You are on page 1of 14

ANAK AUTISME

Dosen Pengampu : Dr. Rahmatri Silvia, S. Pd., M. Pd

Penulis :

1. Adhitya Jarot : 23003222


2. Asella ismail : 23003231
3. Nela Parima : 23003260
4. Selvia Farli : 23003277
5. Hasanah : 23003245

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN LUAR BIASA

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat
dan hidayahnya rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ilmiah tentang “ Pengertian Anak Autisme & Perspektif – persprktif Anak Autisme “
shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Rasullulah Muhammad SAW.
.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Materi Anak Autisme Pengembangan
dan manfaatnya untuk dapat memberikan manfaat maupun inspirasi bagi pembaca.
BAB I

PENDAHULUAAN

A. Latar Belakang
Autism Spectrum Disorder (ASD) atau autis adalah gangguan perkembangan
pada anak yang bersifat kompleks (Hasdianah, 2013). ASD ditandai dengan perilaku
stereotip dan mengalami kekurangan dalam komunikasi serta interaksi sosial
(American Psychiatris Association, 2013). Winarno (2013) berpendapat bahwa autis
dipandang sebagai kelainan perkembangan sosial dan mental yang disebabkan oleh
gangguan perkembangan otak selama fetus, kerusakaan saat kelahiran, atau pada tahun
pertama kehidupannya.
Center For Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat pada
bulan Maret 2013 melaporkan, bahwa prevalensi autis meningkat menjadi 1:50 dalam
kurun waktu setahun terakhir. Hal tersebut bukan hanya terjadi di negara-negara maju
seperti Inggris, Australia, Jerman dan Amerika namun juga terjadi dinegara
berkembang seperti Indonesia. Prevalensi autis di dunia saat ini mencapai 15-20 kasus
per 10 000 anak atau berkisar 0.15-0.20%. Jika angka kelahiran di Indonesia 6 juta per
tahun maka jumlah penyandang autis di Indonesia bertambah 0.15% atau 6.900 anak
per tahunnya (Mashabi & Tajudin, 2009).
Kejadian autisme tidak telepas dari peran asupan gizi yang dibutuhkan untuk
anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sati
(2009), zat gizi tertentu tidak hanya dibutukan untuk fungsi pertumbuhan, tetapi juga
untuk menunjang perbaikan kondisi dan gejala yang dialami anak ASD. Zatgizi tersebut
antara lain vitamin A, vitamin C, vitamin B6 magnesium, omega 3, dan kalsium. Selain
zat gizi yang dibutuhkan, penderita ASD juga memiliki beberapa pantangan terkait
dengan kondisinya. Pantangan tersebut menjadi salah satu dasar seluruh penderita ASD
menjalani diet GFCF.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Pengertian Autisme ?
2. Bagaimana Proses Observasi Anak Autisme ?
3. Mengetahui Perspektif Perkembangan Anak Autisme ?
4. Mengetahui Perspektif Perilaku Anak Autisme ?
5. Mengetahui Perspektif Neurologis Anak Autisme ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Autisme ?
2. Bagaimana Proses Observasi Anak Autisme ?
3. Mengetahui Perspektif Perkembangan Anak Autisme ?
4. Mengetahui Perspektif Perilaku Anak Autisme ?
5. Mengetahui Perspektif Neurologis Anak Autisme ?
BAB III

PENGERTIAN ANAK AUTIS, OBSERVASI DAN PERSPEKTIF – PERSPEKTIF


ANAK AUTIS

A. PENGERTIAN ANAK AUTIS


Autos” = Diri Sendiri “Isme”= Kegiatan. Perkembangan yang abnormal atau
masalah perkembangan pada interaksi sosial dan komunikasi serta kegiatan dan minat
yang terbatas dan berulang. "the presence of markedly abnormal or impaired
development in social interaction and communication and a markedly restricted
repertoire of activity and interests" (APA, DSM IV th rev, 2000).
Autisme merupakan suatu ganguan perkembangan yang menuunjukkan adanya
sindrom perilaku yaitu : interaksi sosial dan perkembangan sosial abnormal, tidak
mampu mengadakan komunikasi yang normal, minta serta aktivitasnya sangat terbatas,
kaku, repetitif, dan tanpa imajinasi.
Gejala gangguan spektrum autisme muncul pada awal usia perkembangan
(sebelum usia 3 tahun) dan membatasi dan merusak fungsi hidup sehari hari (American
Psychiatric Association, 2013).
B. PEMBAHASAN HASIL OBESERVASI

Pembahasan hasil observasi anak autis harus dilakukan secara hati-hati dan profesional.
Berikut adalah beberapa langkah yang bisa membantu dalam pembahasan tersebut:

1. Analisis Data
Mulailah dengan menganalisis data hasil observasi dengan cermat. Identifikasi
pola perilaku yang mungkin menunjukkan tanda-tanda autisme, seperti kesulitan
dalam berkomunikasi, interaksi sosial yang terbatas, dan perilaku berulang.
2. Konsultasi dengan Ahli
Penting untuk berkonsultasi dengan psikolog atau spesialis autisme yang
berpengalaman dalam menganalisis hasil observasi. Mereka dapat memberikan
wawasan dan diagnosis yang akurat.
3. Komunikasi dengan Orang Tua
Terlibatlah dalam komunikasi terbuka dengan orang tua atau caregiver anak
autis. Bagikan hasil observasi dengan mereka dan berbicaralah tentang langkah
selanjutnya dalam mendukung perkembangan anak.
4. Rencana Perawatan
Setelah diagnosis autisme dibuat, buatlah rencana perawatan yang sesuai untuk
anak tersebut. Ini mungkin mencakup terapi perilaku, terapi bicara, atau berbagai
jenis terapi lainnya.
5. Dukungan Keluarga
Pastikan keluarga mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk menghadapi
tantangan yang mungkin timbul. Grup dukungan keluarga dan terapi keluarga dapat
membantu.
6. Pendidikan dan Terapi
Segera mulai program pendidikan dan terapi yang sesuai dengan kebutuhan
anak. Ini dapat membantu anak mengembangkan keterampilan sosial, komunikasi,
dan adaptasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Pemantauan Progres
Terus pantau perkembangan anak secara rutin. Reevaluasi hasil observasi dan
perubahan perilaku untuk memastikan bahwa rencana perawatan berjalan dengan
baik

Penting untuk diingat bahwa setiap anak dengan autisme unik, jadi pendekatan
perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.
Konsultasikan dengan profesional kesehatan dan pendidik yang berpengalaman dalam
autisme untuk panduan yang lebih spesifik.
C. PENGERTIAN GANGGUAN SPEKTRUM AUTISME DARI BERBAGAI
SUDUT PANDANG
1. Gangguan sprektrum autis menurut DSM IV

Dalam Diagnostic and Statistics of Mental Disorders IV-Text Revison (DSM IV-
TR), gangguan Autisme dikategorikan sebagai gangguan yang pertama kali muncul
pada masa kanak, dimana secara khas anak akan mengalami gangguan perkembangan
pada 3 bidang, yaitu: gangguan sosial, komunikasi, dan perilaku dengan minat terbatas
dan berulang (American Psychiatric Asociation, 2000).

2. Gangguan sprektrum autis menurut DSM V

Sedangkan dalam Diagnostic and Statistics of Mental Disorders V (DSM V),


autisme dijelaskan sebagai sekelompok gangguan perkembangan yang berpengaruh
hingga sepanjang hidup yang memiliki dasar penyebab gangguan perkembangan di
otak (neurodevelopmental).Ciri-ciri autism adalah Kurang dalam berkomunikasi dan
interaksi social. Memiliki Prilaku, Minat serta menjalani aktivitas yang berulang-ulang
dan terbatas.

D. PERSPEKTIF – PERSPEKTIF AUTISME


1. PERSPEKTIF PERKEMBANGAN
a) Perkembangan Sosial Anak Autis

Karakteristik anak autis pada perkembangan sosial antara lain:

1) Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.


2) Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindar untuk bertatapan
3) Sering menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia
inginkan, misalnya bila ingin meminta minum.
4) Menyendiri (aloof): terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak acuh,
dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku
dan perhatian yang terbatas (tidak hangat).
5) Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain
jika pola permaiannya disesuaikan dengan dirinya.
6) Aktif tapi aneh: secara spontan akan mendekati anak lain, namun
interaksi ini seringkali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.

b) Perkembangan Komunikasi Anak Autis


Karakteristik dalam komunikasi anak autis biasanya antara lain :
1) Bergumam
2) Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
3) Sering mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan
kesukaran dalam mengggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan
benar
4) Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang
pernah mereka dengar sebelumnya tanpa bermaksud untuk
berkomunikasi
5) Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik,
seperti "saya" menjadi "kamu" dan menyebut diri sendiri sebagai
"kamu"
6) Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau
lagu dari iklan tv dan mengucapkannya di muka orang lain dalam
suasana yang tidak sesuai.
7) Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti kiasan, seperti seorang
anak berkata "sembilan" setiap kali ia melihat kereta api.
8) Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat
berbicara dengan baik, karena tidak tahu kapan giliran mereka, memilih
topik pembicaraan, atau melihat kepada lawan bicaranya.
9) Bicaranya monoton, kaku, dan menjemukan.
10) Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui
nada suara
11) Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan
keinginannya, tetapi dengan mengambil tangan orangtuanya untuk
mengambil obyek yang dimaksud.
12) Mengalami gangguan dalam komunikasi nonverbal; mereka sering tidak
menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk
mengekspresikan perasaannya atau untuk merabarasakan perasaan
orang lain, misalnya menggelengkan kepala, melambaikan tangan,
mengangkat alis, dan sebagainya.
c) Perkembangan sensoris
1) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
2) Sering menggunakan indera penciuman dan perasanya seperti senang
mencium-cium dan menjilat-jilat mainan atau benda-benda.
3) Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak bisa dipeluk
4) Tidak sensitif terhadap rasa sakit.
d) Pola bermain
1) Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
2) Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda
sepeda, gasing
3) Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu
rodanya diputar-putar.
4) Tidak kreatif, tidak imajinatif.
5) Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus
dan dibawa kemana-mana.
2. PERSPEKTIF PERILAKU
Menurut Handojo (2003:10) perilaku merupakan segala tingkah laku
seorang individu baik kecil maupun besar yang dapat dilihat, didengar dan
dirasakan (oleh indera perasa di kulit, dan bukan yang dirasakan di hati) oleh
orang lain atau diri sendiri.
Teori behaviouristik mengatakan tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh
aturan, bisa diramalkan, dan bisa ditentukan. Tiga kondisi yang memungkinkan
perubahan perilaku:
1) Perubahan dapat terjadi apabila individu memperoleh bantuan atau
bimbingan untuk membuat perubahan.
2) Perubahan cenderung terjadi apabila orang-orang yang dihargai
memperlakukan individu dengan cara yang baru atau berbeda (kreatif dan
tidak monoton).
3) Apabila ada motivasi yang kuat dari pihak individu sendiri untuk membuat
perubahan.
Proses perkembangan itu berlangsung secara bertahap, dalam arti:
1) Bahwa perubahan yang terjadi bersifat maju meningkat atau mendalam atau
meluas secara kualitatif maupun kuantitatif. (prinsip progressif)
2) Bahwa perubahan yang terjadi antar bagian dan atau fungsi organisme itu
terdapat interpedensi sebagai kesatuan integral yang harmonis. (prinsip
sistematik)
3) Bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara
beraturan dan tidak kebetulan dan meloncat-loncat.(prinsip
berkesinambungan).

PERILAKU ANAK AUTIS

Karakteristik anak autis dalam perilaku dan pola bermain biasanya adalah
sebagai berikut:

a. Abnormalitas dalam bermain, seperti stereotip, diulang-ulang dan tidak


kreatif

b. Tidak menggunakan mainannya dengan sesuai

c. Menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru


d. Minatnya terbatas, sering aneh, dan diulang-ulang

e. Hiperaktif pada anak prasekolah atau sebaliknya hipoaktif.

f. Gangguan pemusatan perhatian, impulsifitas, koordinasi motorik


terganggu, kesulitan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

Selain itu, Sugiarmin mengatakan beberapa gangguan dalam tingkah anak autis
seperti berikut:

a. Senang bermain sendiri.

b. tidak acuh terhadap lingkungan

c. tidak mau diatur, semaunya-menyakiti diri

d. melamun, bengong dengan tatapan mata

e. kelekatan pada benda tertentu-tingkah laku tidak terarah, mondar mandir


tanpa tujuan, lari-lari, manjat-manjat, berputar-putar, melompat-lompat,
mengepak-ngepak tangan, berteriak-teriak, berjalan berjinjit-jinjit.

Pada anak autistik terlihat adanya perilaku yang berlebihan dan kekurangan.
Contoh perilaku yang berlebihan adalah adanya hiperaktivitas motorik, seperti
tidak bisa diam, jalan mondar-mandir tanpa tujuan yang jelas, melompat-
lompat, berputar-putar, memukul-mukul pintu atau meja, mengulang-ulang
suatu gerakan tertentu.

Contoh perilaku yang kekurangan adalah duduk diam, bengong dengan tatap
mata yang kosong, melakukan permainan yang sama/monoton dan kurang
variatif secara berulang-ulang, sering duduk diam terpukau oleh sesuatu hal,
misalnya bayangan dan benda yang berputar.Kadang-kadang ada kelekatan
pada benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet
atau apa saja yang terus dipegangnya dan dibawa kemana-mana. Ini
menunjukkan anak autis cenderung berperilaku ritualistic.

3. PERSPEKTIF NEUROLOGI
Gangguan neurologi adalah penyakit pada sistem saraf pusat dan sistem
saraf perifer. Penyakit ini mempengaruhi banyak bagian di sistem saraf, seperti
otak, sumsum tulang belakang, saraf kranial, akar saraf, sambungan
neuromuskular, dan lainnya. Ada banyak jenis gangguan saraf, seperti strok dan
demensia.
Gangguan Neurologis dan Perkembangan:
Perkembangan sistem saraf anak merupakan proses yang kompleks dan
rumit. Berbagai faktor, seperti kecenderungan genetik, lingkungan prenatal, dan
pengalaman awal kehidupan, dapat mempengaruhi hasil neurologis. Beberapa
anak mungkin mengalami keterlambatan dalam bidang perkembangan seperti
motorik kasar dan halus, persepsi kognitif, bicara, bahasa, sosio emosional dan
keterampilan adaptif, karena berbagai sebab seperti faktor bawaan,
metabolisme, genetik, infektif, dan lingkungan. Keterlambatan perkembangan
adalah ketika anak Anda lambat mencapai satu atau lebih tahap perkembangan
dibandingkan teman sebayanya. Beberapa kelainan yang dapat mempengaruhi
tumbuh kembang pada anak adalah Cerebral Palsy, Sindrom Genetik,
Gangguan Spektrum Autisme, Gangguan Attention Deficit Hyperactivity,
Gangguan Belajar Spesifik, Disabilitas Intelektual, dan Gangguan Perilaku.
Deteksi dini keterlambatan perkembangan dan intervensi dini yang tepat
sangat penting untuk mengurangi gangguan fungsional, meminimalkan tingkat
kecacatan, dan meningkatkan kualitas hidup. Misalnya, kesulitan makan dapat
menyebabkan malnutrisi parah, dan gangguan motorik dapat menyebabkan
kontraktur dan kelainan bentuk tanpa terapi yang memadai, dan keterlambatan
identifikasi gangguan pendengaran yang menyebabkan buruknya hasil bicara
dan bahasa.
Memahami sistem saraf, perkembangan dan fungsinya, membantu
orang tua, pengasuh, dan profesional kesehatan untuk mendapatkan lebih
banyak pengetahuan tentang perkembangan anak, konsep mendorong
neuroplastisitas adaptif, dan pentingnya intervensi dini. Hal ini juga
menggarisbawahi pentingnya menyediakan lingkungan yang mengasuh dan
menstimulasi perkembangan otak yang sehat pada anak usia dini.
PEMERIKSAAN NEUROLOGI ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu
anamnesis, pemeriksaan kesadaran, tanda rangsang meningeal dan pemeriksaan
nyeri.
1. anamnesa merupakan suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga
pasien dengan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk
memperoleh keterangan- keterangan tentang keluhan dan riwayat penyakit
yang diderita pasien. Tujuan dalam kegiatan anamnesa adalah untuk
memperoleh
2. PENGERTIAN Pemeriksaan kesadaran dengan pemeriksaan GCS adalah
pemeriksaan tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan skala coma
Glasgow
3. Nyeri adalah bentuk ketidaknyamanan baik sensori maupun emosional yang
berhubungan dengan resiko atau aktualnya kerusakan jaringan tubuh, timbul
ketika jaringan sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi
untuk menghilangkan rasa nyeri.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Autos” = Diri Sendiri “Isme”=
Kegiatan. Perkembangan yang abnormal atau masalah perkembangan pada interaksi sosial dan
komunikasi serta kegiatan dan minat yang terbatas dan berulang. "the presence of markedly
abnormal or impaired development in social interaction and communication and a markedly
restricted repertoire of activity and interests" (APA, DSM IV th rev, 2000).

Pembahasan hasil observasi anak autis harus dilakukan secara hati-hati dan profesional.
Berikut adalah beberapa langkah yang bisa membantu dalam pembahasan tersebut:

1. Analisis Data
2. Konsultasi dengan Ahli
3. Komunikasi dengan Orang Tua
4. Rencana Perawatan
5. Dukungan Keluarga
6. Pendidikan dan Terapi
7. Pemantauan Progres

Dalam Diagnostic and Statistics of Mental Disorders IV-Text Revison (DSM IV-TR),
gangguan Autisme dikategorikan sebagai gangguan yang pertama kali muncul pada masa
kanak, dimana secara khas anak akan mengalami gangguan perkembangan pada 3 bidang,
yaitu: gangguan sosial, komunikasi, dan perilaku dengan minat terbatas dan berulang
(American Psychiatric Asociation, 2000). Sedangkan dalam Diagnostic and Statistics of
Mental Disorders V (DSM V), autisme dijelaskan sebagai sekelompok gangguan
perkembangan yang berpengaruh hingga sepanjang hidup yang memiliki dasar penyebab
gangguan perkembangan di otak (neurodevelopmental).Ciri-ciri autism adalah Kurang dalam
berkomunikasi dan interaksi social. Memiliki Prilaku, Minat serta menjalani aktivitas yang
berulang-ulang dan terbatas.
DAFTAR PUSTAKA

Setyaningsih, W. (2016). Hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial anak
autisme di slb harmoni surakarta. Jurnal Kesehatan, 6(2).

Ferasinta, F. (2020). Perspektif Orangtua Terkait Kemandirian Anak Autis Pada Aspek Sosial. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, 8(2), 102-106.

Nurfadhillah, S., Aqwal, S. M., Mediana, P. A., Akmalia, N. W., Utami, I., & Sofyan, R. W. I. (2021).
Pembelajaran Anak Autisme di SDN Larangan 5. BINTANG, 3(3), 507-516.

Mahmud, M. (2010). Anak autis. Penelitian,(pp. 1â, 14.).

Mahardani, D. Y. (2016). Kemampuan komunikasi dalam berinteraksi sosial anak autis di sekolah dasar
negeri Bangunrejo 2. WIDIA ORTODIDAKTIKA, 5(6), 584-591.

You might also like