You are on page 1of 105

KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN PEMBERIAN WATER TEPID SPONGE


TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH ANAK
DENGAN DEMAM TIPOID DI RSUD
dr. SOBIRIN KABUPATEN
MUSI RAWAS
TAHUN 2018

Disusun Oleh :

ELDA NATALIA BARASA


NIM : PO.71.20.3.14.020

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LUBUKLINGGAU
TAHUN 2018
KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN PEMBERIAN WATER TEPID SPONGE TERHADAP


PENURUNAN SUHU TUBUH ANAK DENGAN DEMAM
TIPOID DI RSUD dr. SOBIRIN KABUPATEN
MUSI RAWAS TAHUN 2018

Disusun untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)


Pada Program Studi D-3 Keperawatan Lubuklinggau
Poltekkes Kemenkes Palembang

Disusun Oleh :

ELDA NATALIA BARASA


NIM : PO.71.20.3.14.020

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LUBUKLINGGAU
TAHUN 2018
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :

Nama Mahasiswa : Elda Natalia Barasa


Nim : PO.71.20.3.14.020
Jurusan : Keperawatan
Judul : Penerapan water tepid sponge terhadap penurunan suhu
tubuh anak dengan demam tipoid di RSUD dr. Sobirin
Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan (Amd.Kep) pada Prodi Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes
Kemenkes Palembang. Pada tanggal 11 Juli 2018, dan dinyatakan telah memenuhi
syarat untuk diterima.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Ns. Eva Oktaviani, M.Kep, Sp.An ( )

Pembimbing II : Hj. Susmini, SKM, M.Kes ( )

Penguji I : H. Jhon Feri, S.Kep, Ns, M.Kes ( )

Penguji II : Ns. Andra Saferi W, S.Kep. M.Kep ( )

Ditetapkan : Lubuklinggau

Pada tanggal : Juli 2018


PERNYATAAN KEASLIAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa KTI dengan judul :

PENERAPAN PEMBERIAN WATER TEPID SPONGE TERHADAP


PENURUNAN SUHU TUBUH ANAK DENGAN DEMAM
TIPOID DI RSUD dr. SOBIRIN KABUPATEN
MUSI RAWAS TAHUN 2018

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Ahli Madya Keperawatan


pada Program Studi D-3 Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes
Palembang, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari
KTI yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar
Ahli Madya Keperawatan di lingkungan Prodi D-3 Keperawatan Lubuklinggau
Poltekkes Kemenkes Palembang maupun di Perguruan Tinggi atau Instansi
manapun. Apabila ternyata di kemudian hari penulisan KTI ini merupakan hasil
plagiat atau penjiplakan terhadap karya orang lain, maka saya bersedia
mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan
aturan tata tertib di Prodi D-3 Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes
Palembang.

Lubuklinggau, Juli 2018


Yang menyatakan

Elda Natalia Barasa


NIM : PO.71.20.3.14.020

iii
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU

KARYA TULIS ILMIAH, JULI 2018

ELDA NATALIA BARASA

PENERAPAN PEMBERIAN WATER TEPID SPONGE TERHADAP


PENURUNAN SUHU TUBUH ANAK DENGAN DEMAM TIPOID DI
RSUD dr. SOBIRIN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2018

Xii + 79 Halaman + 8 Tabel + 2 Bagan + 5 Lampiran

ABSTRAK

Dampak yang ditimbulkan apabila kondisi hipertermia pada demam tifoid tidak
segera ditangani adalah dehidrasi, pengobatan pada pasien demam tifoid
diantaranya adalah dengan cara pemberian antibiotika dan antipiretik. Selain
pemberian antipiretik, dapat juga dilakukan tindakan water tepid sponge. Tujuan
penelitian ini untuk memperoleh gambaran asuhan keperawatan pada pasien anak
dengan demam tifoid setelah dilakukan kompres hangat water tepid sponge untuk
menurunkan suhu tubuh. Metode penelitian ini menggunakan desain studi kasus
dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Penatalaksanaan untuk
menurunkan suhu tubuh pada subjek I hanya menggunakan intervensi pemberian
obat antipieretik saja sedangkan pada subjek II intervensi yang diberikan dengan
pemberian water tepid sponge. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya
penurunan suhu tubuh pada subjek I dan pada subjek II setelah dilakukan
intervensi keperawatan. Intervensi water tepid sponge dapat digunakan sebagai
alternatif non farmakologi dalam menurunkan suhu tubuh anak yang menderita
hipertermia.

Kata Kunci :Demam tifoid, hipertermia, water tepid sponge.


Daftar Pustaka : 27 (2007–2017)

iv
MINISTRY OF HEALTH REPUBLIC INDONESIA
HEALTH POLYTECHNIC OF PALEMBANG
NURSING STUDY PROGRAM OF LUBUKLINGGAU

SCIENTIFIC PAPPER, JULY 2018

ELDA NATALIA BARASA

IMPLEMENTATION OF GRANTING OF WATER TEPID SPONGE ON THE


DECREASE OF CHILD BODY TEMPERATURE WITH TIPOID FEVER IN
RSUD dr. SOBIRIN MUSI RAWAS DISTRICT YEAR 2018.

xii + 79 Pages + 8 Tables + 2 Chart + 5 Enclosures.

ABSTRACT

The impact caused if the hyperthermia condition in typhoid fever is not treated
immediately is dehydration, treatment in typhoid fever patients including by
giving antibiotics and antipyretics. In addition to antipyretic administration, water
tepid sponge can also be done. The purpose of this study was to obtain an
overview of nursing care in pediatric patients with typhoid fever after a warm
compress of water tepid sponge to reduce body temperature. This research method
uses case study design using nursing care approaches namely assessment, nursing
diagnosis, intervention, implementation and evaluation. Management to reduce
body temperature in subject I only used interipieretic drug administration
interventions, whereas in subject II intervention was given with water tepid
sponge. The results showed that there was a decrease in body temperature in
subject I and in subject II after nursing intervention. Water tepid sponge
intervention can be used as a non-pharmacological alternative in reducing the
body temperature of a child suffering from hyperthermia.

Keywords: Typhoid fever, hyperthermia, water tepid sponge.


Bibliography: 27 (2007-2017)

v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

“What seems to us as bitter trials are often blessings in


disguise”

PERSEMBAHAN :

Karya tulis ini kupersembahkan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karunia- Nya sehingga


karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik, semoga
Tuhan selalu melimpahkan berkat dan karunia-Nya. Amin
2. Kedua orang tua- Ku terkasih ( G. Barasa dan As.
Situmorang, S.Pd), yang senantiasa selalu mendoakan dan
mendukung dengan penuh pengorbanan, perjuangan serta
ketabahan untuk kebahagiaan dan keberhasilanku.
3. Untuk Kakak- Ku tersayang ( Evryani Barasa dan Enyka
Oktavia Barasa ) Abang- Ku tersayang ( Exsaudi Barasa )
Adik- Ku tersayang ( Elsa Debora Barasa) serta saudara- Ku
( Lasmawarni Sinaga dan tante- Ku tersayang ( Tante Alonso
dan Tante Laura ) Terima kasih mendoakan dan
mendukungku selama kuliah.
4. Pembimbing Akademikku Zuraidah, SKM, MKM Terima
kasih untuk saran, Nasehat dan Bimbingannya selama ini.
5. Terkhusus untuk Pembimbingku ( Ibu Ns. Eva Oktaviani,
M. Kep., Sp. An dan Ibu Hj. Susmini, SKM, M.Kes) Terima
Kasih banyak telah sabar membimbingku dan mengajariku
sehingga dapat menyelesaikan KTI ini.
6. Pengujiku Bapak H. Jhon Feri, S.Kep, Ns, M.Kes. dan Bapak
Andra Saferi Wijaya, S.Kep, Ns, M.Kep. Terima Kasih atas
kritik dan sarannya, serta nasehat dan bimbingannya yang
sangat membangun dalam penyelesaian KTI ini.
7. Bapak/Ibu Staf Dosen Poltekkes Kemenkes Palembang
Prodi Keperawatan Lubuklinggau yang telah memberikan
bimbingan selama mengikuti pendidikan di Prodi
Keperawatan Lubuklinggau.
8. Terimakasih kepada teman satu bimbinganku yang tak
henti-hentinya berjuang bersama untuk menyelesaikan KTI
ini teruntuk Neli Novita Sari, Oktaria Sari, Devita Sari, Suci
Rahayu, Heni A.
9. Untuk Sahabatku tersayang ( Aloysius Krisna, Lazuardi,
Risky Utama, Yan Harry, M. Taufan, Tri Wahyu, Samer,
Sonya Carolina, Lismi Nugraheni, Safira Faizah, dan
Fransiska Susan ) terima kasih semangat dan dukungan
kalian.
10. Untuk Sahabat-Sahabatku ( Fitri Arianti, Siti Hanifah, Dewi
Lestari, Githa Tallia OP, Devitasari, Parida, Oktaviansi,
Oktaria, Heni Oktavia, Geta Angelia, Laila Monica, Desie
Zelian ) terima kasih sudah menemaniku selama 3 tahun
ini dan semoga tidak hanya 3 tahun tapi selamanya tetap
lah menjadi sahabat yang selalu mengertiku.
11. Adik bimbingan tersayang Ayu Novita Sari semangat
belajarnya.
12. Dan Untuk Teman-Teman Se-Almamater ( Angkatan XIV)
terima kasih sudah menemanin selama 3 tahun ini selamat
berjuang kembali karena ini adalah awal dari segalanya,
perjalanan kita masih panjang bro and sis.
13. Kampus Putih dan Almamater tercintaku Poltekkes
Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan Lubuklinggau
yang selalu kubanggakan.
14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat

waktu. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah

satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya Keperawatan pada Program Studi

Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang. Saya menyadari

bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini atas bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini izinkan saya mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1). Ibu Drg. Hj. Nur Adiba Hanum, M.Kes, selaku Direktur Politeknik

Kesehatan Kemenkes Palembang.

2). Bapak dr. H. Mast Idris Usman, selaku Direktur Rumah Sakit Siti Aisyah

Kota Lubuklinggau beserta staf yang telah memberikan bantuan kepada

penulis dalam pengambilan data.

3). Bapak Budi Santoso, Ns, M.Kep, Sp.Kom, selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang.

4). Bapak H. Jhon Feri S.Kep, Ns, M.Kes, selaku Ketua Prodi Keperawatan

Lubuklinggau yang sekaligus menjadi penguji I dalam Karya Tulis Ilmiah

ini yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis.

5). Ibu Ns. Eva Oktaviani, M.Kep, Sp.Kep.An, selaku pembimbing I KTI ini

yang penuh kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan hati dalam memberikan

vi
bimbingan serta masukan kepada penulis selama proses penyusunan Karya

Tulis Ilmiah ini.

6). Ibu Hj. Susmini, SKM, M.Kes, selaku pembimbing II Karya Tulis Ilmiah ini

yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis.

7). Bapak Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep, M.Kep selaku penguji II dalam

Karya Tulis Ilmiah ini yang telah banyak memberikan masukan dan saran

kepada penulis.

8). Staf Dosen Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan

Lubuklinggau yang telah memberikan bimbingan, selama penulis mengikuti

pendidikan.

9). Kedua orang tuaku, dan saudara-saudaraku yang telah banyak memberikan

semangat dan dorongan baik materil maupun spritual.

10). Teman-teman se almamater yang tercinta yang telah banyak membantu saya

dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari kesempurnaan maka

kiranya mohon saran dan masukan demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah saya.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi diri saya sendiri dan pengembangan

ilmu keperawatan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Lubuklinggau, Juli 2018

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
LEMBAR KEASLIAN TULISAN ............................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... x
DAFTAR BAGAN ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 7
C. Tujuan Penulisan ................................................................... 8
D. Manfaat Studi Kasus ............................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep dasar demam tifoid .................................................... 10
1. Pengertian.......................................................................... 10
2. Etiologi .............................................................................. 11
3. Patofisiologi ...................................................................... 12
4. WOC ................................................................................ 14
5. Tanda dan gejala ............................................................... 15
6. Diagnosis ........................................................................... 16
7. Perawatan dan pelaksanaan ............................................... 17
8. Komplikasi ........................................................................ 18
B. Konsep dasar Suhu Tubuh ...................................................... 20
1. Pengertian.......................................................................... 21
C. Konsep dasar Anak ................................................................. 25
1. Pengertian.......................................................................... 25

viii
D . Konsep dasar Water tepid sponge .......................................... 31
1. Pengertian.......................................................................... 31
E Asuhan Keperawatan ............................................................. 34
1. Pengkajian . ....................................................................... 34
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan. .................................. 38
3. Intervensi keperawatan. .................................................... 39
4. Implementasi. .................................................................... 45
5. Evaluasi. ............................................................................ 45

BAB III METODOLOGI STUDI KASUS


A. Rancangan penelitian ............................................................ 47
B. Subjek penelitian .................................................................... 47
C. Fokus studi ............................................................................. 48
D. Definisi operasional ............................................................... 48
E. Tempat dan waktu penelitian .................................................. 48
F. Metode dan instrumen pengumpulan data ............................. 48
G. Analisa data ........................................................................... 50
H. Penyajian data ........................................................................ 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil penelitian ...................................................................... 51
B. Pembahasan ............................................................................ 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ............................................................................ 78
B. Saran ................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang

menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang

yang dipengaruhinya. Ada beberapa jenis penyakit, yaitu penyakit menular,

penyakit tidak menular, dan penyakit kronis. Saat ini berbagai Negara di

dunia sedang dilanda berbagai penyakit menular, salah satunya adalah

demam tifoid . Kira-kira 30.000 kasus terjadi setiap tahunnya di seluruh

dunia, seperti Asia, Afrika, Timur Tengah, Amerika Latin dan Kepulauan

Pasifik. Jumlah kasus terbesar di negara-negara miskin dan berkembang,

atau yang padat populasinya namun tak terurus saluran limbahnya (Kelly,

2009).

Demam tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella Enteric, khususnya turunannya yaitu Salmonella Thyphosa.

Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia dan disebarkan melalui

makanan dan minuman yang tercemar oleh tinja (Anggraini, 2016). Demam

tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella

Typhi, terutama menyerang bagian saluran pencernaan dengan gejala

demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan

atau tanpa gangguan kesadaran. (Israr, 2008).

Badan Kesehatan Dunia World Health Organitation (WHO)

mengemukakan jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia mencapai 18-

1
2

34 juta, dan anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid,

walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa, hampir semua

daerah endemik, kejadian demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19

tahun (Jayanti, 2015).

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 memperlihatkan bahwa

gambaran 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit,

prevalensi kasus demam tifoid berada pada nomor urut 10 penyakit

terbanyak sebesar 5,13%. Di Indonesia penyakit ini termasuk dalam

kategori penyakit dengan Case Fatality Rate tertinggi sebesar 0,67%.

Demam tifoid menurut karakteristik responden tersebar merata

menurut umur dan merata pada umur dewasa, akan tetapi prevalensi demam

tifoid banyak ditemukan pada umur (5–14 tahun) sebesar 1,9% dan paling

rendah pada bayi sebesar 0,8%. Prevalensi demam tifoid menurut tempat

tinggal paling banyak di pedesaan dibandingkan perkotaaan, dengan

pendidikan rendah dan dengan jumlah pengeluaran rumah tangga rendah

(Rikesdas, 2012).

Di Kabupaten Musi Rawas berdasarkan data yang didapat dari

rumah sakit dr. Sobirin dalam 3 tahun terakhir angka kejadian demam tifoid

atau tifoid fever pada anak masih cukup tinggi, pada tahun 2015 jumlah

pasien demam tifoid sebanyak 360 orang (40,0%) dengan angka kematian 7

orang, tahun 2016 jumlah pasien demam tifoid sebanyak 295 orang (32,7%)

dengan kematian berjumlah 11 orang, dan pada tahun 2017 jumlah pasien

demam tifoid berjumlah 245 orang (27,3%) dengan jumlah angka kematian
3

berjumlah 5 orang. Berdasarkan data ini dapat dilihat bahwa angka kejadian

demam tifoid pada anak tahun 2017 sudah terjadi penutunan namun angka

kematian masih ada, hal ini menandakan bahwa masih demam tifoid masih

perlu mendapatkan perhatian yang serius (Data rumah sakit dr. Sobirin

Kabupaten Musi Rawas, 2017).

Penyakit tifoid atau yang sering dikenal dengan penyakit typus ini

merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat berdampak pada

kematian jika tidak segera ditangani. Penanganan awal dari gejala penyakit

typus yang berupa gejala peningkatan suhu tubuh atau hipertermia sangat

diperlukan (Andrian, 2014). Penyakit tifoid yang berkepanjangan akan

menyebabkan infeksi dan dapat menyerang organ dalam tubuh manusia.

Dampak yang ditimbulkan apabila kondisi hipertermia pada demam

tifoid tidak segera ditangani adalah dehidrasi, terjadi karena peningkatan

pengeluaran cairan tubuh, sehingga dapat menyebabkan tubuh kekurangan

cairan (Hartini, 2012). Penatalaksanaan yang digunakan untuk pengobatan

pada pasien demam tifoid diantaranya adalah dengan tindakan farmakologis

maupun non farmakologis. Tindakan farmakologis untuk menurunkan

demam tifoid adalah dengan cara pemberian antibiotika dan antipiretik.

Pemberian antipiretik ini berfungsi menghambat produksi prostaglandin,

menyebabkan anak berkeringat dan vasodilatasi (Totapally, 2005). Selain

pemberian antibiotika dan antipiretik, dapat juga dilakukan tindakan non

farmakologis yaitu seperti memberikan baju yang tipis pada anak, menyuruh
4

anak untuk banyak minum air putih, istirahat, dan memberikan water tepid

sponge (Hartini, 2012).

Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres blok pada

pembuluh darah superfisial dengan teknik seka (Setiawati, 2009). Water

tepid sponge merupakan alternatif teknik kompres hangat yang sering

digunakan dinegara maju maupun berkembang lainnya (Alves, 2008).

Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya di satu tempat saja,

melainkan langsung di beberapa tempat yang memiliki pembuluh darah

besar (Hartini, 2012). Menurut Suprapti (2008), water tepid sponge efektif

dalam mengurangi suhu tubuh pada anak dengan hipertermia dan juga

membantu dalam mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan. Hal ini juga

diungkapkan Bartlomeus (2012) bahwa ada pengaruh penurunan suhu tubuh

anak yang mengalami febris atau demam setelah dilakukan water tepid

sponge, dengan hasil p value 0,003.

Febris atau demam yang disebabkan oleh tifoid yang berarti suhu

tubuh diatas batas normal biasa, dapat di sebabkan oleh kelainan dalam otak

sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu,

penyakit-penyakit bakteri tumor otak atau dehidrasi (Guyton, 2009). Demam

tifoid mengacu pada peningkatan suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi

atau peradangan sebagai respon terhadap invasi mikroba, sel-sel darah putih

tertentu mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal dengan sebagai pirogen

endogen yang memiliki banyak efek untuk melawan infeksi. Demam adalah

keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38 0C atau lebih. Ada juga
5

yang mengambil batasan lebih dari 37,8 °C. Sedangkan bila suhu tubuh

lebih dari 40.0 °C disebut demam tinggi atau hiperpireksia (Julia, 2010).

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan

tubuh dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.Panas yang

dihasilkan dikurangi panas yang hilang merupakan apa yang disebut dengan

suhu tubuh (Potter & Perry, 2010). Suhu tubuh merupakan tanda atau suatu

ukuran penting yang dapat memberi petunjuk mengenai keadaan tubuh

seseorang. Suhu normal tubuh adalah 36,5-37,5 0C (Huda, 2013). Pada

keadaan tertentu suhu tubuh dapat meningkat yang disebut dengan

hipertermia.

Hipertemia juga dapat menyebabkan peningkatan frekuensi denyut

jantung (1-12 menit/10 C) dan metabolisme energi. Hal ini menimbulkan

rasa lemah, nyeri sendi dan sakit kepala, gelombang tidur yang lambat

(berperan dalam perbaikan fungsi otak), dan pada keadaan tertentu dapat

menimbulkan gangguan kesadaran dan persepsi (delirium karena demam)

serta kejang. Keadaan yang lebih berbahaya lagi ketika suhu inti tubuh

mencapai 400 C, pusat pengatur suhu otak tengah akan gagal dan

pengeluaran keringat akan berhenti. Akibatnya akan terjadi disorientasi,

sikap apatis dan kehilangan kesadaran (Hartini, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriana (2017) tentang

“penerapan tindakan tepid water sponge untuk mengurangi demam pada

anak di RSUD dr. Sudirman Kebumen” dengan hasil yaitu rata-rata

penurunan suhu tubuh pada anak hipertermia yang mendapatkan terapi


6

antipiretik ditambah tepid sponge sebesar 0,53oC dalam waktu 30 menit.

Sedangkan yang mendapat terapi tepid sponge saja rata-rata penurunan suhu

tubuhnya sebesar 0,97oC dalam waktu 60 menit. Maling, dkk, (2012)

menyatakan rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan tepid sponge sebesar

38,5oC dengan standar deviasi 0,4oC. Nilai rata-rata setelah diberikan tepid

sponge sebesar 37,1oC dengan standar deviasi 0,5oC, sehingga diketahui ada

penurunan nilai rata-rata suhu tubuh sebesar 1,4oC setelah diberikan tepid

sponge.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di rumah

sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas bahwa penerapan Water Tepid

Sponge pada anak dengan demam tifoid jarang dilakukan, padahal angka

kejadian demam tifoid semakin meningkat, dampak yang paling sering

terjadi adalah peningkatan suhu tubuh dan sangat berbahaya bagi anak-anak

karena dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, perlu diterapkan

intervensi keperawatan untuk menurunkan suhu tubuh anak dengan cepat

yaitu dengan Water Tepid Sponge. Hal ini membuat peneliti ingin

mendalami masalah studi kasus ini dengan judul “Penerapan pemberian

Water Tepid Sponge terhadap penurunan suhu tubuh anak dengan demam

tipoid di RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, yaitu masih

tingginya angka kejadian demam tifoid pada anak khususnya di Kabupaten

Musi Rawas dan dampak dari demam tifoid yaitu terjadinya peningkatan
7

suhu tubuh yang sangat berbahaya bagi anak dan dapat menyebabkan

kematian, dan penerapan Water Tepid Sponge juga masih jarang dilakukan

di rumah sakit, berdasarkan hal ini maka rumusan masalah dalam studi kasus

ini adalah “Bagaimanakah penurunan suhu tubuh anak setelah diberikan

water tepid sponge dengan demam tifoid di RSUD dr. Sobirin Kabupaten

Musi Rawas tahun 2018”.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penelitian studi kasus ini bertujuan mengetahui perubahan suhu

tubuh pada pasien anak dengan demam tifoid setelah dilakukan

kompres hangat water tepid sponge di RSUD dr. Sobirin Kabupaten

Musi Rawas tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Diketahuinya pengkajian pada pasien anak dengan demam tifoid di

RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.

2. Diketahuinya rumusan diagnosis keperawatan pada pasien anak

dengan demam tifoid di RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas

tahun 2018.

3. Diketahuinya penyusunan perencanaan keperawatan pada pasien

anak dengan demam tifoid di RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi

Rawas tahun 2018.


8

4. Diketahuinya intervensi keperawatan khususnya pemberian water

tepid sponge pada pasien anak dengan demam tifoid di RSUD dr.

Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.

5. Diketahuinya evaluasi keperawatan pada pasien anak dengan demam

tifoid di RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.

6. Diketahuinya penurunan suhu tubuh pada klien yang dilakukan

pemberian water tepid sponge dan tidak dilakukan water tepid

sponge.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap penyakit febris

atau demam tifoid dan manfaat dari pemberian water tepid sponge

untuk menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam tifoid karena

teknik pemberian water tepid sponge masih jarang dilakukan oleh

masyarakat.

2. Manfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang

keperawatan dan dapat memberikan kontribusi laporan kasus bagi

pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah dalam

bidang atau profesi keperawatan.


9

3. Manfaat bagi Penulis

Dapat mengaplikasikan hasil riset keperawatan tentang pemberian

water tepid sponge untuk menurunkan suhu tubuh anak dengan demam

tifoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Demam Tifoid

1. Pengertian

Demam tifoid atau sering disebut dengan tifus abdominalis adalah

penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi

penyakit multisistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi (Muttaqin

& Kumalasari, 2013).

Demam Tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh

Salmonella Enterica Serotype Typhi. Demam tifoid merupakan

manifestasi klinis dari adanya infeksi akut pada usus halus yang

mengakibatkan gejala sistemik atau menyebabkan enteritis akut

(Mubarak H, 2009).

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang dari 1 minggu,

gangguan pada pencernaan dan gangguan pada kesadaran (Sodikin,

2011).

Berdasarkan beberapan pengertian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang

sistem saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella

Typhi.

10
11

2. Etiologi

Etiologi Demam Tifoid adalah Salmonella Typhi. Makanan dan

minuman yang terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi

Salmonella, termasuk Salmonella Typhi. Khususnya Salmonella

Typhi, carrier manusia adalah sumber infeksi. Salmonella Typhi bisa

berada dalam air, es, debu, sampah kering, yang bila organisme ini

masuk ke dalam indung yang cocok (daging, kerang, dan sebagainya)

akan berkembang biak mencapai dosis infektif (Muttaqin &

Kumalasari, 2013).

Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya

terkait dengan sanitasi lingkungan, perbedaan insidens ini

berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai

serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang

memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Sedangkan faktor lain yang

mempengaruhi demam tifoid adalah keadaan tubuh, keadaan sosial

ekonomi, sistem imunitas, dan ada atau tidaknya alergi (Muttaqin dan

Kumalasari, 2013).

Sanitasi lingkungan salah satunya yaitu mencakup masalah air

bersih dimana salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu

baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi dan

kebutuhan sehari-hari. Konsumsi air minum menurut Departemen

Kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau,

tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari
12

sumber alam dapat diminum oleh manusia, tetapi terdapat risiko

bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli)

atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan

memasak air hingga 100 °C, banyak zat berbahaya, terutama logam,

tidak dapat dihilangkan dengan cara ini, sehingga dapat menimbulkan

penyakit salah satunya yaitu tifoid, diare, dan lain-lain (Richard,

2010).

3. Patofisiologi Tifoid

Salmonella Thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang

dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),

Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman

salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan

melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang

akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut

kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan

makanan yang tercemar kuman Salmonella Thypi masuk ke tubuh

orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam

lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan

sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan

limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu

masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial.


13

Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke

dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman

selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid

disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian

eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan

penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada

patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada

usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan

endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh

leukosit pada jaringan yang meradang (Patriani, 2014).

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada tifoid

disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian

eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan

penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada

assif nesis tifoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada

usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan

endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh

leukosit pada jaringan yang meradang (Patriani, 2014).


14

1. WOC Demam Tifoid

Kuman Salmonella typhi Lolosa dari asam Malaise, perasaan


Yang masuk kesaluran lambung tidak enak badan,
Gastrointestinal nyeri, abdomen
Bakteri masuk usus halus

Pembuluh limfe Inflamasi Komplikasi intestinal:


Perdarahan usus,perporasi
Demam Tifoid Usus peritonituis

Peredaran darah Masuk retikulo endothelial


(bakterimia primer) (RES) terutama hati dan
limfe

Inflamasi pada hati Empedu Masuk kealiran darah


Dan limfe (bakterimia sekunder)
Rongga usus pada
Kel. Limpoid halus Endotoksin

Hepatomegali Pembesaran limfe Terjadi kerusakan sel

MK: Nyeri Splenomegali Merangsang melepas zat


Epirogen oleh leukosit

Lase plak peyer Penurunan mobilitas usus Mempengaruhi pusat


Themoregulator di
hipotalamus
Penurunan peristaltic usus

MK: Hipertermia

Konstipasi Peningkatan asam


Lambung
MK: Resiko kekurangan
Volume cairan Anoreksia, mual, muntah

Perdarahan assif MK: Resiko gangguan


Pemenuhan nutrisi kurang
Dari kebutuhan tubuh
Komplikasi perporasi
Dan perdarahan usus

Sumber : Nurarif, (2015).


Bagan 2.1
Woc Demam Tifoid
15

4. Cara Penularan Penyakit Demam Tifoid

Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut

masuk melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran

pencernaan yaitu usus halus, melalui peredaran darah, kuman sampai di

organ tubuh terutama hati dan limpa. Ia kemudian berkembang biak dalam

hati dan limpa yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba (Patriani, 2014).

5. Tanda dan Gejala Penyakit Demam Tifoid

Penyakit ini bisa menyerang saat bakteri tersebut masuk melalui

makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu

usus halus. Kemudian mengikuti peredaran darah, bakteri ini mencapai

hati dan limpa sehingga berkembang biak disana yang menyebabkan rasa

nyeri saat diraba (Patriani, 2014).

Gejala klinik demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran

klinis yang ringan bahkan dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis

besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan antara lain:

a. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun

menjelang malamnya demam tinggi.

b. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah.

Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan

yang asam-asam atau pedas.

c. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella Typhi berkembang

biak di hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya

menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang


16

berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan

biasanya keluar lagi lewat mulut.

d. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna

menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi

diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit

buang air besar).

e. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa

lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa

menimbulkan rasa sakit di perut.

f. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan

nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan

kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran (Patriani,

2014).

6. Diagnosis Penyakit Demam Tifoid

Menurut Velina (2016) dalam penegakan diagnosa penyakit, dokter

akan melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium diantaranya

pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Widal dan biakan Empedu.

a. Pemeriksaan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang

mudah dilakukan di laboratorium sederhana untuk membuat diagnosa

cepat. Akan ada gambaran jumlah darah putih yang berkurang

(lekopenia), jumlah limfosis yang meningkat dan eosinofilia.

b. Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan darah untuk menemukan zat

anti terhadap kuman tifus. Widal positif kalau titer O 1/160 atau lebih
17

dan atau menunjukkan kenaikan progresif dan titer H 1/160 dan

mengalami peningkatan dalam 1 minggu kedepan.

c. Diagnosa demam Tifoid pasti positif bila ditemukannya kuman

Salmonella typhosa dalam darah waktu minggu pertama dan kemudian

sering ditemukan dalam urine dan faeces.

Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa

pasti. Sample urine dan feces dua kali berturut-turut digunakan untuk

menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan bukan

pembawa kuman (carrier).

Sedangkan untuk memastikan apakah penyakit yang diderita

pasien adalah penyakit lain maka perlu ada diagnosa banding. Bila

terdapat demam lebih dari lima hari, dokter akan memikirkan

kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain seperti

Paratifoid A, B dan C, Demam Berdarah (Dengue fever), Influenza,

Malaria, TBC (Tuberculosis), dan Infeksi Paru (Pneumonia).

7. Perawatan dan Pengobatan Demam Tifoid

Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam

Tifoid atau types bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek

perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah

agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan

jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, feces dan

urine untuk mencegah penularan. Pasien harus berbaring di tempat tidur


18

selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri

dan berjalan (Sodikin, 2011).

Selain obat-obatan yang diberikan untuk mengurangi gejala yang

timbul seperti demam dan rasa pusing (Paracetamol), Untuk anak

dengan demam tifoid maka pilihan antibiotika yang utama adalah

kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi

pemberantasan/eradikasi kuman serta waktu perawatan dipersingkat.

Namun beberapa dokter ada yang memilih obat antibiotika lain seperti

ampicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, kotrimoksazol, sefalosporin,

dan ciprofloxacin sesuai kondisi pasien. Demam berlebihan

menyebabkan penderita harus dirawat dan diberikan cairan Infus

(Sodikin, 2011).

8. Komplikasi Demam Tifoid

Komplikasi yang sering dijumpai pada penderita penyakit demam

tifoid menurut Muttaqin dan Kumalasari (2013) yaitu :

a. Komplikasi pada usus

1) Perdarahan usus

2) Perforasi usus

3) Ileus paralitik

b. Komplikasi diluar usus halus

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (rejatan,

sepsis), miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis.


19

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, dan/atau

koagulasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis.

4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis

5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan

perinefritis.

6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis.

7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,

polineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis, dan sindrom

katatonia (Mansjoer, 2008).

9. Diet Demam Tifoid

Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan

haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di

konsumsi, antara lain :

a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.

b. Tidak mengandung banyak serat.

c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.

d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.

Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap

bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua

makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya (Adsense,

2008).
20

Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan

perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spectrum antibiotic

maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat

dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan

septik. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas

(Mansjoer, 2008).

10. Pencegahan Demam Tifoid

Pencegahan penyakit demam Tifoid bisa dilakukan dengan cara

perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan serta penyuluhan kesehatan.

Imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan vaksin suntikan (antigen

Vi Polysacharida Capular) telah banyak digunakan. Saat ini pencegahan

terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi

bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid).

Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi

(Adsense, 2008).

B. Konsep Dasar Suhu Tubuh


1. Pengertian

Suhu tubuh adalah keseimbangan antara produksi panas oleh tubuh

dan pelepasan panas dalam tubuh manusia (Brooker, 2008).

2. Ada 2 Jenis Suhu Tubuh :

Menurut (Brooker, 2008), suhu tubuh pada manusia di bagi

menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut :

1. Core temperature (Suhu inti)


21

Suhu pada jaringan dalam dari tubuh, seperti kranium, thorax,

rongga abdomen dan rongga pelvis.

2. Surface temperatur

Suhu pada kulit, jaringan subcutan, dan lemak. suhu ini berbeda,

naik turunnya tergantung respon terhadap lingkungan.

3. Suhu Tubuh Normal

Menurut (Ganong, 2012), suhu tubuh pada manusia, nilai

normal tradisional untuk suhu tubuh oral adalah 37ºC (98,6 F), tetapi

pada sebuah penelitian kasar terhadap orang-orang muda normal, suhu

oral pagi hari rata-rata adalah 36,7º C dengan simpang baku 0,2º C.

Dengan demikian, 95% orang dewasa muda diperkirakan memiliki suhu

oral pagi hari sebesar 36,3 – 37,1ºC. Berbagai bagian tubuh memiliki

suhu yang berlainan, dan besar perbedaan suhu antara bagian-bagian

tubuh dengan suhu lingkungan bervariasi. Ekstremitas umumnya lebih

dingin daripada bagian tubuh lainnya. Suhu rectum dipertahankan

secara ketat pada 32ºC. suhu rectum dapat mencerminkan suhu pusat

tubuh (Core temperature) dan paling sedikit di pengaruhi oleh

perubahan suhu lingkungan. Suhu oral pada keadaan normal 0,5º C

lebih rendah daripada suhu rektum.

4. Mekanisme kehilangan panas

Menurut Asmadi (2008) mengklarifikasikan proses penurunan

suhu tubuh menjadi 4 (empat) yaitu:


22

1. Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan satu objek

kepermukaan objek lain, tanpa hubungan antara dua objek.

2. Konduksi adalah perpindahan panas dari satu molekul ke molekul

lain. Perpindahan konduksi tidak dapat mengalihkan tanpa hubungan

antara molekul dan nilai normal pada pengeluaran panas. Contoh

ketika badan direndamkan kedalam air es. Jumlah perpindahan panas

tergantung pada perbedaan suhu, besar dan lama hubungan (kontak).

3. Konveksi adalah penyebaran panas melalui aliran udara. Biasanya

jumlah sedikit dari udara panas yang berdekatan pada tubuh. Udara

panas ini meningkat dan diganti dengan udara dingin dan orang

selalu kehilangan panas dalam jumlah kecil melalui konveksi.

4. Evaporasi adalah penguapan terus menerus dari saluran pernafasan

dan dari mukosa mulut serta dari kulit. Kehilangan air yang terus

menerus dan tidak tampak ini disebut kehilangan air yang tidak

dapat dirasakan. Jumlah kehilangan panas yang tidak dirasakan kira-

kira 10% dari produksi panas basal. Pada saat suhu tubuh meningkat,

jumlah evaporasi untuk kehilangan lebih besar.

5. Gangguan pengaturan suhu tubuh

Brooker (2008) berpendapat bahwa gangguan pengaturan suhu

tubuh manusia adalah sebagai berikut :

1. Hipertermia

Peningkatan suhu tubuh inti akibat kehilangan mekanisme

termoregulasi. Terdapat disfungsi hipotalamus, kondisi ini


23

disebabkan oleh masalah sistem saraf pusat (SSP) dan tidak berespon

terhadap terapi anti piretik, suhu > 40°C menyebabkan kerusakan

saraf, koagulasi dan konvulsi.

2. Hipotermia

Suhu inti yang berkurang dari 35°C, hampir semua proses

metabolisme dapat di pengaruhui oleh hipotermia, derajat hipotermia

diklasifikasikan sebagai berikut: Ringan (suhu tubuh 32 –

35°C) Sedang (suhu tubuh 28 – 31,9°C) Berat (suhu tubuh 20 -

27°C).

6. Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh

Asmadi (2014) mengemukakan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi suhu tubuh, antara lain:

1. Umur

Pada bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus

dihindari dari perubahan yang ekstrim.Suhu anak-anak berlangsung

lebih labil dari pada dewasa sampai masa puber. Beberapa orang tua,

terutama umur lebih 75 thn, beresiko mengalami hipotermi (kurang

36ºC). Ada beberapa alasan, seperti kemunduran pusat panas, diit

tidak adekuat, kehilangan lemak subkutan, penurunan aktivitas dan

efisiensi thermoregulasi yang menurun. Orangtua terutama yang

sensitif pada suhu lingkungan seharusnya menurunnya kontrol

thermoregulasi.
24

2. Diurnal Variation

Suhu tubuh biasanya berubah sepanjang hari, variasi sebesar 1ºc,

antara pagi dan sore.

3. Latihan

Kerja keras atau latihan berat dapat meningkatkan suhu tubuh

setinggi 38,3 sampai 40º C, diukur melalui rectal.

4. Hormon

Perempuan biasanya mengalami peningkatan hormon lebih banyak

daripada laki-laki. Pada perempuan,sekresi progesteron pada pada

saat ovulasi menaikkan suhu tubuh berkisar 0,3ºc sampai 0,6ºc diatas

suhu tubuh basal.

5. Stres

Rangsangan pada system syaraf sympatik dapat meningkatkan

produksi epinefrin dan norepinefrin. Dengan demikian akan

meningkatkan aktifitas metasbolisme dan produksi panas.

6. Lingkungan

Perbedaan suhu lingkungan dapat mempengaruhi sistem pengaturan

suhu seseorang. Jika suhu diukur didalam kamar yang sangat panas

dan suhu tubuh tidak dapat dirubah oleh konveksi, konduksi atau

radiasi, suhu akan tinggi.

7. Perubahan abnormal suhu tubuh

Jayanti (2011) berpendapat bahwa setiap orang mengalami

perubahan suhu tubuh setiap 24 jam dan batas-batas normal yang dapat
25

diterima adalah suhu 36 hingga 37,5 0C. Suhu diatas atau dibawah

batas-batas ini adalah suhu yang abnormal.

8. Metode Mengukur Suhu Tubuh

Ada empat metode mengukur suhu tubuh menurut WHO (2013)

yaitu :

1. Oral – paling sering digunakan

2. Aural (telinga) – paling akurat

3. Rektal – suhu rektal lebih tinggi satu derajat daripada suhu oral

4. Aksila atau groin (pangkal paha).

Metode ini digunakan hanya jika kondisi pasien tidak

mengijinkan untuk digunakan thermometer oral, aural atau rektal.

Pengukuran suhu aksila atau pangkal paha lebih rendah 1ºF (0,6ºC) dari

suhu oral.

C. Konsep Dasar Anak

1. Definisi Anak

Anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali

berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa

usia dewasa dicapai lebih awal (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang

perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa

anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai

dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/ toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah

(2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun).
26

Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain mengingat latar

belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan

pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.

(Hidayat, 2009).

2. Filosofi Keperawatan Anak

Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau

pandangan yang dimiliki perawat dalam memberikan pelayanan

keperawatan pada anak yang berfokus pada keluarga (family centered

care), pencegahan terhadap trauma (atraumatic care), dan manajemen

kasus.

1. Family Centered Care

Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak

mengingat anak bagian dari keluarga. Kehidupan anak dapat

ditentukan oleh lingkungan keluarga, untuk itu keperawatan anak

harus mengenal keluarga sebgai tempat tinggal atau sebagai

konstanta tetap dalam kehidupan anak (Wong, Perry &

Hockenberry, 2002). Sebagai perawat, dalam memberikan

pelayanan keperawatan anak, harus mampu menfasilitasi keluarga

dalam berbagai bentuk pelayanan kesehatan baik berupa pemberian

tindakan keperawatan langsung maupun pemberian pendidikan

kesehatan pada anak.


27

2. Atraumatic Care

Atraumatic care yang dimaksud disini adalah perawatan yang

tidak menimbulkan adanya trauma pada anak dan keluarga.

Perawatan tersebut difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma

yang merupakan bagian dalam keperawatan anak. Dalam

pemberian water tepid sponge tidak akan menimbulkan trauma

pada anak.

3. Manajemen Kasus

Pengelolaan kasus secara komprehensif adalah bagian utama

dalam pemberian asuhan keperawatan secara utuh, melalui upaya

pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi dari berbagai kasus baik yang akut maupun kronis.

Kemampuan perawat dalam mengelola kasus secara baik tentu

berdampak dalam proses penyembuhan anak, mengingat anak

memiliki kebutuhan yang spesifik, dan berbeda satu dengan yang

lain. Keterlibatan orang tua dalam pengelolaan kasus juga

dibutuhkan, karena proses perawatan dirumah adalah bagian

tanggung jawabnya dengan meneruskan program perawatan

dirumah sakit. Pendidikan dan keterampilan mengelola kasus pada

anak selama dirumah sakit, akan mampu meberikan keterlibatan

secara penuh bagi keluarga (orang tua) (Hidayat,2009).


28

3. Prinsip-prinsip Keperawatan Anak

Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang

dijadikan sebagai pedoman dalam memahami filosofi keperawatan

anak. Perawat harus memahaminya, mengingat ada beberapa

prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan.

Diantara prinsip dalam asuhan keperawatan anak tersebut

adalah Pertama, anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai

individu yang unik. Kedua, anak adalah sebagai individu yang unik

dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan.

Sebagai individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan

yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh

kembang. Ketiga, pelayanan keperawtan anak berorientasi pada

upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan,

bukan hanya mengobati anak yang sakit. Keempat, keperawatan

anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada

kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara

komprehensif dalam meberikan asuhan keperawatan anak. Untuk

mensejahterakan anak, keperawatan selalu mengutamakan

kepentingan anak. Kelima, praktik keperawatan anak mencakup

kontrak dengan anak dan keluarga untuk mencegah, mengkaji,

mengintervensi, dan meningkatkan kesejahteraan hidup, denga

menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral

(etik) dan aspek hokum (legal). Keenam, tujuan keperawatan anak


29

dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi atau kematangan

yang sehat bagi anak dan remaja sebagai makhluk biopsikososial

dan spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat. Ketujuh,

pada masa yang akan dating kecenderungan keperawatn anak

berfokus pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh kembang

ini yang akan mempelajari aspek kehidupan anak (Hidayat, 2009).

4. Peran Perawat dalam Keperawatan Anak

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak, perawat

mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat anak diantaranya :

1. Pemberi perawatan

Peran perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan

anak, sebagai perawat anak, pemberian pelayanan keperawatan

dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar anak

seperti kebutuhan asah, asih, dan asuh.

2. Sebagai advocat keluarga

Selain melakukan tugas utama dalam merawat anak,

perawat juga mampu sebagai advocate keluarga sebagai

pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam

menentukan haknya sebagai klien.

3. Pencegahan penyakit

Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk

pelayanan keperawatan sehingga setiap dalam melakukan

asuhan keperawatan perawat harus selalu mengutamakan


30

tindakan pencegahan terhadap timbulnya masalah baru sebagai

dampak dari penyakit atau masalah yang diderita.

4. Pendidikan

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak,

perawat harus mampu berperan sebagai pendidik, sebab

beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada anak atau

keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan

khususnya dalam keperawatan. Melalui pendidikan ini

diupayakan anak tidak lagi mengalami gangguan yang sama

dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat.

5. Konseling

Merupakan upaya perawat dalam melaksanakan perannya

dengan memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap

masalah yang dialami oleh anak maupun keluarga. Berbagai

masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat dan

diharapkan pula tidak terjadi kesejangan antara perawat,

keluarga maupun anak itu sendiri. Konseling ini dapat

memberikan kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah

kesehatan.

6. Kolaborasi

Merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan

tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim

kesehatan lain. Pelayanan keperwatan anak tidak dapat


31

dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus

melibatkan tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog

dan lain-lain, mengingat anak merupakan individu yang

kompleks yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan.

7. Pengambil keputusan etik

Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran

yang sangat penting sebab perawat selalu berhubungan dengan

anak kurang lebih 24 jam selalu di samping anak, maka peran

sebagai pengambil keputusan etik dapat dilakukan oleh

perawat, seperti akan melakukan tindakan pelayanan

keperawatan.

8. Peneliti

Peran ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua

perawat anak. Sebagai peneliti perawat harus melakukan

kajian-kajian keperawatan anak, yang dapat dikembangkan

untuk perkembangan teknologi keperawatan. Peran sebagai

peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan anak (Hidayat, 2009).

D. Konsep Dasar Water Tepid Sponge

1. Pengertian

Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang

menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar

superfisial dengan teknik seka (Alves, 2013).


32

2. Tujuan Water Tepid Sponge

Water Tepid Sponge bertujuan untuk membuat pembuluh darah tepi

melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori akan membuka

dan mempermudah pengeluaran panas sehingga membuat suhu tubuh

menjadi turun (Hartini, 2012).

3. Manfaat Water Tepid Sponge

Menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman, mengurangi

nyeri dan ansietas (Sodikin, 2012).

4. Hasil penelitian tentang water tepid sponge terhadap penurunan suhu

tubuh

Penatalaksanaan demam sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa

ketidaknyamanan yang dirasakan pasien. Saat ini pengobatan demam

dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya pemberian antipiretik,

manajemen cairan, pemakaian pakaian yang tipis, dan tepid sponge

dengan air hangat. Telah dikenal dua macam cara kompres kulit, yaitu

water tepid sponge dan kompres hangat. Namun kompres hangat telah

dikenal secara luas penggunaannya di masyarakat dibandingkan water

tepid sponge. Suprapti (2008) menyatakan tepid sponge efektif dalam

mengurangi suhu tubuh pada anak dengan hipertermia dan juga

membantu dalam mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan. Teknik

water tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu tubuh karena

kompres blok langsung dilakukan di beberapa tempat yang memiliki

pembuluh darah besar, sehingga mengakibatkan peningkatan sirkulasi


33

serta peningkatan tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 dalam darah

akan meningkat dan pH dalam darah turun (Ali, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arieswati (2016) yaitu

tentang pemberian water tepid sponge pada anak yang mengalami

hipertermia efektif sebagai alternative untuk menurunkan suhu tubuh

pasien. Didapatkan hasil yaitu terjadinya penurunan suhu tubuh yang

sangat signifikan pada pasien. Perawat melakukan tindakan memonitor

suhu tubuh 2 jam sekali selama 24 jam. Selang 2 jam setelah pemberian

water tepid sponge suhu tubuh pasien diukur kembali dan hasilnya suhu

tubuh menunjukkan penurunan yang sangat signifikan, lama pemberian

water tepid sponge selama 20 menit.

Dalam pemberian water tepid sponge merupakan upaya

memberikan rangsangan pada hipotalamus agar menurunkan suhu

tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus

akan merangsang hipotalamus mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh

system efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran

panas tubuh yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi

pembuluh darah perifer dan berkeringat (Potter & Perry, 2006).

Pemberian water tepid sponge dilakukan dengan menyeka tubuh

selama 20 menit lalu diukur suhu tubuhnya, prosedur water tepid

sponge dilakukan hingga suhu tubuh mendekati normal. Hal ini sesuai

dengan prosedur pelaksanaan water tepid sponge oleh Rosdahl dan

Kowalski (2008), dalam Setiawati (2009) yang membuktikan bahwa


34

pemberian water tepid sponge pada anak yang mengalami hipertermia

sangat efektif untuk menurunkan suhu tubuh.

E. Asuhan Keperawatan Anak dengan demam Tifoid

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang

masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap

tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat

bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

1. Pengumpulan Data

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

dipakai, pendidikan, asuransi, golongan darah, no. register,

tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.

b. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

1. Riwayat penyakit yang pernah dialami seperti demam yang

mengganggu aktivitas.

2. Riwayat keperawatan diri serta pemeliharaan lingkungan yang

dapat menjadi penyebab penyakit.

3. Riwayat kesehatan keluarga ada yang menderita penyakit

demam tifoid sebelumnya.

c. Riwayat kesehatan
35

1. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat

pengkajian) : panas, mual, nyeri abdomen.

2. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita

pasien saat masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam,

nyeri abdomen, gejala lain yang menyertai (misalnya: mual,

muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll).

3. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau

penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).

4. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau

penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang

lain baik bersifat genetik atau tidak).

2. Pemeriksaan Fisik

Menurut Cika (2011) pemeriksaan fisik pada pasien demam

tifoid adalah sebagai berikut :

a. Keadaan Umum

Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.

b. Tanda vital :

Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien

c. Kepala

Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala,

apakah ada kelainan atau lesi pada kepala

d. Wajah

Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.


36

e. Mata

Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak,

sclera ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada

gangguan dalam penglihatan

f. Hidung

Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada

hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada

gangguan dalam penciuman

g. Mulut

Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah

kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah

ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam

berbicara.

h. Leher

Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah

ditemukan distensi vena jugularis

i. Thoraks

Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan,

apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.

j. Abdomen

Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah

terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa


37

kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi

peningkatan bising usus/tidak.

k. Genitalia

Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin,

warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis,

apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia

minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.

l. Integumen

Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/

tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba

panas.

m. Ekstremitas atas

Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot

serta kelainan bentuk.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium : darah lengkap, Hb, HT, Leukosit, Peces, dan

Urine lengkap, tes widal.

b. Foto rontgent : rontgent torak

c. USG : abdomen

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon

individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau

potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai


38

tujuan asuhan keperawatan atau sesuai dengan kewenangan perawat,

semua diagnosis keperawatan harus didukung oleh data (Nursalam,

2008).

Beberapa diagnosis keperawatan pada anak dengan demam tifoid

menurut NANDA, (2017) adalah sebagai berikut:

1. Hipertemia berhubungan dengan proses infeksi kuman salmonella

typhosa.

2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi dan gejala terkait penyakit.

3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan

yang kurang, output yang berlebihan muntah

4. Risiko gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini

kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan

(Nursalam, 2008).

Setelah menyusun prioritas perencanaan di atas maka langkah

selanjutnya adalah penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana

tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan

demam tifoid adalah sebagai berikut:


39

TABEL 2.1
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA PASIEN DEMAM TIFOID

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Hipertemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC :
dengan proses infeksi kuman keperawatan 3x24 jam, suhu tubuh Fever treatment
salmonella typhosa. kembali normal 1. Monitor suhu 4-6 jam 1. Untuk memonitor terjadinya
NOC : peningkatan suhu tubuh dan untuk
Thermoregulation merencanakan intervensi yang
Dengan kriteria : diperlukan untuk mengatasi masalah
a. Suhu tubuh dalam batas normal klien.
(36,5-37,5 oC) 2. Monitor warna dan suhu kulit
b.Nadi normal (70-110 x/m) 2.Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
c. Pernafasan normal (20-30x/m) penguapan tubuh meningkat sehingga
d. Tidak ada perubahan warna kulit perlu diimbangi dengan asupan cairan
dan tidak ada pusing yang banyak
3. Monitor penurunan tingkat
kesadaran 3. Penurunan tingkat kesadaran dapat
memperburuk keadaan pasien

4. Lakukan water tepid sponge 4. Terapi water tepid sponge dapat


pada daerah axila, lipat paha dan menyebabkan dilatasi pembuluh darah
temporal sehingga terjadi penguapan dan
penurunan suhu tubuh.

5. Tingkatkan sirkulasi udara 5. Membantu mengurangi penguapan


tubuh

10
40 11

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

6. Tingkatkan intake cairan dan 6. Memenuhi kebutuhan sirkulasi cairan


nutrisi didalam tubuh

2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC :


dengan distensi dan gejala Pain Management
keperawatan 3x24 jam, nyeri dapat 1.Lakukan pengkajian nyeri secara Perubahan pada karekteristik nyeri
terkait penyakit
berkurang. komprehensif menunjukkan terjadinya
NOC : abses/peritonitis, memerlukan upaya
evaluasi medik dan intervensi
Pain level
Pain control Wajah yang meringis menandakan
Comport level 2. Observasi reaksi nonverbal dari bahwa pasien mengalami nyeri yang
Dengan kriteria : ketidaknyamanan hebat.
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri Fokus perhatian kembali, meningkatkan
berkurang (1-2). 3. Gunakan teknik komunikasi relaksasi, dan dapat meningkatkan
c. Mampu mengenali nyeri terapeutik untuk mengetahui nyeri kemampuan koping
d. Menyatakan rasa nyaman pasien
Mengurangi ketegangan dan dapat
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa mengurangi rasa nyeri pada pasien
lampau
Menghilangkan nyeri dan mempermudah
kerja sama
5. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi dan
nonfarmakolog)
3 Risiko kekurangan volume Kekurangan cairan tubuh tidak terjadi NIC :
cairan berhubungan dengan NOC : Fluid management
1. Pertahankan intake dan output 1. Untuk menjaga kestabilan cairan
4112
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

pemasukan yang kurang, Fluid balance yang akurat didalam tubuh bayi.
output yang berlebihan muntah Hydration 2. Monitor status hidrasi 2.Untuk mengetahui setiap perubahan
Dengan criteria: (kelembaban membrane yang terjadi.
a.Mempertahankan urine output sesuai mukosa)
dengan usia dan BB.
b. TTV normal 3. Monitor vital sign. 3.Untuk mengetahui keadaan umum
Nadi : 20-30 x/m pasien
RR : 70-110 x/m
T : 36,50C-37,50C 4. Dorong masukan oral pada 4.Untuk memenuhi kebutuhan intake
c. Tidak ada tanda dehidrasi pasien yang adekuat
-Turgor elastik
5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Untuk mempercepat proses
- Mukosa lembab
cairan intravena penyembuhan pasien
- Intake adekuat
4 Risiko gangguan pemenuhan Kebutuhan nutrisi terpenuhi NIC :
nutrisi kurang dari kebutuhan NOC : Nutrition
tubuh berhubungan dengan Nutrional status management
intake yang tidak adekuat. 1. Jelaskan pentingnya makanan 1.Dapat memotivasi klien dalam
Dengan kriteria : untuk proses penyembuhan. pemenuhan kebutuhan nutrisi
a.terjadi peningkatan berat badan
b. klien dapat menghabiskan porsi yg 2.Observasi pemasukan makanan
disediakan klien 2.Untuk mengukur intake makanan
c. Tidak ada tanda malnutrisi
d. Tidak terjadi penurunan berat 3.Kaji makanan yang disukai dan
badan yang berarti yang tidak disukai klien. 3.Makanan kesukaan dapat meningkatkan
masukan nutrisi yang adekuat
4. Libatkan keluarga dalam
perencanaan makan klien 4. Dapat memberikan informasi pada
42 13

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


keluarga klien untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien
5. Sajikan makanan dalam keadaan 5. Meningkatkan nafsu makan klien
hangat
6.Dapat mengurangi rangsangan mual dan
6. Anjurkan makan muntah
dalam porsi kecil tapi sering dan
mudah dicerna
7.Membantu untuk melakukan intervensi
7.Catat porsi yang dihabiskan oleh selanjutnya
klien
8.Bau dan pemandangan yang tidak
8.Ciptakan suasana yg menyenangkan selama makan dapat
menyenangkan, lingkungan yg mengurangi nafsu makan.
bebas dari bau sewaktu makan.
9. Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi
9.Kolaborasi dengan ahli gizi klien dalam perubahan pencernaan
dalam pemberian diit
Sumber : (NIC, NOC : 2015).
14
43

4. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan atau implementasi keperawatan adalah

kegiatan yang dilakukan sesuaidengan rencana yang telah ditetapkan.

Selama pelaksanaan kegiatandapat bersifat mandiri dan kolaboratif.

Selama melaksanakan kegiatanperlu diawasi dan dimonitor kemajuan

kesehatan klien (Samsuridjal, 2004).

Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh

perawat dan klien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan

keperawatan yang berfokus pada klien dan berorientasi pada hasil,

sebagaimana digambarkan dalam perencanaan. Fokus utama dari

komponen implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan yang

aman dan individual dengan pendekatan multifokal (Christensen &

Kenney, 2009).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan

dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana

keperawatan tercapai atau tidak. Tahap ini sangat penting untuk

menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Potter

& Perry, 2008). Evaluasi dimulai dengan pengkajian dasar dan

dilanjutkan selama setiap kontak perawat dengan pasien. Evaluasi

keperawatan yang dilakukan pada kasus demam tifoid yaitu

memperhatikan penurunan suhu tubuh pasien, mengavaluasi skala

nyeri pasien, mengevaluasi resiko kekurangan cairan untuk mencegah


44

terjadinya dehidrasi, dan mengevaluasi gangguan pemenuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh untuk memantau peningkatan berat

badan pasien, dan memantau perubahan suhu tubuh pasien antara

sebelum dilakukan tindakan water tepid sponge dengan sesudah

dilakukan water tepid sponge.

F. Kerangka Konsep

Dilakukan kombinasi
Klien dengan Hipertermia pemberian antipiretik dan
Demam Tifoid water tepid sponge

Evaluasi perubahan
suhu tubuh

Klien dengan Hipertermia Pemberian antipiretik saja


Demam Tifoid

Bagan 2.1
Kerangka konsep pemberian water tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh
dengan anak demam tipoid
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan metode

pendekatan studi kasus dengan perbandingan dua responden. Studi kasus

adalah penelitian yang dilakukan dengan meneliti suatu permasalahan

melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal dengan pokok pertanyaan

yang berkenaan dengan istilah 5 W dan 1 H. (Notoatmodjo, 2010). Pada

rancangan penelitian ini menggunakan perbandingan kelompok statis yaitu

satu responden yang dilakukan intervensi water tepid sponge dan satu

responden lain yang tidak dilakukan intervensi water tepid sponge, dua-

duanya adalah kelompok yang sudah ada (Arikunto, 2002).

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang pasien anak dengan

diagnosa medis demam tifoid. Salah satu klien diberikan intervensi

kombinasi antipiretik dan water tepid sponge; sedangkan klien lainnya

hanya diberikan antipiretik saja.

Kriteria inklusi subjek :

1. Orang tua pasien yang mengizinkan anaknya menjadi responden

2. Pasien yang didiagnosis secara medis demam tifoid dengan suhu tubuh

lebih dari 37,80C.

3. Pasien yang dirawat d iruang rawat inap lebih dari 3 hari

4. Pasien yang telah mendapatkan antipiretik

45
46

5. Pasien yang berusia 5 tahun

Kriteria ekslusi subjek :

1. Pasien yang terdiagnosis demam tifoid yang disertai dengan komplikasi

seperti kejang demam berulang.

C. Fokus Studi

Fokus studi dalam penelitian ini adalah menurunkan suhu tubuh pada

anak yang menderita demam tifoid sesudah intervensi keperawatan dengan

water tepid sponge.

D. Definisi Operasional

1. Demam tifoid adalah diagnosis yang sudah ditegakkan secara medis

dengan pemeriksaan laboratorium.

2. Suhu tubuh adalah hasil dari pengukuran dengan menggunakan

termometer melalui aksila.

3. Water tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang

menggunakan handuk pada prontal, aksila, dan lipatan paha serta

tindakan menyeka seluruh tubuh.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten

Musi Rawas pada bulan Mei s/d Juni 2018.


47

F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini yang digunakan

adalah dengan observasi langsung terhadap pasien yang menderita

demam tifoid, sebelum dan sesudah pemberian water tepid sponge.

2. Langkah-langkah Pengumpulan data

a. Mengurus perizinan dengan institusi Prodi Keperawatan

Lubuklinggau

b. Mengurus perizinan dengan instansi terkait yaitu rumah sakit dr.

Sobirin Kabupaten Musi Rawas

c. Menjelaskan maksud, tujuan dan waktu penelitian kepada kepala

ruangan atau perawat penanggung jawab di tempat penelitian dan

meminta persetujuan untuk melibatkan subjek dalam penelitian.

d. Meminta kepada responden untuk menandatangani lembar informed

consent sebagai bukti persetujuan mewakili subjek dalam hal ini

diwakilkan oleh keluarga.

e. Mengidentifikasi atau mendiskusikan dengan subjek tentang

pemberian water tepid sponge

f. Melakukan pemeriksaan suhu tubuh pada pasien sebelum dilakukan

tindakan water tepid sponge

g. Melakukan intervensi water tepid sponge dengan cara menyeka

seluruh tubuh pasien menggunakan air hangat diikuti bagian

temporal, aksila, dan lipatan paha selama 15 menit.


48

h. Peneliti menilai respons terhadap peningkatan suhu tubuh subjek.

i. Setelah pemberian water tepid sponge selama 15 menit, dilakukan

pengukuran suhu tubuh pasien menggunakan termometer aksila

selama 5 menit.

j. Melakukan pengolahan data

k. Menyajikan hasil pengolahan data atau hasil penelitian dalam bentuk

tabel dan narasi.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan penulis pada

penelitian ini adalah berupa lembar ceklist untuk mengetahui perubahan

suhu tubuh pada anak demam tifoid setelah dilakukan asuhan

keperawatan dengan penerapan water tepid sponge, yang dirancang oleh

penulis sesuai dengan tujuan yang diinginkan (Nursalam, 2008).

G. Analisa Data

Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif

adalah digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan

data yang terkumpul untuk membuat suatu kesimpulan (Notoatmodjo,

2012).

Analisa dengan menggunakan tabel distribusi dari tiap variabel.

Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik perhitungan (%), dan

disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


49

H. Penyajian Data

Setelah data dianalisis dan didapatkan hasil penelitian, maka data atau

hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk narasi atau tekstular dan tabel.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Rumah Sakit Dr. Sobirin

Jumlah ketenagaan di Rumah Sakit Dr. Sobirin saat ini berjumlah 368

orang dengan perincian 196 orang merupakan tenaga Pegawai Negeri Sipil

dari berbagai disiplin ilmu dan sisanya 172 orang adalah tenaga non PNS

(Purna bakti, honor, dan tenaga sukarela). Lebih dari seperempat tenaga

PNS yang ada merupakan tenaga medis yang terdiri dari atas berbagai

disiplin ilmu kesehatan seperti spesialis penyakit dalam, spesialis

kebidanan dan penyakit kandungan, spesialis anastesi, spesialis bedah dan

berbagai spesialis lainnya. Tenaga medis yang ada didukung oleh 50%

tenaga PNS penunjang medis dari berbagai disiplin ilmu. Sementara

sisanya merupakan tenaga PNS non kesehataan.

2. Fasilitas Pelayanan

a. Rawat Jalan

Terdiri dari instalasi gawat darurat, poliklinik gizi, poliklinik

umum, poliklinik laktasi, poliklinik spesialis bedah, poliklinik spesialis

penyakit dalam, poliklinik spesialis kebidanan dan penyakit kandungan,

poliklinik spesialis anak, poliklinik spesialis mata, poliklinik spesialis

THT, poliklinik spesialis gigi dan mulut, dan poliklinik keluarga

berencana.

b. Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit

50
51

c. Pelayanan PPATRS

d. Pelayanan rawat darurat 24 jam

e. Rawat inap yang terdiri dari 10 ruangan yaitu: Anggrek, Cempaka,

Nusa Indah, Kenanga, Melati, ICU, Asoka, Mawar, Teratai, dan VIP.

3. Gambaran ruangan anak

Ruang anak rumah sakit dr. Sobirin diberi nama ruang Melati, yang

terdiri dari ruang kelas 3 dengan jumlah tempat tidur ada 6 bed, suhu

ruangan terasa panas karena tidak menggunakan AC, hanya ada 1 kipas

angin. Sedangkan kelas 2 ada 4 tempat tidur, suhu ruangan juga terasa

panas karena tidak ada AC hanya ada 2 buah kipas angin, Di ruang Melati

ada khusus untuk ruang neonatus yang dilengkapi dengan inkubator 5

buah.

2. Gambaran Subjek Studi Kasus

Dalam studi kasus ini dipilih 2 orang sebagai subjek studi kasus yaitu.

Subyek I dan Subyek II. Kedua subyek ini sudah sesuai dengan kriteria

yang telah ditetapkan.

Subjek I

Subyek I dengan inisial An. R, umur 5 tahun, jenis kelamin laki-laki,

agama Islam, pendidikan TK, alamat Jl. Pegadaian Simpang Periuk Kota

Lubuklinggau. An. R masuk rumah sakit pada tanggal 1 Juni 2018 Pukul

09.00 WIB dengan keluhan keluarga pasien mengatakan An. R demam,

panas, mual, muntah, menggigil sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Diagnosa medis demam tifoid, hasil pemeriksaan laboratorium


52

hemoglobin 12 gr/dl, leukosit 12000 mm, S typhi O 1/320 positif, S typhi

H 1/160 positif.

Subyek II

Subyek II dengan inisial An. S, umur 5 tahun, jenis kelamin laki-

laki, agama Islam, pendidikan TK, alamat Desa Sawa Belau Tebing

Tinggi. An. S masuk rumah sakit pada tanggal 6 Juni 2018 Pukul 07.00

WIB dengan keluhan keluarga pasien mengatakan An. S demam, panas,

mual, muntah, sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Diagnosa medis

demam tifoid, hasil pemeriksaan laboratorium hemoglobin 13 gr/dl,

leukosit 11000 mm, S typhi O 1/160 positif, S typhi H 1/160 positif.

3. Pemaparan Fokus Studi

a. Hasil pengkajian

Berdasarkan tahapan proses keperawatan, maka langkah

pertama yang harus dilakukan pada kedua subjek dengan diagnosa

medis demam tifoid adalah pengkajian. Dalam studi kasus ini

pengkajian awal yang dilakukan berfokus pada keterangan keluarga

pasien dan hasil pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan hasil studi kasus, dapat diketahui bahwa saat

pengkajian awal terhadap subyek dapat dilihat seperti pada tabel 4.1

dibawah ini :
53

TABEL 4.1
HASIL PENGKAJIAN AWAL DUA ORANG SUBYEK

Aspek yang dinilai Subjek


I II
1. Identitas Pasien
a. Inisial An. R An. S
b. Umur 5 tahun 5 tahun
c. Agama Islam Islam
d. Pendidikan TK TK
e. Alamat Jl. Pegadaian Simpang Desa Sawa Belau Tebing
Periuk Kota Tinggi
Lubuklinggau
f. Tanggal MRS 1 Juni 2018 6 Juni 2018
g. Tanggal pengkajian 1 Juni 2018 6 Juni 2018
h. Diagnosa medis Demam tifoid Demam tifoid
2. Identitas penanggung jawab
a. Nama Tn. R Tn. I
b. Umur 35 38
c. Pendidikan S1 SMA
d. Pekerjaan Pegawai Buruh
e. Alamat Jl. Pegadaian Simpang Desa Sawa Belau Tebing
Periuk Kota llg Tinggi
f. Hubungan dengan pasien Ayah kandung Ayah Kandung
3. Keluhan utama Demam, panas, mual, Demam, panas, mual,
muntah, menggigil sejak muntah, sejak 3 hari
3 hari yang lalu yang lalu
4. Riwayat penyakit saat ini Ibu klien mengatakan Ibu klien mengatakan
badan anaknya panas badan anaknya panas
5. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kehamilan
1). Masa kehamilan 38 minggu 38 minggu
2). Antenatal care 7 kali 7 kali
3). Penyakit saat hamil Tidak ada Tidak ada
b. Riwayat persalinan
1). Jenis persalinan Spontan Spontan
2). Penolong persalinan Bidan Bidan
3). Riwayat Neonatus
a). Berat badan lahir 2900 gram 3100 gram
b). Panjang badan 50 cm 52 cm
c). Kelainan saat lahir Tidak ada Tidak ada
4). Komplikasi Tidak ada Tidak ada
c. Riwayat kesehatan Tidak ada penyakit Tidak ada penyakit
keluarga keturunan keturunan
d. Riwayat imunisasi Lengkap Lengkap
6. Riwayat tumbuh kembang
a. Pertumbuhan fisik
Berat Badan 15 Kg 15,5 Kg
Tinggi badan 120 cm 125 cm
Waktu tumbuh gigi 10 bulan 11 bulan
54

Aspek yang dinilai Subjek


I II
b. Perkembangan
Motorik kasar Baik Baik
Motorik halus Baik Baik
Kemampuan bicara Baik Baik
Sosialisasi dan
Baik Baik
kemandirian
7. Pola Aktivitas sehari-hari
a. Pola nutrisi Tidak mau makan Tidak mau makan
b. Pola eliminasi
BAK 3-5 x sehari 3-5 x sehari
BAB 1-3 x sehari 1-2 x sehari
c. Istirahat/ Tidur
Siang 2-3 jam/hari 2-3 jam/hari
Malam 8-10 jam/hari 8-10 jam/hari
d. Pola Hygiene
Mandi 2 x sehari 2 x sehari
Pemeliharaan Baik Baik
e. Aktivitas Baik Baik
f. Komunikasi Baik Baik
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum Lemah Lemah
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran Composmentis Composmentis
TD Tidak dikaji Tidak dikaji
Suhu 39,5 0C 39,4 0C
Nadi 100 x/m 100 x/m
RR 30 x/m 32 x/m
TB 125 cm 125 cm
BB 15 Kg 15,5 Kg
c. Kepala Oval Oval
d. Rambut Merata Merata
e. Wajah Oval Lonjong
f. Mata Ananemis Ananemis
g. Hidung Simetris kiri dan kanan Simetris kiri dan kanan
h. Telinga Simetris kiri dan kanan Simetris kiri dan kanan
i. Mulut Simetris atas bawah Simetris atas bawah
j. Leher Normal Normal
k. Integumen
Warna kulit Putih Putih
Kehangatan Hangat Hangat
Turgor Elastis Elastis
l. Thorak/ Dada
- Bentuk dada Pigeon chest Pigeon chest
- Gerakan dada Simetris Simetris
- Suara nafas Vesikuler Vesikuler
m. Sistem Kardiovaskuler
55

Aspek yang dinilai Subjek


I II
- Arteri karotis Kuat Kuat
n. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan
- Auskultasi 18 x/m 19 x/m
- Palpasi Nyeri tekan Nyeri tekan
- Perkusi Timpani Timpani
o. Genetalia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
p. Ekstremitas
Atas Terpasang IVFD Terpasang IVFD
Bawah Aktif Aktif
9. Hasil labor :
Hemoglobin 12 gr/dl 13 gr/dl
Leukosit 12000 mm 11000 mm
S typhi O 1/320 positif 1/160 positif
S typhi H 1/160 positif. 1/160 positif
10. Therapi IVFD RL gtt 20 tts/m, IVFD RL gtt 20 tts/m,
Injeksi Ceftriaxon 2x0,5 Injeksi Ceftriaxon 2x0,5
mg, Injeksi Lapibal mg, Injeksi Lapibal
2x250 mg, sirup 2x250 mg, sirup
Paracetamol 3x5 ml. Paracetamol 3x5 ml.

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa secara keseluruhan masing-

masing subyek mengalami keluhan deman, panas. Subjek I yaitu An. R

mengalami keluhan demam, panas, mual, muntah, menggigil, nyeri diperut, suhu

39,5 0C, dan kesadaran compos mentis, hasil labor positif tifoid. Sedangkan

subjek II An. S dengan keluhan demam, panas, mual, muntah, nyeri diperut, suhu

39,40C, kesadaran compos mentis, hasil labor positif tifoid.


56

b. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Subjek I
1. Ds : Ibu klien Bakteri salmonella typhi Hipertermia
mengatakan
anaknya demam, Masuk kealiran darah
panas sejak 3 hari
Terjadi kerusakan sel
sebelum masuk
rumah sakit Mempengaruhi pusat
Do : - K/U lemah Themoregulator di
- Klien menggigil hipotalamus
- Suhu : 39,5 0C
Hipertermia
- Nadi : 100x/m
- Akral : Hangat
- Titer O :1/320
H :1/160

2. Ds : Ibu klien Bakteri salmonella typhi Nyeri akut


mengatakan
Masuk kealiran darah
anaknya mengeluh
nyeri diperut Implamasi pada hati dan
Do : - K/U lemah limfe
- Klien meringis
- Suhu : 39,5 0C Nyeri akut
- Skala nyeri face : 4

3. Ds : Ibu klien Bakteri salmonella typhi Risiko


mengatakan kekurangan
Masuk kealiran darah
anaknya sering volume cairan
mual, muntah > 7 Peningkatan asam
kali sehari lambung
Do : - K/U lemah Mual, muntah
- Klien muntah
- Suhu : 39,5 0C Resiko kekurangan
volume cairan
57

No Data Etiologi Masalah


Subjek II
1. Ds : Ibu klien Bakteri salmonella typhi Hipertermia
mengatakan
anaknya demam, Terjadi kerusakan sel
panas sejak 3 hari.
Mempengaruhi pusat
Do : - K/U lemah Themoregulator di
- Suhu : 39,4 0C hipotalamus
- Nadi : 100x/m
- Titer O :1/160 Hipertermia
H :1/160

2. Ds : Ibu klien Bakteri salmonella typhi Nyeri akut


mengatakan
anaknya nyeri Masuk kealiran darah
diperut
Do : - K/U lemah Implamasi pada hati dan
limfe
- Klien meringis
- Suhu : 39,4 0C Nyeri akut
- Skala nyeri 5

3. Ds : Ibu klien Bakteri salmonella typhi Risiko


mengatakan kekurangan
anaknya sering Masuk kealiran darah volume cairan
mual, muntah > 5 x
Peningkatan asam
sehari. lambung
Do : - K/U lemah
- Klien muntah Mual, muntah
- Suhu : 39,4 0C
Resiko kekurangan
volume cairan
58

c. Diagnosa Keperawatan

No Klien Diagnosa
1. Subjek I 1. Hipertemia berhubungan dengan proses infeksi
kuman salmonella typhosa.
2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi dan
gejala terkait penyakit.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pemasukan yang kurang, output yang
berlebihan muntah
2. Subjek II 1. Hipertemia berhubungan dengan proses infeksi
kuman salmonella typhosa.
2. Nyeri akut berhubungan dengan distensi dan
gejala terkait penyakit.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pemasukan yang kurang, output yang
berlebihan muntah
68

B. Pembahasan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada kedua subjek setelah

dilakukan intervensi keperawatan yang berbeda yaitu pada subjek I dengan

pemberian pemberian water tepid sponge sedangkan pada subjek II tidak

dilakukan pemberian water tepid sponge, maka penulis dapat melakukan

pembahasan sebagai berikut :

1. Pengkajian

Berdasarkan hasil studi kasus pada tahap pengkajian yang dilakukan

oleh penulis pada dua orang subjek maka didapatkan hasil yaitu pada

subjek I dengan An. R masuk rumah sakit pada tanggal 1 Juni 2018 Pukul

09.00 WIB dengan keluhan demam, panas, mual, muntah, menggigil sejak

3 hari yang lalu, hasil pemeriksaan laboratorium S typhi O 1/320 positif, S

typhi H 1/160 positif. Subyek II An. S masuk rumah sakit pada tanggal 6

Juni 2018 Pukul 07.00 WIB dengan keluhan demam, panas, mual, muntah,

sejak 3 hari yang lalu, hasil pemeriksaan laboratorium S typhi O 1/160

positif, S typhi H 1/160 positif.

Hasil ini sesuai dengan teori menurut Patriani (2014) gejala klinik

demam tifoid pada anak secara garis besar antara lain: demam lebih dari

seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya

demam tinggi, lidah kotor, mual berat sampai muntah.

Kejadian demam tifoid menurut karakteristik responden tersebar

merata menurut umur dan merata pada umur dewasa, akan tetapi

prevalensi demam tifoid banyak ditemukan pada umur (5–14 tahun)


69

sebesar 1,9% (Rikesdes, 2012). Pada studi kasus ini usia kedua subjek

adalah 5 tahun yang sesuai dengan hasil laporan Riskesdes (2012) yang

menyatakan bahwa prevalensi demam tifoid banyak ditemukan pada anak

usia tersebut.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Alvenia (2016) Penelitian dilakukan di bagian rekam medik rumah

sakit Dr. M. Djamil Padang, didapatkan hasil yaitu pada sampel yang

menderita demam tifoid setelah dilakukan tes widal dengan titer antibodi

terhadap antigen O dan antigen H, diketahui sebanyak 4,34%, 1/160,

sebanyak 47,80% 1/320, dan sebanyak 45,63% 1/640. Hasil penelitian ini

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu titer O

1/320 dan antigen H 1/160.

2. Diagnosis Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tinjauan kasus

pada pasien dengan demam tifoid yaitu hipertemia berhubungan dengan

proses infeksi kuman salmonella typhosa. Nyeri akut berhubungan dengan

distensi dan gejala terkait penyakit. Risiko kekurangan volume cairan

berhubungan dengan pemasukan yang kurang, output yang berlebihan

muntah

Sedangkan diagnosa keperawatan pada subjek I dan subjek II yang

penulis fokuskan hanya pada 1 diagnosa keperawatan saja yang menjadi

masalah utama pada kedua subjek saja, yaitu :


70

1. Hipertemia berhubungan dengan proses infeksi kuman salmonella

typhosa.

Berdasarkan data yang didapat oleh penulis diketahui bahwa

masalah yang dihadapi oleh kedua subjek sama yaitu demam dan panas.

Sehingga diagnosa keperawatan yang munculpun sama untuk kedua

subjek yaitu pada subjek I hipertemia berhubungan dengan proses

infeksi kuman Salmonella Typhosa, sedangkan pada subjek II diagnosa

yang muncul adalah sama hipertemia berhubungan dengan proses

infeksi kuman Salmonella Typhosa.

Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa

pasti. Sedangkan untuk memastikan apakah penyakit yang diderita

pasien adalah penyakit lain maka perlu ada diagnosa banding. Bila

terdapat demam lebih dari lima hari, dokter akan memikirkan

kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain seperti

Paratifoid A, B dan C, Demam Berdarah (Dengue fever), Influenza,

Malaria, TBC (Tuberculosis), dan Infeksi Paru (Pneumonia) (Patriani,

2014).

Hal ini terjadi karena pada subjek I dan subjek II, keduanya

mempunyai keluhan utama demam dan panas tinggi sehingga sangat

cocok untuk diangkat diagnosa hipertemia berhubungan dengan proses

infeksi kuman Salmonella Typhosa, hasil ini menunjukkan bahwa tidak

ada perbedaan atau kesenjangan diagnosa keperawatan antara subjek I

dengan subjek II.


71

3. Perencanaan

Setelah menemukan diagnosa keperawatan, maka selanjutnya adalah

menyusun rencana tindakan keperawatan untuk menanggulangi masalah-

masalah keperawatan yang dihadapi oleh kedua subjek yang sesuai dengan

prioritas masalah yang dialami. Rencana tindakan keperawatan pada kedua

subjek dengan diagnosa hipertemia berhubungan dengan proses infeksi

kuman salmonella typhosa adalah Monitor suhu 4-6 jam. Monitor warna

dan suhu kulit. Monitor penurunan tingkat kesadaran. Lakukan water tepid

sponge pada daerah axila, lipat paha dan temporal. Tingkatkan sirkulasi

udara. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. Semua intervensi

ini dilakukan untuk mengurangi suhu tubuh yang dialami oleh kedua

subjek.

Secara lebih mendetail perencanaan keperawatan yang disiapkan

untuk subjek I dan subjek II berbeda. Pada subjek I perencanaan

keperawatan untuk menurunkan suhu tubuh anak yaitu dilakukan

pemberian water tepid spong, sedangkan pada subjek II untuk menurunkan

suhu tubuh hanya dilakukan pemberian obat antipieretik saja tidak diberi

water tepid spong. Tetapi tujuan yang ditetapkan adalah sama yaitu untuk

menurunkan suhu tubuh pada kedua subjek.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut Suprapti (2008),

water tepid sponge efektif dalam mengurangi suhu tubuh pada anak

dengan hipertermia dan juga membantu dalam mengurangi rasa sakit dan

ketidaknyamanan. Hal ini juga diungkapkan Bartlomeus (2012) bahwa ada


72

pengaruh penurunan suhu tubuh anak yang mengalami febris atau demam

setelah dilakukan water tepid sponge, dengan hasil p value 0,003.

4. Implementasi

Pada tahap implementasi hasil yang didapat oleh peneliti yaitu pada

subjek I proses implementasi yang penulis lakukan dengan diagnosa

perawatan hipertemia berhubungan dengan proses infeksi kuman

Salmonella Typhosa. Pelaksanaan asuhan keperawatan ini dilaksanakan

sesuai dengan kondisi dan situasi serta menggunakan sarana yang tersedia

diruangan, penulis mengikuti perkembangan pasien dengan melihat dari

catatan perawatan.

Sedangkan pada subjek II proses implementasi yang penulis lakukan

dengan diagnosa perawatan hipertemia berhubungan dengan proses infeksi

kuman salmonella typhosa juga sama dengan subjek I tidak ada

perencanaan keperawatan yang tidak diterapkan kepada pasien.

Pelaksanaan asuhan keperawatan ini dilaksanakan sesuai dengan kondisi

dan situasi serta menggunakan sarana yang tersedia diruangan, penulis

mengikuti perkembangan pasien dengan melihat dari catatan perawatan.

Hasil penelitian ini sesuai teori yang mengatakan kompres air hangat

atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan

menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian

tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak

meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar

yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi dikulit melebar atau
73

mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka

sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh (Suriadi,

2011).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Totapally (2005)

penatalaksanaan yang digunakan untuk pengobatan pada pasien demam

tifoid diantaranya adalah dengan tindakan farmakologis maupun non

farmakologis. Tindakan farmakologis untuk menurunkan demam tifoid

adalah dengan cara pemberian antibiotika dan antipiretik. Pemberian

antipiretik ini berfungsi menghambat produksi prostaglandin,

menyebabkan anak berkeringat dan vasodilatasi. Selain pemberian

antibiotika dan antipiretik, dapat juga dilakukan tindakan non

farmakologis yaitu seperti memberikan baju yang tipis pada anak,

menyuruh anak untuk banyak minum air putih, istirahat, dan memberikan

water tepid sponge (Hartini, 2012).

5. Evaluasi

Setelah melakukan implementasi keperawatan selama tiga hari

berturut-turut, penulis dapat menyatakan bahwa masalah keperawatan

dapat teratasi secara penuh dan masalah yang dialami oleh kedua subjek

dapat berkurang bahkan hilang pada hari ke tiga. Evaluasi akhir yang

didapat adalah sebagai berikut :

Pada subyek I, terjadi penurunan suhu tubuh setelah dilakukan

intervensi keperawatan dengan pemberian water tepid sponge dalam tiga

hari berturut-turut. Pada hari pertama suhu tubuh subjek I yaitu 39,50C,
74

setelah dilakukan pemberian water tepid sponge maka suhu tubuh pada

subjek I turun menjadi 38,80C. Pada hari kedua suhu tubuh subjek I yaitu

38,70C, setelah dilakukan pemberian water tepid sponge maka suhu tubuh

pada subjek I kembali turun menjadi 38,1 0C. Dan pada hari ketiga suhu

tubuh subjek I yaitu 37,90C, setelah dilakukan pemberian water tepid

sponge maka suhu tubuh pada subjek I kembali turun menjadi 36,5 0C, dan

suhu tubuh subjek I sudah normal dan subjek sudah diperbolehkan untuk

pulang.

Pada subyek II, juga terjadi penurunan suhu tubuh setelah dilakukan

intervensi keperawatan dengan pemberian obat antipieretik saja dalam tiga

hari berturut-turut. Pada hari pertama suhu tubuh subjek II yaitu 39,4 0C,

setelah dilakukan pemberian obat antipieretik saja maka suhu tubuh pada

subjek II turun menjadi 39,10C. Pada hari kedua suhu tubuh subjek II yaitu

38,70C, setelah dilakukan pemberian obat antipieretik saja maka suhu

tubuh pada subjek II kembali turun menjadi 38,2 0C. Dan pada hari ketiga

suhu tubuh subjek II yaitu 37,90C, setelah dilakukan pemberian obat

antipieretik saja maka suhu tubuh pada subjek II kembali turun menjadi

37,20C.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ada perbedaan hasil

penurunan suhu tubuh pada kedua subjek, pada subjek I yang diberi

intervensi keperawatan dengan water tepid sponge maka suhu tubuh

langsung dalam tiga hari berturut-turut dari 39,50C menjadi 36,50C.

Sedangkan pada subjek II yang hanya diberi intervensi pemberian obat


75

antipiretik saja maka juga terjadi penurunan suhu tubuh tetapi agak lambat,

hal ini dibuktikan setelah dilakukan intervensi dalam tiga hari berturut-

turut suhu tubuh hanya turun dari 39,40C turun menjadi 37,20C.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Tamsuri (2007) yang

menyatakan bahwa pemberian water tepid sponge atau kompres hangat

pada daerah axilaris lebih efektif karena banyak terdapat pembuluh darah

besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin. Sesuai dengan teori

radiasi, vasodilatasi perifer juga meningkatkan aliran darah ke kulit untuk

memperluas penyebaran suhu tubuh yang meningkat keluar. Dengan

kompres hangat pada daerah yang mempunyai vaskular yang banyak,

maka akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi

yang kuat pada kulit, akan memungkinkan percepatan perpindahan panas

dari tubuh ke kulit, akan memungkinkan percepatan perpindahan panas

dari tubuh ke kulit, hingga delapan kali lipat lebih banyak, sehingga suhu

tubuh lebih cepat turun.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Andriana (2017) tentang “penerapan tindakan tepid water sponge

untuk mengurangi demam pada anak di RSUD dr. Sudirman Kebumen”

dengan hasil yaitu rata-rata penurunan suhu tubuh pada anak hipertermia

yang mendapatkan terapi antipiretik ditambah tepid sponge sebesar 0,53oC

dalam waktu 30 menit. Sedangkan yang mendapat terapi tepid sponge saja

rata-rata penurunan suhu tubuhnya sebesar 0,97oC dalam waktu 60 menit.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
76

Arieswati (2016) yaitu tentang pemberian water tepid sponge pada anak

yang mengalami hipertermia efektif sebagai alternative untuk menurunkan

suhu tubuh pasien. Didapatkan hasil yaitu terjadinya penurunan suhu tubuh

yang sangat signifikan pada pasien. Perawat melakukan tindakan

memonitor suhu tubuh 2 jam sekali selama 24 jam. Selang 2 jam setelah

pemberian water tepid sponge suhu tubuh pasien diukur kembali dan

hasilnya suhu tubuh menunjukkan penurunan yang sangat signifikan, lama

pemberian water tepid sponge selama 20 menit.

Pemberian water tepid sponge dilakukan dengan menyeka tubuh

selama 20 menit lalu diukur suhu tubuhnya, prosedur water tepid sponge

dilakukan hingga suhu tubuh mendekati normal. Hal ini sesuai dengan

prosedur pelaksanaan water tepid sponge oleh Rosdahl dan Kowalski

(2008), dalam Setiawati (2009) yang membuktikan bahwa pemberian

water tepid sponge pada anak yang mengalami hipertermia sangat efektif

untuk menurunkan suhu tubuh.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah Penulis melakukan studi kasus pada dua orang subjek yaitu An.

R dengan pemberian water tepid sponge dan An. S dengan pemberian obat

antipieretik untuk menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam tifoid,

maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa yaitu :

1. Tahap pengkajian : Kedua subjek sama-sama mengalami keluhan utama

demam, keduanya juga berusia 5 tahun, Diganosa medis demam tifoid.

2. Tahap diagnosa keperawatan : Prioritas diagnosa kepada kedua subjek

adalah sama yaitu hipertemia berhubungan dengan proses infeksi kuman

Salmonella Typhosa

3. Tahap perencanaan keperawatan intervensi yang diberikan adalah pada

subjek I dengan pemberian antipieretik dan water tepid sponge dan pada

subjek II diberi antipiretik saja.

4. Tahap implementasi : Yaitu penulis dapat melakukannya sesuai dengan

rencana keperawatan yaitu subjek I dengan pemberian antipieretik dan

water tepid sponge dan pada subjek II di beri antipiretik saja selama 3

hari berturut-turut dengan pemantauan suhu tubuh diukur setiap 15

menit.

5. Tahap evaluasi : Yaitu dilakukan selama 3 hari berturut-turut dengan

hasil subyek I terjadi penurunan suhu tubuh setelah dilakukan intervensi

77
78

keperawatan dengan pemberian water tepid sponge dan obat antipiretik

sebanyak 2,60C. Pada subjek II terjadi penurunan sebanyak 2,20C, terjadi

perbedaan penurunan suhu tubuh pada subjek I dan subjek II.

B. Saran

Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, diharapkan saran ini

bisa diterima dan dipertimbangkan sebaik-baiknya untuk peningkatan kualitas

asuhan keperawatan pada tahap selanjutnya.

1. Bagi RSUD dr. Sobirin

Hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan

sumbangan pemikiran untuk tenaga kesehatan khususnya yang berada di

ruangan rumah sakit umum daerah dr. Sobirin dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien demam tifoid dengan pemberian water tepid

sponge..

2. Bagi Poltekkes Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan

Lubuklinggau

Hasil penulisan ini bisa digunakan sebagai referensi untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran bagi mahasiswa Poltekkes

Kemenkes Palembang Prodi Keperawatan Lubuklinggau khususnya

dibidang keperawatan pada intervensi keperawatan pemberian water

tepid sponge untuk menurunkan suhu tubuh pada anak demam tifoid.
79

3. Bagi Pengembangan dan Penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam

penelitian selanjutnya, dengan memperbanyak sampel dan intervensi

diharapkan bisa mendapatkan hasil yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Adsense. 2008, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Monica Ester (Edisi 8),
Jakarta: EGC

Alves, J. G. B., & Almeida, C. D. C. M. 2013. Tepid sponge plus dipyrone


versus dipyrone alone for reducing body temperature in febrile children.
Sao Paulo Medical Journal., 126 (2), 107-111.

Arieswati ERD, 2016. Pemberian water tepid sponge terhadap penurunan suhu
tubuh pada asuhan keperawatan An.Y dengan hipertermia di ruang
anggrek rumah sakit umum daerah kota Salatiga. KTI Prodi DIII
Keperawatan STIKES Kusuma Husada, Surakarta

Asmadi, 2014. Kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh. Jurnal


Keperawatan. Volume 2, No 3.

Bartolomeus, & Dagoon. W & Davis C.P .2012. Pengaruh Kompres Tepid
Sponge Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-
10 Tahun Yang Mengalami Hipertermi. Jurnal Kesehatan volume 2 no
5.

Carpenito, 2010, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Monica Ester (Edisi 8),
Jakarta: EGC

Chistensen, P.J, & Kenney, J.W. 2009. Proses Keperawatan : Aplikasi Model
Konseptual, Edisi 4 Penerjemah : Yuyun Yuningsih & Yasmin Asih.
EGC. Jakarta

Guyton, Arthur C. 2009.Fisiologi manusia danmekanisme penyakit. Ed. 3.


Jakarta: EGC.

Hartini. 2012. Aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine Dalam Asuhan


Keperawata n Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Rawat Infeksi
Anak RSUP Dr. Cipto Mangunkusuma. Skripsi Ilmu Keperawatan.
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Hidayat A, 2009. Pengantar kebutuhan dasar manusia, aplikasi konsep dan


proses keperawatan. Buku 2. Jakarta: Salemba Medika
Israr, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, penularan, pencegahan dan
pemberantasannya. Erlangga. Jakarta

Jayanti, 2015. Febris atau demam. http://diligib.unimus.ac.id//2015/03 22/lp-


febris-demam/. 5 Maret 2018.

Julia Klaartje Kadang, SpA 2010. Metode Tepat Mengatasi Demam. Berita
Ilmu Keperawatan Vol. 1. No. 1. Juni 2010, 97-100.

Kelly. 2009. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mansjoer, Arief. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1. Jakarta : Media


Aesculapius

Mubarok & Komaruddin, 2009. Buku ajar keperawatan penyakit dalam. Jakarta:
EGC

Muttaqin dan Kumalasari, 2013. Gangguan gastrointestinal aplikasi asuhan


keperawatan bedah. Jakarta. Salemba Medika

Nanda Aplikasi NIC, NOC, 2015.Panduan Diagnosa Keperawatan nanda,


Yogyakarta, MediaAction

Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika

Potter dan Perry, 2008. Buku ajar fundamental keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC

Setiawati, Setiawan., D, Wardiyah, M., 2009. Pengaruh tepid sponge terhadap


penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak yang mengalami
demam. Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah. Volume 2, No 2, Desember 2009

Riskesdas, 2013. Survei tentang kejadian penyakit tifoid. Journal kesehatan


Volume 5 Nomor 2.

Sodikin, 2011. Asuhan keperawatan anak: Gangguan sistem gastrointestinal dan


hepatobilieer. Jakarta. Salemba Medika

Rumah sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas. 2017. Data rekam medik rumah
sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas. 2017
Wong, Dona L, Bukutu, C., Thompson, A., & Vohra., S, 2002. Maternal child
nursing care 2nd edition. Jakarta: Santa Luis, Mosby Inc.
DAFTAR PUSTAKA

Adsense. 2008, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Monica Ester (Edisi 8),
Jakarta: EGC

Alves, J. G. B., & Almeida, C. D. C. M. 2013. Tepid sponge plus dipyrone


versus dipyrone alone for reducing body temperature in febrile children.
Sao Paulo Medical Journal., 126 (2), 107-111. Maret 2013

Andrian. 2014 Efek jangka panjang tifes demam tifoid. http://pilauherbal.com/


1581.html. 26 Februari 2018.

Arieswati ERD, 2016. Pemberian water tepid sponge terhadap penurunan suhu
tubuh pada asuhan keperawatan An.Y dengan hipertermia di ruang
anggrek rumah sakit umum daerah kota Salatiga. KTI Prodi DIII
Keperawatan STIKES Kusuma Husada, Surakarta

Asmadi, 2014. Kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh. Jurnal


Keperawatan ‘Rentalhikari. Volume 2, No 3, Februari 2018

Bartolomeus, & Dagoon. W & Davis C.P .2012. Pengaruh Kompres Tepid
Sponge Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-
10 Tahun Yang Mengalami Hipertermi. http://portalgaruda.ac.id/
diunduh tanggal 17 Februari 2018

Brooker 2008. Metode Tepat Mengatasi demam anak. Diakses dari


Http://www.spinger.com diunduh tanggal 26 Februari 2018.

Carpenito, 2010, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Monica Ester (Edisi 8),
Jakarta: EGC

Chistensen, P.J, & Kenney, J.W. 2009. Proses Keperawatan : Aplikasi Model
Konseptual, Edisi 4 Penerjemah : Yuyun Yuningsih & Yasmin Asih.
EGC. Jakarta

Guyton, Arthur C. 2009.Fisiologi manusia danmekanisme penyakit. Ed. 3.


Jakarta, EGC.

Hartini. 2012. Aplikasi Model Konservasi Myra E. Levine Dalam Asuhan


Keperawata n Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Rawat Infeksi
Anak RSUP Dr. Cipto Mangunkusuma. Skripsi Ilmu Keperawatan.
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing

46
47

Hidayat A, 2009. Pengantar kebutuhan dasar manusia, aplikasi konsep dan


proses keperawatan. Buku 2. Jakarta: Salemba Medika

Israr dkk, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, penularan, pencegahan dan


pemberantasannya. Erlangga. Jakarta

Jayanti, 2015. Febris atau demam. http://diligib.unimus.ac.id//2015/03 22/lp-


febris-demam/. 5 Maret 2018.

Julia Klaartje Kadang, SpA 2010. Metode Tepat Mengatasi Demam. Berita
Ilmu Keperawatan Vol. 1. No. 1. Juni 2010, 97-100.

Kelly. 2009. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mansjoer, Arief. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1. Jakarta : Media


Aesculapius

Mubarok dkk, 2009. Buku ajar keperawatan penyakit dalam. Jakarta: EGC

Muttaqin dan Kumalasari, 2013. Gangguan gastrointestinal aplikasi asuhan


keperawatan bedah. Jakarta. Salemba Medika

Nanda Aplikasi NIC, NOC, 2015.Panduan Diagnosa Keperawatan nanda,


Yogyakarta, MediaAction

Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika

Potter dan Perry, 2008. Buku ajar fundamental keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC

Setiawati, Setiawan., D, Wardiyah, M., 2009. Pengaruh tepid sponge terhadap


penurunan suhu tubuh dan kenyamanan pada anak yang mengalami
demam. Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah. Volume 2, No 2, Desember 2009

Riskesdas, 2013. Survei tentang kejadian penyakit tifoid. Journal kesehatan


Volume 5 Nomor 2. (19 Februari 2018)

Sodikin, 2011. Asuhan keperawatan anak: Gangguan sistem gastrointestinal dan


hepatobilieer. Jakarta. Salemba Medika

Rumah sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas. 2017. Data rekam medik rumah
sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas. 2017
48

Wong, Dona L, Bukutu, C., Thompson, A., & Vohra., S, 2002. Maternal child
nursing care 2nd edition. Jakarta: Santa Luis, Mosby Inc.
49

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


WATER TEPID SPONGE

A. Alat dan Bahan :

1. Termometer air raksa suhu tubuh,

2. Baskom untuk tempat air hangat 1 buah,

3. Lap mandi/ wash lap 6 buah,

4. Selimut mandi 1 buah,

5. Handuk mandi 1 buah,

6. Perlak besar 1 buah.

7. Termometer air

B. Prosedur Kerja :

1. Tahap persiapan

a. Melaksanakan verifikasi data dan program sebelumnya bila ada,

b. Menyiapkan alat dan bahan meliputi termometer air raksa,

baskom untuk tempat air hangat (35oC), lap mandi/ wash lap

6 buah, selimut mandi 1 buah, handuk mandi 1 buah, dan

perlak besar 1 buah, termometer air.

c. Mengukur kehangatan air dengan menggunakan termomoter

air dan memastikan rentang kehangatan air berada pada suhu

35oC-37oC.

d. Mencuci tangan,

e. Membawa alat di dekat klien.

2. Tahap orientasi

a. Memberi salam dan menyapa nama klien,


50

b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tepid water sponge kepada

klien dan keluarga,

c. Menanyakan kesediaan dan kesiapan klien.

3. Tahap kerja

a. Memasang sampiran atau menjaga privasi,

b. Memberi kesempatan klien untuk buang air sebelum

dilakukan tindakan tepid water sponge,

c. Memakai sarung tangan,

d. Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu

pemberian antipiretik pada klien,

e. Buka sebagian pakaian klien dan alasi klien dengan perlak,

f. Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan

wash lap atau lap mandi. Letakkan lap mandi di dahi, aksila,

dan lipatan paha. Menggosok ekstermitas, punggung, bokong,

dan seluruh tubuh klien. Menggosok tubuh klien dilakukan

selama 15-20 menit dan arah menggosok tubuh klien menuju

arah jantung,

g. Pertahankan suhu air 35oC dengan cara menutup tempat air

seperti termos atau botol.

h. Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali

dengan air hangat lalu ulangi tindakan seperti di atas,

i. Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau

segera setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti


51

klien dengan selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien

baju yang tipis dan mudah menyerap keringat,

j. Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan tepid

water sponge kemudian lakukan pengukuran kembali suhu

tubuh klien 15 menit dan 30 menit sesudah dilakukan

tindakan tepid water sponge,

k. Merapikan alat-alat dan buang sampah sisa tindakan,

l. Melepas sarung tangan,

m. Merapikan klien.

4. Tahap terminasi

a. Melakukan evaluasi tindakan,

b. Memberikan reinforcement positif atas kerja sama klien

c. Berpamitan dengan klien

d. Mencuci tangan,

e. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.


52

METODE PENGUKURAN SUHU TUBUH

1. Persiapan alat

a. Termometer air raksa

b. Kapas alkohol 70 % atau tissu

c. Bengkok

d. Sarung Tangan

e. Buku Catatan Suhu dan pensil

f. Jam tangan berdetik

2. Pelaksanaan

a. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan

b. Cuci tangan

c. Keringkan dengan handuk

d. Gunakan sarung tangan

e. Atur posisi pasien

f. Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan

menggunakan tissu

g. Turunkan termometer pada daerah aksila dan lengan pasien fleksi

di atas dada

h. Setelah 5 menit termometer diangkat dan dibaca hasilnya

i. Catat hasil

j. Bersihkan termometer dengan kertas tissu

k. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan


53

LEMBAR CEKLIST
PEMBERIAN WATER TEPID SPONGE PADA PASIEN DEMAM TIFOID

Inisial Pasien :
Ruangan :
Hari/Tanggal :

Kondisi Sebelum Pemberian Kondisi Sesudah


Waktu
No
Nadi Suhu Water Tepid Nadi Suhu
(menit ke-)
(0C) (0C)
Sponge
54

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU
Jl. Stadion Bumi Silampari Kel. Air Kuti Kec. Lubuklinggau Timur Telp/fax: 0733 451036 kode
pos 31626

LEMBAR KONSULTASI
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

NAMA : Elda Natalia Barasa


NIM : PO.71.20.3.14.020
JUDUL STUDI KASUS : Penerapan pemberian water tepid sponge terhadap
penurunan suhu tubuh anak dengan demam typoid di
RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.
PEMBIMBING I : Ns. Eva Oktaviani, M.Kep, Sp.An
PEMBIMBING II : Ns. Indah Dewi Ridawati, S.Kep, M.Kep

No Hari/ Kegiatan Bimbingan Saran Perbaikan Paraf


Tanggal Penguji Penguji Mhs
I II

Lubuklinggau, April 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Eva Oktaviani, M.Kep., Sp.Kep,An Ns. Indah Dewi Ridawati, S.Kep, M.Kep
NIP. 19851010 201012 2003 NIP. 19880127 201801 2001
55

KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk turut

berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa

Prodi Keperawatan Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang.

Nama Ibu :

Umur Ibu :

Nama anak :

Umur anak :

Alamat :

Saya tahu bahwa keterangan yang akan saya berikan ini besar manfaatnya

dan dapat memberikan masukan kepada ibu-ibu yang mempunyai anak khususnya

yang menderita penyakit demam tipoid untuk menurunkan suhu tubuh.

Demikianlah keterangan ini saya dibuat untuk dapat dipergunakan sebagai

mana mestinya.

Lubuklinggau, Juni 2018

Responden,

( )
LEMBAR CEKLIST
PEMBERIAN WATER TEPID SPONGE PADA PASIEN DEMAM TIFOID

Inisial Pasien :
Ruangan :
Diagnosa :

Kondisi Pre Pemberian Kondisi Post


No Hari/
Nadi Suhu Water Tepid Nadi Suhu
Tanggal/Jam (0C) (0C)
Sponge
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU
Jl. Stadion Bumi Silampari Kel. Air Kuti Kec. Lubuklinggau Timur Telp/fax: 0733 451036 kode pos 31626

LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH

NAMA : Elda Natalia Barasa


NIM : PO.71.20.3.14.020
JUDUL STUDI KASUS : Penerapan water tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh
anak dengan demam typoid di RSUD dr. Sobirin Kabupaten
Musi Rawas tahun 2018.
PENGUJI I : H. Jhon Feri, S.Kep, Ns, M.Kes
PENGUJI II : Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep, M.Kep

No Hari/ Kegiatan Bimbingan Saran Perbaikan Paraf


Tanggal Penguji Penguji Mhs
I II

Lubuklinggau, Juli 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Eva Oktaviani, M.Kep, Sp.An Hj. Susmini, SKM, M.Kes


NIP. 19851010 201012 2003 NIP. 19721005 199403 2 003
PERNYATAAN PERSETUJUAN SEMINAR
KARYA TULIS ILMIAH

Judul KTI : Penerapan pemberian water tepid sponge terhadap


penurunan suhu tubuh anak dengan demam tifoid di
RSUD dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas tahun 2018.
Nama Mahasiswa : Elda Natalia Barasa
NIM : PO.71.20.3.14.020
Pembimbing : 1. Ns. Eva Oktaviani, M.Kep, Sp.An
2. Hj. Susmini, SKM, M.Kes
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima dan disetujui untuk diajukan dalam
ujian komprehensif Karya Tulis Ilmiah (KTI) Program Studi D-3 Keperawatan
Lubuklinggau Poltekkes Kemenkes Palembang Tahun Akademik 2017/2018.

Lubuklinggau, Juni 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Eva Oktaviani, M.Kep, Sp.An Hj. Susmini, SKM, M.Kes


NIP. 19851010 201012 2003 NIP. 19721005 199403 2 003

Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan Lubuklinggau
Poltekkes Kemenkes Palembang

H. JHON FERI, S.Kep, Ns, M.Kes


NIP. 19760509 199502 1 001
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
WATER TEPID SPONGE

A. Alat dan Bahan :

1. Termometer air raksa suhu tubuh,

2. Baskom untuk tempat air hangat 1 buah,

3. Lap mandi/ wash lap 6 buah,

4. Selimut mandi 1 buah,

5. Handuk mandi 1 buah,

6. Perlak besar 1 buah.

7. Termometer air

B. Prosedur Kerja :

1. Tahap persiapan

a. Melaksanakan verifikasi data dan program sebelumnya bila ada,

b. Menyiapkan alat dan bahan meliputi thermometer air raksa suhu

tubuh, baskom untuk tempat air hangat (35oC), lap mandi/ wash lap

6 buah, selimut mandi 1 buah, handuk mandi 1 buah, dan perlak

besar 1 buah, thermometer air.

c. Mencuci tangan,

d. Membawa alat di dekat klien.

2. Tahap orientasi

a. Memberi salam dan menyapa nama klien,


b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tepid water sponge kepada klien

dan keluarga,

c. Menanyakan kesediaan dan kesiapan klien.

3. Tahap kerja

a. Membaca tasmiyah,

b. Memasang sampiran atau menjaga privacy,

c. Memberi kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan

tindakan tepid water sponge,

d. Memakai sarung tangan,

e. Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian

antipiretik pada klien,

f. Buka sebagian pakaian klien dan alasi klien dengan perlak,

g. Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan wash

lap atau lap mandi. Letakkan lap mandi di dahi, aksila, dan lipatan

paha. Lap ekstermitas, punggung, bokong, dan seluruh tubuh klien.

Melap tubuh klien dilakukan selama 15-20 menit dan arah

mengelap tubuh klien menuju arah jantung,

h. Pertahankan suhu air 35oC,

i. Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan

air hangat lalu ulangi tindakan seperti di atas,

j. Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera

setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan


selimut mandi dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan

mudah menyerap keringat,

k. Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan tepid water

sponge kemudian lakukan pengukuran kembali suhu tubuh klien 15

menit dan 30 menit sesudah dilakukan tindakan tepid water sponge,

l. Merapikan alat-alat dan buang sampah sisa tindakan,

m. Melepas sarung tangan,

n. Merapikan klien.

4. Tahap terminasi

a. Melakukan evaluasi tindakan,

b. Membaca tahmid dan berpamitan dengan klien,

c. Mencuci tangan,

d. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.


METODE PENGUKURAN SUHU TUBUH

1. Persiapan alat

a. Termometer

b. Kapas alkohol 70 % atau tissu

c. Bengkok

d. Sarung Tangan

e. Buku Catatan Suhu dan pensil

f. Jam tamgan berdetik

g. Tiga buah botol : 1. Botol pertama berisi larutan sabun, 2. Botol kedua

berisi larutan disenfektan, 3. Botol ketiga berisi air bersih

2. Pelaksanaan

a. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan

b. Cuci tangan

c. Keringkan dengan handuk

d. Gunakan sarung tangan

e. Atur posisi pasien

f. Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan menggunakan

tissu
g. Turunkan termometer pada daerah aksila dan lengan pasien fleksi di

atas dada

h. Setelah 3-10 menit termometer diangkat dan dibaca hasilnya

i. Catat hasil

j. Bersihkan termometer dengan kertas tissu

k. Cuci dengan air sabun, disenfektan, bilas dengan air bersih, dan

keringkan

l. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

You might also like