You are on page 1of 59

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai salah satu kebanggaan nasional, bahasa Indonesian harus selalu

dibina dan dikembangkan sesuai dengan situasi zaman. Pembinaan dan

pengembangan bahasa Indonesia dapat dilakukan secara formal, informal, dan

non formal. Berkaitan dengan hal tersebut, pengajaran bahasa Indonesia di

sekolah pada dasarnya merupakan salah satu bentuk usaha pembinaan dan

pengembangan bahasa, dilakukan melalui jalur formal. Dengan pengajaran

tersebut, diharapkan siswa tidak hanya mengetahui terori bahasa, melainkan

benar-benar mampu berbahasa baik dan benar.

Kata-kata bersinonim dapat berupa kata, kelompok kata, frase, atau

kalimat. Mesikipun demikian yang dianggap sinonim hanya kata-kata saja.

Sering dijumpai bentuk menanti digunakan secara bergantian dengan bentuk

menunggu, bentuk meninggal dunia dena bentuk wafat, tewas, mati dan gugur,

bentuk mengimbau dengan bentuk mengajak, mengharap, dan sebagainya.

Ketepatan bentuk mengajak, mengaharap, dan sebagainya. Ketepatan

menggunakan kata-kta bersinonim dalam kegiatan berbahasa, baik secara lisan

maupun tertulis, turut menentukankejelasan, ketepatan, dan kesatuan suatu

gagasan yang disampaikanolehpenutur maupun informsi yang diterima

olehpenanggap. Apabila kosa kata memadai, maka komunikasiakan mengalami


hambatan. Oleh karena itu penguasaan kosa kata sangat penting dalam kegiatan

berbahasa. Penggunaan sinonim adalah kemampuan yang termasuk dalam

lingkup penguasaan kosa kata. Jadi dengan munculnya kata-kata bersinonim akan

membawa manfaat. Sehubungan dengan manfaat sinonim, Aminuddin (1988:

119). Berpendapat bahwa dalam kegiatan mengarang maupun penataan gaya

bahasa dalam ujaran sinonim lebih membuka peluang untuk (1) memilih kosa

kata yang lebih sesuai dengan konteks, tanpa mengubah gagasan, (2)

mengadakan variasi dalam kegiatan kosa kata, sehingga ujaran, maupun karangan

yang ditampilkan lebih segar, (3) memilih kosa kata yang terasa lebih akrab

dengan penanggap, dan (4) membuka peluang bagi pengarang maupun penutur

untuk menyusun paparan lebih memberikan kesan akademis, maupun

porfesional.

Menyusun kalimat efektif memerlukan syarat-syarat tentang pemilihan

kata yang berkaitan dengan kata-kata yang bersinonim, yaitu (1) tetap, (2)

sekasama (sesuai), dan (3) lazim (Soedjoto, 1988: 1). Syarat tepat berkaitan

dengan situasi, misalnya dengan siapa kita berbicara, dimana, kapan, dan

sebagainya. Seksama (sesuai) berkaitan dengan distribusi, yaitu penggunakan

kata tugas yang bersinonim, misalnya untuk, bagi, buat, demi, dan sebagainya.

Adapun lazim berkaitan dengan situasi, nilai rasa maupun distribusi.

Sehubungan hal itu Abdul Razak (1988: 7) mengatakan bahwa kalimat

efektif selalu memiliki struktur atau bentuk yang jelas. Setiap unsur yang terdapat

di dalamnya yang pada umumnya terdiri dari kata harus menempati yang jelas
dalam hubungannya satu sama lain. Kata-kata itu pasti diurutkan aturan-aturan

yang sudah dibiasakan. Tidak boleh menyimpang apalagi yang tidak dapat

diterima oleh masyarakat. Pemakai bahasa itu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemakai bahasa yang

mengidahkan syarat-syarat kalimat efektif cenderung menggunakan kalimat yang

sederhana, mudah dipahami pembaca, serta dapat mengungkapkan pikiran dan

perasaan secara cepat.

Menurut Tarigan, (1985: 80), tujuan pengajaran sinonim antara lain (1)

membantu siswa dalam menelaah kosa kata, (2) menjadi wahana yang praktis

dan efektif untuk menyampaikan gagasan-gagasan umum, serta untuk melihat

hubungan antar kata-kata yang sama atau yang mirip.

Di sisi lain Gorrys Keraf (1981: 2) berpendapat bahwa dalam pengajaran

komposisi siswa kurang mampu menguasai kata. Akibatnya siswa kurang mampu

menguasai kata.akibatnya siswa tidak dapat mengungkapkan pikiran dan

perasaan secara tepat. Kalimat-kalimatnya sering tidak mampu mengembangkan

idenya secara teratur dan berkisambungan. Kelemahan lain yang menyebabkan

ketidakmampuan siwa dalam berbahasa adalah, (1) adanya pengajar non bahasa

yang tidak benar, (2) metode pengajaran bahasa lebih menekankan penguasaan

kaidah-kaidah gramatikal dan bukan latihan kemahiran, dan (3) karena situasi

kebahasaan yang terlalu tidak menguntungkan anak didik untuk pengajaran

bahasa Indonesia secara efektif, menjadikan beban tugas pengajaran bahasa


Indonesia dirasakan berat tentang penguasan kata-kata bersinonim dalam

menyusun kalimat efektif.

B. Rumusan Masalah

Secara operasional, lingkup masalah penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penguasaan siswa kelas ……………………………..Tahun

pelajaran 2002/2003 tentang makna dasar dan makna tambahan kata-kata

bersinonim dalam menyusun kalimat efektif?

2. Bagaimanakah penguasaan siswa kelas ……………………………………….

Tahun pelajaran 2002/2003 tentang nilai rasa (makna emotif) kata-kata

bersinonim dalam menyusun kalimat efektif?

3. Bagaimanakah penguasaan siswa kelas …………………………………..

Tahun pelajaran 2002/2003 tentang distribusi kata-kata bersinonim dalam

menyusun kalimat efektif?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran objektif

tentang penguasaan kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif

pada siswa kelas ……………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003

2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan memperoleh:

a. Deskripsi tentang penguasaan makna dasar dan makna tambahan kata-

kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif siswa kelas

…………………………….Tahun pelajaran 2002/2003.

b. Deskripsi tentang penguasaan nilai rasa (makna emotif) kata-kata

bersinonim dalam menyusun kalimat efektif siswa kelas

………………………………….Tahun pelajaran 2002/2003.

c. Deskripsi tentang penguasaan distribusi kata-kata bersinonim dalam

menyusun kalimat efektif siswa kelas ………………………………

Tahun pelajaran 2002/2003

D. Kegunaan Penelitian

Diharapkan hasil penelitian inidapat membuahkan beberapa manfaat

seperti berikut:

1. Bagi siswa, hasil penelitian ini siswa diharapkan mampu menguasai kata-kata

bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, sehingga dapat menerapkan

baik secara lisan maupun tulisan.

2. Hasil penelitian ini bagi guru diharapkan dapat membuahkan atau

memberikan gambaran tentang penguasaan kata-kata bersinonim siswa

kepada para guru, sehingga mereka akan lebih mudah dan cermat dalam

menentukan langkah-langkah berikutnya demi peningkatan mutu pengajaran

bahasa Indonesia di sekolah.


3. Hasil penelitian ini bagi kepala sekolah diharapkan dapat sebagai alat untuk

mengadakan supervisi kepada para guru, sehingga akan membantu

meningkatkan mutu pendidikan.

4. Hasil penelitian ini bagi pengajaran diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiaran terhadap pembinaan dan pengembangan, terutama

dalam bidang penguasaan kata-kata bersinonim, yang ditempuh melalui jalur

formal.

E. Hipotesis

1. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau salah. Dia akan

ditolak jika faktor-faktornya membenarkannya (Hadi, 1984: 63). Hipotesis

penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut:

a. Siswa kelas ………………………………….. Tahun pelajaran

2002/2003 mampu menguasai makna dasar dan makna tambahan kata-

kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.

b. Siswa kelas ………………………………….. Tahun pelajaran

2002/2003 mampu menguasai nilai rasa (makna emotif) kata-kata

bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.

c. Siswa kelas ……………………………………….. Tahun pelajaran

2002/2003 mampu menguasai distribusi kata-kata bersinonim dalam

menyusun kalimat efektif.


3. Kriteria Hipotesis

Penerimaan atau penolakan hipotesis ditentukan berdasarkan kriteria

penelitian sebagai berikut:

a. Siswa kelas …………………………………… Tahun pelajaran

2002/2003 mampu menguasai makna dasar dan makna tambahan kata-

kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, jika 60% atau lebih

siswa sampel dapat mengerjakan dengan benar dari sejumlah soal yang

disediakan.

b. Siswa kelas ………………………………. Tahun pelajaran

2002/2003 mampu menguasai makna nilai rasa (makna emotif) kata-kata

bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, jika 60% atau lebih siswa

sampel dapat mengerjakan dengan benar dari sejumlah soal yang

disediakan.

c. Siswa kelas …………………………………. Tahun pelajaran

2002/2003 mampu menguasai distribusi kata-kata bersinonim dalam

menyusun kalimat efektif, jika 60% atau lebih siswa sampel dapat

mengerjakan dengan benar dari sejumlah soal yang disediakan.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Sinonim

Menurut Gorys Keraf (1991: 34-35), sinonim adalah kata-kata yang

memiliki makna yang sama. Dalam ilmu bahasa yang murni, sebenarnya tidak

diakui adanya sinonim. Tiap kata mempunyai makna atau nuansa makna yang

berlainan, walaupun ada ketumpang tindihan antara satu kata dengan kata yang

lain. Ketumpangtindihan inilah yang membuat orang menerima konsep sinonim

sebagai dikemukakan di atas. Di samping itu, konsep ini juga diterima untuk

tujuan praktis guna mempercepat pemahaman kata-kata lama yang sudah dikenal.

Dengan demikian, proses perluaswan kosa kata seseorang juga akan berjalan

lebih lancar. Walaupun ada penolakan mengenai adanya sinonim ini, da juga ahli

yang berpendirian bahwa bagaimana tetap ada kata-kata yang benar-benar

sinonim. Kesinoniman kata dapat diukur dasri dua kriteria yaitu (1) kedua kata

ini disebut sinonim total, dan (2) kedua kata itu memiliki identitas makna

kognitif dan emotif yang sama, hal ini disebut sinonim komplet. Dengan kriteria

tersebut masih diterima bahwa kata manipulasi bersinonim dengan kecurangan,

pengelapan, spekulasi. Namun kedua kata atau lebih dari kata-kata bersinonim

tersebut tidak ada sinonim total dan sinonim kompletnya. Demian pula pada kata

stabil bersinonim dengan kata mantap, kuat , tak goyah, dan kukuh, juga tidak

ada atau tidak terdapat sinonim total atau komplet.


Lebih lanjut ditegaskan oleh Gorys Keraf (1980: 130) bahwa sejumlah

kata yang bersinonim tersebut bentuknya dapat berbeda, tetapi artinya sama.

Misalnya ada bentuk baku dan kitab yang mempunya makna sama. Pengertian

sama di sini tidak terlalu mutlak, sebab dalam pemakaian sehari-hari tidak ada

dua kata yang sama betul artinya. Kalau mengambil contoh tersebut di atas, maka

seandainya kata buku dan kitab benar-benar sinonim, dalam arti sama betul

artinya maka di mana-mana keduanya harus selalu dapat bertukar tempat. Tetapi

kenyataannya dalam pemakaian sehari-hari ada diferensiasinya. Tatabuku tidak

dapat diganti dengan tatakitab, pelajar memegang buku tidak dapat diganti

dengan memegang kitab. Jadi dalam penggunaan sehari-hari sudah ada

diferesiasi, tidak ada kata yang benar-benar sinonim dalam pengertian yang

mutlak.

Harimurti Kridalaksana (1982: 154) mengatakan bahwa sinonim adalah

bentuk bahasa yang maknanya sama atau mirip dengan bentuk lain. Kesamaan

atau kemiripan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, frase, atau kalimat. Dalam

perbendaharaan kata-kata bahasa Indonesia seperti halnya dalam bahasa lain,

kesinoniman mutlak atau simetris itu tidak ada, sebab kata-kata yang digunakan

jarang dapat dipertukarkan begitu saja. Tiap bahasa tunduk pada konteks yang

melingkupinya. Hal ini berarti dalam sebuah konteks bisa muncul kata sinonim

atua sebaliknya bisa juga mengubah bentuk kata yang semula besinonim menjadi

tidak bersinonim lagi. Sinonim bisa juga dikatakan sebagai kata yang mempunyai

denotasi makna yang sama, tetapi berbeda konotasinya. Dengan demikian,


sinonim merupakan bentuk kata yang saling berbeda tetapi mengandung

pengertian dasar yang sama (Tarigan, 1985: 78).

Menurut Soedjoto (1989: 96), sinonim adalah dua kata atau lebih yang

memiliki makna yang sama atau hampir sama misal (1) sinonim yang sama

maknanya terdapat pada; sudah-telah, sebab-karena, amat-sangat dan sebagainya,

(2) sinonim yang hampir sama maknanya, yaitu kata untuk-bagi-buat-guna, cinta-

kasih-sayang, mengerling-memandang-menatap, dan sebagainya. Kata-kata

bersinonim seperti pada contoh tersebut, maknanya benar-benar sama. Atas dasar

itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada kata bersinonim yang memiliki kesamaan

arti secara mutlak atau simetris seratus persen. Meskipun sedikit ada bedanya,

perbedaan itu antara lain (1) makna dasar dan makna tambahan, (2) nilai rasa

(makna emotif), dan (3) distribusinya.

Dari kelima pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian

sinonim yaitu dua atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama

sesuai dengan konteks yang mengikutinya, contoh:

1) Saya suka menonton wayang kulit.

melihat

memandang

mengawasi

2) Penataran-penataran itu sangat bermanfaat-bagi

untuk para guru bahasa Indonesia

guna
Pada contoh diatas kata menonton lebih tepat dari pada melihat, sebab

wayang kulit merupakan tontonan, kata bagi dan untuk dapat saling

menggantikan. Kata buat dapat menggantikan kata bagi dan untuk, tetapi kurang

tepat sebab kata buat bisa dipakai dalam bahasa tutur (Soedjito, 1988: 3).

B. Proses Kesinoniman

Gorys Keraf (1991: 34-35) mengatakan bahwa sinonim tidak dapat

dihindari dalam sebuah bahasa. Pertama terjadi karena proses serapan.

Pengenalan dengan bahasa lain membawa akibat penerimaan kata-ata baru, yang

sebenarnya sudah ada padanya dalam bahasa sendiri. Dalam bahasa Indonesia

sudah ada kata hasil, masih menerima kata prestasi atau produksi, sudah ada kata

jahat dan kotor masih menerima kata maksiat, sudah ada kata karangan, masih

menggunakan kata artikel, makalah, atau esai. Faktor lain yang menyebabkan

terjadinya sinonim adalah adanya makna emotif, dan makna evaluatif. Kata

ekonomis – irit – hemat, dara – gadis – perawan, meninggal – mati – gugur –

wafat – mangkat dan sebagainya.

Di sisi lain, Aminuddin (1988: 116: 117) menggunakan lima cara untuk

menentukan terjadinya sinonim. Kelima cara yang dimaksud adalah sebagai

berikut:

1. Seperangkat sinonim mungkin merupakan kata-kata yang digunakan dalam

dialek berbeda-beda. Kata kakang dan cacak dalam bahasa Jawa dialek

Surabaya, memiliki terjemahan dalam bahasa Indonesia Kakak. Tetapi


apabila dalam setiap dialek masing-masing kata tersebut memiliki makna

dasar yang berbeda, maka kata tersebut tidak dapat ditentukan sebagai

sinonim.

2. Suatu kata yang semula dianggap memiliki kemiripan atau kesamaan makna,

setelah berada dalam konteks pemakaian, ada kemungkinan membuahkan

makna yang berbeda-beda. Kata bisa dan dapat, misalnya, meskipun secara

leksikal merupakan sinomin dalam konteks pemakaian saya nanti bisa datang

dan saya nanti dapat datang tetap pula dianggap sinonim, sewaktu berada

dalam konteks pemakaian. Bisa ular itu berbahaya, kata itu tidak dapat lagi

sinonim.

3. Suatu kata apabila ditinjau berdasarkan makna kognitif, makna emotif,

maupun makna evaluatif, mungkin akan menunjukkan karakteristik tersendiri,

meskipun dalam pemakaian sehari-hari semula dianggap demikian, misalnya

dapat ditemukan dalam pasangan kata ilmu dan pengetahuan, mengamati dan

meneliti, serta antara mengusap dan membelai. Apabila hal ini terjadi, maka

kata-kata yang semula dianggap sinonim itu harus dianggap sebagai kata

yang berdiri sendiri.

4. Suatu kata yang semula memiliki kolikasi sangat ketat misalnya antara kopi

dengan minum, kuncup dengan kembang, maupun pohon dengan batang,

sering kali dipakai secara tumpang tindih. Hal ini tentu saja tidak benar,

karena masing-masing kata jelas memiliki cirri makna sendiri-sendir. Oleh


sebab itu, pemakaian yang tumpang tindih dapat mengakibatkan salah

pengertian.

5. Akibat kekurangtahuan terhadap nilai suatu kata maupun kelompok kata,

sering kali bentuk kebahasaan yang berbeda-beda begitu saja dianggap

sinonim, misalnya antara bentu kembali ke pangkuan Illahi dengan

meninggalkan dunia kehidupan, antara merencanakan dengan menginginkan,

serta antara gambaran dengan bayangan.

C. Perbedaan Makna Kata Bersinonim

Menurut Soedjito (1989: 7-12) perbedaan nuasa makna kata-kata

bersinonim dapat dilihat pada (1) perbedaan makna dasar dan makna tambahan,

(2) perbedaan nilai rasa (makna emotif), dan (3) perbedaan distribusinya. Kata

melihat, misalnya, kika disinonimkan dengan kata menoleh, menatap, dan

memandang, maka kata melihat adalah kata yang memiliki makna dasar, yaitu

melakukan suatu kegiatan dengan indera mata. Sedangkan menoleh mempunyai

makna tambahan yaitu melihat dengan dekat, teliti atau dengan mengamati.

Demikian pula untuk memandang, makna yang terkandung dalam kata itu adalah

melihat dari jauh atau melihat sesuatu yang jauh dari pandangan indera mata.

Kata-kata bersinonim seperti menoleh, menatap, dan memandang dapat dilihat

perbedaannya berdasarkan makna dasar (inti dan makna tambahan, makna dasar

itu bersifat khusus (lebih sempit), sedangkan makna tambahan bersifat umum

(lebih luas). Makna dasar itu bersifat khusus, makin umum makin makin kabur
gambarannya dalam angan-angan. Sebaliknya makin khusus makin makin jelas

dan tepat. Jadi jelas terlihat kata-kata bersinonim di atas mengandung makna

dasar melihat. Makna dasar melihat ini terangkum dalam makna menoleh,

menatap, dan memandang. Perbedaan kata-kata bersinonim tersebut terletak pada

cara melakukannya.

Selain makna kata, suatu bentuk dapat mengandung suatu nilai rasa yang

tertentu. Disamping arti dasar tiga belas yaitu bilangan bulat sesudah dua belas,

orang merasakan nilai rasa kesialan, kecelakaan dan lain-lain. Makna kata

cerewet ialah banyak bicara tidak pada tempatnya, tidak bisa Manahan mulut,

tetapi di samping itu menimbulkan nilai rasa menjengkelkan dan rasa bosan pada

kit. Kata bodoh dan tolol mempunyai makna yang sama, namum kata tolol

memberikan suatu nilai rasa lain yaitu penghinaan. Kata bangkai, mayat, dan

jenazah mempunyai makna yang sama yaitu ketiganya menunjukkan benda yang

bernyawa yang telah mati. Tetapi kata bangkai hanya cocok untk menyatakan

atau menunjukkan pada binatang. Sedangkan mayat, berlaku bagi manusia

dengan status sosial yang rendah, misalnya gelandangan atau pengemis. Dan kata

jenazah lebih tepat digunakan untuk manusia yang berstatus sosial menengah ke

atas.

Nilai rasa itu bergantung dari tiap masyarakat bahasa yang bersangkutan.

Mungkin suatu kata yang sama akan menerbitkan nilai rasa yang beralainan pada

dua masyarakat bahasa yang berbeda. Juga nila rasa itu bergantung pula dari
zamannya. Dahulu kata perempuan memberi nilai rasa yang baik, sekarang nilai

rasanya sudah tidak baik lagi (Keraf, 1980: 131).

Selain itu, perbedaan nuansa makna dapat dikaji berdasarkan

kontribusinya. Soedjito menenkankan pada kesanggupan sebuah bentuk kata

sinonim untuk didistribusikan dalam konteks yang sama. Kata sudah dan telah

misalnya, keduanya saling bersinonim, jika didistribusikan dalam kalimat makan

sudah minum belum. Kata sudah tidak dapat menggantikan kata telah, sebab

kalimatnya tidak mungkin makan lelah minum belum. Demikian juga untuk kata

besinonim untuk – bagi – guna – buat. Kalimat Ibu membeli buku guna Rina atau

Ibu membeli buku bagi Rina. Kalimat lain yang lebih tepat adalah Ibu membeli

buku buat Rina. (Soedjito, 1989: 7-8).

D. Pengertian Kalimat Efektif

Kalimat dikatakan efektif jika mampu membuat proses penyampaian dan

penerimaan itu berlangsung dengan sempurna. Kalimat yang efektif mampu

membuat isi atau maksud yang disampaikan itu tergambar lengkap dalam pikiran

si penerima (pembaca), persis seperti apa yang disampaikan (Razak, 1990: 2).

Gorys Keraf (1989: 36) mengatakan bahwa kalimat efektif adalah kalimat

yang secara tepat dapat mewakili gagasan, perasan pembicara yang sama

tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca, seperti yang diperkirakan oleh

pembaca atau penulis.


Pendapat lain mengatakan bahwa kalimat efektif harus memiliki ciri-ciri

gramatikal, pilihan kata, penalaran, dan keserasian (kesesuaian) (Soedjito, 1988:

1-8).

Sehubungan dengan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

struktur kalimat efektif haruslah benar. Kalimat itu harus memiliki kesatuan

bentuk, sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadi adanya kesatuan arti.

Sebaliknya kalimat yang strukturnya rusak atau kacau, tidak menggambarkan

kesatuan apa-apa dan merupakan pernyataan yang kosong.

E. Syarat-Syarat Kalimat Efektif

Menurut Soedjito, syarat-syarat kalimat efektif yaitu (1) memiliki ciri

gramatikal, (2) pilihan kata, (3) penalaran, dan (4) keserasian (1988: 1-8).

1. Ciri-ciri Gramatikal

Dalam menyusun kalimat efektif harus diperhatikan ciri-ciri

gramatikal. Untuk membangkitkan kalimat yang efektif tentu perlu dikenal

dan dipahami dasar struktur bahasa. Pengetahuan itu penting bukan saja

sekedar untuk menghindari kemungkinan terjadinya kejanggalan atau

penyimpangan dan menimbulkan berbagai efek yang menampakkan diri

dalam bentuk kekacauan bahasa, akan tetapi juga Karena berfungsi kreatif.

Maksudnya agar bisa memproduksi kalimat yang berarti sebanyak yang

diperlukan guna membahas berbagai bentuk pengalaman jiwa (Razak, 1990:

56). Untuk itu kalimat efektif harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa.


Contoh:

- Hari ini Mardian mau pergi Jakarta.

- Hari ini Mardian mau pergi ke Jakarta.

Dari contoh kalimat di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat nomor

(1) merupakan kalimat efektif yang tidak mengikuti kaidah-kaidah bahasa

(tidak gramatikal), mengapa demikian? Karena nama kota atau keterangan

tempat harus diatas kata depan. Berkaitan dengan contoh di atas kata depan

yang tepat adalah ke. Sebaliknya kalimat nomor (2) merupakanl kalimat

erektif yang mengikuti kaidah-kaidah bahasa (gramatikal). Namum kalimat

efektif yang sudah mengikuti kaidah-kaidah bahasa mungkin belum tentu

kalimat efektif.

2. Pilihan Kata

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupa sebuah kata untuk

menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau

pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau

pembicara. Sebab itu, persoalan ketepatan pilihan kata akan menyangkut pula

masalah makna kata dan kosa kata seseorang. Kosa kata yang kaya raya akan

memungkinkan penulis atau pembicara lebih bebas memilih kata yang

dianggapnya paling tepat mewakili pikirannya. Ketapatan makna kata

menuntut pula kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui

bagaimana hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referensinya.


Apakah bentuk yang dipilih sudah cukup lengkap untuk mendukung

maksud penulis, atau apakah masih diperlukan penjelasan-penjelasan

tambahan? Demikian pula masalah makna yang tepat meminta pertahatian

penulis atau pembicara untuk tetap mengikuti perkembangan makna tiap kata

dasri waktu ke waktu, karena makna kata dapat mengalami perkembangan,

sejalan dengan perkembangan waktu (Keraf, 1991: 87).

Menurut Soedjito (1988: 1) untuk menyusun kalimat efektif harus

dipilih kata-kata yang tepat, sesuai (seksama), dan lazim. Syarat tepat

berkaitan dengan situasi, misalnya dengan siapa orang berbicara, di mana,

kapan, dan sebagainya. Sesuai (seksama) berkaitan dengan distribusi, yaitu

penggunaan kata-kata tugas lazim berkaitan dengan situasi, nilai rasa (makna

emotif), maupun distribusinya.

3. Penalaran

Penggunaan kaidah bahasa dan pilihan kata (diksi) yang tepat belum

menentukan bahwa kalimat itusudah efektif. Kefektifan kalimat didukung

pula oleh jalan pikiran yang logis. Kalimat logis (kalimat yang masuk akal)

dapat dipahami dengan mudah, cepat, dan tepat serta tidak menimbulkan

salah paham, misalnya:

a. Kalimat tidak logis

- Naik sepeda harap turun

b. Kalimat logis

- Pengendara sepeda diharap turun.


Dari contoh kalimat diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat nomor

(a) merupakan kalimat tidak logis, karena tidak menunjukkan hubungan

antara subyek dan predikat. Sebaliknya nomor (b) merupakan kalimat yang

logis, karena hubungan antara subyek dan predikat sudah jelas.

c. Waktu kami persilahkan

d. Dirgahayu Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.

Bandingkan dengan kalimat;

e. Bapak Kepala Sekolah kami persilahkan

f. Waktu kami serahkan kepada Bapak Kepala Sekolah.

g. Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia.

h. Dirgahayu Negara Republik Indonesia.

Pada kalimat nomor (c) dan (d) tidak logis. Ketidaklogisannya terlihat

pada hubungan subyek dan predikatnya. Pada kalimat nomor (c) yang

dipersilahkan oleh pembawa acara bukanlah waktu, melainkan mungkin

Bapak Kepala Sekolah, Bapak Camat, atau yang lainnya dan apa yang

diserahkan kepada Bapak Kepala Sekolah, jawabnya waktu. Jadi yang

dipersilahkan oleh pembawa acara tentu saja orang, bukan waktu. Dan untuk

kalimat nomor (d) orang boleh mengatakan seruan “Selamat Hari Ulang

Tahun Kemerdekaan RI ke 60”, tetapi tidak mengucapkan seruan “Semoga

panjang umur (dirgahayu) Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 60”.


4. Keserasian atau Kesesuaian

Efektif tidaknya suatu bahasa ditentukan juga oleh faktor keserasian

atau kesesuaian yaitu serasi dengan pembicara dan penulis, dan cocok dengan

pendengar atau pembaca serta serasi dengan situasi dan kondisi bahasa itu

digunakan (Soedjito, 1988: 8).

Sehubungan dengan itu, Abdul Razak (1990: 9), mengatakan bahwa

syarat-syarat kalimat efektif adalah (1) keutuhan, (2) pertautan, (3) pemusatan

perhatian, dan (4) keringkasan. Ciri keutuhan itu akan nyata jika tiap kata di

dalam kalimat yang baik, betul-betul merupakan bagian yang terpadu untuk

seluruh kalimat. Keutuhan kalimat misalnya, dirusak oleh ketiadaan subyek

atau oleh adanya kerancuan.pertautan berkenaan dengan tata hubungan antara

unsur-unsur kalimat. Hubungan itu harus logis dan jelas bagi pembaca atau

pendengar. Pemusatan perhatian tercapai dengan cara penempatan bagian

tersebut pada awal atau akhir kalimat. Sedangkan keringkasan akan tampak

jika ada penghematan dalam pemakaian kata, sehingga kata yang mubazir

yang merupakan pemborosan kata disingkirkan.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat efektif harus

memperhatikan hubungan antara unsur dalam kalimat, yaitu harus ada

kepaduan, keutuhan, kejelasan dalam memilih kata, serta sesuai dengan

situasi dan kondisi bahasa itu dipergunakan.


F. Hubungan Sinonim dalam Menyusun Kalimat Efektif

Jika dikaitkan dengan kegiatan mengarang ataupun penataan gaya bahasa

dalam ujaran. Sinonim lebih membuka peluang untuk (1) memilih kosa kata yang

lebih sesuai dengan konteks tanpa harus mengubah gagasan, (2) mengadakan

variasi dalam pemakaian kosa kata, sehingga ujaran maupun karangan yang

ditampilkan menjadi lebih segar, (3) memilih kosa kata yang terasa lebih akrab

dengan penanggap, dan (4) membuka peluang yang lebih memberikan kesan

akademis maupun professional (Aminuddin, 1988: 119).

Sehubungan dengan itu Kridalaksana (195: 5) mengatakan bahwa kata-

kata bersinonim sangat bermanfaat untuk (1) mengembangkan kekayaan kata,

(2) mencari ungkapan-ungkapan untuk konsep-konsep tertentu, (3) menulis

makna yang cocok untuk konteks-konteks tertentu, dan (4) membuat karangan

dengan baik dan menghindarkan pengulangan-pengulangan kata serta menyusun

artikel dalam komposisi.

Dapat disimpulkan bahwa sinonim tidak hanya menolong untuk

menyampaikan gagsan-gagasan umum, tetapi juga menunjukan perbedaan-

perbedaan yang tepat antar makna kata. Untuk menelaah suatu kata, sinonim

merupakan sarana yang praktis. Dengan bentuk yang bervariasi, sinonim

mampu memberikan penilaian secara efektif. Misalnya untuk menjelaskan kata

stabil tidak perlu menjelaskan secara panjang lebar pengertiannya, namun cukup

mengambil sinonimnya saja seperti mantap, kukuh, tetap, dan sebagainya. Cara

tersebut sudah mampu membuat kata-kata yang dimaksud menjadi komunikatif.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

Metode penelitian meruapakan cara yang digunakan untuk mencapai

suatu tujuan, misalnya untuk mengkaji serangkaian hipotesis dengan

menggunakan teknik serta alat tertentu (Surakhmad, 1990: 131).

Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif. Pemilihan metode

tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa metode deskriptif menekankan pada

pendeskripsian data atau menganalisis masalah saat ini (Surakhmad, 1990: 140).

Metode ini bertujuan mengumpulkan data, menyusun data, menganalisis data,

dan mengintepretasi data, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk mengetahuai

gambaran obyektif tentang penguasaan kata-kata bersinonim dalam menyusun

kalimat efektif pada siswa kelas ………………………………………………..

Tahun pelajaran 2002/2003.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah sejumlah individu atau penduduk yang paling sedikit

mempunyai sifat yang sama (Hadi, 1986: 220). Adapun populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa …………………………………. Tahun

pelajaran 2002/2003.
2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sejumlah penduduk atau individu yang jumlahnya

kurang dari jumlah anggota populasi dan juga mempunyai paling sedikit satu

sifat yang sama, baik sifat kodrat maupun sifat pengkususan (Hadi, 1986:

221). Sampel merupakan bagian dari populasi dan dipandang sebagai wakil

seluruh anggota populasi.

Berapa ukuran besar suatu sampel tidak dapat ditentukan secara

mutlak. Semakin homogen, individu yang terdapat dala populasi semakin

tidak ada persoalan dalam menentukan sampel (Hadi, 1986: 74). Dalam

penelitin ini yang dijadikan sampel penelitian adalah semua siswa kelas

……………………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003.

C. Sumber Data dan Instrumen Penelitian

1. Sumber Data Penelitian

Data penelitian adalah data yang diperoleh selama melaksanakan

penelitian. Adapun jenis data penelitian ini ada dua macam, yaitu data utama

dan data pelengkap. Data utama adalah data yang langsung berhubungan

dengan analisis untuk menguji hipotesis. Sedangkan data pelengkap adalah

data yang tidak langsung berhubungan dengan analisis untuk menguji

hipotesis. Data ini merupakan pelengkap yang berguna untuk memperkuat

suatu pengajuan hipotesis. Wujud data pelengkap ini adalah sejumlah

jawaban siswa atas pertanyaan-pertanyaan angket yang diberikan kepadanya.


Dengan data tersebut dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat

kehomogenan sampel, jika berdasarkan data tersebut ada anggota sampel

yang tidak homogen ia akan dikeluarkan dari sampel.

Sesuai dengan tujuan penelitian dan unit instrument yang telah

ditetapkan, data penelitian yang digunakan adalah data utama yang berupa

(1) penguasaaan perbedaan makna dasar dan makna tambahan, (2)

penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif), dan (3) penguasaan

perbedaan distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.

2. Instrumen Penelitian

Bentuk instrument penelitian tentang penguasaan kata bersinonim

dalam menyusun kalimat efektif, ini tes objektif berupa tes pilihan ganda

(Multiple choice) sebanyak 30 item yang meliputi (1) penguasaaan

perbedaan makna dasar dan makna tambahan, (2) penguasaan perbedaan nilai

rasa (makna emotif), dan (3) penguasaan perbedaan distribusinya. Bentuk tes

ini dipergunakan, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.

a. Jawaban tes sudah mutlak, sehingga subjektivitas penilaian atau

pemeriksaan tidak berpengaruh waktu penelitian berlangsung.

b. Mudah dalam mengoreksi, sebab telah tersedia kunci jawaban yang

sudah dipersiapkan sebelumnya.

c. Tes bentuk ini dapat merangkum materi tes secara terperinci (Sudjana,

1989: 269).
d. Dapat dikoreksi oleh siapapun , dan kapan pun , juga hasilnya akan

sama (Nurkancana, 1986: 28).

Dalam bentuk tes ini penulis menyaiapkan 4 alternatif jawaan soal

nomor 1 sampai nomor 30. hal ini dilakukan dengan tujuan mengurangi dan

menghindari kemungkinan siswa menebak-nebak dalam menjawab soal yang

diberikan. Disamping itu, pemberian alternative tersebut berdasarkan asumsi

bahwa siswa kelas ……………………………………………. Tahun

pelajaran 2002/2003, sudah terbiasa menghadapi tes obyektif pilihan ganda.

Bahan instrument yang digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia

ini, didapat dari kamus atau daftar kata, dan sejumlah literatur yang berkaitan

dengan penelitian ini. Bahan pada literatur yang akan diujicobakan diteliti

terlebih dahulu, kemudian setelah digunakan dalam ujicoba direvisi untuk

disempurnakan.

3. Penyusunan Instrumen Penelitian

Penyusunan Instrumen penelitian harus disesuaikan dengan rumus

yang ada dalam perumusan tujuan. Perumusan instrument dapat dilihat pada

table 1.
Table 1.

Instrumen Penguasaan Kata-kata Bersinonim dalam Menyusun Kalimat Efetif

No Materi Tes Bentuk Tes Nomor Soal Jumlah Item


1 Penguasaan perbedaan makna Pilihan Ganda 1, 4, 7, 10, 13, 10
dasar dan makna tambahan 16, 19, 22, 25, 28
kata-kata bersinonim
2 Penguasaan perbedaan nilai Pilihan Ganda 2, 5, 8, 11, 14,
rasa kata-kata bersinonim 17, 20, 23, 26, 29 10
3 Penguasaan perbedaan
distribusi kata-kata Pilihan Ganda 3, 6, 9, 12, 15,
bersinonim 18, 21, 24, 27, 30 10
Jumlah 30

4. Uji Coba Instrumen

Untuk menguji keakuratan dalam menjaring data, maka instrument

penelitian ini perlu diujicobakan terlebih dahulu. Untuk keperluan ujicoba ini,

penulis memilih siswa kelas ……………………………………… Tahun

pelajaran 2002/2003 dijadikan sampel ujicoba, dengan jumlah murid 24

siswa.

Ujiacoba instrument penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3

Februari 2003, dan dilakukan hanya sekali. Hal ini berdasarkan pertimbangan

terbatasnya tenaga dan waktu bagi penulis. Secara umum ujicoba ini

dimaksudkan untuk memperoleh (1) validitas, (2) reliabilitas, (3) derajad

kesukaran, dan (4) daya beda instrument.

a. Validitas Instrumen

Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa

yang seharusnya diukur secara tepat (Nurkancana, 1986: 12).

Pengertian dari validitas ini dla dilihat dari beberapa aspek.


- Validitas ramalan, yaitu ketepatan suatu alat ukur ditinjau dari

kemampuan tes tersebut untuk meramalkan presasi yang dicapai.

- Validitas bandingan, yaitu ketepatan suatu tes dilihat dari hubungan

terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat ini secara riil.

- Validitas sususan, yaitu ketepatan susunan tes yang sesuai dengan

syarat-syarat penyusunan tes yang baik.

- Validitas isi, yaitu ketepatan suatu tes ditinjau dari tes tersebut,

maksudnya dari tes itu.

Dalam penelitian ini validitas tes yang dicapai didasarkan pada

validitas isi dan susunan. Jika ditinjau dari kedua validitas di atas, maka

penelitian ini sudah sesuai. Penelitian ini memilih validitas isi, karena

materi yang dituangkan dlam instrument sudah mampu mewakili bahan-

bahan yang telah diberikan. Juga sudah memenuhi validitas susunan,

karena penyusun instrument didasarkan pada kriteria sebagai berikut:

- Tes obyektif hendaknya didahului petunjuk tentang cara

mengerjakannya.

- Istilah dan susunan kalimatnya yang digunakan sesuai dengan tingkat

dan usia siswa.

- Setiap pertanyaan mempunyai satu macam penafsiran.

- Urutan jawaban yang betul tidak mengikuti pola-pola yang tepat.


b. Reliabilitas Instrumen

Suatu tes dapat dikatakan reliable apabila tes tersebut

menunjukkan hasil-hasil yang mantap (Nurancana, 1986: 131). Dari

redaksi yang berbeda mempunyai pendapat yang sama, yaitu bahwa suatu

tes dikatakan reliabel apabila hasil pengukurannya mantap (Joni, 1984:

36). Antara validitas dan reliable sebenarnya ada hubungannya, yaitu

bahwa untuk memenuhi syarat validitas, suatu tes harus reliable dulu.

Oleh karena itu reliable suatu tes tidak pelu diragukan apabila tes tersebut

benar-benar sudah valid, pasti reliable. Akan tatapi sutu yang relaiabel

tidak pasti selalu valid. (Joni, 1984: 39).

c. Derajad Kesukaran dan Daya Beda Instrumen

Suatu tes dikatakan memenuhi persyarakat tingkat atau derajat

kesukaran apabila tes tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit.

Suatu item yang terlalu mudah, sehingga data dijawab dengan benar oleh

semua siswa, bukanlah merupakan item yang baik. Sebaliknya sebuah

item yang terlalu sukar, sehingga tidak dijawab dengan benar oleh siswa,

juga bukan merupakan item yang baik. Intuk mencari derajat kesukaran

suatu item dapat dilakukan dengan jalan mengadakan analisis item-

itemnya. Untuk mencari tingkat ata derajat kesukaran setiap item dapat

dicari dengan rumus:

Keterangan :
DK : Derajad Kesukaran

WL : Jumlah individu kelompok bawah (KB)

WH : Jumlah Individu kelompok atas (KA)

NL : Jumlah kelompok bawah

WL : Jumlah Kelompok atas

WL ini diambil 27 % dari jumlah individu kelompok bawah yang tidak

menjawab atau menajawab salah pada item tertentu. Sedangkan WH

diambil 27% daru jumlah individu kelompok atas yang menjawab salah

atau tidak menjawab pada item tertentu. Berpijak pada kriteria tersebut,

dari jumlah lembar jawaban siswa ujicoba sebanyak 24 siswa, dapat

ditentukan jumlah kelompok atas dan kelompok bawah seperti berikut:

Jumlah kelompok atas 27% X 24 = 6,48 siswa, dibulatkan menjadi 7.

Demikian pula kelompok bawah, jumlahnya sama yaitu 7 siswa.

Suatu item dapat dikatakan baik apabila memiliki tingkat kesukaran yang

bergerak antara 25% - 75%. Item yang mempunyai derajad kesukaran di

bawah 25% berarti item tersebut telalu mudah. Sedangkan itum yang

memiliki tingkat derajad kesukaran di atas 75% berarti item tersebut

terlalu sukar. Disamping mencari derajad kesukaran, suatu tes juga

dimaksudkan untuk memisahkan antara murid-murid yang belajar maka

item yang baik adalah item yang benar-benar dapat memisahkan kedua

golongan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan antara siswa

yang pandai dan yang bodoh. Untuk mencari perbedaan antara keduanya,
maka perludicari daya bedanya. Untuk mencari daya beda dapat dicari

dengan rumus:

Keterangan:

DB : Daya beda

WL : Jumlah individu kelompok bawah (KB)

WH : Jumlah individu kelompok atas (KA)

N : Jumlah individu kelompok bawah atau atas.

Suatu item dapat dikatakan ideal apabila item tersebut

memilikidaya beda 0,40 ke atas. Namun untuk ulangan-ulangan harisan,

masih dapat ditolerir daya beda sebesar 0,20 (Nurkancana, 1986: 134-

140). Berdasarkan kriteria di atas, hasil ujicoba instrument dapat

ditabulasikan seperti berikut:

Table 2.

Hasil Ujicoba Instrumen Penelitian BerdasarkanDerajat Kesukaran

(DK) dan Daya Beda (DB)

Kriteria DB/DK Nomor Item Keterangan


0,20 2, 20, 25, 27 Revisi
020 – 0,40 5, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 19, 23, 28, 29 -
0,40 1, 3, 4, 8, 16, 17, 21, 22, 24, 30 -
25% - -
25% - 75% 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 18, -
19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30.
75% 7, 12, 15. Revisi
Demikian uji coba instrument penelitian penguasaan kata bersinonim

dalam menyusun kalimat efektif. Dengan demikian pertanyaan nomor 2, 7,

12, 15, 20, 25, 27 direvisi seperlunya. Revisi item-item tersebut diprioritaskan

pada rumusan soal dan distrkator (jawaban pengecoh).

D. Teknik Penelitian

Pada bagian depan telah dijelaskan, bahwa data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data utama, berdasarkan hal itu, data utama dikumpulkan

dengan mempergunakan metode pemberian tugas atau tes kepada siswa sampel.

Tes dilakukan setelah instrumen penelitian diujicobakan dan disempurnakan.

Dalam hal ini, penyempurnaan soal tidak mengalami pengurangan jumlah item,

tetapi hanya memperbaiki tes yang kurang efektif dan tidak komunikatif, jumlah

soal tetap 30 item.

1. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2003 di

………………………………………… Tahun pelajaran 2002/2003. Dalam

pengambilan data ini penulis menggunakan metode pemberian tugas atua tes.

Tes yang digunakan adalah tes objektif pilihan ganda, dengan jumlah item 30

soal dan diikuti oleh 24 siswa.

2. Teknik Analisis Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini dibagi menjadi lima

langkah, yaitu penyeleksian data, pemberian skor, menganalisis data ntuk


menguji hipotesis peram, menganalisi datu untuk menguji hipotesis ketiga.

Kelima langkah, yaitu penyeleksian data, pemberian skor, menganilisis data

untuk menguji hipotesis pertama, menganalisis data untuk menguji hipotesis

ketiga. Kelima langkah tersubut dapat dijabarkan secara rinci seperti berikut:

a. Penyeleksian Data

Sebelum melaksanakan penganalisisan, terlebih dahulu diadakan

penyeleksian data yang telah terkumpul, guna mendapatkan data yang

valid. Data yang ada dinilai cukup valid, sebab mengikuti kriteria yang

dimaksud adalah (1) kelengkapan identitas siswa, seperti nama, kelas,

nomor presensi, dan nomor soal, (2) keseuaian jawaban soal dengan

petunjuk yang diberikan, (3) kesungguhan dalam mengerjakan soal, serta

(4) kelengkapan jawaban yang diberikan.

b. Pemberian Skor

Setelah jawaban dikoreksi dan dinilai peneliti yang dibantu oleh

penilai lain, kemudian dicari skor kumulatifnya. Melalui langkah ini

diperoleh data kuantitatif berupa skor mentah setiap siswa sampel. Dalam

pemerian skor mentah setiap jawaban hasil tes, menurut Wayan

Nurkancana bahwa penskoran tes objektif pilihan ganda (multiple choice)

setiap jawaban yang benar diberi skor 3 dan untuk jawaban yang salah

diberi skor 0, total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor yang

diperoleh dari semua soal (Nurkancana, 1986: 80).


Pemberian skor ini didasari pemikiran bahwa untuk tes unit I dan

II merupakan unit tes objektif pilihan ganda. Oleh karena itu, hasilnya

disesuaikan dengan aturan penentuan skor yang ada.

c. Menganilisis Data Untuk Menguji Hipotesis Pertama

Untuk menguji hipotesis pertama yang berbunyi “Siswa kelas

…………………………………………….Tahun pelajaran 2002/2003

mampu menguasai makna dasar dan makna tambahan kata-kata

bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”, ditempuh langkah-langkah

sebagai berikut.

1) Mengubah skor mentah menjadi skor standar

Mengingat bahwa diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna atau

dipergunakan untuk dasar perbaikan proses belajar-mengajar, maka

norma yang digunakan adalah norma absolute. Norma absolute adalah

norma yang ditetapkan secara mutlak (Nurkancana, 1983: 78). Nilai

standar yang diperoleh siswa akan mencerminkan tingkat penguasaan

siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru. Skala yang

dipergunakan dalam norma absolute itu adalah “0 – 10”. Adapun

prosedurnya seperti berikut:

a) Mencari skor maksimal ideal (SMI) daripada tes yang diberikan.

Skor maksimal ideal adalah skor yang mungkin dicapai apabila

semua item dapat dijawab dengan benar. Skor masimal ideal


dicari dengan jalan menghitung jumlah item yang diberikan serta

bobot masing-masing item.

Penentuan tes adalah sebagai berikut:

- Setiap butir soal true false bobot nilainya 1.

- Setiap butir soal mulitpel choice bobot niloainya 3.

- Setiap butit soal matching bobot nilainya 2.

- Setiap butir soal essay bobot nilainya 5.

Oleh karena data penelitian ini berupa tes obyektif pilihan ganda

(multiple choice), maka setiap butir soal bobot nialinya 3.

(Nurkancana, 1986: 80).

2) Mencari rata-rata ideal (MI) dengan rumus:

MI = ½ SMi

3) Mencari Standar deviasi ideal (Sdi) dengan rumus:

SDi = ⅓ Mi

4) Menyusun pedoman konversi skala “0 – 10” dengan ketentuan

sebagai berikut:

Mi + 2,25 SDi ------ 10

Mi + 1,75 SDi ------ 9

Mi + 1,25 SDi ------ 8

Mi + 0,75 SDi ------ 7

Mi + 0,25 SDi ------ 6

Mi - 0,25 SDi ------ 5


Mi - 0,75 SDi ------ 4

Mi - 1,25 SDi ------ 3

Mi - 1,75 SDi ------ 2

Mi - 2,25 SDi ------ 1

------ 0 (Nurkancana, 1986: 84-85).

d. Mengkualifikasi Keberhasilan siswa dengan mempersentasikan pengikut

tes yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6 dan kurang dari

6 (6 > dan < 6), dengan cara menghitung distribusi frekuensi. Perhitungan

distribusi frekuensi adalah kegiatan penganalisisan lebih lanjut mengenai

data yang telah diperoleh dari skorsing. Langkah perhitungan distribusi

frekuensi adalah sebagai berikut:

1) Menghitung frekuensi jawaban benar yang ditandai (f) dan persentase

frekuensi jawaban benar yang ditandai (f%) dengan rumus:

f% : Persentase frekuensi

f : Jumlah jawaban benar

n : Jumlah peserta.

2) Menghitung frekuensi meningkat yangditandai (cf) dan persentase

meningkat yang ditandai (cf%) yaitu dengan cara menjumlahkan f%

dari atas urut ke bawah. Hasil frekuensi meningkat (cf) dan

persentase meningkat (cf%) akan digunakan untuk menyusun ogive.

3) Menguji hipotesis sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.


Kriteria pengkualifikasian itu dapat ditetapkan sebagai berikut. Siswa

kelas …………………………………………….Tahun pelajaran

2002/2003 mampu mengusai (1) perbedaan makna dasar makna

tambahan, (2) perbedaan makna emotif, dan (3) perbedaan distribusi

kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, dapat

dikategorikan;

- baik, jika lebih 60 % siswa sampel mendapat nilai 6 keatas

- sedang, jika kurang ari 60%, tetapi lebih dari 50% siswa sampel

mendapta nilai 6, dan

- kurang, jika kurang dari 50% siswa sampel mendapat nilai kurang

dari 6.

4) Menganalisa data untuk menguji hipotesis kedua. Langkah-langkah

untuk menguji hipotesis kedua, yang berbunyi, “Siswa kelas VI SDN

2 Singgahan Kec. Pulung Kab. Ponorogo Tahun pelajaran 2002/2003

mammpumenguasai nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim

dalam menyusun kalimat efektif” sama dengan langkah-langkah

analisis untuk menguji hipotesis pertama. Karena itulah pada bagin

ini tidak diuraikan lagi.

5) Menganalisis data untuk menguji hipotesis ketiga langkah-langkah

untuk menguji hipotesis ketiga, yang berbunyi “Siswa kelas

…………………………………….. Tahun pelajaran 2002/2003

mampu menguasai distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun


kalimat efektif”, sama dengan langkah-langkah analisis untuk

menguji hipotesis pertama dan kedua.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan hasil penelitian yang

diperoleh berupa (1) pengusaan perbedaan makna dasar dan makna tambahan, (2)

penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif), dan (3) penguasaan perbedaan

disribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif pada siswa kelas

VI SDN 2 Singgahan Kec. Pulung Kab. Ponorogo Tahun pelajaran 2002/2003.

Dibawah ini akan dipaparkan hasil penelitian tersebut satu persatu.

1. Penguasaan Perbedaan Makna Dasar dan Makna Tambahan

Dalam proses analisis terlihat skor maksimal ideal (SMI) = 90, nilai

rata-rata ideal (MI) = 45, dan standard deviasi dimasukkan ke dalam table

konversi pengubahan skor mentahmenjadi nilai skala “0 – 10”.

Dari table itu dapat diketahui bahwa:

- Nilai 10 berada pada skala angka 78,75 – 86,25

- Nilai 9 berada pada skala angka 71,25 – 78,75

- Nilai 8 berada pada skala angka 63,75 – 71,25

- Nilai 7 berada pada skala angka 56,25 – 63,75

- Nilai 6 berada pada skala angka 48,75 – 56,25

- Nilai 5 berada pada skala angka 41,25 – 48,75

- Nilai 4 berada pada skala angka 33,75 – 41,25

- Nilai 3 berada pada skala angka 26,25 – 33,75


- Nilai 2 berada pada skala angka 18,75 – 26,25

- Nilai 1 berada pada skala angka 11,25 – 18,75

- Nilai 0 berada pada skala angka 0 – 11,25

Sebelum menghitung persentase siswa yng mendapatkan nilai lebih

dari atau sama dengan 6, dan kurang dari 6 lebih dahulu harus diketahui

frekuensi setiap nilai seperti yang dipaparkan pada table berikut ini.

Table 3.

Distribusi Frekuensi Nilai Perbedaan Makna Dasar dan Makna Tambahan

Frekuensi Frekuensi Meningkat


Jumlah Item Nilai
f f% cf cf%
10 10 1 4,17 1 4,17
9 5 20,83 6 25,0
8 5 20,83 11 45,83
7 7 29,17 18 75,0
6 3 12,5 21 87,5
5 2 8,33 23 95,83
4 1 4,17 24 100

Berdasarkan hasil tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa nilai

tertinggi yang dicapai siswa adalah nilai 10, dan yang terendah 4, sedangkan

skor yang paling banyak dicapai adalah nilai 7. dengan demikian, dapat

diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mendapatkan

nilai lebih dari atau sama dengan 6 sebanyak 21 siswa dengan presentase

87,5% dan siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 6 sebanyak 3 siswa

dengan persentase 12,5%.


Sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, dapat disimpulkan

bahwa penguasaan perbedaan makna dasar dan makna tambahan kata-kata

bersinonim dalm menyusun kalimat efektif siswa kelas

…………………………………………………Tahun pelajaran 2002/2003

termasuk kategori baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut

ini.

Table 4.

Perhitungan Jumlah Siswa yang Memperoleh Nilai Perbedaan Makna Dasar

dan Makna Tambahan ≥ 6 dan < 6

>6 <6
Nilai Nilai
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
10 1 4,17 10 - -
9 5 20,83 9 - -
8 5 20,83 8 - -
7 7 29,17 7 - -
6 3 12,5 6 - -
5 - - 5 2 8,33
4 - - 4 1 4,17
Jumlah 21 87,5 Jumlah 3 12,5

Pada bagian pendahuluan telah ditetapkan kriteria penguji hipotesis

pertama, yakni “Siswa kelas …………………………… Tahun pelajaran

2002/2003 “Mampu mengusai perbedaan makna dasar dan makna tambahan

kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa penguasaan siswa untuk aspek-aspek tersebut termasuk

kategori baik.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai 6 atau

lebih sebanyak 21 siswa dengan persentase 87,5%, sedangkah kriteria yang

digunakan untuk menguji hipotesis adalah jika lebih 60% siswa sampel

mendapatkan nilai 6 ke atas termasuk kategori baik. Dengan demikian,

hipotesis yang berbunyi “Siswa kelas ………………………………..Tahun

pelajaran 2002/2003 mampu menguasai makna dasar dan makna tambahan

kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”, dapat diterima.

2. Penguasaan Perbedaan Nilai Rasa

Data tentang penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif) kata-

kata bersinonim. Dalam proses analisis terlihat skor maksimal ideal (SMI) =

90, nilai rata-rata ideal (Mi) = 45, dan standar deviasi ideal (SDi) = 15.

Selanjutnya mean dan standar deviasi dimasukkan kedalam table konversi

pengubahan skor mentah menjadi nilai skala “0 – 10”. Dari table tersebut

dapat diketahui bahwa:

- Nilai 10 berada pada skala angka 78,75 – 86,25

- Nilai 9 berada pada skala angka 71,25 – 78,75

- Nilai 8 berada pada skala angka 63,75 – 71,25

- Nilai 7 berada pada skala angka 56,25 – 63,75

- Nilai 6 berada pada skala angka 48,75 – 56,25

- Nilai 5 berada pada skala angka 41,25 – 48,75

- Nilai 4 berada pada skala angka 33,75 – 41,25

- Nilai 3 berada pada skala angka 26,25 – 33,75


- Nilai 2 berada pada skala angka 18,75 – 26,25

- Nilai 1 berada pada skala angka 11,25 – 18,75

- Nilai 0 berada pada skala angka 0 – 11,25

Sebelum menghitung persentase siswa yng mendapatkan nilai lebih

dari atau sama dengan 6, dan kurang dari 6 lebih dahulu hrus diketahui

frekuensi setiap nilai seperti yang dipaparkan pada table berikut ini.

Table 5.

Distribusi Frekuensi Penguasaan Perbedaan Nilai Rasa

Frekuensi Frekuensi Meningkat


Jumlah Item Nilai
F f% Cf cf%
10 1 4,17 1 4,17
9 2 8,33 3 12,5
8 5 20,84 8 33,34
10 7 8 33,33 16 66,67
6 3 12,5 19 79,17
5 3 12,5 22 91,67
4 2 8,33 24 100

Berdasarkan hasil tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa nilai

tertinggi yang dicapai siswa adalah nilai 10, dan yang terendah 4, sedangkan

skor yang paling banyak dicapai adalah nilai 7. Dengan demikian, dapat

diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mendapatkan

nilai lebih dari atau sama dengan 6 sebanyak 19 siswa dengan perentase

79,17% dan siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 6 sebanyak 5 siswa

dengan persentase 20,83%.


Sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, dapat disimpulkan

bahwa penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim

dalam menyusun kalimat efektif siswa kelas

……………………………………… Tahun pelajaran 2002/2003 termasuk

kategori baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini.

Table 6.

Perhitungan Jumlah Siswa yang Memperoleh Nilai Penguasaan Perbedaan

Nilai Rasa ≥ 6 dan < 6

>6 <6
Nilai Nilai
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
10 1 4,17 10 - -
9 2 8,33 9 - -
8 5 20,84 8 - -
7 8 33,33 7 - -
6 3 12,5 6 - -
5 - - 5 3 12,5
4 - - 4 2 8,33
Jumlah 19 79,17 Jumlah 5 20,83

Pada bagian pendahuluan telah ditetapkan kriteria penguji hipotesis

kedua, yakni “Siswa kelas …………………………………….. Tahun

pelajaran 2002/2003 Mampu mengusai perbedaan nilai rasa (makna emotif)

kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa penguasaan siswa untuk aspek-aspek tersebut termasuk

kategori baik.

Hal ini dibuktikan dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai 6 atau

lebih sebanyak 18 siswa dengan persentase 75,00%, sedangkah kriteria yang


digunakan untuk menguji hipotesis adalah jika lebih 60% siswa sampel

mendapatkan nilai 6 ke atas termasuk kategori baik. Dengan demikian,

hipotesis yang berbunyi “Siswa kelas …………………………………..

Tahun pelajaran 2002/2003 mampu menguasai perbedaan nilai rasa (makna

emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif”, dapat

diterima.

3. Penguasaan Perbedaan Distribusi Kata Bersinonim

Data tentang penguasaan perbedaan distribusi kata-kata bersinonim

dari sampel 46 siswa. Dalam proses analisis terlihat skor maksimal ideal

(SMI) = 90, nilai rata-rata ideal (Mi) = 45, dan standar deviasi dimasukkan ke

dalam table konversi penghubung skor mentah menjadi nilai skala “ 0 – 10”.

Dari table itu dapat diketahui bahwa:

- Nilai 10 berada pada skala angka 78,75 – 86,25

- Nilai 9 berada pada skala angka 71,25 – 78,75

- Nilai 8 berada pada skala angka 63,75 – 71,25

- Nilai 7 berada pada skala angka 56,25 – 63,75

- Nilai 6 berada pada skala angka 48,75 – 56,25

- Nilai 5 berada pada skala angka 41,25 – 48,75

- Nilai 4 berada pada skala angka 33,75 – 41,25

- Nilai 3 berada pada skala angka 26,25 – 33,75

- Nilai 2 berada pada skala angka 18,75 – 26,25

- Nilai 1 berada pada skala angka 11,25 – 18,75


- Nilai 0 berada pada skala angka 0 – 11,25

Sebelum menghitung persentase siswa yng mendapatkan nilai lebih

dari atau sama dengan 6, dan kurang dari 6 lebih dahulu harus diketahui

frekuensi setiap nilai seperti yang dipaparkan pada table berikut ini.

Table 7.

Distribusi Frekuensi Nilai Penguasaan Perbedaan Distribusinya

Frekuensi Frekuensi Meningkat


Jumlah Item Nilai
F f% Cf cf%
10 2 8,33 2 8,33
9 1 4,17 3 12,5
8 2 8,33 5 20,83
10 7 6 25,0 11 45,83
6 7 29,17 18 75,0
5 1 4,17 19 79,17
4 5 20,83 24 100

Berdasarkan hasil tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa nilai

tertinggi yang dicapai siswa adalah nilai 10, dan yang terendah 4, sedangkan

skor yang paling banyak dicapai adalah nilai 6. Dengan demikian, dapat

diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mendapatkan

nilai lebih dari atau sama dengan 6 sebanyak 18 siswa dengan presentase

75,00% dan siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 6 sebanyak 6 siswa

dengan persentase 25,00%.

Sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, dapat disimpulkan

bahwa penguasaan perbedaan distribusi kata-kata bersinonim dalam

menyusun kalimat efektif siswa kelas .Tahun pelajaran 2002/2003 mampu


menguasai perbedaan distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun

kalimat efektif”, dapat diterima.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasaran hasil penelitian yang telah dipaparkan, dapat diperoleh

gambaran bahwa dari ketiga hipotesis yang diusulkan, dapat dibuktikan. Hal ini

terlihat pada kesimpulan hasil penelitian berikut ini.

1. Siswa kelas . Tahun pelajaran 2002/2003 menguasai perbedaan makna dasar

dan makna tambahan kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif. Hal

ini dibuktikan dari pengolahan skor penguasan perbedaan makna dasar dan

makna tambahan diketahui bahwa persentase pengikut tes yang terdapat nilai

lebih dari atau sama dengan 6 lebih dari 60%, yakni 87,50%. Dengan

demikian, hipotisis yang berbunyi “Siswa kelas . Tahun pelajaran 2002/2003

mampu menguasai perbedaan makna dasar dan makna tambahan diterima,

karena anak yang mendapat nilai 6 lebih dari 60%. Sesuai dengan pedoman

penilai dari edaran Depdikbud.

2. Siswa kelas . Tahun pelajaran 2002/2003 mampu mengusai perbedaan nilai

rasa (makna emotif) kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.

Hal ini dibuktikan dari pengolahan skor penguasaan perbedaan nilai rasa

(makna emotif) diketahui bahwa persentase pengikut tes mendapat nilai lebih

dari atau sama dengan 6 lebih dari 60%, yakni 79,17%. Dengan demikian,
hipotesis yang berbunyi, “siswa kelas .Tahun pelajaran 2002/2003 mampu

menguasai perbedaan nilai rasa (makna emotif)”, diterima.

3. Siswa kelas…………………… Tahun pelajaran 2002/2003 mampu mengusai

perbedaan distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif.

Hal ini dibuktikan dari pengolahan skor penguasaan perbedaan distribusi

diketahui bahwa persentase pengikut tes mendapat nilai lebih dari atau sama

dengan 6 lebih dari 60%, yakni 75,00%. Dengan demikian, hipotesis yang

berbunyi, “Siswa kelas ……………………………… Tahun pelajaran

2002/2003 mampu menguasai perbedaan distribusi”, diterima.

B. Saran-saran

1. Bagi Peneliti

Sejumlah penelitian yang berkaitan dengan pengajaran sebagian besar

mengandalkan hasil penelitian dan menyimpulkan berdasarkan instrumen.

Padahal instrument yang dihadirkan tidak selamanya mampu menghasilkn

atau menjamin kevalidan hasil yang diperoleh. Sehubungan dengan itu,

diharapkan penelitian lebih lanjut mempertimbangkan (1) bentuk instrument,

(2) isi instrument, dan (3) teknik penyusunan yang mampu menjaring variable

masalah yang diharapkan. Selain itu perlu pula melakukan penjajakan dan

obervasi secara intensif terhadap objek penelitian. Dengan langkah dan

pertimbangan tersebut, maka hasil yang objektif, mendalam dan menyeluruh

akan tercapai serta terjawa.


2. Bagi Guru

Berdasarkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai umpan balik bagi guru.

Sehigga dapat meningkatkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai hasil

yang lebih baik lagi.

3. Bagi Lembaga

Lembaga pendidikan merupakan prasarana yang menentukan keberhasilan

siswa dalam menempuh studinya. Untuk itu lembaga pendidikan hendaknya

menyediakan perpustakaan dengan judul buku yang memadai khususnya

buku-buku yang berkaitan dengan sinonim dalam menyusun kalimat efektif.

Dengan saran ini dengan tujuan ikut memberi sumbangan pemikiran terhadap

peningkatan mata pelajaran bahasa Indonesia umumnya dan penguasaan

sinonim khususnya. Selain itu kritik dan saran yang membangun dari

pembaca sangat diharapkan demi penyempurnaan penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, 1998. Semantik: Pengantar Srutdi Tentang Makna. Bandung: Sinar

Baru.

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:

PT Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi Research. Jilid I. Yogyakarta: Fakultas Psikologi

UGM.

-----------------. 1984. Metodologi Research. Jilid II. Yogyakarta: Fakultas Psikologi

UGM.

-----------------. 1984. Metodologi Research. Jilid III. Yogyakarta: Fakultas Psikologi

UGM.

-----------------. 1986. Statistik 2. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores. Nusa Indah.

-----------------. 1989. Komposisi. Ende Flores. Nusa Indah.

-----------------. 1991. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende Flores. Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimukti. 1975. Kamus Sinonim Bahasa Indonesia. Ende Flores:

Nusa Indah

----------------, 1992. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia

Mariskan, A. 1982. Ikthisar Bahasa Indonesia untuk SMA. Jakarta.Edumedia

Nurkancana, Wayan. 1986. Evalusi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

----------------. 1982. Evalusi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.


Poerwadarminta. W.J.S. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Razak, Abdul. 1990. Kalimat Efektif Struktur Gaya dan Variasi. Jakarta. Gramedia.

Soedjito. 1988. Kalimat Efetif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

---------------. 1989. Sinonim. Bandung: Sinar Baru.

Surakhmad, Winarno. 1985. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa.


PENGUASAAN KATA-KATA BERSINONIM DALAM

MENYUSUN KALIMAT EFEKTIF PADA SISWA KELAS

…………………………………………

TAHUN 2002/2003

KARYA ILMIAH

OLEH

…………………………..

NIP: ………………………….

DINAS PENDIDIKAN ……………………….


………………………………………..

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Setelah membaca dan mencermati karya ilmiah yang merupakan ulasan hasil
penelitian yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan
……………………….. hasil karya dari:

Nama : ………………….
NIP : ………………………….
Unit Kerja : …………………………………………………
Judul : Penguasaan Kata-kata Bersinonim dalam Menyusun Kalimat
Efektif Pada Siswa Kelas ……………………………….
Tahun Pelajaran 2002/2003.

Menyetujui dan mengesahkan untuk diajukan mendapatkan Penetapan Angka Kredit


Kenaikan Pangkat dalam jabatan fungsional guru.

Mengetahui
Ketua PD PGRI II Kepala ………………
Kabupaten …………………… …………………

………………………………….. ………………...
NPA: …………… NIP: ……………..
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit
kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional guru. Karya ilmiah ini tidak
dipublikasikan tetapi telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di
perpustakaan ……………………………………..

Pada Hari : ……………………

Tanggal : ……………………

Perpustakawan Kepala

………………………….. ………………….

Kabupaten ………………….. Kabupaten ……

…………………….. ……………………………….
NIP:……………. NIP: ………………
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan

karya ilmiah dengan judul “Penguasaan Kata-kata Bersinonim dalam Menyusun

Kalimat Efektif Pada Siswa Kelas ………………………… Tahun Pelajaran

2002/2003”, penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di

perpustakaan sekolah dan dapat dipakai sebagai perbandingan dalam pembuatan

karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam

rangka pembinaan karya ilmiah remaja.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya

kepada:

1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan ……………………………….

2. Yth. Ketua PD II PGRI …………………………………….

3. Yth. Rekan-rekan Guru ……………………………………….

4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna

untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu

penulis harapkan.

Penulis
ABSTRAK

………………………., 2003. Penguasaan Kata-kata Bersinonim dalam Menyusun


Kalimat Efektif Pada Siswa Kelas ……………………………………. Tahun
Pelajaran 2002/2003

Kata Kunci: penguasaan kata bersinonim, kalimat efektif

Penguasaan kalimat bersinonim pada siswa sekolah dasar pada dasarnya


adalah untuk membentuk kalimat efektif yang sederhana. Dengan tingkat
kemampuan dan usia pada anak sekolah dasar ternyata hasil temuan penelitian
mereka sudah mampu membentuk kalimat efektif yang sederhana.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah
penguasaan siswa tentang perbedaan makna dasar dan makna tambahan,
bagaimanakah penguasaan siswa tentang perbedaan rasa, dan bagaimanakah
penguasaan siswa tentang distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat
efektif.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah siswa mampu menguasai perbedaan
makna dasar dan makna tambahan. Siswa mampu menguasai perbedaan nilai rasa.
Siswa mampu menguasai distribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat
efektif.
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul .............................................................................................. i

Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii

Kata Pengantar ................................................................................................. iv

Abstrak ............................................................................................................. v

Daftar Isi .......................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................. 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................... 4

D. Kegunaan Penelitian ......................................................... 5

E. Hipotesis ............................................................................ 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Sinonim ............................................................ 8

B. Proses Sinonim ................................................................. 11

C. Perbedaan Makna Kata Bersinonim .................................. 13

D. Pengertian Kalimat Efektif ............................................... 15

E. Syarat-syarat Kalimat Efektif ........................................... 16

F. Hubungan Sinonim dalam Menyusun Kalimat Efektif .... 21


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian ....................................................... 22

B. Populasi dan Sampel ......................................................... 22

C. Sumber Data Instrumen Penelitian .................................. 23

D. Teknik Penelitian .............................................................. 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data .................................................................. 38

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................ 47

B. Saran-saran ........................................................................ 48

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 50

You might also like