You are on page 1of 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional,

pembangunan dunia usaha di Indonesia turut pula berkembang dengan

pesat. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya pengusaha baik yang

bertindak secara pribadi maupun bersama-sama mendirikan perusahaan

dengan tujuan mencari keuntungan. Orang pribadi maupun perusahaan

dalam menjalankan usahanya tentu memerlukan modal, baik berupa uang

maupun barang-barang. Semakin besar usaha yang akan dijalankan tentu

semakin besar pula modal yang diperlukan perusahaan. Untuk memenuhi

kebutuhan akan modal tersebut, sering sekali mereka melakukan pinjaman

kepada pemilik modal/kreditur. Orang/perusahaan yang menerima pinjaman

dari pemilik modal/kreditur secara umum disebut dengan debitur.

Saat menjalankan usaha kemungkinan debitur akan mengalami

keuntungan atau kerugian. Jika debitur tersebut mengalami keuntungan tentu

debitur tersebut dapat bertahan bahkan terus berkembang. Namun

kenyataannya keadaan debitur tidaklah selalu dalam keadaan baik, sering

sekali debitur mengalami kerugian atau kesulitan dibidang keuangan sehingga

sulit untuk mempertahankan jalannya usaha dan tidak sanggup membayar

1
utang-utangnya atau dapat dikategorikan bahwa perusahaan mengalami

corporate failure jika debiturnya perusahaan.1

Pemberian pinjaman atau kredit yang diberikan kreditur kepada

debitur dilakukan karena adanya kepercayaan bahwa debitur dapat

mengembalikan pinjaman tersebut kepada kreditur sesuai kesepakatan.

Karena itulah mengapa pinjaman dari seorang kreditur kepada seorang

debitur disebut dengan kredit (credit) yang berasal dari kata creder yang

berarti kepercayaan atau trust.2 Bagi debitur membayar utang kepada

kreditur sesuai dengan kesepakatan para pihak sudah merupakan suatu

kewajiban. Apabila kewajiban membayar utang tersebut berjalan lancar maka

tentu tidak akan ada masalah. Namun permasalahan akan timbul ketika

debitur mengalami kesulitan untuk membayar utangnya sesuai

kesepakatan. Dengan kata lain debitur berada dalam keadaan berhenti

membayar utang yang tentunya akan menimbulkan kerugian bagi pihak

kreditur.

Debitur yang mengetahui bahwa keadaan keuangannya dalam

kesulitan sehingga kemungkinan besar berhenti membayar utangnya, maka

dapat memilih beberapa langkah dalam menyelesaikan utangnya tersebut,

langkah-langkah yang dimaksud seperti mengadakan perdamaian diluar

pengadilan dengan para kreditornya atau mengadakan perdamaian di dalam

pengadilan apabila debitur tersebut digugat secara perdata. Debitur juga dapat

1
Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, Sofmedia, Jakarta, 2010, hlm. 3.
2
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillissmentsverordening Juncto
Undang-Undang No. 4 Tahun1998, Pustaka Utama Grafity, Jakarta, 2002, hlm. 6.

2
mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

serta mengajukan perdamaian dalam PKPU. Langkah lain adalah dengan

mengajukan permohonan agar dirinya dinyatakan pailit oleh pengadilan.3

Salah satu pilihan adalah mengajukan permohonan PKPU.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

(selanjutnya akan disebut UUKPKPU) Pembayaran Utang pada Bab III

tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dari Pasal 222 sampai

dengan Pasal 294.

Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 UUKPKPU, debitur yang tidak dapat

atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan pembayaran

utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon

penundaan pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana

perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian

utang kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of

payment atau Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang

diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam

masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk

memusyawarahkan cara- cara pembayaran hutangnya dengan memberikan

rencana pembayaran seluruh atau sebagian hutangnya, termasuk

3
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang Alumni, Bandung, 2006, hlm. 201.

3
apabila perlu untuk merestrukturisasi hutangnya tersebut. 4 Untuk

memulihkan utang-utangnya kepada kreditur, langkah PKPU ini jelas relatif

lebih baik dilakukan oleh debitur.5 Dalam PKPU debitur lepas dari peristiwa

kepailitan, dimana hal ini sangat ditakuti oleh para pengusaha karena

dampaknya sangat luas baik terhadap karir debitur selaku pengurus

perusahaan, maupun terhadap sekalian harta kebendaannya dan juga terhadap

sekian banyak nasib karyawan dan relasi-relasinya yang mungkin untuk

menghimpun dan membinanya memerlukan kerja keras dan waktu

yang lama. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang harus diajukan

oleh debitur sebelum adanya keputusan pernyataan pailit oleh putusan

Pengadilan Niaga.

Pemberesan harta debitur pailit berarti kepunahan baik dalam harta

benda perusahaan maupun nama baik debitur walaupun nantinya ada langkah-

langkah rehabilitasi disediakan oleh undang-undang. Melalui PKPU ini,

selama batas waktu yang telah disepakati, pihak debitur dan pengurus tidak

lagi direpoti oleh gangguan dari para kreditur yang menuntut pelunasan

utang, karena semua masalah telah dijadwal atas hasil kesepakatan bersama

dan keputusan perdamaian tersebut bersifat mengikat sehingga situasinya

akan jauh berbeda pada saat debitur berada dalam kondisi sebelum PKPU

dijalankan yang mana sewaktu-waktu pihak kreditur dapat mengganggu

4
Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti,
Bandung,1999, hlm. 15.
5
Bramantyo Djohan Putro, Resrtukturisasi Perusahaan Berbasis Nilai,PM,Bandung,
2004, hlm. 96.

4
aktivitas kerja perusahaan bahkan sewaktu waktu dapat memohonkan

debitur pailit.6

Penyelenggaraan PKPU merupakan suatu jalan untuk menghindari

debitur dari proses kepailitan. Namun adakalanya PKPU yang

diselenggarakan juga tidak berhasil hal ini dapat disebabkan oleh berbagai

faktor yang menjadi kendala, salah satunya faktor kurangnya kepercayaan

dari kreditur-kreditur yang baru untuk memberi pinjaman guna kelanjutan

usaha debitur, atau para kreditur baru bersedia memberikan pinjaman dengan

persyaratan yang cukup memberatkan debitur, sehingga bukannya perbaikan

perusahaan yang akan terjadi, malah sebaliknya. Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang yang dimintakan oleh debitur maupun kreditur sebaiknya

dilakukan dengan cukup hati-hati dan penuh ketelitian, karena sekali para

pihak salah langkah dapat menyebabkan kehancuran pengelolaan harta

kekayaan perusahaan debitur. Oleh sebab itu pemilihan terhadap pengurus

PKPU yang berkualitas akan sangat menentukan arah atau langkah

perusahaan selanjutnya.

Pelaksanaan PKPU sangat di dukung oleh keterlibatan pengurus

PKPU dalam mengurus aset kekayaan debitur, sehingga segala sesuatunya

harus dapat penanganan yang teliti dari seorang atau beberapa pengurus

PKPU yang ditunjuk dalam proses PKPU oleh pengadilan. Berhasil atau

tidaknya proses PKPU sangat ditentukan oleh pengurus PKPU yang handal,

yang mampu melaksanakan eksistensinya sebagai pengurus yang tidak

6
Idem., hlm. 202.

5
memihak kepada salah satu pihak manapun. Kreditur maupun debitur harus

patuh dan tunduk kepada kewenangan pengurus PKPU yang tentunya

mempunyai batas-batas sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Kewenangan pengurus PKPU juga berdampak pada berhasil atau

tidaknya tujuan dilakukannya PKPU, yaitu untuk mencegah kepailitan

seorang debitur atau perusahaan yang tidak dapat membayar tetapi mungkin

dapat membayar dimasa yang akan datang dalam jangka waktu yang

disepakati bersama antara debitur dan kreditur.7

Kurator dalam kepailitan menggantikan posisi debitur yang pailit

dalam melakukan pengurusan terhadap harta kekayaannya, tetapi seorang

pengurus PKPU tidak menggantikan debitur. Karena pada prinsipnya yang

satu tidak dapat bertindak tanpa yang lainnya, dalam PKPU pengurus

bersama-sama dengan debitur melakukan pengurusan atas perusahaan atau

aset debitur.8 Pada saat Putusan Hakim Pengadilan Niaga mengabulkan

permohonan PKPU, pada saat itu juga diangkatlah satu atau lebih pengurus

PKPU oleh hakim tersebut yang menyebabkan pembatasan ruang gerak

debitur terhadap keleluasaannya mengurus dan mempergunakan harta

kekayaannya, dimana ia tidak diperkenankan untuk mengelola usahanya

tanpa kerjasama dengan pengurus PKPU.

Salah satu peristiwa PKPU yang akhir-akhir ini sering disorot adalah

proses PKPU Koperasi Cipaganti Karya Graha Persada (yang selanjutnya

akan disebut Koperasi Cipaganti). Koperasi Cipaganti adalah badan hukum


7
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press,Malang, 2008, hlm. 190.
8
Syamsudin Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, Tatanusa, Jakarta, 2012, hlm. 276.

6
yang bergerak dibidang pengumpulan dana dari masyarakat, baik dari

anggota Koperasi Cipaganti maupun dari pihak di luar koperasi yang

kemudian dikenal sebagai Mitra. Sejak tahun 2008 hingga bulan Mei tahun

2014 Koperasi Cipaganti telah mengumpulkan hingga Rp. 3.200.000.000,-,

dana tersebut kemudian disalurkan kepada badan usaha lainnya dalam

Cipaganti Group. Sistem profit yang dijanjikan adalah bagi hasil sebesar

1,6% hingga 1,95% setiap bulannya. Namun sejak akhir tahun 2013, Koperasi

Cipaganti tidak dapat memenuhi janjinya untuk membayar bagi hasil yang

telah disepakati tersebut kepada para Mitranya.

Para kreditor Koperasi Cipaganti kemudian mengajukan permohonan

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut PKPU)

terhadap Koperasi Cipaganti kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat. Kemudian pada tanggal 19 Mei 2014 Pengadilan Niaga

memutuskan bahwa Koperasi Cipaganti berada dalam keadaan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang Sementara dengan jangka waktu selama 45

hari.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa debitur tidak dapat melakukan

tindakan kepengurusan terhadap harta debitur tanpa izin dari pengurus.

Namun bagaimana hubungan kerjasama antara debitur dan pengurus dalam

pengurusan harta, dan sejauh manakah kewenangan pengurus PKPU dalam

pengurusan harta debitur yang diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU. Hal

inilah yang menarik untuk dikaji lebih jauh lagi, sehingga lebih jelas lagi

7
batas-batas kewenangan serta sejauh mana peran masing-masing pihak dalam

PKPU.

Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis tertarik untuk membahas dan

menuangkannya ke dalam penulisan dalam bentuk makalah yang berjudul

“PERAN, TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS DALAM

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, dapat ditarik pokok

permasalahan yang akan menjadi dasar dalam penyusunan makalah ini sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah tugas dan wewenang Pengurus dalam Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terkait dengan kasus PKPU

terhadap Koperasi Cipaganti tersebut ?

2. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang independensi Pengurus

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dalam hukum

kepailitan Indonesia?

8
BAB II

PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG SEBAGAI

ALTERNATIF PENYELESAIAN PEMBAYARAN UTANG

A. Prosedur Permohonan PKPU

Ada dua cara yang disediakan oleh UUKPKPU agar debitur dapat

terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika debitur telah atau

akan berada dalam keadaan insolven. Cara yang pertama adalah dengan

mengajukan PKPU. PKPU diatur dalam Bab III, Pasal 222 sampai dengan

Pasal 294 UUKPKPU. Berdasarkan Pasal 222 ayat (2) UUKPKPU, debitur

yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan

pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat

memohon penundaan pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan

rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian

utang kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of

payment atau Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang

diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam

masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk

memusyawarahkan cara-cara pembayaran hutangnya dengan memberikan

rencana pembayaran seluruh atau sebagian hutangnya, termasuk apabila

perlu untuk merestrukturisasi hutangnya tersebut.9

9
Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999), hlm. 15

9
Cara yang kedua yang dapat ditempuh oleh debitur agar harta

kekayaan terhindar dari likuidasi adalah mengadakan perdamaian antara

debitur dengan para krediturnya setelah debitur dinyatakan pailit oleh

pengadilan. Perdamaian itu memang tidak dapat menghindarkan

kepailitan, karena kepailitan itu sudah terjadi, tetapi apabila perdamaian itu

tercapai maka kepailitan debitur yang telah diputuskan oleh pengadilan itu

menjadi berakhir10. Dengan kata lain, dengan cara ini pula debitur dapat

menghindarkan diri dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaannya

sekalipun kepailitan sudah diputuskan oleh pengadilan. Perdamaian tersebut

dapat mengakhiri kepailitan debitur hanya apabila dibicarakan bersama

melibatkan semua kreditur. Apabila perdamaian hanya diajukan dan

dirundingkan dengan hanya satu atau beberapa kreditur, maka kepailitan

debitur tidak dapat diakhiri.

Tujuan pengajuan PKPU, menurut Pasal 222 ayat 2 UUKPKPU,

adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran

pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Menurut penjelasan

Pasal 222 ayat (2) UU KPKPU, yang dimaksud dengan kreditur adalah

baik kreditur konkuren maupun kreditur yang didahulukan. Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang adalah prosedur hukum (atau upaya hukum)

yang memberikan hak kepada setiap debitur maupun kreditur yang tidak

dapat memperkirakan melanjutkan pembayaran utangnya, yang sudah jatuh

tempo11. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat diajukan secara

10
Idem, hlm. 327.
11
Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hlm. 37.

10
sukarela oleh debitur yang telah memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat

membayar utang- utangnya dan PKPU adalah suatu keringanan yang

diberikan kepada suatu debitur untuk menunda pembayaran utangnya, debitur

mempunyai harapan dalam waktu yang relatif tidak lama akan memperoleh

penghasilan yang akan cukup melunasi semua utang-utangnya.

Pada hakikatnya PKPU berbeda dengan kepailitan, PKPU tidak

berdasarkan pada keadaan dimana debitur tidak membayar utangnya atau

insolven dan juga tidak bertujuan dilakukannya pemberesan budel pailit.

PKPU tidak dimaksudkan untuk kepentingan debitur saja, melainkan juga

untuk kepentingan para krediturnya. Menurut Fred B.G. Tumbuan, PKPU

bertujuan menjaga jangan sampai seorang debitur, yang karena suatu keadaan

semisal keadaan likuid dan sulit memperoleh kredit, dinyatakan pailit,

sedangkan bila ia diberi waktu besar kemungkinan ia akan mampu untuk

melunaskan utang-utangnya, jadi dalam hal ini akan merugikan para kreditur

juga.12 Oleh karenanya dengan memberi waktu dan kesempatan kepada

debitur melalui PKPU maka debitur dapat melakukan reorganisasi usahanya

ataupun restrukturisasi utang-utangnya, sehingga ia dapat melanjutkan

usahanya dan dengan demikian ia dapat melunasi utang-utangnya.

Kartini Muljadi13, menambahkan bahwa debitur selama PKPU tidak

kehilangan penguasaan dan hak (beheer en beschikking) atas kekayaannya,

tetapi hanya kehilangan kebebasannya dalam menguasai kekayaannya.

Apabila dalam kepailitan debitur tidak lagi berwenang mengurus dan


12
Idem. hlm. 329.
13
Idem. hlm. 330.

11
memindahtangankan kekayaannya, tetapi dalam PKPU debitur masih dapat

melakukan pengurusan dan kepemilikan atas harta kekayaannya asalkan hal

tersebut disetujui oleh pengurus PKPU (Pasal 240 ayat (1) UUKPKPU).

Selanjutnya Pasal 240 ayat (4) UUKPKPU menyebutkan, bahkan atas dasar

kewenangan yang diberikan oleh pengurus PKPU, debitur dapat melakukan

pinjaman dari pihak ketiga semata-mata dalam rangka meningkatkan nilai

harta debitur. Dalam hal ini bila untuk mendapatkan pinjaman dimintakan

jaminan atau agunan maka yang dapat dijaminkan adalah terhadap harta

debitur yang belum dijadikan jaminan utang sebelumnya.

Perbedaan antara PKPU dan kepailitan, dimana dalam PKPU debitur

tetap memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum mengalihkan

dan mengurus kekayaannya sepanjang hal itu dilakukan dengan persetujuan

pengurus PKPU yang ditunjuk secara khusus oleh pengadilan berkenaan

dengan proses PKPU tersebut. Sedangkan dalam hal debitur dinyatakan pailit

oleh pengadilan, maka debitur tersebut tidak lagi berwenang untuk

mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya yang telah menjadi harta

pailit. Kewenangan tersebut sepenuhnya berada ditangan kurator.

Prinsip PKPU jelas berbeda dengan prinsip kepailitan, yaitu untuk

memperoleh pelunasan secara proporsional dari utang-utangnya debitur.

Meskipun pada prinsipnya kepailitan masih membuka pintu menuju

perdamaian.14PKPU dan kepailitan adalah dua hal yang berbeda, dimana

PKPU jelas sangat bermanfaat, karena perdamaian yang dilakukan melalui

14
Idem., hlm. 37

12
PKPU akan mengikat juga kreditur lain diluar PKPU, sehingga debitur dapat

melanjutkan restrukturisasi usahanya, tanpa takut terganggu oleh tagihan-

tagihan kreditur yang berada di luar PKPU. Selain itu, kreditur juga

seharusnya terjamin melalui PKPU, karena bila terjadi pelanggaran terhadap

perjanjian perdamaian tersebut, maka kreditur dapat mengajukan permohonan

pembatalan perjanjian perdamaian kepada pengadilan niaga dan debitur

otomatis dinyatakan pailit. Hal ini juga berbeda dengan proses restructuring

biasa, yang apabila terjadi breach perjanjian, tentunya harus dilalui proses

gugat perdata yang berliku-liku dan waktunya panjang. Proses

restructuring hanya mengikat kreditur tertentu saja namun dalam PKPU

mengikat semua kreditur. Sedangkan dalam kepailitan, walaupun juga ada

mengenal perdamaian, namun pada dasarnya kepailitan itu ditujukan pada

pemberesan harta pailit yang dilakukan dengan cara menjual seluruh boedel

pailit dan membagikan hasil penjualan tersebut kepada para kreditur yang

berhak menurut urutan yang ditentukan dalam undang-undang.

Perbedaan antara PKPU dengan kepailitan juga terdapat dalam

prosedur yang harus ditempuh. Peraturan prosedur pada PKPU kurang

luas dibandingkan dengan peraturan prosedur dalam kepailitan. 15 PKPU

harus diajukan sebelum debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan

Niaga, sebab apabila PKPU diajukan setelah debitur dinyatakan pailit, maka

hal ini tidak ada gunanya lagi. Sehubungan dengan itu, maka berdasarkan

Pasal 229 ayat (3) UUKPKPU menentukan bahwa apabila permohonan

15
Sunarmi, Op.cit., hlm. 202

13
pernyataan pailit dan permohonan PKPU diperiksa pada saat yang bersamaan,

maka permohonan PKPU harus diputuskan terlebih dahulu.

Pasal 222 UUKPKPU menentukan bahwa:

1. PKPU diajukan oleh debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditur

atau oleh kreditur

2. Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat

melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat

ditagih dapat memohon PKPU, dengan maksud untuk mengajukan

rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau

seluruh utang kepada kreditur.

3. Kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan

membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat

memohon agar kepada debitur diberi PKPU, untuk memungkinkan debitur

mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran

sebagian atau seluruh utang kepada krediturnya.

Ketentuan Pasal 222 tersebut diketahui bahwa yang dapat mengajukan

permohonan PKPU adalah debitur dan kreditur. Debitur dapat mengajukan

permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang hanya apabila debitur

mempunyai lebih dari satu kreditur. Selain itu, syarat lain bagi debitur agar

dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang,

yaitu apabila debitur juga sudah dalam keadaan tidak dapat atau

memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya

yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.

14
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menentukan tidak semua

debitur dapat mengajukan sendiri permohonan penundaan kewajiban

pembayaran utang. Dalam hal debitur adalah bank, perusahaan efek, bursa

efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan

penyelesaian, perusahaan asuransi, perusahaan re-asuransi, dana pensiun,

dan badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik

maka yang dapat mengajukan permohonan PKPU yaitu:16

1. Bank Indonesia dalam hal debitur adalah bank,

2. Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur adalah perusahaan efek,

bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan

dan penyelesaian, dan

3. Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi,

perusahaan re-asuransi dan dana pensiun, dan badan usaha milik negara

yang bergerak di bidang kepentingan publik.

Permohonan PKPU dapat diajukan oleh debitur baik sebelum

permohonan pernyataan pailit diajukan maupun setelah permohonan

pernyataan pailit diajukan sebagimana ketentuan Pasal 222 jo Pasal 229 ayat

(4) UUKPKPU, yang penting sebelum adanya keputusan hakim yang tetap

menyatakan debitur pailit. Sehubungan dengan dimungkinkannya

permohonan PKPU diajukan setelah pengadilan niaga menerima permohonan

pernyataan pailit,dapat terjadi kemungkinan sebagai berikut:17

16
Syamsudin Sinaga, Op.cit., hlm. 265
17
Sutan Remi Syahdeini, Op.cit. hlm 338.

15
1. Permohonan pernyataan pailit telah diterima oleh pengadilan niaga

tetapi belum diperiksa, dan sementara permohonan pernyataan pailit belum

diperiksa, pengadilan niaga menerima pula permohonan PKPU dari

debitur atau dari kreditur yang bukan pemohon kepailitan.

2. Permohonan pernyataan pailit telah diterima oleh pengadilan niaga, dan

sementara permohonan pernyataan pailit itu sedang diperiksa oleh

pengadilan niaga, debitur atau kreditur yang bukan pemohon kepailtan

juga mengajukan PKPU.

Prosedur permohonan PKPU diuraikan berdasarkan ketentuan Pasal

224 UUKPKPU yang berbunyi sebagai berikut:

1. Permohonan PKPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus

diajukan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan

ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokadnya.

2. Dalam hal pemohon adalah debitur, permohonan PKPU harus disertai

daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta

suratbukti secukupnya.

3. Dalam hal pemohon adalah kreditur, pengadilan wajib memanggil

debitur melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7

(tujuh) hari sebelum sidang.

4. Pada sidang sebagaimana dimaksud pada ayat 3, debitur mengajukan

daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang debitur beserta surat

bukti secukupnya dan bila ada rencana perdamaian.

16
5. Pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat

dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222.

6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2) , ayat

(3), ayat (4) dan ayat (5) berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara

pengajuan PKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Berdasarkan ketentuan Pasal 224 UUKPKPU tersebut, maka

permohonan PKPU harus diajukan secara tertulis kepada Pengadilan

Niaga disertai dengan daftar uraian mengenai harta beserta surat-surat bukti

selayaknya. Surat permohonan itu harus ditandatangani baik oleh debitur

maupun penasehat hukumnya.18 Dengan demikian, debitur harus menunjuk

penasehat hukum bila ingin mengajukan permohonan PKPU. Namun

permohonan tersebut tidak dapat diajukan sendiri oleh penasehat hukum

tetapi harus bersama-sama dengan debitur. Pada surat permohonan tersebut

dapat juga dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 222 UUKPKPU terhadap permahonan PKPU yang diajukan ke

pengadilan niaga, maka pengadilan terlebih dahulu akan memutus PKPU

Sementara kepada debitur sebelum PKPU Tetap. Adapun tujuan PKPU

Sementara ini adalah :

1. Agar segera tercapai keadaan diam (stay atau standstill)19 sehingga

memudahkan pencapaian kata sepakat diantara kreditur dengan

debitur menyangkut pada rencana perdamaian yang dimaksudkan oleh

debitur.
18
Idem. hlm. 341.
19
Idem. hlm. 344.

17
2. Memberi kesempatan kepada debitur untuk menyusun rencana

perdamaian berikut segala persiapan-persiapan yang diperlukan apabila

rencana perdamaian belum dilampirkan dalam pengajuan PKPU

sebelumnya.

Permohonan diajukan oleh debitur, pengadilan dalam waktu paling

lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan,

sebagaimana dimaksud di atas, hakim harus mengabulkan PKPU Sementara

dengan batas waktu 45 hari dan harus menunjuk seorang hakim pengawas

serta mengangkat satu orang atau lebih pengurus yang bersama-sama debitur

mengurus harta si debitur. Namun apabila permohonan diajukan oleh

kreditur, pengadilan dalam waktu paling lambat 20 hari sejak tanggal

didaftarkannya surat permohonan tersebut, harus mengabulkan PKPU

Sementara dan harus menunjuk hakim pengawas serta mengangkat satu atau

lebih pengurus yang bersama-sama debitur mengurus harta debitur tersebut.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara berlaku sejak

tanggal PKPU Sementara tersebut ditetapkan dan berlangsung sampai dengan

tanggal sidang yang paling lambat diselenggarakan pada hari ke 45 terhitung

sejak PKPU Sementara ditetapkan. Segera setelah ditetapkannya putusan

PKPU Sementara, pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan

kreditur dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam

sidang yang diselenggarakan paling lambat pada hari ke-45 terhitung setelah

keputusan PKPU Sementara ditetapkan.

18
Pasal 229 UUKPKPU menentukan bahwa pemberian PKPU Tetap

berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:

1. Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditur konkuren yang

haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling

sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang

sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam

sidang tersebut; dan

2. Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditur yang

piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,

hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili

paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditur atau

kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.

Berlangsungnya PKPU sementara maupun PKPU tetap,

berdasarkan Pasal 242 UUKPKPU debitur tidak dapat dipaksa untuk

membayar utang-utangnya lagi. Selain itu, semua tindakan eksekusi yang

telah dimulai dalam rangka pelunasan utang harus ditangguhkan dan semua

sita yang telah diletakkan gugur dan dalam hal debitur disandera, debitur

harus segera dilepaskan segera setelah diucapkan keputusan PKPU Tetap atau

setelah keputusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum

tetap.20

B. Pihak-Pihak dalam PKPU


20
Syamsudi Sinaga, Op.Cit., hlm. 270

19
1. Debitur

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UUKPKPU, yang

dimaksud dengan debitur adalah orang yang mempunyai hutang karena

perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih

dimuka pengadilan. Dalam PKPU debitur belum atau tidak dinyatakan pailit

tetapi oleh Majelis Hakim diberi penundaan kewajiban pembayaran utang

dengan putusan. Debitur ini, sej20ak putusan PKPU diucapkan maka

bersama-sama dengan pengurus berhak mengurus harta debitur.21

Sesuai dengan Pasal 222 UUKPKPU, debitur yang mempunyai

lebih dari satu kreditur dapat mengajukan PKPU bila ia tidak dapat atau

memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-

utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Maksud pengajuan oleh

debitur ini ialah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi

tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur. Debitur

yang mengajukan ini dapat berupa debitur perorangan ataupun debitur

badan hukum.

Pada UUKPKPU menentukan tidak semua debitur dapat

mengajukan sendiri permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Ada beberapa pengecualian sehingga permohonan PKPU hanya dapat

diajukan oleh pihak yang berwenang yaitu:

a. Bank Indonesia jika debiturnya bank;

21
Idem, hlm. 15

20
b. Bapepam jika debiturnya perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring

dan penjaminan, dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian;

c. Menteri Keuangan jika debiturnya perusahaan asuransi, reasuransi, dana

pensiun dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik;

2. Kreditur

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 2 UUKPKPU, yang

dimaksud dengan kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena

perjanjian atau Undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

Dalam PKPU terdapat beberapa jenis kreditur yakni:

a. Kreditur separatis.

Kreditur separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan hutang

kebendaan (hak jaminan), seperti pemegang hak tanggungan, hipotik,

gadai, fidusia, dan hak agunan atas kebendaan lainnya. Kreditur ini

mempunyai kedudukan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan

kreditur lainnya. Kreditur ini dapat mengeksekusi haknya seolah-olah

tidak terjadi kepailitan. Namun pelaksanaannya harus ditangguhkan

terhitung 90 hari sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Kreditur

separatis dapat mengajukan permohonan pailit tanpa kehilangan hak

agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan

tetap memiliki hak untuk didahulukan dari kreditur yang lain.22

b. Kreditur preferen.

22
Ibid., hlm. 16-17

21
Berdasarkan pada Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata,

yang dimaksud dengan kreditur preferen adalah kreditur yang memiliki

hak istimewa atau hak prioritas sesuai dengan yang diatur oleh undang-

undang yang bersangkutan. Dalam kepailitan kreditur preferen mendapat

hak untuk didahulukan pembayarannya atas semua harta pailit

berdasarkan sifat piutangnya. Pembayarannya diistimewakan atas hasil

penjualan barang bergerak maupun barang tetap dari harta debitur pailit.

Tagihan yang preferen atas hasil eksekusi benda tertentu milik debitur

antara lain:23

a. ongkos-ongkos pengadilan

b. privelege orang yang menyewakan.

c. privelege si penjual

d. biaya menyelamatkan barang

e. biaya pembuatan (upah tukang)

f. hak istimewa pemilik rumah penginapan.

g. upah angkutan

h. hak istimewa para tukang batu, tukang kayu dan tukang bangunan,

i. hak istimewa atas penggantian serta pembayaran yang harus dipikul

oleh pegawai yang memangku jabatan umum

c. Kreditur konkuren.

Berdasarkan pada Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata.

Kreditur golongan ini adalah semua Kreditur yang tidak masuk Kreditur

23
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1993, hlm. 41.

22
separatis dan tidak termasuk Kreditur preferen. Kreditur konkuren atau

disebut juga kreditur bersaing adalah semua kreditur yang memiliki

piutang tanpa ikatan tertentu. Dalam kepailitan para kreditur

konkuren akan memperoleh pembayaran piutangnya menurut

perimbangan besar kecilnya piutang sebagaimana diatur dalam Pasal

1132 KUHPdt. Umumnya kreditur konkuren adalah kreditur yang paling

rentan mengalami kerugian dalam kepailitan dan harus berusaha keras

mendapatkan bagiannya menurut persentase yang ditentukan dalam rapat

verifikasi.24

PKPU pada dasarnya, hanya berlaku/ditujukan pada para

kreditur konkuren saja. Walaupun pada Pasal 222 ayat (2) UUKPKPU tidak

disebut lagi perihal kreditur konkuren seperti halnya ketentuan dalam Pasal

212 Undang-undang No. 4 Tahun 1998 yang secara jelas menyebutkan bahwa

debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat

melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat

ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan

maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang

meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur

konkuren.25 Namun pada Pasal 244 UUKPKPU menyatakan bahwa dengan

tetap memperhatikan ketentuan Pasal 246 UUKPKPU, penundaan

kewajiban pembayaran utang tidak berlaku terhadap :

24
Ibid.
25
Sri Wijiastuti, Lembaga PKPU Sebagai Sarana Restrukturisasi Utang Bagi Debitor
Terhadap Para Kreditor, Tesis: Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, 2010, hlm. 37

23
a. Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,

hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya.

b. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang sudah

harus dibayar dan hakim pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang

sudah ada dan belum dibayar sebelum penundaan kewajiban pembayaran

utang yang bukan merupakan tagihan dengan hak untuk diistimewakan.

c. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitur

maupun terhadap seluruh harta debitur yang tidak tercakup pada point b.

Walaupun PKPU ini hanya berlaku bagi para kreditur konkuren saja, tapi

hasil seluruh kesepakatan mengenai rencana perdamaian tetap berlaku dan

mengikat seluruh para kreditur baik kreditur konkuren maupun para

kreditur separatis dan dalam pelaksanaan sidang-sidang senantiasa

harus mengikut sertakan seluruh para krediturnya. Termasuk hak

untuk mengeluarkan suara selama Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang (PKPU) ini berjalan, termasuk pula dalam menanggapi usul-usul

rencana perdamaian.26

Menurut Remy Sjahdeini, kesepakatan mengenai rencana

perdamaian hanya mempunyai arti apabila setiap kreditur terikat baik

kreditur konkuren maupun kreditur preferen. Apabila tidak setiap kreditur

terikat dengan perdamaian yang tercapai, maka kedudukan debitur dan

kepentingan para kreditur yang terikat dengan perdamaian tersebut dapat

dibahayakan oleh kreditur yang tidak terikat yaitu kreditur preferen.

26
Sriwijiastuti, Op.,Cit, hlm. 41

24
Kreditur yang tidak terikat dengan perdamaian itu dapat mengajukan

permohonan pailit. Apabila permohonan pailit ini dikabulkan oleh

pengadilan, maka perdamaian yang telah disepakati antara debitur dan

para kreditur konkuren dan sedang berjalan implementasinya akan harus

dihentikan.27

3. Panitia Kreditur

Panitia Kreditur adalah pihak yang mewakili pihak kreditur

sehingga panitia kreditur tentu akan memperjuangkan segala kepentingan

hukum dari pihak kreditur. Pengadilan harus mengangkat panitia kreditur

apabila:28

a. Permohonan PKPU meliputi utang yang bersifat rumit atau banyak

kreditur; atau

b. Pengangkatan tersebut dikehendaki oleh Kreditur yang mewakili paling

sedikit setengah bagian dari seluruh jumlah tagihan yang diakui.

Mekanisme PKPU selain dilakukan oleh debitur, juga dapat dilakukan

oleh kreditur yang memperkirakan bahwa Debitur tidak dapat

melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat

ditagih, dapat memohon agar kepada Debitur diberi penundaan

kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitur mengajukan

rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau

seluruh utang kepada krediturnya.

4. Pengurus dan hakim pengawas


27
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hlm. 327-328.
28
Sunarmi, Op.Cit., hlm. 208

25
Untuk pelaksanaan PKPU, menurut UUKPKPU perlu ditunjuk hakim

pengawas dan pengurus PKPU oleh pengadilan, dimana baik hakim

pengawas dan pengurus mempunyai tugas dan fungsimasing-masing untuk

melancarkan proses PKPU. Menurut Pasal 225 ayat (2) UU KPKPU,

bersamaan dengan pemberian putusan PKPU Sementara, Pengadilan Niaga

harus menunjuk seorang hakim pengawas dari hakim pengadilan serta

mengangkat satu atau lebih pengurus yang bersama dengan debitur mengurus

harta debitur.

Menurut Pasal 240 ayat 1 UUKPKPU, dengan diangkatnya seorang

atau lebih pengurus, maka serta merta kekayaan debitur berada dibawah

pengawasan pengurus PKPU. Sejak tanggal dimulainya PKPU Sementara,

maka debitur tidak berwenang lagi melakukan tindakan pengurusan atau

pengalihan yang menyangkut kekayaannya tanpa persetujuan pengurus

PKPU.29 Mengenai pengurus akan dibahas lebih jauh dalam poin pembahasan

berikutnya.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 8 UUKPKPU yang dimaksud dengan hakim

pengawas ialah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan

pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang. Tugas dan

wewenang hakim pengawas dalam perkara PKPU tidak ditentukan secara

tegas sebagaimana perkara kepailitan. Akan tetapi, berdasarkan ketentuan

Pasal 225 ayat (4), Pasal 226 ayat (1) dan Pasal 228 ayat (1) UUKPKPU yang

menyatakan sidang selambat-lambatnya pada hari ke-45 yang telah ditetapkan

29
Jono, Hukum Kepailitan ,Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 176.

26
oleh Majelis hakim pemeriksa dan pemutus perkara PKPU dimana didengar

keterangan debitur, hakim pengawas dan kreditur yang hadir atau kuasanya

maka hakim pengawas melaksanakan tugas dan wewenang secara mutatis

mutandis menyesuaikan dengan ketentuan pada perkara kepailitan.

Dalam praktik, hakim pengawas menetapkan hari, tanggal, waktu

dan tempat rapat Kreditur yang disampaikan kepada pengurus untuk

membicarakan rencana perdamaian yang ditawarkan oleh debitur pemohon

PKPU.30 Berbeda dengan perdamaian dalam kepailitan, perdamaian dalam

PKPU dapat diajukan oleh kreditur selain debitur. Hal ini adalah logis karena

tidak mungkin perdamaian dalam kepailitan diajukan oleh kreditur karena

kepailitan itu sendiri telah dimohonkan sebelumnya oleh kreditur

bersangkutan. Perbedaan nyata lain adalah perdamaian dalam PKPU secara

tegas memungkinkan debitur untuk menyelesaikan sebagian dari seluruh

utangnya kepada kreditur.

Rapat kreditur diketuai oleh hakim pengawas dengan dibantu oleh

panitera pengganti serta dihadiri oleh pengurus, debitur dan para

kreditur. Hakim pengawas meminta keterangan kepada debitur perihal

rencana perdamaian yang ditawarkan, yang dilampiri daftar harta debitur dan

daftar kreditur yang menyebutkan nama, alamat, jumlah dan sifat piutang dari

kreditur. Setelah itu, hakim pengawas meminta keterangan kepada pengurus

perihal pencatatan harta debitur. Kemudian berdasarkan keterangan

debitur dan pengurus, hakim pengawas meminta pendapat para

30
Ibid., hlm. 182

27
kreditur apakah dapat menerima atau menyetujui rencana pendamaian

yang ditawarkan oleh debitur. Ataukah para kreditur dapat menyetujui

pemberian PKPU secara tetap yang dimintakan oleh debitur guna

membicarakan rencana perdamaian pada rapat kreditur selanjutnya. Rencana

perdamaian yang telah diajukan harus disetujui atau ditolak oleh rapat

kreditur melalui pemungutan suara, dan untuk selanjutnya harus disahkan

atau ditolak pada sidang pengesahan.31

5. Tenaga ahli

Setelah diterimanya permohonan PKPU oleh Pengadilan Niaga,

baik PKPU Sementara maupun PKPU Tetap maka hakim pengawas dapat

mengangkat satu atau lebih tenaga ahli. 32 Pengangkatan tenaga ahli ini,

dimungkinkan menurut ketentuan Pasal 238 UUKPKPU, para tenaga ahli

yang ditunjuk dapat berupa :

a. akuntan publik untuk mengaudit keuangan perusahaan pihak debitur

berikut dengan rincian utang piutang perusahaan tersebut.

b. Konsultan hukum untuk meneliti perkara, gugatan-gugatan terutama

yang sedang berjalan termasuk konsultan hukum perburuhan mengenai

kondisi dan hubungan perburuhan di perusahaan tersebut terutama bagi

perusaahan yang mempekerjakan banyak buruh.

c. Notaris untuk meneliti bentuk-bentuk perjanjian yang diperlukan

terutama dalam rangka penyusunan rencana perdamaian.

31
Idem., hlm. 184
32
Idem., hlm. 175

28
C. Pengangkatan Pengurus dalam PKPU

Pengurus adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan

yang diangkat oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam perkara PKPU

untuk mengurus harta debitur debitur bersama-sama dengan debitur

dibawah pengawasan hakim pengawas.33 Balai Harta Peninggalan (BHP) yang

dimaksud adalah instansi pemerintah yang berada dibawah Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia yang melakukan pelayanan jasa hukum

dibidang kepailitan dan PKPU serta bidang lainnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Pengurus sebagai seorang profesional dalam perkara PKPU

berbeda dengan kurator dalam perkara pailit. Kendatipun dua profesi ini

melekat pada diri satu orang, namun tugas dan tanggung jawab yang

dijalankan berbeda. Pengurus adalah orang yang mengurusi harta debitur

bersama-sama dengan debitur, sedangkan kurator adalah orang yang diberi

kewenangan untuk mengurus dan membereskan harta debitur pailit. Dalam

melakukan pengurusan atau pemberesan kurator mempunyai kewenangan

untuk menjual aset debitur pailit sedangkan pengurus tidak berwenang menjual

harta debitur dalam PKPU.

Disamping perbedaan antara pengurus dan kurator tersebut terdapat

juga beberapa persamaan yaitu :34

33
Syamsudin Sinaga. Op.cit., hlm. 376.

34
Idem., hlm. 378.

29
1. Pengurus dan kurator sama-sama diangkat oleh majelis hakim.

2. Pengurus maupun kurator, dalam melaksanakan tugas dan

tanggungjawabnya diawasi oleh hakim pengawas.

3. Pengurus dan kurator bertanggungjawab terhadap kesalahan dan

kelalaiannya dalam melaksanakan tugas yang menyebabkan kerugian

terhadap harta debitur.

4. Pengurus dan kurator wajib terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia.

Syarat untuk dapat diangkat menjadi pengurus sama dengan kurator.

Pengurus yang diangkat harus terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia. Pengurus harus independen, artinya pengurus tidak boleh memiliki

benturan kepentingan dengan debitur atau kreditur. Pasal 234 ayat (3)

UUKPKPU menyatakan bahwa yang dapat menjadi pengurus adalah:

1. orang perseorangan yang berdomisili di wilayah Negara Republik

Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka

mengurus harta debitur; dan

2. terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya

di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.”

Syarat untuk dapat diangkat menjadi pengurus, Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor M.01-HT.05.10

Tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus, pada Pasal 2

ditentukan syarat untuk dapat didaftarkan sebagai kurator dan pengurus, yakni:

1. Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Indonesia

30
2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia

4. Sarjana hukum atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi

5. Telah mengikuti pelatihan calon kurator dan pengurus yang diselenggarakan

oleh organisasi profesi kurator dan pengurus bekerjasama dengan

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

6. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidanan yang diancam

dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun penjara atau lebih berdasarkan

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukuman tetap

7. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan

8. Membayar biaya pendaftaran, dan

9. Memiliki keahlian khusus

Pasal 234 ayat (1) UUKPKPU menentukan bahwa pengurus PKPU

yang diangkat harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan

dengan debitur atau kreditur. Pengurus PKPU yang diangkat harus independen

dimana dia adalah seseorang atau badan yang tidak berada dibawah salah satu

pihak yang sedang bersengketa, sehingga independensinya benar-benar

terjaga.35

35
Sunarmi, Op.cit., hlm. 208

31
Penunjukan pengurus PKPU oleh Pengadilan Niaga dapat berdasarkan

usul dari debitur, kreditur atau atas kewenangannya sendiri, dengan

memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:36

1. Sebelum menerima penunjukkan, pengurus PKPU harus memastikan

dirinya memiliki kompetensi dan kapasitas yang cukup untuk menjalankan

penugasan tersebut. Kompetensi dan kapasitas yang dimaksud adalah

mengenai itikad baik pengurus PKPU dalam hal menilai dirinya mengenai

kemampuannya serta kapasitas/kualifikasi dari dirinya sendiri untuk

melakukan proses pengurusan harta kekayaan debitur dalam PKPU. Oleh

sebab itu pengurus PKPU harus mengikuti pendidikan keahlian khusus dan

sertifikasi yang dilakukan oleh lembaga Asosiasi Kurator dan Pengurus

Indonesia (selanjutnya disebut AKPI) atau pihak lain yang diakreditasi oleh

AKPI. Pendidikan keahlian khusus bagi kurator dan pengurus PKPU terdiri

dari pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan. Mengenai standart keahlian

khusus tidak dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan atau Standart Kurator

dan Pengurus.

2. Sebelum menerima penugasan, pengurus PKPU harus memastikan dirinya

tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor maupun kreditor, yang

dapatdiketahuinya dari daftar kreditur yang tercantum dalam permohonan

PKPU maupun dokumen lain yang diajukan bersamaan dengan permohonan

PKPU tersebut.

36
Standar profesi kurator dan pengurus Indonesia, http://sidbers.wordpress.com,
diakses tanggal 16 Oktober 2014.

32
Pengurus diangkat oleh majelis hakim yang memeriksa dan memutus

perkara PKPU. Dalam putusan tersebut diangkat juga Hakim Pengawas yang

mengawasi pelaksanaan tugas pengurus. Pengurus yang diangkat pada

umumnya sesuai dengan yang dimohonkan oleh pemohon PKPU, kecuali ada

benturan kepentingan (conflict of interest) dengan debitur, maka majelis

hakim dapat mengangkat pengurus yang lain.37

Pengangkatan Pengurus dalam putusan PKPU diatur dalam Pasal 225

ayat (2) UUKPKPU yang berbunyi:

“Dalam hal permohonan diajukan oleh debitur, Pengadilan dalam


waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (1) harus
mengabulkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dan
harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dari hakim
pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih pengurus yang
bersama dengan debitur mengurus harta debitur.”

Pengurus PKPU boleh lebih dari satu orang apabila pengadilan

menganggap pengurusan terhadap harta kekayaan perusahaan bersifat rumit.

Apabila diangkat lebih dari satu orang pengurus PKPU, maka untuk melakukan

tindakan yang sah dan mengikat, pengurus PKPU memerlukan persetujuan

lebih dari ½ (satu perdua) jumlah pengurus PKPU yang ada. Apabila suara

setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka untuk melakukan tindakan

tersebut pengurus PKPU harus memperoleh persetujuan hakim pengawas.

Pengadilan Niaga setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian

pengurus PKPU. Setelah memanggil dan mendengar pengurus PKPU, dan

37
Syamsudin Sinaga. Op.cit., hlm. 378

33
mengangkat pengurus PKPU lainnya dan atau mengangkat pengurus PKPU

tambahan berdasarkan:

1. Usul hakim pengawas.

Hakim pengawas dapat meminta kepada pengadilan Niaga untuk

mengganti pengurus PKPU bila pengurus PKPU terbukti tidak

independent, atau meminta tambahan pengurus PKPU bila menganggap

pengurusan terhadap harta kekayaan perusahaan bersifat rumit dan

pengurus PKPU yang telah ada tidak mampu menangani permasalahan

yang ada.

2. Permohonan kreditur

Kreditur dapat meminta pergantian dan penambahan pengurus PKPU

kepada Pengadilan Niaga. Permohonan tersebut hanya dapat dilakukan

apabila didasarkan atas persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah

kreditur yang hadir dalam rapat kreditur.

3. Permohonan pengurus PKPU sendiri.

Pengurus PKPU dapat meminta kepada pengadilan Niaga untuk

menggantikan dirinya dengan pengurus PKPU lainnya, bila menganggap

dirinya tidak mampu menangani proses PKPU tersebut dengan alasan

profesionalisme dan atau meminta penambahan pengurus PKPU lainnya

bila menganggap proses PKPU tersebut memerlukan tambahan tenaga

pengurus PKPU yang menguasai bidang-bidang tertentu dalam

menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam proses PKPU tersebut.

34
4. Permohonan pengurus PKPU lainnya, jika ada.

Pengurus PKPU yang terdiri lebih dari satu orang juga dapat mengajukan

permohonan penggantian dan atau penambahan pengurus PKPU lainnya,

bila memang itu diperlukan dalam proses PKPU agar pengurusan harta

kekayaan debitur dapat tertangani dengan baik.

Pengurus pengganti dan pengurus tambahan diangkat pasca putusan

PKPU oleh majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara PKPU.

Pengurus pengganti dan pengurus tambahan ini mempunyai tugas yang sama

dengan pengurus sebelumnya yaitu mengurus harta bersama-sama

dengan debitur PKPU.

Untuk menjalankan tugasnya pengurus PKPU mendapatkan imbalan

jasa yang ditetapkan oleh pengadilan berdasarkan pedoman yang ditetapkan

oleh Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang

hukum dan peraturan perundang-undangan setelah PKPU berakhir dan harus

dibayar lebih dahulu dari harta debitur (Pasal 234 UUKPKPU). Imbalan jasa

pengurus PKPU menurut Keputusan Menteri Kehakiman Nomor

M.09.HT.05.10 tahun 1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa Bagi

Kurator dan Pengurus Pasal 4 menyatakan sebagai berikut:38

1. Dalam hal PKPU yang berakhir dengan perdamaian, besarnya imbalan jasa

ditentukan oleh hakim dan dibebankan kepada debitur dengan

mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, kemampuan dan

38
Idem., hlm. 383-384

35
tariff kerja dari pengurus yang bersangkutan dengan ketentuan paling tinggi

3% (tiga persen) dari nilai harta debitor.

2. Dalam hal PKPU berakhir tanpa perdamaian, besarnya jasa imbalan

ditentukan oleh hakim dan dibebankan kepada debitur dengan

mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, kemampuan dan tarif

kerja dari pengurus yang bersangkutan ditentukan paling tinggi 5% (lima

persen) dari nilai harta debitur.

Selama PKPU, debitur tanpa persetujuan pengurus PKPU tidak dapat

melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian

hartanya.39 Berdasarkan ketentuan Pasal 240 ayat (1) UUKPKPU, apabila

debitur melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau

sebagian hartanya tanpa persetujuan pengurus PKPU maka hal-hal yang

dapat dilakukan oleh pengurus PKPU adalah pengurus PKPU berhak untuk

melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk memastikan bahwa harta

debitur tidak dirugikan karena tindakan debitur tersebut. Sedangkan pada Pasal

240 ayat (3) UUKPKPU menentukan bahwa kewajiban debitur yang dilakukan

tanpa mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya

PKPU, hanya dapat dibebankan kepada harta debitur sejauh hal itu

menguntungkan harta debitur.

Tercapainya kesepakatan mengenai rencana perdamaian dalam rangka

PKPU diharapkan oleh para kreditur agar usaha debitur tetap berjalan demi

meningkatkan nilai harta kekayaan debitur, yaitu dengan cara mengadakan

39
Idem, hlm. 211

36
pinjaman seperti memperoleh kredit dari bank, maka Pasal 240 ayat (1)

UUKPKPU memberikan kemungkinan untuk itu melalui Pasal 240 ayat (4)

UUKPKPU yang menyatakan bahwa atas dasar persetujuan yang diberikan

oleh pengurus, debitur dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga

sepanjang perolehan pinjaman tersebut bertujuan untuk meningkatkan harta

kekayaan debitur. Dan apabila dalam melakukan pinjaman tersebut

memerlukan diberikannya agunan, maka debitur dapat membebani hartanya

dengan gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak kebendaan lainnya

tetapi hanya terhadap bagian harta debitur yang belum dijadikan jaminan utang

sebelum PKPU berlangsung (Pasal 240 UUKPKPU). Namun demikian

pembebanan harta kekayaan debitur dengan hak-hak jaminan tersebut bukan

hanya disetujui oleh pengurus saja tetapi juga disetujui oleh hakim pengawas.

BAB III

PERAN, TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS DALAM PKPU

A. Peran, Tugas, dan Wewenang Pengurus Dalam PKPU Koperasi

Cipaganti

37
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan

pemberian kesempatan kepada debitor untuk melakukan restrukturisasi utang-

utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang

kepada kreditor.40 Menurut pasal 225 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya

akan disebut dengan UUKPKPU), jika hakim/pengadilan mengabulkan

permohonan PKPU, baik yang diajukan oleh debitor maupun kreditor, maka

kemudian pengadilan harus menunjuk Hakim Pengawas dari hakim

pengadilan serta mengangkat 1 (satu) atau lebih Pengurus yang bersama

dengan debitor mengurus harta debitor.

Tidak terdapat suatu definisi yang otentik mengenai Pengurus dalam

UUKPKPU. Kedudukan Pengurus dalam PKPU hampir sama dengan

kedudukan Kurator dalam kepailitan. Hanya saja, karena eksistensi Pengurus

tidak dimaksudkan untuk menggantikan posisi debitor, seperti halnya posisi

Kurator yang memang menggantikan posisi debitor dalam mengurus harta

pailit, maka kewenangan dari pengurus menjadi berbeda dengan kewenangan

dari Kurator.41

Pengurus harus bertindak untuk secara bersama-sama dengan debitor

mengurus harta-harta debitor. Jadi, antara Pengurus dan debitor tidak saling

menggantikan, tetapi saling mendampingi.42 Hal ini diatur dalam pasal 240

ayat (1) UUKPKPU, yang mengatakan bahwa selama PKPU, debitor tanpa

40
Rudhy A. Lontoh, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit atau Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001, Hlm. 173.
41
Idem, Hlm. 180
42
Ibid.

38
persetujuan Pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau

kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Pengurus PKPU bertugas

untuk mengawasi pengurusan harta debitor yang dilakukan dengan debitor

sendiri. Karena itu, dalam suatu PKPU antara Pengurus dan debitor disebut

sebagai dwitunggal.43 Pengurus PKPU melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya berdasarkan prinsip fiduciary duty, karena mereka juga sebagai

petugas yang mendapat imbalan yang besarnya ditetapkan oleh Pengadilan

berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia.44

Pada tanggal 8 Mei 2014, pengurus Koperasi Cipaganti telah

menunjuk Tim Restrukturisasi, yaitu suatu tim ahli yang terdiri dari penasehat

keuangan, penasehat hukum, dan penasehat investor relations yang akan

bekerja secara profesional dan bersifat independen. Tim Restrukturisasi akan

bekerjasama dengan para pengurus Koperasi Cipaganti dalam merumuskan

solusi yang komprehensif atas masalah yang sedang dihadapi oleh Koperasi,

termasuk menyusun Rencana Perdamaian yang nanti akan ditawarkan kepada

para kreditor dalam persidangan mengenai permohonan PKPU Koperasi

Cipaganti.45 Bila tawaran mengenai perdamaian ini kemudian diterima oleh

sebagian besar kreditor, maka Koperasi akan dinyatakan dalam status PKPU

Tetap. Namun bila tawaran perdamaian tidak disetujui, maka Koperasi

Cipaganti akan berada dalam keadaan pailit.


43
Ibid.
44
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, Alumni, Bandung, 2006, Hlm. 211.
45
http://www.koperasicipaganti.co.id/index.php/2013-03-12-09-11-44/informasi-terbaru,
diakses pada tanggal 25 Oktober 2014

39
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal

19 Mei 2014 telah menetapkan bahwa Koperasi Cipaganti berada dalam

status PKPU Sementara. Hakim telah menunjuk Mas`ud, S.H., M.H. sebagai

Hakim Pengawas dan 3 (tiga) orang Pengurus PKPU, yaitu Kristandar Dinata,

S.H., Mappajanci Ridwan Saleh, S.H., dan Andreas D. Sukmana, S.H.,

M.M.46 Berdasarkan pasal 227 UUKPKPU, PKPU Sementara berlaku sejak

tanggal putusan PKPU tersebut diucapkan dan berlangsung sampai dengan

tanggal siding Rapat Permusyawaratan Hakim. Dalam putusan PKPU

Sementara tanggal 19 Mei 2014, pengadilan memberikan jangka waktu

selama 45 hari sejak putusan PKPU Sementara untuk para Pengurus

mengusahakan kesepakatan antara debitor dengan kreditor hingga saat Rapat

Permusyawaratan Hakim dilaksanakan.

Pasal 225 ayat (4) UUKPKPU berbunyi sebagai berikut:

“Segera setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran utang


sementara diucapkan, Pengadilan melalui pengurus wajib memanggil
debitor dan kreditor yang dikenal dengan surat tercatat atau melalui
kurir, untuk menghadap dalam siding yang diselenggarakan paling
lama pada hari ke-45 (empat puluh lima) terhitung sejak putusan
penundaan kewajiban pembayaran utang sementara diucapkan.”

Pasal 226 UUKPKPU mengatakan bahwa Pengurus wajib segera

mengumumkan putusan PKPU Sementara dalam Berita Negara Republik

Indonesia dan paling sedikit dalam 2 surat kabar harian yang telah ditunjuk

oleh Hakim Pengawas dan pengumuman tersebut juga harus memuat

undangan untuk hadir pada persidangan yang merupakan rapat

46
Ibid.

40
permusyawaratan hakim berikut tanggal, tempat dan waktu sidang tersebut,

nama Hakim Pengawas, dan nama serta alamat Pengurus PKPU. Pengurus

PKPU Koperasi Cipaganti mengumumkan putusan PKPU di media surat

kabar Pikiran Kabar dan Kompas tanggal 21 Mei 2014. Pengumuman

tersebut sekaligus merupakan panggilan kepada para Mitra dan kreditor

lainnya untuk mendaftarkan utangnya kepada Pengurus PKPU, selambat-

lambatnya tanggal 13 Juni 2014.47 Pengumuman tersebut dilakukan dengan

tujuan agar para kreditor Koperasi Cipaganti yang sebelumnya tidak menjadi

pihak dalam persidangan permohonan PKPU dapat ikut serta dengan

mendatakan dirinya dan piutang yang dimilikinya kepada Pengurus PKPU.

Pengurus Koperasi Cipaganti melalui Pengurus PKPU mengajukan

Rencana Perdamaian (Composition Plan) kepada Mitra dan kreditor lainnya.

Rencana Perdamaian Tersebut merupakan hasil musyawarah antara debitor

(Pengurus Koperasi), Pengurus PKPU, dan Tim Restrukturisasi. Diterima

atau tidaknya Rencana Perdamaian tersebut oleh para kreditor akan

ditentukan dalam Rapat Pemungutan Suara Rencana Perdamaian pada tanggal

1 Juli 2014.48 Jika dalam kepailitan fungsi perdamaian hanya sebatas untuk

bagaimana cara pemberesan dan pembagian harta pailit, dalam PKPU fungsi

terpenting dari perdamaian adalah penyelesaian pembayaran utang, termasuk

persetujuan terhadap dilakukannya restrukturisasi utang-utang debitor.49

47
Ibid.
48
Ibid.
49
Munir Fuadi, Hukum Kepailitan Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2010, Hlm. 179.

41
Pengurus Koperasi bersama Pengurus PKPU mengadakan Rapat

Pencocokan Piutang pada tanggal 25 Juni 2014. 50 Pengumpulan dan

pencocokan tagihan merupakan salah satu tugas terpenting dari Pengurus

PKPU, karena hal ini akan menentukan jumlah kreditor yang piutangnya

diaui dan akan dibayarkan melalui PKPU, serta menentukan jumlah kuorum

dalam pengambilan suara pada rapat kreditor. Pasal 270 ayat (1) UUKPKPU

menyebutkan bahwa tagihan harus diajukan kepada Pengurus PKPU dengan

cara menyerahkan surat tagihan atau bukti tertulis lainnya yang menyebutkan

sifat dan jumlah tagihan disertai bukti yang mendukung atau salinan bukti

tersebut. terhadap tagihan yang diajukan kepada Pengurus tersebut, kreditor

dapat meminta tanda terima dari Pengurus PKPU. Menurut Pasal 271

UUKPKPU, semua perhitungan yang telah dimasukkan oleh Pengurus PKPU

harus dicocokkan dengan catatan dan laporan dari debitor.

Pasal 272 UUKPKPU mengatur bahwa Pengurus PKPU harus

membuat daftar piutang yang memuat nama, tempat tinggal Kreditor, jumlah

piutang masing-masing, penjelasan piutang, dan apakah piutang tersebut

diakui dan dibantah oleh Pengurus PKPU. Pengurus wajib menyerahkan

salinan daftar piutang tersebut kepada Kepaniteraan Pengadilan.

Berdasarkan ketentuan dalam pasal 265 UUKPKPU, debitor berhak

pada waktu mengajukan permohonan PKPU atau setelah itu menawarkan

suatu perdamaian kepada kreditor. Apabila rencana perdamaian telah

diajukan kepada panitera, Hakim Pengawas harus menentukan:

50
http://www.koperasicipaganti.co.id/...., Op.cit.

42
a. Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada Pengurus PKPU;

b. Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan itu akan

dibicarakan dan diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin oleh

Hakim Pengawas.

Pengurus wajib mengumumkan penentuan batas waktu yang telah

ditentukan oleh Hakim Pengawas tersebut bersama-sama dengan

dimasukkannya rencana perdamaian, dengan surat tercatat atau melalui kurir

kepada semua kreditor yang dikenal. Menurut Pasal 278 ayat (1) UUKPKPU,

pada saat Rapat Rencana Perdamaian, baik Pengurus PKPU maupun ahli

(Tim Restrukturisasi), apabila telah diangkat, harus secara tertulis

memberikan laporan tentang rencana perdamaian yang ditawarkan tersebut.

Pasal 281 ayat (1) UUKPKPU berbunyi sebagai berikut Rencana

Perdamaian dapat diterima berdasarkan:

a. Persetujuan lebih dari ½ (satu per dua) jumlah kreditor konkuren


yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili
dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari
seluruhtagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditor
konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidaing tersebut; dan
b. Persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah kreditor yang
piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan
mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan
kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.”

Pada Rapat Pemungutan Suara Rencana Perdamaian tanggal 1 Juli

2014, sebesar 97,5% dari para kreditor yang telah dicatat oleh Pengurus

PKPU, atau sebanyak 3.275 kreditor dan kuasa kreditor, menerima Rencana

Perdamaian yang diajukan oleh Koperasi Cipaganti. Rencana Perdamaian

43
tersebut kemudian telah disahkan dan ditetapkan melalui Sidang

Permusyawaratan Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat pada tanggal 23 Juli 2014.51

Pasal 231 ayat (1) UUKPKPU mengatakan bahwa Pengadilan harus

mengangkat panitia kreditor apabila:

a. Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang meliputi utang yang

bersifat rumit atau banyak kreditor; atau

b. Pengangkatan tersebut dikehendaki oleh kreditor yang mewakili paling

sedikit ½ (satu per dua) bagian dari seluruh tagihan yang diakui.

Salah satu poin yang disepakati oleh Koperasi Cipaganti dan para

Mitra dalam Rencana Perdamaian tersebut adalah bahwa para Mitra akan

menunjuk beberapa perwakilan mereka di dalam suatu Komite Investasi

Mitra Usaha (KIMU). KIMU tersebut merupakan suatu bentuk dari panitia

kreditor khusus bagi PKPU Koperasi Cipaganti.52 Pengangkatan KIMU

sebagai panitia kreditor tersebut beralasan, mengingat jumlah kreditor

Koperasi Cipaganti yang sangat banyak, sehingga akan menjadi tidak efisien

bila seluruh kreditor harus menghadiri setiap rapat dengan Pengurus PKPU

dan Pengurus Koperasi tanda ditunjuk perwakilan diantara mereka. Tugas

KIMU adalah untuk menentukan hubungan bisnis perusahaan baru dan

Koperasi Cipaganti, mengawasi jalannya perusahaan baru dan implementasi

51
Ibid.
52
Ibid.

44
dari Rencana Perdamaian, serta menentukan skema pembayaran pokok dari

para Mitra.53

Pasal 231 ayat (2) UUKPKPU mengatur bahwa Pengurus dalam

menjalankan tugasnya wajib meminta dan mempertimbangkan saran panitia

kreditor. Pengurus PKPU bersama-sama dengan Panitia Kreditor bertugas

untuk mengawasi jalannya PKPU oleh debitor. Namun, bila dilihat dari

uraian mengenai tugas KIMU Koperasi Cipaganti, terlihat adanya tumpang

tindih antara tugas dan wewenang Pengurus PKPU dengan tugas dan

wewenang KIMU.

Selama berlangsungnya PKPU, debitor tanpa persetujuan Pengurus

tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh

atau sebagian hartanya. Apabila debitor melanggar larangan dimaksud,

Pengurus berhak untuk melakukan segala sesuatu yang diperlukan untuk

memastikan bahwa harta debitor tidak dirugikan karena tindakan debitor

tersebut.54 Namun, berbeda dengan kepailitan, dalam PKPU tidak berlaku

actio pauliana.55

Menurut Pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Perdata), actio pauliana adalah suatu tindakan untuk meminta pembatalan

oleh kreditor atas segala perjanjian yang dilakukan oleh debitor jika

menurutnya hal/perbuatan tersebut akan merugikan kreditor, sedangkan tidak

ada keharusan bagi debitor untuk melakukan perbuatan tersebut. Harus dapat

53
Ibid.
54
Man S. Sastrawidjaja, Op.cit, Hlm. 211.
55
Munir Fuadi, Op.cit, Hlm. 192.

45
dibuktikan bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi

kreditor dan debitor sesungguhnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut

dapat merugikan debitor.56

Debitor dan Pengurus harus bertindak secara bersama-sama dalam

melakukan perbuatan hukum yang menyangkut harta kekayaan debitor.

Debitor harus sebelumnya menerima persetujuan dari Pengurus untuk setiap

perbuatan hukum yang akan dilakukannya. Namun sesungguhnya debitor

dapat memutuskan bahwa dirinya tidak akan bekerjasama dengan Pengurus

PKPU, yaitu dengan melakukan perbuatan hukum terhadap harta

kekayaannya tanpa persetujuan dari Pengurus. Pasal 240 ayat (3)

menyebutkan bahwa kewajiban debitor yang dilakukan tanpa mendapat

persetujuan dari pengurus yang timbul setelah dimulainya PKPU, hanya dapat

dibebankan kepada harta Debitor sejauh hal itu menguntungkan harta debitor.

Berdasarkan Pasal 255 ayat (2) UUKPKPU, Pengurus wajib

mengajukan permohonan pengakhiran PKPU jika:

a. Debitor, selama waktu PKPU, bertindak dengan itikad buruk dalam

melakukan pengurusan terhadap hartanya; atau

b. Selama waktu PKPU, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi

memungkinkan dilanjutkannya PKPU.

56
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1982, Hlm. 143.

46
Konsekuensi yuridis dari dihentikannya PKPU tersebut adalah bahwa

debitor harus dinyatakan pailit dan putusan pailit tersebut harus disebutkan

dalam putusan yang sama dengan putusan PKPU tersebut.57

PKPU juga dapat berakhir apabila rencana perdamaian disetujui oleh

kreditor konkuren dan kreditor separatis serta telah mempunyai kekuatan

tetap (inkracht). Akibat hukumnya adalah bahwa perdamaian tersebut berlaku

dan masing-masing debitor konkuren mendapatkan haknya seperti dan

sebesar yang ditentukan dalam perdamaian yang bersangkutan.58

Setelah Rencana Perdamaian yang diajukan oleh Koperasi Cipagnti

disetujui oleh 97,5% dari para kreditor yang telah dicatat oleh Pengurus

PKPU, atau sebanyak 3.275 kreditor dan kuasa kreditor, dan Rencana

Perdamaian tersebut kemudian telah disahkan dan ditetapkan melalui Sidang

Permusyawaratan Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat pada tanggal 23 Juli 2014, maka sesungguhnya proses PKPU Koperasi

Cipaganti telah berakhir.

Dengan berakhirnya masa penundaan kewajiban pembayaran utang

Koperasi Cipaganti, maka berakhir pula tugas dan wewenang dari 3 orang

Pengurus PKPU dalam mengawasi jalannya PKPU. Dengan dibentukknya

KIMU, maka dapat diasumsikan bahwa tugas pengawasan tersebut menjadi

tugas dan wewenang KIMU selama masa perdamaian, hingga seluruh

Kreditor konkuren (Mitra) mendapatkan haknya seperti yang disepakati

dalam Rencana Perdamaian.


57
Munir Fuadi, Op.cit., Hlm. 206.
58
Idem, Hlm. 206

47
B. Independensi Pengurus PKPU Dalam Hukum Kepailitan Indonesia

Berbeda dengan kepailitan, dalam PKPU pihak organ perusahaan

(debitor) masih berwenang dalam menjalankan tugas-tugasnya. Hanya saja

dalam menjalankan tugasnya tersebut dia harus diberi

kewenangan/dibantu/disetujui oleh Pengurus.59 Oleh karena itu, akan menjadi

penting bagi seorang Pengurus untuk dapat menjaga independensi dirinya

sehingga tidak memihak salah satu pihak, baik pihak debitor maupun pihak

kreditor.

Persyaratan menjadi Pengurus PKPU berdasarkan UUKPKPU, yaitu:60

a. Orang perorangan yang berdomisili di wilayah Negara Republik

Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka

mengurus harta debitor, dan terdaftar pada kementerian (Departemen

Hukum dan Hak Asasi Manusia) yang lingkup tugas dan tanggung

jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

b. Pengurus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya berdasarkan

fiduciary duty, karena mereka juga sebagai petugas yang mendapatkan

imbalan yang besarnya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan pedoman

yang ditetapkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

59
Idem, Hlm. 176
60
Man S. Sastrawidjaja, Op.cit, Hlm. 210.

48
Penunjukan Pengurus PKPU oleh Pengadilan Niaga dapat berdasarkan

usul dari debitor, kreditor, atau atas kewenangannya sendiri, dengan

memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:61

1. Sebelum menerima penunjukkan, Pengurus PKPU harus memastikan

dirinya memiliki kompetensi dan kapasitas yang cukup untuk menjalankan

penugasan tersebut. Kompetensi dan kapasitas yang dimaksud adalah

mengenai itikad baik Pengurus PKPU dalam hal menilai dirinya mengenai

kemampuan dan kualifikasi dari dirinya sendiri untuk melakukan proses

pengurusan harta kekayaan debitor dalam PKPU. Oleh sebab itu, Pengurus

PKPU harus mengikuti pendidikan keahlian khusus dan sertifikasi yang

dilakukan oleh lembaga Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia

(selanjutnya akan disebut dengan “AKPI”) atau pihak lain yang

terakreditasi oleh AKPI. Pendidikan keahlian khusus bagi kurator dan

pengurus PKPU terdiri dari pendidikan dasar dan pendidikan lanjutan.

Mengenai standar keahlian khusus tidak dijelaskan lebih lanjut dalam

peraturan atau Standar Kurator dan Pengurus.

2. Sebelum menerima penugasan, Pengurus PKPU harus memastikan dirinya

tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitor maupun kreditor,

yang dapat diketahuinya dari daftar kreditur yang tercantum dalam

permohonan PKPU maupun dokumen lain yang diajukan bersamaan

dengan permohonan PKPU tersebut. jika sewaktu melaksanakan

penugasan Pengurus PKPU mengetahui bahwa dirinya ternayat memiliki

61
http://kreditur pailit.wordpress.com/standart-kuratorpengurus-indonesia/, “Standar
Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia”, diakses pada tanggal 24 Oktober 2014

49
benturan kepentingan dengan satu atau lebih kreditor, maka hakim

pengawas atau dengan anggota Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang

menangani PKPU tersebut, meminta kepada Pengurus PKPU untuk:

a. Memberitahukan secara tertulis adanya benturan kepentingan tersebut

kepada Hakim Pengawas, debitor, rapat kreditor, dan komite kreditor,

jika ada dengan tembusan pada Dewan Kehormatan AKPI, serta wajib

segera memanggil rapat kreditor untuk diselenggarakan secepatnya

khusus untuk memutuskan masalah benturan tersebut; atau

b. Segera mengundurkan diri. jika Pengurus PKPU mengundurkan diri,

maka Pengurus PKPU wajib memanggil rapat kreditor untuk menunjuk

pengurus PKPU lainnya yang dilakukan sesuai dengan ketentuan

UUKPKPU dan Standar Profesi Kurator dan Pengurus.

Pasal 234 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya akan

disebut dengan “UUKPKPU”) menentukan bahwa Pengurus PKPU yang

ditunjuk/diangkat oleh Pengadilan Niaga harus independen dan tidak

memiliki benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor.

Tidak ada suatu pengertian maupun batasan yang diberikan oleh

peraturan perundang-undangan mengenai apa yang dimaksud dengan

Pengurus yang independen maupun Pengurus yang tidak independen.

Pengurus PKPU yang independen dan tidak memiliki benturan kepentingan

dengan pihak yang terlibat dalam proses PKPU hanya dapat dibuktikan

dengan itikad baik dari pengurus PKPU sendiri dalam mengurus harta

50
kekayaan perusahaan debitor. Dengan itikad baik yang dimiliki oleh para

pihak, proses PKPU tentu dapat berjalan dengan baik.

Pengurus PKPU harus secara terus menerus memantau usaha dari

debitur. Segera setelah pengurus PKPU mengetahui adanya jumlah

penghasilan tetap yang berkurang atau timbulnya biaya-biaya dari kelanjutan

usaha diluar batas maksimal yang diperkirakan maka pengurus PKPU harus

segera menghentikan dan mengakhiri usaha perusahaan debitur tersebut.

Ada pengecualian dimana pengurus PKPU oleh Undang-undang diberi hak

untuk bertindak sendiri tanpa kerjasama dengan debitur, yakni jika debitur

melanggar Pasal 240 UU Kepailitan dan PKPU tersebut maka pengurus

PKPU memiliki kewenangan untuk melakukan segala sesuatu yang

diperlukan untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan karena

tindakan debitur tersebut.62

Setiap Pengurus PKPU wajib bertindak secara transparan dihadapan

para pihak yang terlibat dalam kewenangannya, serta memberikan informasi

atau material secara seimbang kepada seluruh pihak yang terlibat dalam

proses PKPU. Namun, Pengurus PKPU tetap wajib menjaga rahasia terhadap

hal-hal yang berkaitan dengan penugasannya kepada pihak ketiga,63

Pasal 234 ayat (2) UUKPKPU menentukan bahwa Pengurus PKPU

yang terbukti tidak independen dikenakan sanksi pidana dan/atau perdata

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Penjelasan UUKPKPU


62
Kartini Muljadi, Hukum Kepailitan, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Kepailitan
Dan PKPU, Alumni, Bandung, 2001, hlm. 260.

63
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Sofmedia, Jakarta, 2010, Hlm. 175.

51
tidak disebutkan dengan jelas bentuk-bentuk sanksi yang dapat dikenakan

kepada Pengurus PKPU yang terbukti tidak independen, demikian juga

halnya dalam peraturan-peraturan pelaksana UUKPKPU. Hal ini tentu saja

dapat menimbulkan multi tafsir bagi hakim dalam memutuskan perkara

terhadap pengurus PKPU yang terbukti tidak independen.

Pasal 234 ayat (4) UUKPKPU menyebutkan bahwa Pengurus

bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam

melaksanakan tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian terhadap harta

debitor. Bila selama menjalankan tugas dan kewenangannya tersebut

Pengurus terbukti tidak beritikad baik dan tidak independen, maka debitor

dapat melakukan gugatan ganti rugi terhadap tindakan Pegurus tersebut.

Terhadap Pengurus yang dirasa tidak beritikad baik, tidak independen,

dan memiliki benturan kepentingan, dapat diajukan suatu permohonan

penggantian Pengurus. Pasal 236 ayat (3) UUKPKPU menyebutkan bahwa

Pengadilan setiap waktu dapat mengabulkan usul penggantian Pengurus,

setelah memanggil dan mendengar Pengurus, dan mengangkat pengurus lain

dan/ atau mengangkat Pengurus tambahan berdasarkan:

a. Usul Hakim Pengawas;

b. Permohonan Kreditor dan permohonan tersebut hanya dapat diajukan

apabila didasarkan atas persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah

Kreditor yang hadir dalam rapat Kreditor;

c. Permohonan Pengurus PKPU sendiri; atau

d. Permohonan Pengurus PKPU lainnya.

52
BAB IV

SIMPULAN

Dari uraian pembahasan atas permasalahan diatas, dapat ditarik 2 (dua)

kesimpulan, yaitu:

1. Pengurus PKPU memiliki peran, tugas, dan wewenang dalam mengawasi

setiap tindakan Debitor di bidang harta kekayaannya selama masa PKPU.

Dalam kasus PKPU Koperasi Cipaganti, tugas dan wewenang Pengurus

PKPU tersebut telah berakhir seiring dengan berakhirnya masa PKPU

53
dengan telah disahkan dan ditetapkannya Rencana Perdamaian yang telah

disetuji oleh 97,5% Kreditor (MItra) Koperasi Cipaganti.

2. Tidak ada pengertian dan batasan yang diberikan oleh peraturan perundang-

undangan mengenai kewajiban Pengurus untuk bersifat independen.

Ketidakjelasan ini tentu akan mengakibatkan adanya multi tafsir bagi hakim

mengenai apakah Pengurus tersebut bersifat independen dan beritikad baik

atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

A. Literatur/Buku-Buku

Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009


Jono, Hukum Kepailitan ,Sinar Grafika, Jakarta, 2008
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1993
Kartini Muljadi, Hukum Kepailitan, Penyelesaian Utang Piutang Melalui
Kepailitan Dan PKPU, Alumni, Bandung, 2001

54
Man S. Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2006
Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, Citra Aditya Bakti,
Bandung,1999Bramantyo Djohan Putro, Resrtukturisasi
Perusahaan Berbasis Nilai,PM,Bandung, 2004
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press,Malang, 2008
Rudhy A. Lontoh, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit atau
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung,
2001
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1982
Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2, Sofmedia, Jakarta, 2010
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami
Faillissmentsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun
1998, Pustaka Utama Grafity,Jakarta, 2002
Syamsudin Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, Tatanusa, Jakarta, 2012

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang

C. Sumber Lain

http://www.koperasicipaganti.co.id/index.php/2013-03-12-09-11-44/
informasi-terbaru
http://kreditur pailit.wordpress.com/standart-kuratorpengurus-indonesia/,
“Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia”
http://sidbers.wordpress.com.
Sri Wijiastuti, Lembaga PKPU Sebagai Sarana Restrukturisasi Utang Bagi
Debitor Terhadap Para Kreditor, Tesis: Magister Kenotariatan
Universitas Diponegoro, 2010

55

You might also like