempengaruhi sturktur mikro dan ukuran butir dalam pengecoran.
c. Comosite molds, yang mana terbuat dari dua atau lebih material yang berbeda (seperti pasir, grafit,
dan logam) dengan menggabungkan keunggulan masing-masing bahan. Pembentuk ini memiliki sifat
tetap dan sebagian dibuang dan digunakan di berbagai proses cetakan untuk meningkatkan kekuatan
pembentuk, mengendalikan laju pendinginan, dan mengoptimalkan ekonomi keseluruhan proses
pengecoran.
2.2 Bahan-bahan Coran
Pada dasarnya semua logam yang mampu dicairkan dapat dibentuk dengan proses pengecoran.
Bahan-bahnan ini umumnya memiliki titik leleh yang rendah sampai menengah. Untuk bahan yang titik
cairnya tinggi jarang dilakukan dengan proses pengecoran. Pada parakteknya bahan-bahan logam yang
umum di lakukan pembentukan dengan proses pengecoran adalah bahan besi, alumunium, tembaga,
magnesium,timah.
2.2.1 Besi
Besi cor (cast Iron) dapat didefinisikan sebagai paduan besi yang memiliki kadar karbon lebih dari
1,7 %. Umumnya kadar karbon ini berada pada kisaran antara 2,4 hingga 4 %, merupakan bahan yang relatif
mahal, dimana bahan ini diproduksi dari besi kasar atau besi/baja rosok. Produk besi cor memiliki fungsi
mekanis sangat penting dan diproduksi dalam jumlah besar. Prosesnya sering dilakukan dengan cara
menambahkan unsur graphite ke dalam ladle sebagai pengendali. paduan besi cor (alloy iron castings)
bahannya telah dilakukan penghalusan (refined) dan pemaduan besi kasar (pig iron). Produk-produk seperti
crankshaf, conecting rod dan element dari bagian-bagian mesin sebelumnya dibuat dari baja tempa (steel
forgings), sekarang lebih banyak menggunakan high-duty alloy iron casting.
Benda-benda cor dapat membentuk bagian bentuk yang rumit dibandingkan dengan bentuk-bentuk
benda hasil tempa (wrought) kendati diperlukan proses machining, akan tetapi dapat diminimalisir dengan
memberikan kelebihan ukuran sekecil mungkin dari bentuk yang dikehendaki (smaller allowance), olleh
karena itu produk penuangan relatif ukurannya dilebihkan sedikit.
2.2.2 Alumunium
Alumunium casting merupakan suatu cara ( metode ) pembuatan paduan logam alumunium dengan
menggunakan cetakan ( die casting atau sand casting ) dengan cara melebur paduan logam yang kemudian
dituang didalam suatu cetakan sehingga mengalami pendinginan ( solidification ) didalam cetakan.
Alumunium dipilih sebagai bahan dasar casting karena memiliki beberapa sifat, yaitu:
a. Alumunium merupakan unsur dengan massa jenis yang rendah ( 2.7 g/cm3) sehingga dapat
menghasilkan paduan yang ringan
b. Temperatur leburnya rendah ( 660 .32 derajat celcius ) sehingga dapat meminimalkan energi
pemanasan
c. Flowabilitynya baik, kemampuan mengisi rongga – rongga cetakan baik
Untuk menghasillkan paduan yang memiliki mechanical properties yang baik ( touhnest, tensile
strength, ductility, wear resistace, etc ) maka diperlukan adanya unsur paduan lain pada logam alumunum.
Logam – logam yang ditambahkan yaitu Silikon (Si). Silikon memiliki sifat mampu alir yang baik ( fluidity )
sehingga akan memudahkan logam cair untuk mengisi rongga–rongga cetakan. Selain itu Silikon juga tahan
terhadap hot tear ( perpatahan pada metal casting pada saat solidificasion karena adanya kontraksi yang
merintangi. Sifat AlSi dapat menghasilkan sifat–sifat yang baik, yaitu : good castability, good corrosion
resistance, good machinability, dan good weldability.
2.2.3 Tembaga
Tembaga digunakan secara luas sebagai salah satu bahan teknik, baik dalam keadaan murni maupun
paduan. Tembaga memiliki kekuatan tarik hingga 150 N/mm2 dalam bentuk tembaga tuangan dan dapat
ditingkatkan hingga 390 N/mm2 melalui proses pengerjaan dingin dan untuk jenis tuangan aangka
kekerasanya hanya mencapai 45 HB namun dapat ditingkatkan menjadi 90 HB melalui pengerjaan dingin,
dimana dengan proses pengerjaan dingin ini akan mereduksi keuletan, walaupun demikian keuletannya dapat
ditingkatkan melalui proses annealing (lihat proses perlakuan panas) dapat menurunkan angka kekerasan
serta tegangannya atau yang disebut proses “temperature” dimana dapat dicapai melalui pengendalian jarak
pengerjaan setelah annealing. Tembaga memiliki sifat thermal dan electrical conduktifitas nomor dua setelah
Silver. Tembaga yang digunakan sebagai penghantar listrik banyak digunakan dalam keadaan tingkat
kemurnian yang tinggi hingga 99,9 %. Sifat lain dari tembaga ialah sifat ketahanannya terhadap korosi
atmospheric serta berbagai serangan media korosi lainnya. Tembaga sangat mudah disambung melalui proses
penyoderan, Brazing serta pengelasan. Tembaga termasuk dalam golongan logam berat dimana memiliki
berat jenis 8,9 kg/m3 dengan titik cair 10830C.
2.3 Penggunaan Coran
Proses pengecoran banyak digunakan karena memiliki keunggulan diantaranya dapat membuat
produk yang kecil hingga yang paling besar. Penggunaan bahan lebih hemat. Produk hasil coran dapat
digunakan tanpa harus dikerjakan lebih lanjut atau dilakukan sedikit proses pemesinan. Selain itu dengan
proses pengecoran dapat membuat produk-produk sederhana sampai yang paling rumit. Berikut contoh
produk-produk yang dibuat melalui proses pengecoran. Penggunaan coran pada kehidupan sehari-hari sangat
luas. Produk-produk yang dibuat melalui proses pengecoran dapat dijumpai mulai dari peralatan rumah
tangga, industri komponen pemesinan, industri mesin-mesin perkakas, alat-alat berat, industri automotif dan
peralatan tranfortasi. Rangka-rangka mesin banyak digunakan dari coran besi tuang kelabu, karena bahan ini
memiliki sifat endukug yang kuat, mampu menahan getaran dan mampu melumas sendiri. Pada industri
otomotif benda coran banyak digunakan untuk membuat blok-blok mesin, tromol rem, dan komponen-
komponen lainnya. Contoh-contoh penggunaan produk cor dapat dilihat pada gambar berikut.
Dalam teknik pengecoran logam fluiditas tidak diartikan sebagai kebalikan dari viskositas, akan tetapi
berarti kemampuan logam cair untuk mengisi ruang-ruang dalam rongga cetak. Fluiditas tidak dapat
dikaitkan secara langsung dengan sifat-sifat fisik secara individu, karena besaran ini diperoleh dari pengujian
yang merupakan karakteristik rata-rata dari bebrapa sifat-sifat fisik dari logam cair.
Ada dua faktor yang mempengaruhi fluiditas logam cair, yaitu temperatur dan komposisi unsur.
Temperatur penuangan secara teoritis harus sama atau diatas garis liquidus. Jika temperatur penuangan lebih
rendah, kemungkinan besar terjadi solidifikasi didalam gating sistem dan rongga cetakan tidak terisi penuh.
Cacat ini disebut juga dengan nama misrun. Cacat lain yang bisa terjadi jika temperatur penuangan terlalu
rendah adalah laps dan seams. Yaitu benda cor yang dihasilkan seakan-akan membentuk alur-alur aliran
kontinu logam yang masuk kedalam rongga cetak, dimana alur satu dengan alur lai berdampingan daya
ikatannya tidak begitu baik. Jika temperatur penuangan terlalu tinggi pasir yang terdapat pada dinding gating
sistem dan rongga cetakan mudah lepas sewaktu bersentuhan dengan logam cair dan permukaanya menjadi
kasar. Terjadi reaksi yang cepat antara logam tuang, dengan zat padat, cair dan gas diadalam rongga cetakan.
Dari pengujian ini dapat dicari daerah temperatur penuangan yang menghasilkan produk dengan cacat yang
seminim mungkin.
Faktor utama yang lain yang mempengaruhi besaran fluiditas adalah komposisi paduan. Logam cair
yang memiliki fluiditas yang tinggi adalah logam murni dan alloys komposisi eutectic. Alloys yang dibentuk
dari larutan padat, dan memiliki range pembekuan yang besar memiliki fluiditas yang jelek.
Gambar 6Contoh Pola spiral hasil pengujian Fluiditas
Ada beberapa metoda dalam mengukur fluiditas. Metoda ini dibedakan berdasarkan bentuk rongga
cetak yang digunakan untuk mengetahui mampu alir logam cair. Ada rongga cetak yanmg berbentuk spiral
dan ada juga rongga cetak yang berbentuk lorong yang memanjang. Pemilihan metoda ini sangat tergantung
Komisi pengecoran international telah membuat penggolongan cacat-cacat coran dan dibagi menjadi
9 kelas, yaitu :
a. Ekor tikus tak menentukan atau kekerasan yang meluas
b. Lubang-lubang
c. Retakan
d. Permukaan kasar
e. Salah alir
f. Kesalahan ukuran
g. Inklusi dan struktur tak seragam
h. Deformasi
i. Cacat-cacat tak nampak
Porositas berupa lubang di dalam permukaan berbentuk bola dan halus. Cacat ini dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu sebagai berikut:
1) Gas terbawa dalam logam cair selama pencairan.
2) Gas terserap dalam logam cair selama penuangan atau injeksi.
3) Reaksi logam induk dengan uap air dari cetakan.
4) Temperatur pencairan terlalu tinggi dan waktu pencairan terlalu lama.
5) Penuangan yang terlalu lambat.
6) Cawan tuang dan sistem saluran yang basah.
7) Cetakan yang kurang kering.
b. Permukaan kasar
Hasil pengecoran memiliki permukaan yang kasar yang dapat disebabkan oleh cetakan rontok.
Cetakan rontok tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu bagian cetakan yang lemah runtuh,
cetakan runtuh saat penarikan pola, kemiringan pola tidak cukup, cetakan kurang padat, kekuatan pasir
cetak kurang,
c. Kesalahan ukuran
Hasil pengecoran memiliki ukuran yang tidak sesuai dengan ukuran coran yang diharapkan.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh cetakan yang mengembang atau penyusutan logam yang tinggi saat
pembekuan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan praktikum teknik pengecoran logam adalah sebagai berikut:
a. Hasil praktikum pengecoran memiliki beberapa cacat yaitu porositas, permukaan kasar dan kesalahan
ukuran.
b. Setelah praktikum teknik pengecoran logam, mahasiwa dapat mengetahui prosedur dan teknik
pengecoran logam cetakan pasir basah dan cetakan pasir kering.
5.2 Saran
Saran praktikum teknik pengecoran logam adalah sebagai berikut:
a. Porositas hasil coran dapat dikurangi dengan melakukan peniupan gas inert ke dalam cairan logam,
pencairan kembali, atau perencanaan yang tidak menyebabkan turbulen pada aliran logam cair,
sehingga dapat menghilangkan kandungan gas di dalam cairan logam.
b. Permukaan yang kasar akibat cetakan rontok dapat dihindari dengan cara pembuatan cetakan harus
lebih cermat dan teliti.
c. Kesalahan ukuran hasil coran dapat dihindari dengan membuat pola yang teliti dan cermat, serta
memperhitungkan faktor penyusutan logam dengan cermat.
LAMPIRAN