You are on page 1of 8

Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022 355

RESEARCH ARTICLE

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN YANG BAIK BAGI INDONESIA
Belinda Putri Herawati1, Yohanes Suwanto 2
1 Anggota Komunitas Debat Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

 belindaph@student.uns.ac.id

ABSTRAK
As a state of law, Indonesia has an obligation to guarantee public welfare through laws. A good statutory
regulation is a statutory regulation that has a basis or foundation called the Grundnorm. Grundnorm is a
foundation to be able to form laws that have the value of justice. In addition, good laws and regulations
must meet the principles, concepts, protect human rights, and must pay attention to community participation.
Because the purpose of the formation of legislation is to protect the public. This study aims to determine how
the formation of good laws and regulations and how public participation in implementing the formation of
legislation. This study uses a qualitative method. This research is focused on examining the application of
rules or norms in positive law. This study uses astatute approach and acase approach. The result of this
research is that the formation of laws and regulations must pay attention to various aspects. This is so that
the purpose of establishing legislation can be achieved and does not injure the rights of the Indonesian people.
The formation of laws and regulations must be democratic, aspirational and participatory.

Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki kewajiban untuk memberi jaminan


kesejahteraan masyarakat melalui undang-undang. Peraturan perundang-undangan yang
baik yaitu suatu peraturan perundang-undangan yang memiliki dasar atau landasan yang
disebut dengan Grundnorm. Grundnorm adalah suatu pondasi untuk dapat membentuk
hukum yang mempunyai nilai keadilan. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang baik
harus memenuhi asas, konsep, melindungi Hak Asasi Manusia, dan harus memperhatikan
partisipasi masyarakat. Karena tujuan dari pembentukan peraturan perundang-undangan
adalah untuk melindungi masyarakat. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik serta bagaimana
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembentukan perundang-undangan. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji penerapan
aturan atau norma dalam hukum positif. Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-
undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil dari penelitian ini bahwa
pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan berbagai aspek. Hal
ini agar tujuan pembentukan perundang-undangan dapat tercapai dan tidak menciderai hak-
hak masyarakat Indonesia. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus
demokratis, aspiratif, dan partisipatif.
Kata Kunci: pembentukan, Undang-Undang, baik, partisipasi, masyarakat.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
356 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022

INTRODUCTION
Negara Indonesia merupakan negara hukum. Dengan begitu, Indonesia mempunyai
aturan-aturan hukum yang berbentuk perundang-undangan. Bentuk peraturan perundang-
undangan ini berfungsi untuk mengatur masyarakat ke arah yang lebih baik lagi. Dalam
membentuk suatu peraturan perundang-undangan, tentunya membutuhkan suatu konsep
dalam rencana untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang baik.
Peraturan perundang-undangan yang baik yaitu suatu peraturan perundang-undangan yang
memiliki dasar atau landasan yang disebut dengan Grundnorm. Bagi bangsa Indonesia,
Grundnorm adalah dasar untuk melakukan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Grundnorm adalah suatu pondasi untuk dapat membentuk hukum yang mempunyai nilai
keadilan. Pancasila adalah Grundnorm untuk bangsa Indonesia. Pancasila dijadikan sumber
dari segala sumber hukum di Indonesia. Oleh karena itu, apabila dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan tidak sesuai dengan Pancasila, maka peraturan perundang-
undangan dianggap tidak memiliki dasar yang kuat untuk diundangkan. Dengan begitu,
peraturan perundang-undangan dianggap belum memenuhi konsep dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan yang ada.
Indonesia sebagai negara hukum memiliki kewajiban dalam menjamin kesejahteraan
masyarakat melalui undang-undang dan peraturan yang dibuat oleh Pemerintah, DPR, dan
DPD. Hal tersebut menyangkut kepentingan ekonomi, sosial, budaya, hukum, pendidikan
maupun kepentingan politik. Sistem perundang undangan di Indonesia merupakan
rangkaian dari unsur unsur hukum tertulis yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi
serta terpadu dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya yang dilandasi
dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945.
Dalam pembentukan Undang-undang harus memenuhi unsur akti dan partisipatif.
Berkaitan dengan pembentukan undang undang yang partisipatif dan pspiratif didalamnya
terdapat dua makna yakni mengenai proses dan substansi. Proses merupakan mekanisme
pembentukan perundang undangan yang wajib dilakukan secara transparan sehingga
aspirasi masyarakat serta partisipasi masyarakat dapat memberikan masukan dalam
mengatur sebuah permasalahan. Sedangkan substansi merupakan materi yang diatur dan
harus ditujukan bagi kepentingan masyarakat luas sehingga menghasilkan produk hukum
yang demokratis, partisipatif, dan aspiratif serta berkarakter responsif/populistis. Maka dari
itu, partisipasi transparansi serta demokrasi dalam pembentukan perundang undangan
adalah satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan di suatu negara demokrasi. Dalam
hal ini maka partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan demi tercapainya tujuan negara.

METHOD
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengetahui secara langsung
bagaimana pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik serta bagaimana
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembentukan perundang-undangan. Penelitian
ini disusun dengan jenis penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan aturan atau norma dalam hukum positif. Penelitian ini menggunakan
pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Dalam

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022 357

penelitian umumnya dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan
dari bahan pustaka. Jenis sumber data penelitian ini antara lain: Bahan Hukum Primer, yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Undang-
Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Bahan
Hukum Sekunder meliputi Jurnal yang berkaitan dengan Ilmu Perundang-undangan. Untuk
memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini diambil prosedur sebagai
berikut, studi kepustakaan.

RESULTS & DISCUSSION


PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara remsi diundangkan oleh


pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Undang-Undang tersebut
menjabarkan bahwa peraturan perundang-undangan yaitu pembuatan peraturan
perundang-undangan yang mencakup mengenai tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan, serta pengundangan. Peraturan perundang-undangan sendiri
didefinisikan peraturan tertulis yang memuat norma hukum, yang mengikat secara umum
dan dibentuk atau ditetapkan oleh pejabat yang berwenang atau lembaga negara dengan
prosedur yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik terdapat faktor faktor penunjang di dalamnya,
seperti dibuat berdasarkan asas-asas, konsep yang jelas, dan partisipasi masyarakat harus
dikkutsertakan di dalamnya.
Dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik menurut Attamimi
dibagi menjadi dua klasifikasi, yakni asas asas formal dan asas-asas materiil. Asas formal
meliputi asas tujuan yang jelas (beginsel van duideleijke doelstelling), asas organ/lembaga yang
tepat (beginsel van het juiste orgaan), asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel), asas
dapatnya dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid) dan asas konsensus (het beginsel van
consensus). Sedangkan asas-asas materiil meliputi asas tentang terminologi dan sistematika
yang benar (het beginsel van duidelijke terminologi en duidelijke systematiek), asas tentang dapat
dikenali atau het beginsel van de kenbaarheid; asas perlakuan yang sama dalam hukum (het
rechtsgelijk heidsbeginsel), asas kepastian hukum (het rechtszekerheids beginsel, dan asas
pelaksanakan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van de individuele rechtbedeling). 1
Untuk mewujudkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang responsif
terutama menyangkut dalam mewujudukan pembentukan peraturan perundang-undangan
menuju negara kesejahteraan Indonesia, maka pembentukan peraturan perudang-undangan
di Indonesia harus tunduk pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan tujuh asas pembentukan
peraturan perundang-undangan.2 Adapun asas-asas tersebut yaitu, Pertama, Asas kejelasan
tujuan, Maksud dari asas ini yaitu setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus

1 Febriansyah, Ferry Irawan. 2016. "Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia."


Perspektif 220. Hlm 221.
2 S, Laurensius Arliman. 2017 . "Partisipasi Masyarakat Dalam Peraturan Perundang-Undangan Dalam

Mewujudkan Negara Kesejahteraan Indonesia ." Jurnal Politik Pemerintahan 59-72. Hlm 71.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
358 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022

memiliki tujuan yang jelas untuk dicapai; Kedua, Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang
tepat, Maksud dari asas ini yaitu setiap jenis Peraturan Perundang-undangan wajib dibuat
oleh pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang atau lembaga
negara yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan yang dibuat dapat dibatalkan atau
batal demi hukum jika dibuat oleh pejabat atau lembaga negara yang tidak berwenang; Ketiga,
Asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, Maksud dari asas ini yaitu bahwa di
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus secara benar memperhatikan
muatan atau materi yang tepat serta sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan; Keempat, Asas dapat dilaksanakan, Maksud dari asas ini yaitu bahwa setiap
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus menimbang serta memperhitungkan
dengan seksama efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut apabila diterapkan
dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis; Kelima, Asas
kedayagunaan dan kehasilgunaan, Maksud dari asas ini yaitu bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan dibentuk karena memang benar-benar dibutuhkan dan membawa
kebermanfaatan serta dapat mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
Keenam, Asas kejelasan rumusan, Maksud dari asas ini yaitu bahwa setiap Peraturan Perundang-
undangan harus sesuai dengan persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-
undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang baik, jelas dan
mudah di mengerti agar tidak menimbulkan berbagai interpretasi dalam pelaksanaannya;
Ketujuh, Asas keterbukaan, Maksud dari asas ini yaitu dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dimulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan, dan pengundangan haru secara transparan dan terbuka. Oleh karena itu,
seluruh lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik wajib memenuhi beberapa
konsep. Adapun Konsep pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan
harus sesuai dengan konsep negara hukum Pancasila. Maksud dari konsep hukum Pancasila
yakni harus merealisasikan prinsip keadilan yaitu berupa nilai-nilai positif yang terkandung
di dalam Pancasila ke dalam norma hukum. Penjabaran mengenai konsep tersebut
mewajibkan nilai-nilai Pancasila seperti nilai kebenaran dan keadilan harus diwujudkan
secara riil ke dalam norma hukum sehingga akan menghasilkan kepastian, keadilan, dan
kemanfaatan. Kepastian hukum tersebut berdiri seimbang dengan keadilan karena kepastian
hukum sudah mengadopsi nilai-nilai kebenaran mengenai keadilan yang terkandung di
dalam Pancasila. Oleh karena itu, kemanfaatan akan tercapai sesuai dengan cita-cita hukum
bangsa Indonesia.
Dalam konsep pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik wajib
memperhatikan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), utamanya yakni perlindungan
hak dalam memperoleh keadilan. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan serta mengedepankan perlindungan Hak Asasi Manusia karena hukum ada
dari manusia dan untuk manusia sebagai subyek hukum sehingga perwujudan perlindungan
Hak Asasi Manusia harus ada di dalamnya. Selain itu, perlindungan Hak Asasi Manusia
harus diperhatikan mencerminkan sila ketiga yakni kemanusiaan yang adil dan beradab.
Memanusiakan manusia sebagai makhluk yang beradab serta memberikan keadilan seluas-
luasnya bagi manusia merupakan kewajibannya yang harus dilakukan oleh negara.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022 359

Dalam konsep pembentukan peraturan perundang undangan yang baik tentu harus
memperhatikan serta mengedepankan persamaan di hadapan hukum sesuai dengan Asas
equality before the law. Hal tersebut merupakan hak bagi manusia untuk memperoleh
keadilan hukum. hukum tidak melihat strata sosial seseorang akan tetapi hukum harus
memberikan persamaan bagi seluruh manusia untuk memperoleh keadilan. konsep
pembentukan perundang undangan dengan memperhatikan persamaan di hadapan hukum
bertujuan untuk melindungi manusia dari kesewenang-wenangan sehingga dalam penerapan
perlindungannya manusia lebih terjamin untuk mendapatkan keadilan. Selanjutnya dalam
konsep pembentukan perundang undangan yang baik juga harus sesuai dengan Asas Asas
pembentukan peraturan perundang undangan yang telah ada dan ditetapkan oleh undang
undang. Asas-asas pembentukan peraturan perundang undangan adalah Asas yang
digunakan dalam membentuk suatu aturan perundang undangan.

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMBENTUKAN


PERUNDANG-UNDANGAN

Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan masyarakat


mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi. Hal tersebut terakomodasi dalam hukum
positif Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Peran serta masyarakat dalam pembentukan perundang-undangan kini mulai
dikembangkan. Masyarakat sebagai stakeholders (pemangku kepentingan) berhak
menyampaikan aspirasinya baik dengan lisan maupun tulisan sesuai dengan asas
keterbukaan yang tercantum dalam Pasal 5 huruf g bahwa dalam pembentukan perundang-
undangan bersifat transparan dan terbuka. Masukan secara lisan dan/atau tertulis dapat
dilaksanakan dengan: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan
d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. 3
Salah satu karakteristik dari good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik atau
kepemerintahan yang baik adalah partisipasi.4 Dalam hal ini, partisipasi masyarakat di dalam
pembahasan mengenai randangan perundang-undangan termasuk dalam penelenggaraan
pemerintahan yang baik dan sesuai dengan prinsip good goverance yang dimana beberapa
diantaranya yakni diantaranya yakni adanya keterlibatan masyarakat, akuntanbiloitas, dan
transparansi. Adapun Menurut raharjo menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dan
transparansi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan difungsikan untuk
menjaga netralis. Netralis artinya persamaan, keadilan, serta perlindungan untuk seluruh
pihak terutama masyarakat. Philipus M. Hadjon mengatakan konsep partisipasi masyarakat
berkaitan dengan keterbukaan. Dalam artian, tanpa keterbukaan pemerintahan tidak
mungkin masyarakat dapat melakukan peran-serta dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan.5
Lothar Gundling mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya peran serta masyarakat
dalam penyusunan suatu kebijakan, yaitu:
1. memberi informasi kepada pemerintah.

3
Riskiyono, Joko. 2015. "Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Perundang Undangan untuk
Mewujudkan Kesejahteraan ." Aspirasi. Hlm. 165
4
Griadhi, Ni Made Ari Yuliartini, And Anak Agung Sri Utari. 2008. "Partisipasi Masyarakat Dalam
Pembentukan Peraturan Daerah ." Kertha Patrika 1-5. Hlm. 3
5 Yusdiyanto. 2012. "Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Program Legislasi Daerah." Jurnal Fiat

Justitia 1-13. (3) hlm 5

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
360 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022

2. meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerimakeputusan.


3. membantu perlindungan hukum.
4. mendemokrasikan pengambilan keputusan.6
Penyerapan aspirasi masyarakat untuk mewujudkan perundang-undangan yang
menyejahterakan, dapat dilakukan dengan jalan membuka ruang partisipasi seluruh
komponen masyarakat. Sebagaimana yang disebutkan oleh Handoyo (2008:163), ruang
partisipasi tersebut meliputi:
1. Membuka akses informasi seluruh komponen masyarakat tentang proses
penyusunan suatu peraturan perundang-undangan;
2. Merumuskan aturan main (rule of the game) khususnya yang menyangkut transparansi
penyusunan dan perumusan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan;
3. Untuk langkah awal pelaksanaan pemantauan, perlu merumuskan secara bersama-
sama sebuah prosedur dan tata cara mengakomodir aspirasi masyarakat dalam
Pembasahan Peraturan Perundang-Undangan.
4. Bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menyusun kode etik sekaligus
membentuk Majelis Kehormatan yang susunan keanggotaannya terdiri dari unsur
DPR RI, masyarakat, akademisi, dan media massa
5. Memperluas jaringan kerja sama di kalangan civil society yang selama ini sifatnya
melalui ad hoc. Jaringan kerja sama tersebut harus bersifat permanen sekaligus ada
pembagian tugas dan tanggung jawab memantau proses perumusan kaidah hukum.
Setidaknya terdapat 5 (lima) model yang bisa dikembangkan di dalam pelembagaan
partisipasi masyarakat, yang pertama, yakni mengikutsertakan para masyarakat yang
dianggap ahli serta independen ke dalam suatu tim atau kelompok kerja untuk penyusunan
peraturan perundang-undangan; kedua, yakni melakukan public sharing atau diskusi publik
dengan seminar, lokakarya, atau mengundang para pihak yang berkepentingan (stakeholder)
untuk hadir dalam rapat-rapat penyusunan peraturan perundang-undangan; ketiga, yakni
melaksanakan uji kebenaranan/sahih terhadap pihak-pihak tertentu dengan tujuan untuk
mendapat tanggapan; keempat, yaitu mengadakan musyawarah yang membahas mengenai
peraturan perundang-undangan sebelum secara resmi dibahas oleh institusi yang
berkompetem dan; kelima, yakni mempublikasikan rancangan peraturan perundang-
undangan supaya mendapat tanggapan dari masyarakat/publik.
Dengan tidak maksimalnya lembaga/pejabat pembentuk undang-undang di dalam
mengelola partisipasi masyarakat dapat membuktikan bahwa sebagian dari tuntutan warga
negara tidak memperoleh perhatian yang memadai atau diabaikan begitu saja. Prosedur
kerja lembaga pembentuk undang-undang yang bersifat top down dan arogansi pejabat
negara (sebagai sisa-sisa kebiasaan dari sistem pemerintahan yang secara tradisional
tertutup); menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya lembaga legislatif
mengelola partisipasi masyarakat. Praktik administrasi yang rutin serta mekanis juga
dianggap melemahkan kemampuan mengelola partisipasi. Contohnya yakni jadwal yang
kaku serta waktu yang tidak memadai dalam mengumumkan rapat-rapat konsultasi publik.
Selain itu, dengan adanya pembatasan untuk menerima masukan yang hanya diperkenankan

6 Jati, Rahendro. 2012. "Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pembentukan Undang-Undang Responsif."

Jurnal Rechtsvinding Hlm. 331-332

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022 361

dalam format tertentu atau dalam bahasa resmi, dapat menjadi hambatan bagi masyarakat
yang ingin partisipasi.
Untuk menciptakan solusi dari hambatan pelembagaan partisipasi publik, yaitu
sempitnya dialog dan debat dalam proses pengambilan kebijakan; DPR diberikan mandat
untuk memberikan peluang/kesempatan bagi masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam
proses pembentukan UU, sekaligus memfasilitasinya. Dengan terus berkembangnya
pendulum kekuasaan legislasi ke parlemen, DPR berevolusi dari yang sebelumnya hanya
sekadar lembaga yang mengesahkan keputusan eksekutif, menjadi memiliki fungsi untuk
membuka debat kebijakan dan proses pengambilan kebijakan yang partisipatif.

CONCLUSION
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik wajib memenuhi beberapa
konsep. Adapun Konsep pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan
harus sesuai dengan konsep negara hukum Pancasila. Selain itu, konsep pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik wajib memperhatikan perlindungan Hak Asasi
Manusia (HAM), utamanya yakni perlindungan hak dalam memperoleh keadilan.
Pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan serta mengedepankan
perlindungan Hak Asasi Manusia karena hukum ada dari manusia dan untuk manusia
sebagai subyek hukum sehingga perwujudan perlindungan Hak Asasi Manusia harus ada di
dalamnya.
Partisipasi masyarakat di dalam pembahasan mengenai randangan perundang-
undangan termasuk dalam penelenggaraan pemerintahan yang baik dan sesuai dengan
prinsip good goverance yang dimana beberapa diantaranya yakni diantaranya yakni adanya
keterlibatan masyarakat, akuntanbilitas, dan transparansi. Penyerapan aspirasi masyarakat
untuk mewujudkan perundang-undangan yang menyejahterakan, dapat dilakukan dengan
jalan membuka ruang partisipasi seluruh komponen masyarakat

REFERENCES
Febriansyah, Ferry Irawan. 2016. "KONSEP PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA." PERSPEKTIF 220-228.
GRIADHI, NI MADE ARI YULIARTINI, and ANAK AGUNG SRI UTARI. 2008.
"PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN
DAERAH ." Kertha Patrika 1-5.
Jati, Rahendro. 2012. "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES
PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG RESPONSIF." Jurnal Rechtsvinding 329-
342.
Riskiyono, Joko. 2015. "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN
PERUNDANG-UNDANGAN UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN
." Aspirasi 159-176.
S, Laurensius Arliman. 2017 . "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DALAM MEWUJUDKAN NEGARA

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
362 Souvereignty : Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional | Volume 1, Nomor 2, Year 2022

KESEJAHTERAAN INDONESIA ." Jurnal Politik Pemerintahan 59-72.


Yusdiyanto. 2012. "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN
PROGRAM LEGISLASI DAERAH." Jurnal Fiat Justitia 1-13.

© Author(s). This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Published by Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional, Universitas Sebelas Maret, Indonesia

You might also like