Professional Documents
Culture Documents
Modul P5 Kearifan Lokal Hari Ke 1
Modul P5 Kearifan Lokal Hari Ke 1
Tujuan Pembelajaran:
Siswa dapat memahami kearifan lokal di Indonesia sebagai pengembangan Kebudayaan
dan ilmu pengetahuan
Dimensi Pelajar Pancasila
Gotong royong
Mandiri
Kreatif
Waktu : 8 JP
Bahan : jurnal siswa, alat tulis, buku bacaan, perangkat audio visual, komputer dengan
jaringan internet.
Peran Fasilitator:Moderator/Fasilitator/Narasumber/Supervisi/Konsultasi
A. Persiapan:
- Doa, Presensi Siswa dan Motivasi oleh pendamping
- Sebagai kegiatan awal dari tema, fasilitator akan memperkenalkan P5 secara singkat
- Membuat Yel Yel kelas
B. Pelaksanaan:
…..
…….
3. Apersepsi
Fasilitator bertanya kepada siswa tentang kearifan Lokal , seperti Petuah –petuah,
Tradisi dan Kesenian yang ada dilingkungan sekitar
4. Motivasi :
Fasilitator menanyakan kepada siswa
Apa Tujuan atau fungsi dari Petuah-Petuah yang ada di masyarakat, seperti (pamaly,
ora ilok dll)
8. Peserta didik secara kelompok berdiskusi dan literasi dari berbagai sumber tentang
bentuk bentuk kearifan lokal,
ciri ciri kearifan lokal
Fungsi kearifan lokal
Contoh kearifan lokal
KEARIFAN LOKAL
1. Di Pulau Jawa
a. Pranoto Mongso
Pranoto mongso merupakan aturan waktu musim yang digunakan oleh para
tani di pedasaan. Aturan tersebut didasarkan pada naluri dari leluhur, dan dipakai
sebagai dasar untuk mengolah pertanian. Maka itu, pranoto mongso memberi
arahan kepada petani untuk bercocok tanam dengan cara mengikuti tanda-tanda
alam dalam mongso yang bersangkutan. Sehingga, pemanfaatan tanah oleh petani
sifatnya terukur. Meskipun, air dan saluran irigasi sudah tersedia dengan baik.
Praktik ini dipercaya dapat menjaga keseimbangan alam.
b. Nyabuk Gunung Nyabuk gunung
Merupakan praktik bercocok tanam dengan cara membuat teras sawah
yang dibentuk menurut garis kontur. Praktik ini umumnya berlangsung di lereng
Bukit Sumbing dan Sindoro. Nyabuk gunung adalah suatu wujud konservasi lahan
dalam bercocok tanam. Hal itu karena didasarkan pada garis konturnya. Berbeda
dengan praktik nyabuk gunung di Dieng yang memotong kontur pada saat bercocok
tanam. Memotong kontur dapat mempermudah terjadinya longsor.
c. Menganggap Suatu Tempat Keramat Khususnya Pada Pohon Besar (Beringin)
Anggapan tentang tempat keramat cenderung membuat banyak orang tidak
merusak tempat tersebut. Sebaliknya, mereka akan memelihara tempat itu. Bahkan,
tidak berani untuk membuang sampah sembarangan. Mereka takut jika nanti karma
buruk akan diterima di kemudian hari. Misalnya, pada pohon beringin besar. Praktik
ini merupakan bentuk konservasi karena dengan memelihara pohon, maka
seseorang akan menjaga sumber air. Hal ini disebabkan karena, pohon beringin
memiliki akar yang sangat kuat. Dekat lokasi akar pohon yang kuat, biasanya ada
sumber air.
2. Di Pulau Sulawesi
Di Sulawesi terdapat komunitas adat Karampuang. Komunitas adat itu berperan
dalam pengelolaan hutan. Mereka meyakini bahwa hutan merupakan bagian dari
alam dirinya. Sehingga, untuk menjaga keseimbangan ekosistem, di dalamnya
terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh semua masyarakat. Aturan itu akan
dibacakan oleh seorang galla atau pelaksana harian pemerintah adat tradisional
sebagai suatu bentuk fatwa adat. Pembacaannya akan dilakukan di hadapan dewan
adat dan warga sebagai suatu bentuk peraturan bersama.
3. Toraja
a. Rambu Solo’
Rambu Solo’ adalah tradisi pemakaman ala Suku Toraja. Tradisi ini dilakukan untuk
menghormati sekaligus mengantarkan arwah menuju alam akhirat melalui
serangkaian ritual dan doa.
Ritual yang dilakukan berupa pertunjukan seni, adu kerbau, hingga mengantarkan
jenazah.
Tradisi ini bisa berlangsung selama beberapa hari sesuai dengan status sosial
keluarga penyelenggara Rambu Solo’. Biayanya pun tidak sedikit. Semakin kaya
seseorang, semakin mahal biaya pemakamannya.
b. Tinggoro Tedong
Tinggoro Tedong merupakan tradisi upacara kematian. Ini masih termasuk dalam
serangkaian upacara Rambu Solo’.
Pada upacara ini, prosesi penyembelihan kerbau dilakukan dengan cara menebas
leher kerbau dengan satu kali tebas saja.