Professional Documents
Culture Documents
Skill Lab Biomaterial Manipulasi Resin Akrilik Fase Dough
Skill Lab Biomaterial Manipulasi Resin Akrilik Fase Dough
Disusun:
Putri Maalika Febrina
10622055
Instruktur:
drg. Nadya Javany Pranida
drg. Catur Septommy. MDSc
B. Rumusan Masalah
1. Mahasiswa dapat memanipulasi resin akrilik polimerisasi panas pada mould
space dengan benar dan tepat.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara tahapan finishing dan polishing resin
akrilik dengan tepat.
C. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui cara manipulasi resin akrilik dengan tepat.
2. Mahasiswa mengetahui tujuan finishing polishing.
BAB II
METODE PENGAMATAN
g. Menanam pola malam merah (2,5 cmX 1 cm) tepat di tengah kuvet
bawah.
Resin akrilik kemudian dipolimerisasi dengan direbus dalam air mendidih selama
30menit, dan tidak dianjurkan kurang maupun lebih, Lalu di finishing dan polishing
BAB IV
PEMBAHASAN
Resin akrilik merupakan bahan yang hingga saat ini mash digunakan di bidang
Kedokteran Gigi, lebih dari 95 % plat gigi tiruan dibuat dari bahan resin akrilik. Resin akrilik
heat cured memenuhi persyaratan sebagai bahan plat gigi tiruan karena tidak bersifat toksik,
tidak mengiritasi jaringan, sifat fisik dan estetik baik, harga relatif murah, dapat direparasi,
mudah cara manipulasi dan pembuatannya (Wahyuningtyas 2008, p.187). Menurut spesifikasi
American Dental Association Nomor 12, terdapat dua jenis resin akrilik yaitu heat cured dan
self cured yang masing-masing terdiri dari bubuk yang disebut polimer polymetil
methacrylate dan cairan yang disebut monomer methyl methacrylate (ADA 1974, p. 217).
Komposisi resin akrilik dari resin akrilik terdiri atas bubuk (powder)
dan cairan (liquid).
a. Bubuk, terdiri dari:
1. Polimer (polimetil metakrilat)
Poli(metil metakrilat) dapat dimodifikasi dengan etil, butil, maupun alkil
metakrilat lainnya untuk menghasilkan bubuk yang lebih tahan terhadap fraktur
karena benturan.
2. Inisiator: 0,5 - 1,5% benzoil peroksida atau disobutilazonitril
Berguna untuk menghambat aksi inhibitor dan untuk memulai proses
polimerisasi. Fungsi aktivator adalah untuk bereaksi dengan peroksida dalam bubuk
untuk menciptakan radikal bebas yang dapat memulai polimerisasi pada monomer.
3. Plasticizer
Plasticizer merupakan bahan kimia yang ditambahkan pada polimer untuk
membuat resin akrilik lebih fleksibel sehingga lebih mudah dicetak. Hal ini
menyebabkan kekuatan dan kekerasan resin akrilik berkurang. Resin akrilik
biasanya mengandung 2-7% dibutyl phthalate sebagai plasticizer.
4. Pigmer
Polimer murni seperti poli (metil metakrilat) merupakan senyawa bening dan
dapat beradaptasi dengan banyak pewarnaan (pigmentasi). Pigmen berfungsi untuk
memberi warna seperti jaringan rongga mulut. Senyawa-senyawa yang digunakan
seperti merkuri sulfid, cadmium sulfid, cadmium selenida, feri oksida, atau karbon
hitam dengan kadar sekitar 1%. Pigmen harus stabil selama pemrosesan dan
pemakaian.
a. Cairan, terdiri dari:
1. Monomer (metil-metakrilat)
Merupakan cairan yang jernih dan tidak berwarna pada temperatur ruang,
mempunyai titik didih 100,3°C, mudah menguap, dan terbakar.
Monomer memiliki viskositas yang rendah dan berbau sangat tajam yang dilepaskan
oleh tekanan penguapan yang relatif tinggi pada temperatur kamar.
2. Stabilizer/inhibitor
Berupa 0,06% hidroquinon yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
polimerisasi selama penyimpanan atau perpanjangan waktu penyimpanan. Apabila
resin akrilik tidak mengandung inhibitor maka polimerisasi monomer dan cross-
linking agent akan terjadi secara perlahan, bahkan pada atau di bawah suhu kamar
tergantung munculnya radikal bebas pada monomer. Sumber radikal bebas ini mash
belum dapat ditentukan, akan tetapi bila terbentuk radikal bebas, maka akan
meningkatkan viskositas cairan (monomer) dan dapat pula mengakibatkan monomer
menjadi solid (padat).
Inhibitor bekerja secara cepat pada radikal yang terbentuk pada cairan (monomer)
untuk membentuk radikal yang stabil dan tidak berpotensi untuk memulai proses
polimerisasi. Cara lain untuk mengurangi radikal yang tidak dinginkan yaitu dengan
menyimpan monomer dalam kaleng atau botol berwarna coklat gelap.
3. Cross-linking agent: glikol dimetakrilat
Bahan ini ditambahkan ke dalam cairan resin akrilik untuk mendapatkan
ikatan silang pada polimer. Ciri khas cross-linking agent adalah gugus reaktif — CR =
CH- yang terletak pada ujung yang berlawanan dari molekul dan berfungsi untuk
menghubungkan molekul-molekul polimer yang panjang. Penggunaan crosslinking
agent dapat meningkatkan ketahanan resin akrilik terhadap keretakan permukaan dan
dapat menurunkan solubilitas dan penyerapan air (Van Noort, R., 2007).
Polimer dan monomer dengan perbandingan yang benar dicampur dalam tempat yang
tertutup lalu dibiarkan beberapa menit hingga mencapai fase dough. Pada saat pencampuran
ada lima tahap yang terjadi yaitu:
1. Sandy stage
Merupakan tahap per tama saat polimer dan monomer dicampur dan apabila
diamati maka adonan mash seperti pasir, sedikit kasar dan berbutir serta
konsistensinya basah. (Hatrick, 2003 )
2. Stringy stage
Pada tahap stringy, polimer menyerap cairan monomer. Beberapa rantai
polimer terdispersi dalam monomer cair. Rantai polimer melepaskan jalinan ikatan
sehingga meningkatkan kekentalan adukan. Ciri tahap stringy yaitu adonan akan
melekat dan berserat ketika ditarik. Adonan pada tahap stringy memiliki konsistensi
yang rendah. Schingga pada saat dilakukan pengepresan, hasil cetakan tidak padat dan
terjadi porositas. Porositas mempengaruhi sifat fisik, kebersihan serta nilai estetik dari
protesa tersebut.
Shrinkage porosity kelihatan sebagai gelembung yang tidak beraturan bentuk di seluruh
permukaan gigi tiruan sedangkan gaseous porosity terlihat berupa gelembung kecil halus
yang uniform.
Hasil pengepresan tahap stringy juga lebih lentur. Kekuatannya dipengaruhi oleh derajat
polimerisasinya. Polimerisasi dalam waktu singkat menghasilkan monomer sisa lebih tinggi.
Monomer sisa yang tinggi berpotensi untuk menyebabkan iritasi jaringan mulut, inflamasi
dan alergi, selain itu juga dapat mempengaruhi sifat fisik resin akrilik yang dihasilkan karena
monomer sisa akan bertindak sebagai plasticizer yang menyebabkan resin akrilik menjadi
fileksibel dan kekuatannya menurun. Pada tahap stringy proses polimerisasi belum berjalan
sepenuhnya. Pembuatan basis menggunakan akrilik seharusnya dilakukan pada saat tahapan
dough.
Karena proses polimerisasi yang belum berjalan sempurna, warna hasil pengepresan juga
lebih pudar dan jika dipegang mash ada bubuk sisa polimernya. Tapi polimerisasi yang belum
sempurna itu menyebabkan campuran adonan bubuk polimer dengan larutan monomer lebih
cair.
Schingga flow campuran lebih bagus (Hatrick, 2003).
3. Dough stage
Pada tahap ini jumlah rantai polimer yang memasuki larutan meningkat dan
terjadi larutan monomer dan polimer yang terlarut. Namun terdapat sejumlah polimer
yang belum larut. Proses hingga fase dough berakhir lebih kurang 3 menit. Bila fase
dough berakhir campuran sudah tidak bisa dimanipulsi. Ciri dough stage yaitu adonan
halus, homogen, mudah diangkat dan tidak melekat lagi, tahap ini merupakan waktu
yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mould (Hatrick., 2003).
4. Rubbery stage
Pada tahap ini monomer tidak ada lagi yang tersisa, karena monomer telah
bersatu meresap sempurna dengan polimer dan sebagian monomer menguap. Massa
pada tahap ini sudah berbentuk plastik dan tidak dapat lagi dibentuk dan dimasukan
kedalam mould (Hatrick, 2003).
5. Stiffstage
Pada tahap ini adonan akan menjadi keras dan kaku, hal ini disebabkan
menguapnya monomer bebas. Secara klinik adukan terlihat sangat kering (Hatrick,
2003).
Polimerisasi resin akrilik lebih mengarah pada polimerisasi adisi yang
memilik tahap-tahap aktivasi, inisiasi, propagasi, dan terminasi (Annusavice, 2003).
Setelah proses polimerisasi berakhir pada tahap terminasi, akrilik akan tetap memiliki
monomer sisa sebesar 0.2-0.5%. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama
prosesing resin akrilik.
Semakin rendah dan singkat waktu yang tersedia, monomer sisa akan
bertambah jumlahnya. Monomer sisa memiliki sifat yang kurang menguntungkan.
Monomer sisa dapat menyebabkan iritasi pada jaringan mulut serta dapat menurunkan
kekuatan dan mempertinggi fleksibilitas dari resin akrilik tersebut (McCabe 2014).
Pada praktikum yang telah dilakukan manipulasi resin akrilik dimulai dengan
membuat cetakan malam dari gipsum di dalam kuvet kecil, setelah itu dilakukan
pembuangan malam dengan cara direbus selama kurang lebih 5 menit. Setelah malam
habis, kuvet dibuka kembali dan diolesi dengan CMS (Could Mould Seal) lalu
powder resin akrilik dicampurkan dengan liquid dan diaduk didalam stellon pot lalu
stellon pot ditutup. Tunggu hingga adonan resin akrilik tidak lengket ketika dipegang
dengan tangan. Setelah resin akrilik siap digunakan, letakkan resin akrilik kedalam
cetakan yang ada di dalam kuvet lalu tutup dengan plasik cellophan yang telah
direndam air dan press kuvet sebentar. Buka kuvet yang telah di press lalu ambil
plastik cellophan yang tadi diletakkan diatas adonan resin akrilik. Lakukan perebusan
resin akrilik selama 30 menit. Waktu perebusan pada resin akrilik aktivasi panas
sangat berpengarh terhadap hasil dari resin akrilik. Apabila waktu perebusan kurang
lama mengakibatkan hasil dari resin akrilik masih lunak sehingga mudah bengkok
bahkan patah. Selanjutnya dilakukan finishing untuk merapikan bentuk dari resin
akrilik dan untuk membuat permukaan resin akrilik menjadi halus. Sedangkan
polishing memiliki tujuan agar resin akrilik yang telah halus menjadi mengkilat.
BAB V
KESIMPULAN
Pentingnya pengaturan mould space untuk mendapatkan hasil yang presisi atau menciptakan
prostesis atau perangkat dengan ukuran dan bentuk yang sangat akurat untuk memastikan
kenyamanan dan kinerja yang optimal bagi pasien.. Proses finishing dan polishing juga
krusial untuk mencapai kehalusan permukaan yang optimal, yang berdampak pada
kenyamanan dan keberlanjutan prostesis gigi.
DAFTAR PUSTAKA
Naini, A. (2012) 'Perbedaan Stabilitas Warna Bahan Basis Gigi Tiruan Resin
Akrilik dengan Termoplastis Terhadap Penyerapan Cairan', Prostodonsia, 9(1), pp.
28-32.
American Dental Association ( ADA), 1974, Guide to Dental Materials and Devices,
Chicago: American Dental Association, p. 217.
Hatrick CD, Eakle HS, Bird WF. 2003. Dental Materials : Clinical Application for Dental
Assistans and Dental Hygienists. USA: Saunders
McCabe, John F, Walls, Angus W.G. 2014. Bahan Kedokteran Gigi Edisi 9.
Jakarta:EGC