You are on page 1of 10

Manusia yang Syahid ketika masih Hidup

Posted: June 10, 2011 | Author: tomoyo2010 | Filed under: Sahabat Rasulullah | Tags: 10
sahabat, masuk syurga, Para Sahabat rasulullah, Syahid, Talhah |Leave a comment

Thalhah bin Ubaidillah, Manusia yang Syahid ketika masih Hidup

Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin
Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Ibunya bernama Ash-Sha’bah binti Al Hadrami, saudara
perempuan Al Ala’. Wanita ini telah menyatakan dirinya sebagai seorang
muslimah. Beliau seorang pemuda Quraisy yang memilih profesi sebagai
saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya kelebihan dalam strategi berdagang,
ia cerdik dan pintar, hingga dapat mengalahkan pedagang-pedagang lain yang
lebih tua. Pada suatu ketika Thalhah bin Ubaidillah dan rombongan pergi ke Syam.
Di Bushra, Thalhah bin Ubaidillah mengalami peristiwa menarik yang mengubah
garis hidupnya.

Tiba-tiba seorang pendeta berteriak-teriak,”Wahai para pedagang, adakah di


antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?.” “Ya, aku penduduk Makkah,”
sahut Thalhah. “Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?”
tanyanya. “Ahmad yang mana?” “Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini
pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu
ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke
negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau
segera menemuinya wahai anak muda,” sambung pendeta itu.

Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah bin Ubaidillah, hingga tanpa
menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya
di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya,”Ada peristiwa apa
sepeninggalku?” “Ada Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu
Bakar As Siddiq telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya,” jawab
mereka.

“Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah
lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak
orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy,” gumam Thalhah bin
Ubaidillah lirih.

Setelah itu Thalhah bin Ubaidillah langsung mencari Abu Bakar As Siddiq.
“Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau
mengikutinya?” “Betul.” Abu Bakar As Siddiq menceritakan kisah Muhammad
sejak peristiwa di gua Hira’ sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakar As Siddiq
mengajak Thalhah bin Ubaidillah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar As Siddiq
bercerita Thalhah bin Ubaidillah ganti bercerita tentang pertemuannya dengan
pendeta Bushra. Abu Bakar As Siddiq tercengang. Lalu Abu Bakar As Siddiq
mengajak Thalhah bin Ubaidillah untuk menemui Muhammad dan menceritakan
peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah,
Thalhah bin Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.

Bagi keluarganya, masuk Islamnya Thalhah bin Ubaidillah bagaikan petir di siang
bolong. Keluarganya dan orang-orang satu sukunya berusaha mengeluarkannya
dari Islam. Mulanya dengan bujuk rayu, namun karena pendirian Thalhah bin
Ubaidillah sangat kokoh, mereka akhirnya bertindak kasar. Siksaan demi siksaan
mulai mendera tubuh anak muda yang santun itu. Sekelompok pemuda
menggiringnya dengan tangan terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil
mendorong, memecut dan memukuli kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang
terus berteriak mencaci maki Thalhah bin Ubaidillah, yaitu ibunya, Ash-Sha’bah.
Tak hanya itu, pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang menyeret
Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah mengikat keduanya menjadi satu
dan mendorong ke algojo hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia
ini. Peristiwa ini mengakibatkan Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah
digelari Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia. Tidak hanya sampai disini
saja cobaan dan ujian yang dihadapi Thalhah bin Ubaidillah, semua itu tidak
membuatnya surut, melainkan makin besar bakti dan perjuangannya dalam
menegakkan Islam, hingga banyak gelar dan sebutan yang didapatnya antara lain
Assyahidul Hayy, atau syahid yang hidup.
[Syahid ketika masih hidup] Syahid ketika masih hidup

Julukan ini diperolehnya dalam perang Uhud. Saat itu barisan kaum Muslimin
terpecah belah dan kocar-kacir dari sisi Rasulullah. Yang tersisa di dekat beliau
hanya 11 orang Anshar dan Thalhah bin Ubaidillah dari Muhajirin. Rasulullah dan
orang-orang yang mengawal beliau naik ke bukit tadi dihadang oleh kaum
Musyrikin.

“Siapa berani melawan mereka, dia akan menjadi temanku kelak di surga,” seru
Rasulullah. “Aku Wahai Rasulullah,” kata Thalhah bin Ubaidillah. “Tidak, jangan
engkau, kau harus berada di tempatmu.”

“Aku wahai Rasulullah,” kata seorang prajurit Anshar. “Ya, majulah,” kata
Rasulullah. Lalu prajurit Anshar itu maju melawan prajurit-prajurit kafir.
Pertempuran yang tak seimbang mengantarkannya menemui kesyahidan.

Rasulullah kembali meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir dan
selalu saja Thalhah bin Ubaidillah mengajukan diri pertama kali. Tapi, senantiasa
ditahan oleh Rasulullah dan diperintahkan untuk tetap ditempat sampai 11
prajurit Anshar gugur menemui syahid dan tinggal Thalhah bin Ubaidillah
sendirian bersama Rasulullah.

Saat itu Rasulullah berkata kepada Thalhah bin Ubaidillah,”Sekarang engkau,


wahai Thalhah.” Dan majulah Thalhah bin Ubaidillah dengan semangat jihad yang
berkobar-kobar menerjang ke arah musuh dan menghalau agar jangan
menghampiri Rasulullah. Lalu Thalhah berusaha menaikkan Rasulullah sendiri ke
bukit, kemudian kembali menyerang hingga tak sedikit orang kafir yang tewas.

Saat itu Abu Bakar As Siddiq dan Abu Ubaidah bin Jarrah yang berada agak jauh
dari Rasulullah telah sampai di dekat Rasulullah. “Tinggalkan aku, bantulah
Thalhah, kawan kalian,” seru Rasulullah. Keduanya bergegas mencari Thalhah bin
Ubaidillah, ketika ditemukan, Ia dalam keadaan pingsan, sedangkan badannya
berlumuran darah segar. Tak kurang 79 luka bekas tebasan pedang, tusukan
lembing dan lemparan panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus
sebelah.

Dikiranya Thalhah sudah gugur, ternyata masih hidup. Karena itulah gelar syahid
yang hidup diberikan Rasulullah. “Siapa yang ingin melihat orang berjalan di muka
bumi setelah mengalami kematiannya, maka lihatlah Thalhah,” sabda Rasulullah.
Sejak saat itu bila orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar As
Siddiq, maka beliau selalu menyahut, “Perang hari itu adalah peperangan Thalhah
seluruhnya hingga akhir hayatnya.”

Pribadi yang Pemurah dan Dermawan

Kemurahan dan kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah patut kita contoh dan kita
teladani. Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam
pengorbanan jiwa. Thalhah bin Ubaidillah merupakan salah seorang dari sepuluh
orang yang pertama masuk Islam, dimana pada saat itu satu orang bernilai seribu
orang.

Sejak awal keislamannya sampai akhir hidupnya dia tidak pernah mengingkari
janji. Janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah
menipu apalagi berkhianat. Pernahkah anda melihat sungai yang airnya mengalir
terus menerus mengairi dataran dan lembah ? Begitulah Thalhah bin Ubaidillah. Ia
adalah seorang dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan.
Istrinya bernama Su’da binti Auf. Pada suatu hari istrinya melihat Thalhah bin
Ubaidillah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat keadaan
suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab kesedihannya dan Thalhah
mejawab, ” Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak sehingga
memusingkanku. Apa yang harus kulakukan ?” Maka istrinya berkata, “Uang yang
ada ditanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir-miskin.” Maka dibagi-
bagikannyalah seluruh uang yang ada ditangan Thalhah tanpa meninggalkan
sepeserpun.

Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah bin Ubaidillah, katanya, “Aku berkawan
dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat
tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia
mendermakan uang, sandang dan pangannya.”

Jaabir bin Abdullah bertutur, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih
dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta.” Oleh karena itu patutlah jika
dia dijuluki “Thalhah si dermawan”, “Thalhah si pengalir harta”, “Thalhah
kebaikan dan kebajikan”.

Wafatnya Thalhah bin Ubaidillah

Sewaktu terjadi pertempuran “Aljamal”, Thalhah (di pihak lain) bertemu dengan
Ali bin Abu Thalib dan memperingatkan agar ia mundur ke barisan paling
belakang. Sebuah panah beracun mengenai betisnya, maka dia segera
dipindahkan ke Basra dan tak berapa lama kemudian karena lukanya ia wafat.
Thalhah bin Ubaidillah wafat pada usia enam puluh tahun dan dikubur di suatu
tempat dekat padang rumput di Basra.

Dia wafat dalam usia lebih kurang 60 tahun. Dia telah dikaruniai 14 orang putera
dan puteri, yaitu:

1. Muhammad As Sajjad
2. Imran
3. Isa
4. Ismail
5. Ishak
6. yaakub
7. Musa
8. Zkaria
9. Yusuf
10. Yahya
11. Aisyah (Istri Mush’ab bin Zubair bin Awwam)
12. Ummu Ishak (Istri Hasan bin Ali
13. Sha’bah
14. Maryam.

Sesungguhnya Thalhah bin Ubaidillah berharap bisa gugur ketika berjuang


bersama Rasulullah saw saat menghadapi musuh Islam. Namun, ketentuan Ilahi
menghendaki dia tewas di tangan orang Islam sendiri.

Rasulullah pernah berkata kepada para sahabat Ra, “Orang ini termasuk yang
gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan diatas bumi maka
lihatlah Thalhah bin Ubaidillah. Hal itu juga dikatakan ALLAH dalam firmanNya :
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang
telah mereka janjikan kepada ALLAH, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan
diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak
merubah janjinya.” (Al-Ahzaab: 23).

====================================================================
==
Syahid Yang Masih Hidup

I. Pendahuluan

Kemurahan dan kedermawanan Thalhah bin Ubaidillah patut kita contoh dan kita
teladani. Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam
pengorbanan jiwa.

Thalhah bin Ubaidillah merupakan salah seorang dari delapan orang yang pertama
masuk Islam, dimana saat itu satu orang bernilai seribu orang.

Sejak awal keislamannya hingga akhir hidupnya ia tidak pernah mengingkari janji.
Janjinya selalu tepat. Ia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu
apalagi berkhianat. Thalhah masuk Islam melalui anak pamannya, Abu Bakar
Assiddiq ra.

II. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat

Dengan disertai Abu Bakar Assiddiq, Thalhah pergi menemui Rasulullah SAW.
Setelah berhasil berjumpa dengan Rasulullah SAW, Thalhah mengungkapkan
niatnya hendak ikut memeluk Dinul haq, Islam. Maka Rasulullah SAW
menyuruhnya mengucapkan dua kalimat syahadat.

Setelah menyatakan keislamannya di hadapan Muhammad SAW. Thalhah dan Abu


Bakar ra. pun pergi. Tapi di tengah jalan mereka dicegat oleh Nofal bin Khuwalid
yang dikenal dengan “Singa Quraisy”, yang terkenal kejam dan bengis. Nofal
kemudian memanggil gerombolannya untuk menangkap mereka. Ternyata
Thalhah dan Abu Bakar tidak hanya ditangkap saja, mereka diikat dalam satu
tambang. Semua itu dilakukan Nofal sebagai siksaan atas keislaman Thalhah.
Oleh karena itulah Thalhah dan Abu Bakar ra. dijuluki “Alqori-nain” atau “dua
serangkai”. Dan sesudah masuk Islam Thalhah selalu mendampingi Rasulullah
SAW.

Riwayat hidup Thalhah merupakan hembusan angin yang harum dalam rangkaian
sejarah yang agung penuh keteladanan. Oleh karena itu alangkah patutnya bila
kita menerapkan sejarah lama untuk masa kini dan merintis jalan yang pernah
ditempuh pendahulu kita serta beriman sebagaimana mereka beriman, jujur,
ikhlas dan setia seperti yang mereka lakukan dan berjihad sebagaimana mereka
berjihad.

Nasib agama kita akan membaik bila kita menempuhnya dengan cara yang
ditempuh para pendahulu kita, sebagaimana yang Allah firmankan:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi
orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya
sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qoof : 37)

Thalhah adalah seorang lelaki yang gagah berani, tidak takut menghadapi
kesulitan, kesakitan dan segala macam ujian lainnya. Ia orang yang kokoh dalam
mempertahankan pendirian meskipun ketika di jaman jahiliyah.

Ketika pergi ke Syam ia singgah sebentar di Bushra. Di situ ia mendengar ada


seorang pastur yang sedang mencari orang berasal dari Mekah. Mengetahui hal
itu maka Thalhah segera mendekati pastur itu. Ternyata pastur itu
mempertanyakan seorang lelaki bernama Ahmad bin Abdillah bin Abdul Muthalib
di Mekah, karena kini sudah saatnya dia muncul.
Setelah pulang dia bertemu dengan Abu Bakar dan masuk Islam sesudah Utsman
bin Affan.

Sewaktu perang Badar, Thalhah tidak ikut bertempur di medan laga karena pada
waktu itu ia diberi tugas khusus oleh Rasulullah SAW sebagai pengintai kafilah
Quraisy yang tengah menuju daerah Alhaura.

III. Perang Uhud

Bila diingatkan tentang perang Uhud, Abu Bakar ra. selalu teringat pada Thalhah.
Pada waktu itu akulah orang pertama yang menjumpai Rasulullah SAW. Ketika
melihat aku dan Abu Ubaidah, baginda berkata kepada kami: “Lihatlah saudaramu
ini.” Pada waktu itu aku melihat tubuh Thalhah terkena lebih dari tujuh puluh
tikaman atau panah dan jari tangannya putus.

Bagi bangsa Quraisy perang Uhud merupakan tindak balas atas kekalahannya
sewaktu perang Badar. Pada awal pertempuran Uhud kaum muslimin telah
memperoleh kemenangan. Pasukan kafir Quraisy kocar-kacir dan mundur dari
medan perang. Tapi ketika kaum muslimin melihat mereka mundur, para pemanah
yang bertugas di bukit menutup jalur belakang segera berlari turun. Mereka
kemudian mengumpulkan barang-barang peninggalan musuh. Mereka mengira
pertempuran telah berakhir.

Ternyata pasukan musuh menerobos melalui jalur belakang. Pasukan kaum


muslimin benar-benar telah lengah sehingga mereka dapat dipukul dari dua arah,
maka mendadak mereka menjadi panik dan tak tahu harus berbuat apa. Peristiwa
ini akibat dari kesalahan pasukan pemanah yang ditugaskan oleh Rasulullah SAW
untuk melindungi pasukan muslimin dari serangan musuh yang berasal dari
belakang.

Pertempuran sengitpun terjadilah. Kaum musyrikin benar-benar ingin membalas


dendam. Mereka masing-masing mencari orang yang pernah membunuh keluarga
mereka sewaktu perang Badar. Mereka berniat akan membunuh dan memotong-
motongnya dengan sadis.

Semua musyrikin berusaha mencari Rasulullah SAW. Dengan pedang-pedangnya


yang tajam dan mengkilat mereka terus mencari Rasulullah SAW. Mereka amat
gemas, benci dan penasaran karena sewaktu hijrah ke Madinah, mereka tidak
berhasil menemukan Muhammad. Kini, pada saat perang Uhud, mereka dengan
dendam membara terus mencarinya. Tetapi kaum muslimin melindungi Rasulullah
SAW. Mereka melindungi baginda Rasulullah SAW dengan tubuhnya dan dengan
segala daya. Mereka rela terkena sabetan, tikaman pedang dan anak panah.

Tombak dan panah menghujam mereka, tetapi mereka tetap bertahan melawan
kaum musyrikin Quraisy. Hati-hati mereka berucap dengan teguh, “Aku korbankan
ayah ibuku untuk engkau ya Rasulullah.”

Salah satu diantara mujahid yang melindungi nabi SAW dengan tulus ikhlas adalah
Thalhah. Ia berperawakan tinggi kekar. Ia ayunkan pedangnya ke kanan dan ke
kiri. Ia melompat ke arah Rasulullah yang tubuhnya telah berdarah. Dipeluknya
tubuh baginda dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada di
tangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengelilinginya seperti laron
yang tidak mempedulikan maut.

Alhamdulillah, Rasulullah selamat. Peristiwa ini merupakan pelajaran dan


pengalaman pahit yang tidak terlupakan.

Itulah sekilas uraian tentang keteguhan dan pengorbanan Thalhah melindungi


Rasul-Nya. Thalhah memang merupakan seorang pahlawan dalam barisan tentara
perang Uhud. Ia siap berkorban membela Nabi SAW. Ia memang patut
ditempatkan pada barisan depan karena Allah telah menganugerahkan kepada
dirinya tubuh yang kuat dan kekar, keimanan yang teguh dan keikhlasan pada
agama Allah.

Akhirnya kaum musyrikin pergi meninggalkan medan perang. Mereka mengira


Rasulullah SAW telah tewas.

Alhamdulillah, Rasulullah SAW selamat walaupun dalam keadaan menderita luka-


luka. Baginda dipapah oleh Thalhah menaiki bikit yang ada di ujung medan
pertempuran. Tangan, tubuh dan kakinya diciumi oleh Thalhah seraya berkata,
“Aku tebus engkau ya Rasulullah dengan ayah ibuku.”

Nabi SAW tersenyum dan berkata, “Engkau adalah Thalhah kebajikan.” Di


hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, “Keharusan bagi Thalhah adalah
memperoleh….”. Yang dimaksud Nabi SAW adalah memperoleh surga. Sejak
peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan “Burung Elang dari Uhud”.

IV. Ketika Thalhah Hijrah

Pada waktu hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW pergi dengan Abu Bakar ra.,
sedangkan Ruqayah, putri Rasulullah SAW pergi bersama suaminya, Utsman ra.
Adapun Zainab, putri sulung Rasulullah SAW tidak hijrah karena ia menetap di
Mekah bersama suaminya Abul Ash ibnu Arrabi yang masih kafir. Adapun Ummu
Khaltum dan Fatimah tengah menunggu orang yang akan menemani dan
mengawal mereka sehingga bisa selamat sampai di kota Madinah. Dan Thalhah
mendapat kehormatan untuk menyertai mereka.

Pengawalan khalifah diserahkan kepada Zaid bin Haritsah dan Usamah bin Zaid.
Kafilah berangkat ke Madinah. Mereka yang ikut serta dalam rombongan itu
antara lain Fatimah, Ummu Khaltum dan istri Rasulullah SAW ummul mukmu\inin
yaitu Saudah binti Zum’ah dan Ummu Aiman ra.

V. Thalhah yang Dermawan

Pernahkah anda melihat sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi
daratan dan lembah? Begitulah Thalhah bin Ubaidillah. Ia adalah salah seorang
dari kaum muslimin yang kaya raya, tapi pemurah dan dermawan. Istrinya
bernama Su’da binti Auf.

Pada suatu hari istrinya melihat Thalhah sedang murung dan duduk termenung
sedih. Melihat keadaan suaminya, sang istri segera menanyakan penyebab
kesedihannya, dan Thalhah menjawab, “Uang yang ada di tanganku sekarang ini
begitu banyak sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan?” Maka
istrinya berkata, “Uang yang ada di tanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir
miskin.” Maka dibagi-bagikannyalah seluruh uang yang ada di tangan Thalhah
tanpa meninggalkan sepeser pun.

Assaib bin Zaid pun berkata tentang Thalhah. Katanya, “Aku berkawan dengan
Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada
seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia
mendermakan uang, sandang dan pangannya.”

Jabir bin Abdullah pun bertutur, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih
dermawan dati Thalhah walaupun tanpa diminta.”

Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki “Thalhah si dermawan”, “Thalhah si
pengalir harta”, “Thalhah kebaikan dan kebajikan”.

VI. Wafatnya Thalhah

Sewaktu terjadi pertempuran “Al Jamal”, Thalhah bertemu dengan Ali ra. Ali
memperingatkannya agar ia mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah
mengenai betisnya maka dia segera dipindahkan ke Basra dan tak berapa lama
kemudian karena lukanya yang cukup dalam, ia wafat.

Thalhah wafat pada usia enam puluh tahun dan dikubur di suatu tempat dekat
padang rumput di Basra.

Rasulullah SAW pernah berkata pada para sahabat ra. “Orang ini termasuk yang
gugur dan barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan di atas bumi
maka lihatlah Thalhah.”

Hal ini juga dikatakan Allah dalam firman-Nya: “Diantara orang-orang mukmin itu
ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah,
maka diantara mereka ada yang gugur, dan diantara mereka ada (pula) yang
menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya.” (QS. Al Ahzab :
23)

10 Sahabat Rasulullah SAW Yang Dijamin


Masuk Surga
Posted: March 24, 2011 | Author: tomoyo2010 | Filed under: Sahabat Rasulullah |Leave a
comment

10 Sahabat Rasulullah SAW Yang Dijamin Masuk Surga

“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada
Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan
yang agung.” (Qs At-Taubah : 100)

Berikut ini 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga (Asratul Kiraam) :

1. Abu Bakar Siddiq ra.

Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Selain itu Abu
bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan
keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga didalam Quran (Surah At-
Taubah ayat ke-40) sebagaimana berikut : “Jikalau tidak menolongnya
(Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-
orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah
seseorang dari dua orang (Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada
dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah berduka cita,
sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada
(Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan
Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah
itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Abu Bakar Siddiq
meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan 142 hadiets.

2. Umar Bin Khatab ra.

Beliau adalah khalifah ke-dua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah seorang
yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum
memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum
Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam
sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng
Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan
sahabat. Dijaman kekhalifaannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur
hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam
waktu hanya satu tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh,
dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah
yang sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah.

3. Usman Bin Affan ra.


Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannyalah seluruh tulisan-
tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul hidup
dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci) sebagaimana yang kita
dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan
88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

4. Ali Bin Abi Thalib ra.

Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu
pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal
keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak
kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul diangkat menjadi Nabi hingga
wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di
Koufah, Irak sekarang.

5. Thalhah Bin Abdullah ra.

Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif disetiap
peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud, beliaulah yang
mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh,
sehingga putus jari-jari beliau. Thalhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal
dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di
Basrah.

6. Zubair Bin Awaam

Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali
ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur dalam perang
Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.

7. Sa’ad bin Abi Waqqas

Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah
ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu bapaknya sendiri
sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada yang meriwayatkan 82
tahun) dan dikuburkan di Baqi’.

8. Sa’id Bin Zaid

Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar.
Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh rasul untuk
memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia 70 tahun
dikuburkan di Baqi’.

9. Abdurrahman Bin Auf

Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti semua
peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali.
Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di
baqi’.

10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah


Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun, turut berhijrah ke Habasyah pada
periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Saw.
Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes, dan
dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih sering diziarahi oleh kaum
Muslimin.

You might also like