Professional Documents
Culture Documents
BI Sinonim
BI Sinonim
PENDAHULUAN
sekolah pada dasarnya merupakan salah satu bentuk usaha pembinaan dan
menunggu, bentuk meninggal dunia dena bentuk wafat, tewas, mati dan gugur,
lingkup penguasaan kosa kata. Jadi dengan munculnya kata-kata bersinonim akan
bahasa dalam ujaran sinonim lebih membuka peluang untuk (1) memilih kosa
kata yang lebih sesuai dengan konteks, tanpa mengubah gagasan, (2)
mengadakan variasi dalam kegiatan kosa kata, sehingga ujaran, maupun karangan
yang ditampilkan lebih segar, (3) memilih kosa kata yang terasa lebih akrab
dengan penanggap, dan (4) membuka peluang bagi pengarang maupun penutur
porfesional.
kata yang berkaitan dengan kata-kata yang bersinonim, yaitu (1) tetap, (2)
sekasama (sesuai), dan (3) lazim (Soedjoto, 1988: 1). Syarat tepat berkaitan
dengan situasi, misalnya dengan siapa kita berbicara, dimana, kapan, dan
kata tugas yang bersinonim, misalnya untuk, bagi, buat, demi, dan sebagainya.
efektif selalu memiliki struktur atau bentuk yang jelas. Setiap unsur yang terdapat
di dalamnya yang pada umumnya terdiri dari kata harus menempati yang jelas
dalam hubungannya satu sama lain. Kata-kata itu pasti diurutkan aturan-aturan
yang sudah dibiasakan. Tidak boleh menyimpang apalagi yang tidak dapat
Menurut Tarigan, (1985: 80), tujuan pengajaran sinonim antara lain (1)
membantu siswa dalam menelaah kosa kata, (2) menjadi wahana yang praktis
komposisi siswa kurang mampu menguasai kata. Akibatnya siswa kurang mampu
ketidakmampuan siwa dalam berbahasa adalah, (1) adanya pengajar non bahasa
yang tidak benar, (2) metode pengajaran bahasa lebih menekankan penguasaan
kaidah-kaidah gramatikal dan bukan latihan kemahiran, dan (3) karena situasi
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut:
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan memperoleh:
D. Kegunaan Penelitian
seperti berikut:
1. Bagi siswa, hasil penelitian ini siswa diharapkan mampu menguasai kata-kata
kepada para guru, sehingga mereka akan lebih mudah dan cermat dalam
formal.
E. Hipotesis
1. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau salah. Dia akan
kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, jika 60% atau lebih
siswa sampel dapat mengerjakan dengan benar dari sejumlah soal yang
disediakan.
bersinonim dalam menyusun kalimat efektif, jika 60% atau lebih siswa
disediakan.
menyusun kalimat efektif, jika 60% atau lebih siswa sampel dapat
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Sinonim
memiliki makna yang sama. Dalam ilmu bahasa yang murni, sebenarnya tidak
diakui adanya sinonim. Tiap kata mempunyai makna atau nuansa makna yang
berlainan, walaupun ada ketumpang tindihan antara satu kata dengan kata yang
sebagai dikemukakan di atas. Di samping itu, konsep ini juga diterima untuk
tujuan praktis guna mempercepat pemahaman kata-kata lama yang sudah dikenal.
Dengan demikian, proses perluaswan kosa kata seseorang juga akan berjalan
lebih lancar. Walaupun ada penolakan mengenai adanya sinonim ini, da juga ahli
sinonim. Kesinoniman kata dapat diukur dasri dua kriteria yaitu (1) kedua kata
ini disebut sinonim total, dan (2) kedua kata itu memiliki identitas makna
kognitif dan emotif yang sama, hal ini disebut sinonim komplet. Dengan kriteria
pengelapan, spekulasi. Namun kedua kata atau lebih dari kata-kata bersinonim
tersebut tidak ada sinonim total dan sinonim kompletnya. Demian pula pada kata
stabil bersinonim dengan kata mantap, kuat , tak goyah, dan kukuh, juga tidak
kata yang bersinonim tersebut bentuknya dapat berbeda, tetapi artinya sama.
Misalnya ada bentuk baku dan kitab yang mempunya makna sama. Pengertian
sama di sini tidak terlalu mutlak, sebab dalam pemakaian sehari-hari tidak ada
dua kata yang sama betul artinya. Kalau mengambil contoh tersebut di atas, maka
seandainya kata buku dan kitab benar-benar sinonim, dalam arti sama betul
artinya maka di mana-mana keduanya harus selalu dapat bertukar tempat. Tetapi
dapat diganti dengan tatakitab, pelajar memegang buku tidak dapat diganti
diferesiasi, tidak ada kata yang benar-benar sinonim dalam pengertian yang
mutlak.
bentuk bahasa yang maknanya sama atau mirip dengan bentuk lain. Kesamaan
atau kemiripan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, frase, atau kalimat. Dalam
kesinoniman mutlak atau simetris itu tidak ada, sebab kata-kata yang digunakan
jarang dapat dipertukarkan begitu saja. Tiap bahasa tunduk pada konteks yang
melingkupinya. Hal ini berarti dalam sebuah konteks bisa muncul kata sinonim
atua sebaliknya bisa juga mengubah bentuk kata yang semula besinonim menjadi
tidak bersinonim lagi. Sinonim bisa juga dikatakan sebagai kata yang mempunyai
Menurut Soedjoto (1989: 96), sinonim adalah dua kata atau lebih yang
memiliki makna yang sama atau hampir sama misal (1) sinonim yang sama
(2) sinonim yang hampir sama maknanya, yaitu kata untuk-bagi-buat-guna, cinta-
bersinonim seperti pada contoh tersebut, maknanya benar-benar sama. Atas dasar
itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada kata bersinonim yang memiliki kesamaan
arti secara mutlak atau simetris seratus persen. Meskipun sedikit ada bedanya,
perbedaan itu antara lain (1) makna dasar dan makna tambahan, (2) nilai rasa
sinonim yaitu dua atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama
melihat
memandang
mengawasi
guna
Pada contoh diatas kata menonton lebih tepat dari pada melihat, sebab
wayang kulit merupakan tontonan, kata bagi dan untuk dapat saling
menggantikan. Kata buat dapat menggantikan kata bagi dan untuk, tetapi kurang
tepat sebab kata buat bisa dipakai dalam bahasa tutur (Soedjito, 1988: 3).
B. Proses Kesinoniman
Pengenalan dengan bahasa lain membawa akibat penerimaan kata-ata baru, yang
sebenarnya sudah ada padanya dalam bahasa sendiri. Dalam bahasa Indonesia
sudah ada kata hasil, masih menerima kata prestasi atau produksi, sudah ada kata
jahat dan kotor masih menerima kata maksiat, sudah ada kata karangan, masih
menggunakan kata artikel, makalah, atau esai. Faktor lain yang menyebabkan
terjadinya sinonim adalah adanya makna emotif, dan makna evaluatif. Kata
Di sisi lain, Aminuddin (1988: 116: 117) menggunakan lima cara untuk
berikut:
dialek berbeda-beda. Kata kakang dan cacak dalam bahasa Jawa dialek
dasar yang berbeda, maka kata tersebut tidak dapat ditentukan sebagai
sinonim.
2. Suatu kata yang semula dianggap memiliki kemiripan atau kesamaan makna,
makna yang berbeda-beda. Kata bisa dan dapat, misalnya, meskipun secara
leksikal merupakan sinomin dalam konteks pemakaian saya nanti bisa datang
dan saya nanti dapat datang tetap pula dianggap sinonim, sewaktu berada
dalam konteks pemakaian. Bisa ular itu berbahaya, kata itu tidak dapat lagi
sinonim.
dapat ditemukan dalam pasangan kata ilmu dan pengetahuan, mengamati dan
meneliti, serta antara mengusap dan membelai. Apabila hal ini terjadi, maka
kata-kata yang semula dianggap sinonim itu harus dianggap sebagai kata
4. Suatu kata yang semula memiliki kolikasi sangat ketat misalnya antara kopi
sering kali dipakai secara tumpang tindih. Hal ini tentu saja tidak benar,
pengertian.
bersinonim dapat dilihat pada (1) perbedaan makna dasar dan makna tambahan,
(2) perbedaan nilai rasa (makna emotif), dan (3) perbedaan distribusinya. Kata
memandang, maka kata melihat adalah kata yang memiliki makna dasar, yaitu
makna tambahan yaitu melihat dengan dekat, teliti atau dengan mengamati.
Demikian pula untuk memandang, makna yang terkandung dalam kata itu adalah
melihat dari jauh atau melihat sesuatu yang jauh dari pandangan indera mata.
perbedaannya berdasarkan makna dasar (inti dan makna tambahan, makna dasar
itu bersifat khusus (lebih sempit), sedangkan makna tambahan bersifat umum
(lebih luas). Makna dasar itu bersifat khusus, makin umum makin makin kabur
gambarannya dalam angan-angan. Sebaliknya makin khusus makin makin jelas
dan tepat. Jadi jelas terlihat kata-kata bersinonim di atas mengandung makna
dasar melihat. Makna dasar melihat ini terangkum dalam makna menoleh,
cara melakukannya.
Selain makna kata, suatu bentuk dapat mengandung suatu nilai rasa yang
tertentu. Disamping arti dasar tiga belas yaitu bilangan bulat sesudah dua belas,
orang merasakan nilai rasa kesialan, kecelakaan dan lain-lain. Makna kata
cerewet ialah banyak bicara tidak pada tempatnya, tidak bisa Manahan mulut,
tetapi di samping itu menimbulkan nilai rasa menjengkelkan dan rasa bosan pada
kit. Kata bodoh dan tolol mempunyai makna yang sama, namum kata tolol
memberikan suatu nilai rasa lain yaitu penghinaan. Kata bangkai, mayat, dan
jenazah mempunyai makna yang sama yaitu ketiganya menunjukkan benda yang
bernyawa yang telah mati. Tetapi kata bangkai hanya cocok untk menyatakan
dengan status sosial yang rendah, misalnya gelandangan atau pengemis. Dan kata
jenazah lebih tepat digunakan untuk manusia yang berstatus sosial menengah ke
atas.
Nilai rasa itu bergantung dari tiap masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Mungkin suatu kata yang sama akan menerbitkan nilai rasa yang beralainan pada
dua masyarakat bahasa yang berbeda. Juga nila rasa itu bergantung pula dari
zamannya. Dahulu kata perempuan memberi nilai rasa yang baik, sekarang nilai
sinonim untuk didistribusikan dalam konteks yang sama. Kata sudah dan telah
sudah minum belum. Kata sudah tidak dapat menggantikan kata telah, sebab
kalimatnya tidak mungkin makan lelah minum belum. Demikian juga untuk kata
besinonim untuk – bagi – guna – buat. Kalimat Ibu membeli buku guna Rina atau
Ibu membeli buku bagi Rina. Kalimat lain yang lebih tepat adalah Ibu membeli
membuat isi atau maksud yang disampaikan itu tergambar lengkap dalam pikiran
si penerima (pembaca), persis seperti apa yang disampaikan (Razak, 1990: 2).
Gorys Keraf (1989: 36) mengatakan bahwa kalimat efektif adalah kalimat
yang secara tepat dapat mewakili gagasan, perasan pembicara yang sama
tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca, seperti yang diperkirakan oleh
1-8).
struktur kalimat efektif haruslah benar. Kalimat itu harus memiliki kesatuan
bentuk, sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadi adanya kesatuan arti.
gramatikal, (2) pilihan kata, (3) penalaran, dan (4) keserasian (1988: 1-8).
1. Ciri-ciri Gramatikal
dan dipahami dasar struktur bahasa. Pengetahuan itu penting bukan saja
dalam bentuk kekacauan bahasa, akan tetapi juga Karena berfungsi kreatif.
tempat harus diatas kata depan. Berkaitan dengan contoh di atas kata depan
yang tepat adalah ke. Sebaliknya kalimat nomor (2) merupakanl kalimat
kalimat efektif.
2. Pilihan Kata
pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau
pembicara. Sebab itu, persoalan ketepatan pilihan kata akan menyangkut pula
masalah makna kata dan kosa kata seseorang. Kosa kata yang kaya raya akan
penulis atau pembicara untuk tetap mengikuti perkembangan makna tiap kata
dipilih kata-kata yang tepat, sesuai (seksama), dan lazim. Syarat tepat
penggunaan kata-kata tugas lazim berkaitan dengan situasi, nilai rasa (makna
3. Penalaran
Penggunaan kaidah bahasa dan pilihan kata (diksi) yang tepat belum
pula oleh jalan pikiran yang logis. Kalimat logis (kalimat yang masuk akal)
dapat dipahami dengan mudah, cepat, dan tepat serta tidak menimbulkan
b. Kalimat logis
antara subyek dan predikat. Sebaliknya nomor (b) merupakan kalimat yang
Pada kalimat nomor (c) dan (d) tidak logis. Ketidaklogisannya terlihat
pada hubungan subyek dan predikatnya. Pada kalimat nomor (c) yang
Bapak Kepala Sekolah, Bapak Camat, atau yang lainnya dan apa yang
dipersilahkan oleh pembawa acara tentu saja orang, bukan waktu. Dan untuk
kalimat nomor (d) orang boleh mengatakan seruan “Selamat Hari Ulang
atau kesesuaian yaitu serasi dengan pembicara dan penulis, dan cocok dengan
pendengar atau pembaca serta serasi dengan situasi dan kondisi bahasa itu
syarat-syarat kalimat efektif adalah (1) keutuhan, (2) pertautan, (3) pemusatan
perhatian, dan (4) keringkasan. Ciri keutuhan itu akan nyata jika tiap kata di
dalam kalimat yang baik, betul-betul merupakan bagian yang terpadu untuk
unsur-unsur kalimat. Hubungan itu harus logis dan jelas bagi pembaca atau
tersebut pada awal atau akhir kalimat. Sedangkan keringkasan akan tampak
jika ada penghematan dalam pemakaian kata, sehingga kata yang mubazir
dalam ujaran. Sinonim lebih membuka peluang untuk (1) memilih kosa kata yang
lebih sesuai dengan konteks tanpa harus mengubah gagasan, (2) mengadakan
variasi dalam pemakaian kosa kata, sehingga ujaran maupun karangan yang
ditampilkan menjadi lebih segar, (3) memilih kosa kata yang terasa lebih akrab
dengan penanggap, dan (4) membuka peluang yang lebih memberikan kesan
makna yang cocok untuk konteks-konteks tertentu, dan (4) membuat karangan
perbedaan yang tepat antar makna kata. Untuk menelaah suatu kata, sinonim
stabil tidak perlu menjelaskan secara panjang lebar pengertiannya, namun cukup
mengambil sinonimnya saja seperti mantap, kukuh, tetap, dan sebagainya. Cara
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
pendeskripsian data atau menganalisis masalah saat ini (Surakhmad, 1990: 140).
1. Populasi Penelitian
mempunyai sifat yang sama (Hadi, 1986: 220). Adapun populasi dalam
pelajaran 2002/2003.
2. Sampel Penelitian
kurang dari jumlah anggota populasi dan juga mempunyai paling sedikit satu
sifat yang sama, baik sifat kodrat maupun sifat pengkususan (Hadi, 1986:
221). Sampel merupakan bagian dari populasi dan dipandang sebagai wakil
tidak ada persoalan dalam menentukan sampel (Hadi, 1986: 74). Dalam
penelitin ini yang dijadikan sampel penelitian adalah semua siswa kelas
penelitian. Adapun jenis data penelitian ini ada dua macam, yaitu data utama
dan data pelengkap. Data utama adalah data yang langsung berhubungan
ditetapkan, data penelitian yang digunakan adalah data utama yang berupa
2. Instrumen Penelitian
dalam menyusun kalimat efektif, ini tes objektif berupa tes pilihan ganda
perbedaan makna dasar dan makna tambahan, (2) penguasaan perbedaan nilai
rasa (makna emotif), dan (3) penguasaan perbedaan distribusinya. Bentuk tes
c. Tes bentuk ini dapat merangkum materi tes secara terperinci (Sudjana,
1989: 269).
d. Dapat dikoreksi oleh siapapun , dan kapan pun , juga hasilnya akan
nomor 1 sampai nomor 30. hal ini dilakukan dengan tujuan mengurangi dan
ini, didapat dari kamus atau daftar kata, dan sejumlah literatur yang berkaitan
dengan penelitian ini. Bahan pada literatur yang akan diujicobakan diteliti
disempurnakan.
yang ada dalam perumusan tujuan. Perumusan instrument dapat dilihat pada
table 1.
Table 1.
penelitian ini perlu diujicobakan terlebih dahulu. Untuk keperluan ujicoba ini,
siswa.
Februari 2003, dan dilakukan hanya sekali. Hal ini berdasarkan pertimbangan
terbatasnya tenaga dan waktu bagi penulis. Secara umum ujicoba ini
a. Validitas Instrumen
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa
- Validitas isi, yaitu ketepatan suatu tes ditinjau dari tes tersebut,
validitas isi dan susunan. Jika ditinjau dari kedua validitas di atas, maka
penelitian ini sudah sesuai. Penelitian ini memilih validitas isi, karena
mengerjakannya.
redaksi yang berbeda mempunyai pendapat yang sama, yaitu bahwa suatu
bahwa untuk memenuhi syarat validitas, suatu tes harus reliable dulu.
Oleh karena itu reliable suatu tes tidak pelu diragukan apabila tes tersebut
benar-benar sudah valid, pasti reliable. Akan tatapi sutu yang relaiabel
kesukaran apabila tes tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit.
Suatu item yang terlalu mudah, sehingga data dijawab dengan benar oleh
item yang terlalu sukar, sehingga tidak dijawab dengan benar oleh siswa,
juga bukan merupakan item yang baik. Intuk mencari derajat kesukaran
itemnya. Untuk mencari tingkat ata derajat kesukaran setiap item dapat
Keterangan :
DK : Derajad Kesukaran
diambil 27% daru jumlah individu kelompok atas yang menjawab salah
atau tidak menjawab pada item tertentu. Berpijak pada kriteria tersebut,
Suatu item dapat dikatakan baik apabila memiliki tingkat kesukaran yang
bawah 25% berarti item tersebut telalu mudah. Sedangkan itum yang
item yang baik adalah item yang benar-benar dapat memisahkan kedua
yang pandai dan yang bodoh. Untuk mencari perbedaan antara keduanya,
maka perludicari daya bedanya. Untuk mencari daya beda dapat dicari
dengan rumus:
Keterangan:
DB : Daya beda
masih dapat ditolerir daya beda sebesar 0,20 (Nurkancana, 1986: 134-
Table 2.
12, 15, 20, 25, 27 direvisi seperlunya. Revisi item-item tersebut diprioritaskan
D. Teknik Penelitian
Pada bagian depan telah dijelaskan, bahwa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data utama, berdasarkan hal itu, data utama dikumpulkan
dengan mempergunakan metode pemberian tugas atau tes kepada siswa sampel.
Dalam hal ini, penyempurnaan soal tidak mengalami pengurangan jumlah item,
tetapi hanya memperbaiki tes yang kurang efektif dan tidak komunikatif, jumlah
pengambilan data ini penulis menggunakan metode pemberian tugas atua tes.
Tes yang digunakan adalah tes objektif pilihan ganda, dengan jumlah item 30
ketiga. Kelima langkah tersubut dapat dijabarkan secara rinci seperti berikut:
a. Penyeleksian Data
valid. Data yang ada dinilai cukup valid, sebab mengikuti kriteria yang
nomor presensi, dan nomor soal, (2) keseuaian jawaban soal dengan
b. Pemberian Skor
diperoleh data kuantitatif berupa skor mentah setiap siswa sampel. Dalam
setiap jawaban yang benar diberi skor 3 dan untuk jawaban yang salah
II merupakan unit tes objektif pilihan ganda. Oleh karena itu, hasilnya
sebagai berikut.
Oleh karena data penelitian ini berupa tes obyektif pilihan ganda
MI = ½ SMi
SDi = ⅓ Mi
sebagai berikut:
tes yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6 dan kurang dari
6 (6 > dan < 6), dengan cara menghitung distribusi frekuensi. Perhitungan
f% : Persentase frekuensi
n : Jumlah peserta.
dikategorikan;
- sedang, jika kurang ari 60%, tetapi lebih dari 50% siswa sampel
- kurang, jika kurang dari 50% siswa sampel mendapat nilai kurang
dari 6.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
diperoleh berupa (1) pengusaan perbedaan makna dasar dan makna tambahan, (2)
penguasaan perbedaan nilai rasa (makna emotif), dan (3) penguasaan perbedaan
disribusi kata-kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif pada siswa kelas
Dalam proses analisis terlihat skor maksimal ideal (SMI) = 90, nilai
rata-rata ideal (MI) = 45, dan standard deviasi dimasukkan ke dalam table
dari atau sama dengan 6, dan kurang dari 6 lebih dahulu harus diketahui
frekuensi setiap nilai seperti yang dipaparkan pada table berikut ini.
Table 3.
tertinggi yang dicapai siswa adalah nilai 10, dan yang terendah 4, sedangkan
skor yang paling banyak dicapai adalah nilai 7. dengan demikian, dapat
nilai lebih dari atau sama dengan 6 sebanyak 21 siswa dengan presentase
87,5% dan siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 6 sebanyak 3 siswa
termasuk kategori baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut
ini.
Table 4.
>6 <6
Nilai Nilai
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
10 1 4,17 10 - -
9 5 20,83 9 - -
8 5 20,83 8 - -
7 7 29,17 7 - -
6 3 12,5 6 - -
5 - - 5 2 8,33
4 - - 4 1 4,17
Jumlah 21 87,5 Jumlah 3 12,5
kategori baik.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai 6 atau
digunakan untuk menguji hipotesis adalah jika lebih 60% siswa sampel
kata bersinonim. Dalam proses analisis terlihat skor maksimal ideal (SMI) =
90, nilai rata-rata ideal (Mi) = 45, dan standar deviasi ideal (SDi) = 15.
pengubahan skor mentah menjadi nilai skala “0 – 10”. Dari table tersebut
dari atau sama dengan 6, dan kurang dari 6 lebih dahulu hrus diketahui
frekuensi setiap nilai seperti yang dipaparkan pada table berikut ini.
Table 5.
tertinggi yang dicapai siswa adalah nilai 10, dan yang terendah 4, sedangkan
skor yang paling banyak dicapai adalah nilai 7. Dengan demikian, dapat
nilai lebih dari atau sama dengan 6 sebanyak 19 siswa dengan perentase
79,17% dan siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 6 sebanyak 5 siswa
kategori baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini.
Table 6.
>6 <6
Nilai Nilai
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
10 1 4,17 10 - -
9 2 8,33 9 - -
8 5 20,84 8 - -
7 8 33,33 7 - -
6 3 12,5 6 - -
5 - - 5 3 12,5
4 - - 4 2 8,33
Jumlah 19 79,17 Jumlah 5 20,83
kategori baik.
Hal ini dibuktikan dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai 6 atau
diterima.
dari sampel 46 siswa. Dalam proses analisis terlihat skor maksimal ideal
(SMI) = 90, nilai rata-rata ideal (Mi) = 45, dan standar deviasi dimasukkan ke
dalam table konversi penghubung skor mentah menjadi nilai skala “ 0 – 10”.
dari atau sama dengan 6, dan kurang dari 6 lebih dahulu harus diketahui
frekuensi setiap nilai seperti yang dipaparkan pada table berikut ini.
Table 7.
tertinggi yang dicapai siswa adalah nilai 10, dan yang terendah 4, sedangkan
skor yang paling banyak dicapai adalah nilai 6. Dengan demikian, dapat
nilai lebih dari atau sama dengan 6 sebanyak 18 siswa dengan presentase
75,00% dan siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 6 sebanyak 6 siswa
PENUTUP
A. Kesimpulan
gambaran bahwa dari ketiga hipotesis yang diusulkan, dapat dibuktikan. Hal ini
dan makna tambahan kata bersinonim dalam menyusun kalimat efektif. Hal
ini dibuktikan dari pengolahan skor penguasan perbedaan makna dasar dan
makna tambahan diketahui bahwa persentase pengikut tes yang terdapat nilai
lebih dari atau sama dengan 6 lebih dari 60%, yakni 87,50%. Dengan
karena anak yang mendapat nilai 6 lebih dari 60%. Sesuai dengan pedoman
Hal ini dibuktikan dari pengolahan skor penguasaan perbedaan nilai rasa
(makna emotif) diketahui bahwa persentase pengikut tes mendapat nilai lebih
dari atau sama dengan 6 lebih dari 60%, yakni 79,17%. Dengan demikian,
hipotesis yang berbunyi, “siswa kelas .Tahun pelajaran 2002/2003 mampu
diketahui bahwa persentase pengikut tes mendapat nilai lebih dari atau sama
dengan 6 lebih dari 60%, yakni 75,00%. Dengan demikian, hipotesis yang
B. Saran-saran
1. Bagi Peneliti
(2) isi instrument, dan (3) teknik penyusunan yang mampu menjaring variable
masalah yang diharapkan. Selain itu perlu pula melakukan penjajakan dan
Berdasarkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai umpan balik bagi guru.
3. Bagi Lembaga
Dengan saran ini dengan tujuan ikut memberi sumbangan pemikiran terhadap
sinonim khususnya. Selain itu kritik dan saran yang membangun dari
Baru.
PT Rineksa Cipta.
UGM.
UGM.
UGM.
Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores. Nusa Indah.
-----------------. 1991. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende Flores. Nusa Indah.
Nusa Indah
Pustaka.
Razak, Abdul. 1990. Kalimat Efektif Struktur Gaya dan Variasi. Jakarta. Gramedia.
…………………………………………
TAHUN 2002/2003
KARYA ILMIAH
OLEH
…………………………..
NIP: ………………………….
Setelah membaca dan mencermati karya ilmiah yang merupakan ulasan hasil
penelitian yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan
……………………….. hasil karya dari:
Nama : ………………….
NIP : ………………………….
Unit Kerja : …………………………………………………
Judul : Penguasaan Kata-kata Bersinonim dalam Menyusun Kalimat
Efektif Pada Siswa Kelas ……………………………….
Tahun Pelajaran 2002/2003.
Mengetahui
Ketua PD PGRI II Kepala ………………
Kabupaten …………………… …………………
………………………………….. ………………...
NPA: …………… NIP: ……………..
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk memenuhi penetapan angka kredit
kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional guru. Karya ilmiah ini tidak
dipublikasikan tetapi telah disetujui dan disahkan untuk didokumentasikan di
perpustakaan ……………………………………..
Tanggal : ……………………
Perpustakawan Kepala
………………………….. ………………….
…………………….. ……………………………….
NIP:……………. NIP: ………………
KATA PENGANTAR
2002/2003”, penulisan karya ilmiah ini kami susun untuk dipakai dalam bacaan di
karya ilmiah bagi teman sejawat juga anak didik pada latihan diskusi ilmiah dalam
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu terima kasih ucapkan dengan tulus dan sedalam-dalamnya
kepada:
4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari sempurna
untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu
penulis harapkan.
Penulis
ABSTRAK
Halaman
Abstrak ............................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
E. Hipotesis ............................................................................ 6
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 47
B. Saran-saran ........................................................................ 48