Professional Documents
Culture Documents
Emulsi Biofuel-Air
Emulsi Biofuel-Air
113
Handayani, Maspanger, dan Andriani
dan stabil (minimal 24 jam) sebagai 21% dari total kebutuhan sektor
alternatif energi pengeringan di industri transportasi yang mencapai 353 juta SBM,
karet remah serta mengkaji pengaruhnya dimana sebagian besar masih dipenuhi oleh
terhadap mutu karet remah yang dihasilkan. bensin (56%) dan solar/minyak diesel (13%)
Tiga jenis bahan bakar digunakan dalam (BPPT, 2020).
penelitian ini yaitu solar, biosolar, dan
FAME. Ketiga jenis bahan bakar tersebut Mengacu kepada outlook energi yang
diemulsikan dengan air pada perbandingan disusun oleh BPPT (2020) dan juga oleh
90:10 (bahan bakar:air) dengan tiga variasi Dewan Energi Nasional (DEN, 2019), pada
dosis bahan pengemulsi (5%; 7,5%; dan skenario business as usual (BAU),
10%). Campuran diaduk dengan diperkirakan selama tahun 2018-2050 total
menggunakan mesin pencampur kebutuhan energi meningkat rata-rata
berkecepatan tinggi hingga 23.000 rpm sebesar 3,9% per tahun. Sebagai penggerak
selama 1-2 menit dan diamati kestabilannya ekonomi, kebutuhan energi di sektor
selama beberapa hari. Emulsi yang paling industri diperkirakan terus meningkat dan
stabil selanjutnya digunakan untuk uji coba mendominasi total kebutuhan energi pada
pengeringan karet remah. Karet kering yang tahun 2050. Sementara itu, kebutuhan
dihasilkan kemudian diuji mutunya sesuai energi sektor transportasi diproyeksikan
SNI 1903:2017 dan sebagai pembanding mengalami pertumbuhan lebih rendah dari
digunakan karet remah yang dikeringkan sektor industri, disebabkan ada
dengan solar. Hasil penelitian menunjukkan perlambatan pada pertumbuhan kendaraan
bahwa penggunaan bahan pengemulsi Span bermotor. Agar penggunaan EBT dapat
80 dan Tween 80 (90:10) sebanyak 5% dimaksimalkan sehingga mendekati target
volume bahan bakar emulsi dapat 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun
menghasilkan emulsi yang stabil untuk 2050, maka penggunaan EBT harus terus
campuran emulsi solar-air dan biosolar-air dikembangkan, dalam hal ini biodiesel
sedangkan untuk emulsi FAME-air masih untuk sektor industri (DEN, 2019).
belum stabil. Sementara itu pengeringan
dengan emulsi solar-air dan biosolar-air Salah satu industri yang potensial
menunjukkan tidak berpengaruh signifikan untuk menggunakan biodiesel adalah
terhadap mutu karet yang dihasilkan, industri karet remah atau dalam
hampir semua parameter telah memenuhi perdagangan internasional dikenal sebagai
persyaratan di dalam SNI 1903:2017 kecuali crumb rubber atau karet SIR (Standar
untuk parameter kadar zat menguap. Indonesian Rubber). Jenis karet tersebut
merupakan produk unggulan komoditas
Kata kunci: bahan bakar; biosolar; energi karet yang diproduksi dan diekspor oleh
pengeringan; FAME Indonesia dengan peruntukan utama
sebagai bahan baku pembuatan ban
kendaraan bermotor. Pada tahun 2019 luas
PENDAHULUAN areal tanaman karet mencapai 3.676.035
ha, terluas di dunia, dengan produksi
Dalam rangka menciptakan 3.301.405 ton, kedua setelah Thailand. Dari
kemandirian di bidang energi dan komitmen volume produksi tersebut tidak kurang dari
global untuk mengurangi emisi gas rumah 3 juta ton (>85%) berwujud karet remah.
kaca, Pemerintah mendorong peningkatan Dari total produksi itu pun sebagian besar
peran energi baru dan terbarukan (EBT) diekspor, pada tahun 2019 tercatat ekspor
melalui PP No. 79 Tahun 2014 tentang sekitar 2.503.671 ton dengan perolehan
Kebijakan Energi Nasional, target bauran devisa 3,53 Milyar USD (Ditjenbun, 2020).
EBT pada tahun 2025 paling sedikit 23%
dan 31%. Dari berbagai jenis EBT saat ini Bahan bakar yang selama ini
biodiesel paling berkembang cepat sejalan digunakan adalah solar industri (Industrial
dengan pelaksanaan kebijakan mandatori Diesel Oil, IDO) yang merupakan bahan
BBN (Permen ESDM No. 12 tahun 2015) bakar fosil dan ketersediaannya semakin
yang mengamanatkan campuran BBN ke menipis sehingga perlu dicari alternatif
BBM sebesar 20% (B20) pada sektor energi terbarukan (EBT) bersumber dari
transportasi. Namun penggunaan biodiesel biomassa yang ketersediaannya di alam
pada sektor transportasi hingga saat ini cukup melimpah. Genset hanya digunakan
masih relatif rendah dengan porsi sekitar sewaktu-waktu karena hampir seluruh
114
Penelitian Pendahuluan Sintesis Emulsi Biofuel-Air untuk Bahan Bakar Pengeringan Karet Remah
pabrik karet remah telah memiliki jaringan dicoba penggunaan emulsi biodiesel-air
listrik PLN yang relatif murah, dengan dengan bantuan Span 80 dan Tween 80
kebutuhan sekitar 250 KWH/ton karet atau sebagai bahan pengemulsi. Sistem kerja dari
70 liter/ton karet. Untuk keperluan bahan pengemulsi Tween 80 dan Span 80
pengeringan, solar masih belum tergantikan adalah menjaga keseimbangan antara gugus
dengan konsumsi rata-rata 1.200 MJ/ton hidrofil dan lipofil (Nurlaela et al., 2012).
karet, atau sekitar 30 liter/ton karet
(Kemenperin, 2016). Dengan produksi karet Penelitian perbaikan mutu biodiesel
remah 3 juta ton/tahun, maka penggunaan telah banyak dilakukan, antara lain oleh
solar di industri karet remah cukup besar Khalid et al. (2014) dengan cara injeksi air ke
yaitu tidak kurang dari 90 juta liter/tahun. dalam biodiesel B15-B30 hingga 15%
membentuk emulsi, selanjutnya campuran
Sebagai upaya memperoleh jenis diatomisasi pada nosel burner. Molekul air
bahan bakar alternatif yang lebih murah dan berperan sebagai carrier agar penyebaran
ramah lingkungan, penelitian terkait partikel bahan bakar bisa merata pada
pengeringan karet telah lama dilaksanakan ruang bakar. Hasil penelitian menunjukkan
di Pusat Penelitian Karet, antara lain dengan bahwa air dapat melemahkan suhu puncak
penggunaan batu bara oleh Maspanger dan nyala api (luminous flames) selama proses
Alam (1996); Maspanger et al. (1998; 2000); difusi dan berdampak positif menurunkan
Maspanger (1998; 1999; 2000a; 2000b; emisi NOx dan PM. Titik penyalaan biodiesel
2007), dan menggunakan biomassa padat adalah sekitar 100°C. Dengan adanya air,
oleh Vachlepi dan Suwardin (2013; 2014) titik nyala menjadi lebih tinggi sehingga
dan Suherman et al. (2017). Hasil penelitian diperlukan peningkatan suhu pembakaran
menunjukkan bahwa proses pengeringan yang berakibat emisi NOx akan berkurang
dan mutu karet yang dihasilkan sangat (Kuspriyanto, 2018). Penelitian
tergantung terhadap suhu dan debit udara menambahkan air ke dalam bahan bakar
pemanas, kandungan senyawa yang untuk membentuk emulsi minyak-air (W/O)
terdapat pada gas hasil pembakaran, serta sudah pernah dilakukan, antara lain oleh
metode pengeringan yang digunakan Malau dan Ardiansah (2022) berhasil
(langsung (direct heating) atau tidak mensintesa emulsi minyak solar-air yang
langsung (indirect heating)). Dalam praktik stabil dengan menggunakan surfaktan Span
implementasinya di pabrik karet remah, 85 (Sorbitan monooleate 85) dan Tween 80
penggunaan batu bara maupun biomassa (Polyoxyethylene sorbitan 80). Basha dan
tidak dapat digunakan secara langsung Anand (2014) dan Basha (2018)
(direct heating) disebabkan masih terdapat menunjukkan penggunaan surfaktan
kesulitan untuk pemisahan abu, sehingga sebagai penstabil emulsi solar-air dapat
masih diperlukan alat penukar panas (heat menurunkan emisi gas hidrokarbon, CO,
exchanger). CO2, dan NOx pada gas buang mesin
kendaraan.
Penggunaan emulsi biodiesel-air
diharapkan sama halnya dengan solar yaitu Menurut farmakope edisi IV, emulsi
dapat digunakan secara langsung agar adalah sistem dua fase yang salah satu
transfer panas dapat lebih efisien sehingga cairannya terdispersi dalam cairan yang
akan meningkatkan keekonomian lain, dalam bentuk tetesan kecil dengan
penggunaannya. Secara teknis, penggunaan diameter sekitar 0,1-50 m (Malau dan
biodiesel sebagai bahan bakar pengeringan Ardiansah, 2022). Pada umumnya emulsi
masih perlu dikaji disebabkan gas hasil bersifat tidak stabil, dimana lapisan air dan
pembakarannya masih mengandung NOx lemak/minyak dapat terpisah kembali
dan PM (particulate matter) yang relatif tinggi selama masa penyimpanan, tergantung dari
dengan potensi berdampak serius terhadap keadaan lingkungannya. Stabilitas emulsi
kesehatan, juga dikhawatirkan akan dapat dipertahankan dengan penambahan
berpengaruh pada kadar zat menguap, zat ketiga yang disebut dengan bahan
kadar nitrogen, dan plastisitas serta mutu pengemulsi (emulsifying agent). Bahan
karet lainnya sehingga tidak memenuhi pengemulsi yang sering digunakan pada
persyaratan standar mutu yang berlaku (SNI emulsi biodiesel dengan air adalah Tween 80
1903:2017). Sebagai upaya untuk dan Span 80. Span 80 atau sorbitan
mengeliminasi dampak negatif tersebut, monooleate memiliki nilai HLB (Hydrophylic-
pada penelitian yang diusulkan ini akan Lipophylic Balance) sebesar 4,3 dan
115
Handayani, Maspanger, dan Andriani
116
Penelitian Pendahuluan Sintesis Emulsi Biofuel-Air untuk Bahan Bakar Pengeringan Karet Remah
dipilih untuk digunakan sebagai bahan Pengujian mutu karet remah sesuai SNI
bakar dalam proses pengeringan karet 1903:2017
remah basah yang diperoleh dari salah satu
pabrik karet remah di daerah Purwakarta. Karet yang telah kering selanjutnya
Percobaan pengeringan karet remah diuji mutunya sesuai SNI 1903:2017 tentang
dilakukan dengan skala laboratorium pada “Karet Alam-Spesifikasi Teknis”. Parameter
variasi suhu 110°C dan 130°C. Pada yang diuji sesuai dengan SNI tersebut antara
percobaan pengeringan digunakan karet lain:
remah basah dengan alat pengering berskala - Kadar kotoran sesuai SNI 8383:2017
laboratorium sebagaimana diitunjukkan - Kadar abu sesuai SNI ISO 247:2012
pada Gambar 1 yang dilengkapi dengan oil - Kadar zat menguap sesuai SNI 8356:2017
burner mini, timbangan otomatis, dan - Kadar Nitrogen sesuai SNI ISO 1656:2016
peralatan pengendali suhu agar tetap - Plastisitas sesuai SNI 8425:2017 dan
konstan pada suhu pengeringan yang - Indeks ketahanan plastisitas (PRI) sesuai
dikehendaki. Selama percobaan SNI ISO 2930:2013
pengeringan diamati pengurangan berat - Viskositas Mooney sesuai SNI ISO
karet setiap interval waktu tertentu hingga 8384:2017
karet benar-benar kering.
117
Handayani, Maspanger, dan Andriani
Gambar 2. Visual bahan pengemulsi Span 80 dan Tween 80 sebelum pencampuran (a), sesaat
setelah pencampuran (b), dan setelah didiamkan semalam (c)
Figure 2. Visualization of emulsifying agent Span 80 and Tween 80 before mixing (a),
immediately after mixing (b), and after staying overnight (c)
Tabel 1. Variasi emulsi bahan bakar dan air dengan variasi dosis bahan pengemulsi
Table 1. Emulsion variation of fuels with variation of emulsifying agent
118
Penelitian Pendahuluan Sintesis Emulsi Biofuel-Air untuk Bahan Bakar Pengeringan Karet Remah
Gambar 3. Visual emulsi solar-air (a) dan emulsi biosolar-air (b) tetap stabil selama
penyimpanan hingga lebih dari 14 hari
Figure 3. Visualization of solar-water emulsion (a) and biosolar-water remained stable during
storage up to more than 14 days
Gambar 4. Visual emulsi FAME-air mulai terlihat infersi atau butiran besar emulsi minyak
dalam air (a) dan pada hari ke-7 emulsi mulai terpisah menjadi dua (2) lapis
cairan (b)
Figure 4. Visualization of biodiesel-water emulsion starts to show intrusion or large granules
of oil-in-water emulsion (a) and the emulsion begins to separate into two layers of
liquid (b)
119
Handayani, Maspanger, dan Andriani
Pemilihan Emulsi untuk Uji Coba 130°C. Visual karet remah sebelum dan
Pengeringan sesudah dikeringkan serta data waktu
pengeringan berdasarkan penelitian ini
Berdasarkan hasil pengamatan disajikan pada Gambar 5 dan Tabel 3.
selama 14 hari, biofuel teremulsi yang stabil Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat dilihat
adalah solar -air dan biosolar -air bahwa waktu pengeringan dengan biosolar
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2. baik pada kedua suhu relatif lebih cepat
Oleh karena itu kedua biofuel teremulsi dibandingkan pengeringan menggunakan
tersebut selanjutnya dipilih untuk uji coba bahan bakar emulsi biosolar-air, namun
pengeringan karet remah skala laboratorium masih lebih lama dibandingkan dengan
menggunakan sarana pengering skala pengeringan menggunakan solar.
laboratorium sebagaimana dapat dilihat
pada Gambar 1. Pengamatan dilakukan Pengujian Mutu Karet Remah Sesuai SNI
dengan cara penimbangan karet selama 1903:2017
proses pengeringan sehingga diperoleh berat
konstan yang menandakan bahwa karet Hasil pengujian mutu karet remah
telah kering sempur na. Per cobaan yang telah dikeringan sesuai dengan
pengeringan dilakukan menggunakan tiga persyaratan teknis di dalam SNI 1903:2017
jenis bahan bakar (solar, biosolar, dan dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan
emulsi biosolar-air) pada suhu 110°C dan hasil pengujian karet remah SIR yang
Gambar 5. Visual karet remah sebelum dikeringkan (a) dan setelah dikeringkan (b)
Figure 5. Visualization of crumb rubber before drying (a) and after drying (b)
Tabel 3. Hasil uji coba pengeringan karet remah menggunakan biofuel teremulsi
Table 3. Test results of crumb rubber drying using emulsified biofuel
120
Penelitian Pendahuluan Sintesis Emulsi Biofuel-Air untuk Bahan Bakar Pengeringan Karet Remah
disajikan pada Tabel 4 dapat terlihat bahwa remah tidak berpengaruh signifikan
secara umum mutu karet remah yang terhadap kadar kotoran, nilainya masih
dihasilkan dari pengeringan menggunakan memenuhi persyaratan mutu di dalam SNI
bahan bakar emulsi biosolar-air sudah 1903:2017 yaitu maksimal 0,16%.
memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan dalam SNI 1903:2017 kecuali Pengaruh bahan bakar terhadap
untuk parameter kadar zat menguap dimana parameter kadar Nitrogen
hasilnya masih melebihi syarat mutu
(contoh A1, A2, dan B2). Berdasarkan data pada Tabel 4
terlihat bahwa penggunaan bahan bakar
Pengaruh bahan bakar terhadap emulsi biosolar-air untuk pengeringan karet
parameter kadar zat menguap remah tidak berpengaruh signifikan
terhadap kadar Nitrogen, nilainya masih
Penggunaan bahan bakar emulsi memenuhi persyaratan mutu di dalam SNI
biosolar-air pada suhu pengeringan 110°C 1903:2017 yaitu maksimal 0,60%.
dan 130°C serta biosolar pada suhu
pengeringan 110°C meningkatkan kadar zat Pengaruh bahan bakar terhadap kadar
menguap sehingga nilainya di atas syarat zat abu
mutu yaitu 0,80%. Hal ini menandakan
bahwa di dalam karet remah yang Berdasarkan data pada Tabel 4
dikeringkan dengan bahan bakar tersebut terlihat bahwa penggunaan bahan bakar
masih mengandung cukup banyak zat emulsi biosolar-air untuk pengeringan karet
menguap. Pada bahan bakar emulsi remah tidak berpengaruh signifikan
biosolar-air, diduga keberadaan air di dalam terhadap kadar abu, nilainya masih
emulsi berpengaruh menurunkan kalor memenuhi persyaratan mutu di dalam SNI
pembakaran sehingga laju pemanasan 1903:2017 yaitu maksimal 1,00%.
menjadi lebih lambat akibatnya diperlukan
waktu yang lebih lama untuk menghasilkan Pengaruh bahan bakar terhadap
pengeringan yang sempurna. Sementara itu, plastisitas
pengeringan dengan biosolar pada suhu
110°C kalor pembakarannya lebih rendah Berdasarkan data pada Tabel 4
dibandingkan pengeringan pada suhu terlihat bahwa penggunaan bahan bakar
130°C sehingga laju pemanasan menjadi emulsi biosolar-air untuk pengeringan karet
lebih lambat akibatnya diperlukan waktu remah tidak berpengaruh signifikan
yang lebih lama untuk menghasilkan terhadap kadar plastisitas, baik plastisitas
pengeringan yang sempurna. awal maupun PRI, nilainya masih memenuhi
persyaratan mutu di dalam SNI 1903:2017
Pengaruh bahan bakar terhadap yaitu minimal 30 untuk plastisitas awal (Po)
parameter kadar kotoran dan minimal 40 untuk nilai PRI.
121
Handayani, Maspanger, dan Andriani
122
Penelitian Pendahuluan Sintesis Emulsi Biofuel-Air untuk Bahan Bakar Pengeringan Karet Remah
Kerihuel, A., Kumar, M. S., Bellettre, J, & Maspanger, D. R. (2000b). Uji coba batubara
Tazerout, M. (2006). Ethanol animal sebagai bahan bakar pengeringan
fat emulsions as a diesel engine fuel – karet SIR di pabrik Cikumpay-PTP
Part 2: Engine test analysis. Fuel, 85: VIII. Laporan Kerjasama dengan
2646-2652. Puslitbang Teknologi Mineral- ESDM.
Khalid, A., Sies, M. F., Manshoor, B., Latip, Maspanger, D. R. (2007). Minimalisasi
L., & Amirnordin, S. H. (2014). limbah bau gas bekas pengeringan
Investigation of mixture formation karet dengan teknik water scrubbing.
and flame development in emulsified Jurnal Agritek, 15(5): 1034-1041.
biodiesel bur ner combustion.
Proceedings of the 2014 International Maspanger, D. R., & Alam, A. (1996).
Conference on Industrial Engineering Rancangbangun tungku batubara
and Operations Management. Bali, untuk pengeringan karet
Indonesia: Industrial Engineering konvensional dengan sitem
and Operations Management (IOEM) pemanasan tidak langsung. Jurnal
Penelitian Karet, 14(3): 217-233.
Kuspriyanto, R. I. (2018). Pengaruh
penggunaan air dalam bahan bakar Maspanger, D. R., Honggokusumo, S., &
emulsi biodiesel terhadap performa, Susanto, H. (1998). Pengaruh gas SO2
Nox, dan proses pembakaran terhadap proses pengeringan dan
(skripsi), Departemen Teknik Sistem kualitas crumb rubber. Prosiding
Perkapalan, Fakultas Kelautan Simposium Nasional Polimer II.
Institut Teknologi Sepuluh Bogor, Indonesia: Himpunan Polimer
Nopember Surabaya, Indonesia. Indonesia.
Malau, A., & Ardiansah. (2022). Maspanger, D. R., Honggokusumo, S., &
Pembentukan emulsi air di dalam Susanto, H. (2000). Mekanisme
minyak diesel dengan penambahan proses pengeringan crumb rubber di
surfaktan Span 85 dan Tween 85. dalam media gas SO 2 . Buletin
Journal of Natural Science and Enjiniring Pertanian, 7(1): 6-16.
Technology Adpertisi, 2(1): 22-27.
Melo-Espinosa, E. A., Rodriguez, R. P., Perez,
Maspanger, D. R. (1998). Kajian awal L. G., Sierens, R., & Verhelst, S.
pemenfaatan batubara sebagai (2015). Emulsification of animal fats
bahan bakar pengeringan karet and vegetable oils for their use as a
remah (tesis), Teknik Kimia, Institut diesel engine fuel: An overview.
Teknologi Bandung. Renewable and Sustainable Energy
Reviews, 47: 623-633.
Maspanger, D. R. (1999). T injauan
pemanfaatan gas bekas pengeringan Nurlaela, E., Nining, S., & Ikhsanudin, A.
untuk pre-drying blanket crumb (2012). Optimasi komposisi Tween 80
rubber. Warta Perkaretan, 18(1): 8- dan Span 80 sebagai emulgator
16. dalam repelan minyak atsiri daun
sere (Cymbopogon citratus (DC) Stapf)
M a s p a n g e r, D . R . ( 2 0 0 0 ) . K a j i a n terhadap nyamuk Aedes aegypti
pemanfaatan batubara sebagai betina pada basis vanishing cream
bahan bakar pengeringan crumb dengan metode simplex lattice design.
rubber. Warta Penelitian Karet, 20(2). Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 2(1): 41-
54.
Maspanger, D. R. (2000a). Implementation of
raw coal as alternative fuel for crumb Suherman, A. W., Subrata, I. D. M. Suprapto,
rubber drying. Proc. Ind. Rubber A., & Lisyanto. (2017). Disain dan
Conf. and IRRDB Symposium. Bogor, pengujian sistem kendali suhu asap
12-14 September 2000, pp.429-442. kayu karet untuk meningkatkan
efektivitas pembuatan karet sit asap
berbasis mikrokrontroler. Jurnal
Penelitian Karet, 35(2): 189-198.
123
Handayani, Maspanger, dan Andriani
Vachlepi, A., & Suwardin, D. (2013). Wikantyasning, E. R., & Indianie, N. (2021).
Penggunaan biobriket sebagai bahan Optimasi Tween 80 dan Span 80
bakar alternatif pengeringan karet sebagai emulgator dalam formula
alam. Warta Perkaretan, 32(2): 65-73. krim tabir surya kombinasi ekstrak
etanol daun alpukat (Persea
Vachlepi, A., & Suwardin, D. (2014). americana M.) dan nanopartikel seng
Pengeringan karet remah berbasis oksida dengan metode simplex lattice
sumber energi biomassa. Warta design. Cerata Jurnal Ilmu Farmasi,
Perkaretan, 33(2): 103-112. 12(1): 19-28.
124