You are on page 1of 12

ANALISIS TWO-STATE SOLUTIONS

Diajukan untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Politik


Islam Global

Dosen Pengampu :

Fikri Fahrul Faiz, S.Sos., MA

Disusun oleh :

Syifa kinanthi puji utami (11201130000034)


Raja Alfahluzi Zulvie (11201130000010)
Alifya Qonita Putri (1120113000003)
Riestario Kurnia Thodiansya (11201130000012)

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1444 H./2023 M
Pendahuluan
Konflik antara Palestina dan Israel terus berlanjut, dimana telah menghasilkan banyak
korban jiwa khususnya anak dan perempuan. Konflik Palestina-Israel merupakan
permasalahan geopolitik yang berakar dan kompleks yang meliputi beberapa dimensi seperti
sejarah, agama, budaya, dan teritori. Namun salah satu permasalahan utama dalam
penyelesaian konflik adalah gagalnya inisiatif-inisiatif damai seperti Perjanjian Oslo pada
tahun 1990an, KTT Camp David pada tahun 2000, dan negosiasi-negosiasi lainnya yang
menghadapi tantangan dan kemunduran karena disebabkan oleh permasalahan seperti
perbatasan, pengungsi, dan status Yerusalem.
Gagasan mengenai solusi dua negara (Two-state solutions) terhadap konflik Palestina-
Israel merupakan pendekatan yang menonjol dan didukung secara luas karena beberapa alasan.
Negara seperti Singapura menyatakan bahwa dalam mencapai resolusi yang tahan lama, adil
dan komprehensif terhadap konflik Palestina-Israel yang telah berlangsung lama ini adalah
melalui negosiasi Two-state solutions yang konsisten dengan resolusi Dewan Keamanan PBB
yang relevan. 1 Komunitas internasional pada umumnya memandang pendekatan ini sebagai
cara yang baik dan layak untuk menyelesaikan konflik.

Pertanyaan Penelitian
Melihat latar belakang yang telah dijelaskan, maka dari itu pertanyaan dalam penelitian
ini adalah, “Mengapa two-state solutions menjadi sebuah solusi yang sering diajukan sebagai
solusi untuk menyelesaikan konflik Palestina Israel dan apakah merupakan solusi yang
efektif?”

A. Sejarah Konflik Palestina-Israel


Konflik adalah suatu tindakan yang menyebabkan banyak kerugian berupa nyawa
maupun harta dari pihak yang terlibat. Termasuk yang saat ini terjadi adalah konflik Palestina-
Israel yang pecah kembali dengan skala yang sangat besar. Konflik yang terjadi sekarang tidak
hanya menyerang fasilitas militer (kombatan), namun juga berdampak terhadap anak-anak,
perempuan dan fasilitas umum (non kombatan), sehingga konflik yang terjadi sudah
menunjukkan tindakan genosida. Bahkan pemerintah dunia tidak sama sekali menunjukkan
kemampuannya dalam upaya penyelesaian konflik tersebut.2
Sejarah awal konflik Palestina-Israel dimulai pasca perang dunia I ditandai dengan
runtuhnya kesultanan ottoman dan pengambilan wilayah Palestina oleh Inggris. Pada awal
tahun 1917, bangsa Yahudi dari Inggris berhasil menduduki beberapa wilayah palestina dan
membangun rumah nasional Yahudi. Tindakan ini berlangsung hingga perang dunia ke II. Pada
masa ini, Bangsa Yahudi dan Bangsa Arab Palestina mengalami benturan peradaban dan
konflik suku dan etnis. Perbedaan pandangan ini terus berlanjut hingga pemerintahan dunia
pada tahun 1948 mengeluarkan resolusi terhadap penyelesaian konflik dengan solusi dua
negara, yaitu pembagian wilayah. Namun, Palestina tidak menyetujui kesepakatan dan
berujung pada perang antara Palestina dan Israel. Kekalahan Palestina dalam perang tersebut

1
Anadolu Agency. 2023. Singapore supports 2-state solution to Palestine conflict. Diakses di:
https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/singapore-supports-2-state-solution-to-palestine-conflict/3021773
2
Eliandy Rian Rifki, Amini, dkk. 2023. Konflik Palestina Dengan Israel. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial (JPIPS). Vol 1, Hal. 106. Diakses pada 14 November 2023.
mengakibatkan Israel semakin mudah mengembangkan wilayah negaranya dan hingga kini
Israel hampir dapat mencakup hampir seluruh wilayah Palestina dari Jalur Gaza. 3
Palestina merupakan negara yang berbatasan langsung dengan benua Asia, Eropa dan
Afrika yang secara geografis, negara ini sangat diuntungkan dan menjadi perhatian dunia
terutama letaknya yang berada di Timur Tengah. Tahun 1917 bangsa Yahudi yang berdatangan
terus menerus mengakibatkan Palestina tidak bisa tinggal diam. Hak-hak otoritas yang diambil
secara paksa menyebabkan keberadaan Inggris semakin tidak berfungsi. Hingga pada 1948
negara Israel terbentuk, Palestina belum mendapatkan pengakuan atas wilayahnya. Peristiwa
ini ditandai dengan deklarasi Balfour sebagai awal mula konflik Palestina dan Israel. Deklarasi
ini berisikan persetujuan atas bangsa Yahudi menduduki wilayah Palestina, membangun
tempat tinggal dan kepemilikan hak-hak penduduk. Sehingga bangsa Arab Palestina merasa
terganggu dengan keberadaan deklarasi tersebut.4
Pada perang dunia I, Palestina dibawah kekuasaan Turki Utsmani berhasil diruntuhkan
oleh Inggris dengan dukungan negara Eropa lain seperti Perancis dan Uni Soviet, bahkan Arab
yang dijanjikan akan mendapatkan wilayah dan terbebas dari otoritarianisme Turki Utsmani.
Melalui perjanjian Sykes-Picot, Perancis menduduki wilayah Syria dan Damaskus, sedangkan
Inggris menduduki wilayah kekuasaan Turki Utsmani dan Palestina. Namun, hal inilah menjadi
cikal bakal konflik yang terjadi sekarang. Pasalnya, Yahudi dibawah pemerintahan Inggris
berupaya untuk membentuk pemerintahan sendiri diatas tanah Palestina yang dijanjikan kepada
bangsa Arab.
Pembentukan negara Israel pada 1948 mendapatkan dukungan dari negara lain seperti
Amerika Serikat yang semakin memperkuat pengaruhnya di Palestina. Imigrasi yang dilakukan
bangsa Yahudi dilakukan secara bertahap melalui pembeliaan tanah, namun tingginya harga
tanah dan dana yang dikeluarkan cukup besar, memaksa Zionis Yahudi menutup jalur
perdagangan dan pangan sehari-hari rakyat Palestina yang menyebabkan kelaparan dan
kemiskinan terjadi. Akibatnya, bangsa Arab Palestina terpaksa menjual tanahnya dengan harga
murah untuk tetap bertahan hidup. Tindakan ini terus terjadi hingga keamanan Palestina
semakin terancam. 5 Berbagai perlawanan yang diberikan bangsa Arab Palestina mengalami
kekalahan yang berujung kehilangan wilayah yang semakin banyak hingga berbagai resolusi
pembagian wilayah oleh pemerintahan dunia juga kembali mengalami penolakan dari
Palestina. 6
Hingga pada tahun 1993, terciptalah Perjanjian Oslo yang berupaya untuk mencapai
kesepakatan damai Palestina dan Israel. Perjanjian ini disetujui oleh pemimpin Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO) dan Perdana Menteri Israel yang ingin lebih mengutamakan cara
diplomasi daripada militer. PLO melalui pemimpinjnya Yasser Arafat mengakui hak hidup
Israel dan tidak melanjutkan perjuangan pembebasan di Palestina dalam negosiasinya tersebut.
pada 13 September 1993 PLO dan Israel bertemu dengan presiden AS dan menyepakati

3
Shaleh, Muhsin Muhammad, 2004. Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi, Gema Insani Press, Jakarta, hlm
46-48. Diakses pada 14 November 2023.
4
Nurjannah Emilia Palupi, Fakruddin M. 2019. Deklarasi Balfour: Awal Mula Konflik Israel Palestina.
PERIODE. Vol.1 No.1. hal 18. Diakses pada 14 November 2023.
5
Maulani, Z.A.(2002). Zionisme: Gerakan Menaklukan Dunia.Jakarta: Daseta. Diakses pada 14 November
2023.
6
Saleh, Muhsin M. (2001).Palestina Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi.Jakarta: Gema Insan Press.
Pemerintahan Palestina termasuk di Tepi Barat. Namun, perjanjian ini mendapatkan
pertentangan dari kedua negara, Israel yang merasa bahwa bangsanya dikhianati sedangkan
Palestina merasa wilayah yang dimilikinya harus dikembalikan sepenuhnya dan tidak adanya
negara Israel. 7
Hingga pada 7 Oktober 2023, perang antara Palestina yang direpresentasikan oleh
kelompok Hamas dan Israel kembali pecah. Diawali tentara hamas yang meluncurkan serangan
ke Israel, tindakan ini merupakan respon yang sudah dirasakan bangsa Arab Palestina dari
puluhan tahun yang lalu. Melalui jalur gaza, pembentukan penjara terbuka, penindasan,
pembunuhan dan penyiksaan yang dirasakan selama ini menjadikan Hamas semakin marah. 8
Korban diantara kedua belah pihak juga tidak seimbang. Kelompok Hamas merupakan sebuah
kelompok pembebasan yang terbentuk pada tahun 2007 yang menduduki Jalur Gaza yang
merupakan perbatasan dengan Israel. Hamas hanya ingin wilayah Palestina kembali, hak-hak
hidup dan berkeluarga dikembalikan, bukan penindasan dan penjajahan yang didapatkan.
Namun, dukungan Barat terhadap Israel menjadi sumbu pemicu kemarahan Hamas sehingga
perang tidak dapat dihindarkan.
Perang merupakan sengketa antar negara yang menggunakan Angkatan bersenjata,
perlawanan kelompok untuk mempertahankan diri, wilayah dan kekuasaan dengan didasari
pada kebiasaan dan sejarah masa lalu.9 Tidak sedikit juga perang yang terjadi mengakibatkan
rusaknya fasilitas umum bahkan warga sipil menjadi korban. Pemblokadean, penutupan akses
makanan dan pembentukan kamp pengungsian banyak terjadi di wilayah konflik. Namun, pada
akhirnya aksi yang diharapkan adalah perdamaian atas dasar kemanusiaan.

B. Analisis Efektivitas Two-State Solutions Sebagai Solusi dalam Konflik Palestina-Israel

Untuk mengakhiri konflik yang terjadi antara Palestina-Israel, sempat dikeluarkan


sebuah solusi, yakni two-state solutions yang merupakan sebuah usulan untuk membentuk dua
negara berdaulat yang hidup saling berdampingan secara damai (Palestina dan Israel) dengan
batas-batas yang diakui secara internasional dan berdasarkan garis-garis gencatan senjata tahun
1967. Pasalnya konflik berkepanjangan ini sudah menimbulkan banyak dampak yang
merugikan, seperti banyaknya korban jiwa, pengungsi, pelanggaran terhadap HAM, dan
ketidakstabilan regional maupun dunia. Two-state solutions dianggap menjadi satu-satunya
cara untuk merealisasikan perdamaian sekaligus meredam konflik yang terjadi di Palestina dan
Israel sebagaimana yang dikatakan oleh Presiden Joko Widodo dalam KTT ke-6 ASEAN-AS
pada tahun 2018 lalu di Singapura.10
Sayangnya, solusi ini tampaknya tidak memberikan hasil yang signifikan terkait konflik
yang terjadi dimana konflik Palestina dan Israel justru semakin memburuk pasca serangan balik
yang dilakukan Hamas ke Israel pada tahun ini. Lalu mengapa kemudian ternyata two-state
solutions yang dikatakan menjadi satu-satunya solusi ini justru tidaklah mengakhiri masalah

7
Anwar. M Aris: Israel Is Not Real: Negara Fiktif di Tanah Rampasan, Jakarta: Rajut Publishing House, 2009.
Hal 112.
8
Abu Bakar, 2008. Berebut Tanah Palestina, Insan Madani, Yogyakarta, hlm 268-269.
9
Akhmad Iqbal, 2010, Perang-Perang Paling Berpengaruh di Dunia, I, JBPublisher, Yogyakarta, hlm 156.
10
Sekretariat Nasional ASEAN-Indonesia. 2018. Soal Palestina-Israel, Indonesia Tegaskan “Two State
Solutions” sebagai Solusi Perdamaian.
yang ada? Untuk menjawabnya, kita dapat menganalisis terlebih dahulu efektivitas dari two-
state solutions dalam menangani konflik ini. Untuk menganalisis efektivitasnya, kita dapat
melihat dari beberapa aspek yang ada, salah satunya ialah terkait dengan aspek hak dan
kepentingan. Efektivitas atau tidaknya two-state solutions dapat dikatakan dari terjamin atau
tidaknya hak dan kepentingan dari kedua belah pihak yang bersangkutan.
Dalam hal ini, Palestina dan Israel harus mengakui kedaulatan dan eksistensi satu sama
lain serta tidaklah melakukan berbagai tindakan yang dapat mengancam atau merugikan pihak
lain. Keduanya juga haruslah menjamin kebebasan dan keamanan bagi warga negara mereka,
serta menghormati keragaman agama, etnis, dan budaya yang ada di wilayah mereka. Two-
state solutions juga baru bisa dikatakan efektif jika dapat mengakhiri atau menghentikan segala
bentuk pelanggaran HAM sehingga setiap manusia mendapatkan haknya dihormati dan
dilindungi. Namun sayangnya, peristiwa yang terjadi justru tidaklah demikian. Israel telah
melakukan banyak pelanggaran atas hukum perang dimana membunuh warga sipil,
membombardir fasilitas-fasilitas masyarakat sipil, membunuh jurnalis, dan pelanggaran
lainnya. Palestina di satu sisi juga melakukan penyerangan balik terhadap Israel walaupun
memang tidaklah seburuk apa yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. Israel sendiri telah
melanggar HAM terhadap anak-anak dimana pada tahun 2019, Israel menjadi satu-satunya
yang menerapkan undang-undang penjara kepada anak-anak terutama anak-anak yang berasal
dari Palestina yang bahkan diperlakukan dengan kasar dan tidak diberi akses menghubungi
orang tuanya.11
Dari kondisi yang terkini terjadi bahkan banyak serangan yang dilayangkan oleh Israel ini
menyebabkan anak-anak Palestina terbunuh padahal mereka punya hak atas hidup. Bukti ini
menunjukkan bagaimana two-state solutions tidaklah begitu efektif karena masih adanya pihak
yang tidak melakukan pemenuhan atas hak dan kepentingan.
Aspek berikutnya yang dapat kita analisis ialah apakah two-state solutions dapat
menciptakan kondisi yang stabil, damai, dan harmonis di kawasan Timur Tengah. Dari aspek
ini, jika kedua pihak ingin agar solusi ini efektif, maka keduanya harus berkomitmen dalam
menyelesaikan konflik mereka secara damai dan diplomatis serta menghentikan segala bentuk
agresi atau provokasi yang dapat memicu konflik lainnya. Selain itu, kedua negara juga perlu
untuk bekerja sama dengan negara-negara dan organisasi-organisasi regional serta
internasional untuk mencapai perdamaian dan mencegah serta menangani berbagai ancaman
lain yang dapat mengganggu stabilitas dan keamanan. Namun sayangnya aspek ini belumlah
terealisasikan dimana kedua pihak masih sama-sama keras dengan pendapat dan keinginan
masing-masing.
Contohnya saja inisiatif perdamaian Arab tahun 2002 yang merupakan salah satu
inisiatif sebagai solusi selain two-state solutions dalam mengakhiri konflik yang ada. Inisiatif
ini menawarkan pengakuan dan normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab
jika Israel menarik diri dari wilayah yang mereka duduki sejak 1967 itu dan mencapai
kesepakatan dengan Palestina.12 Namun sayangnya, inisiatif ini juga tidaklah efektif karena
pihak Israel yang tidak diimplementasikan oleh Israel karena mereka masih menolak untuk

11
Dewantara, Jagad, dkk. 2023. Pelanggaran HAM Dalam Konflik Israel dan Palestina Berdampak Terhadap
Hilangnya Hak Asasi Manusia Khususnya Hak Anak di Palestina. Hlm. 23
12
Ekip. 2017. Liga Arab Tetap Berpegang Pada Rencana Perdamaian 2002. Diakses di:
https://www.aa.com.tr/id/dunia/liga-arab-tetap-berpegang-pada-rencana-perdamaian-2002/1000117#
menyerahkan wilayah-wilayah yang diklaim sebagai bagian dari tanah air historis dan agama
Yahudi. Belum lagi Amerika Serikat yang justru mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel
pada masa pemerintahan Trump yang semakin mempersulit Israel dalam menyerahkan wilayah
tersebut. Karena ketidaknetralannya, Amerika Serikat justru semakin mempersulit keadaan
yang ada.
Dari contoh inisiatif tersebut kita dapat katakan bahwa two-state solutions ini masih
tidak dapat dikatakan efektif karena pihak Israel yang masih tidak kooperatif dalam menyetujui
dan menjalankan solusi perdamaian. Kondisi yang tercipta di kawasan tidaklah aman, stabil,
damai, dan harmonis, tetapi justru semakin kelam sebagaimana kondisi terkini yang kita dapat
lihat dimana Palestina terus menerus mendapatkan penyerangan bagaikan sedang dilakukan
pemusnahan massal disana. Selain itu, jika konflik ini terselesaikan tampaknya tidak kemudian
mengakhiri segala konflik dan ancaman di kawasan Timur Tengah. Pasalnya kawasan ini tidak
akan pernah lepas dari masalah politik baik skala domestik, regional, maupun internasional
karena selalu penuh dan lahir kejutan politik disana. Hal ini disebabkan kekuatan geografisnya
yang strategis yang menjadi pemicu munculnya berbagai masalah. 13
Dari aspek selanjutnya, kita dapat lihat apakah two-state solutions memberikan manfaat
dan kesejahteraan bagi kedua belah pihak, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, maupun
lingkungan karena dapat meningkatkan kerjasama dan integrasi antara Israel dan Palestina,
serta antara Israel dan negara-negara Arab di bidang perdagangan, investasi, infrastruktur,
energi, air, dan lain-lain sehingga pembangunan dan pertumbuhan negara dapat meningkat.14
Akan tetapi, jika melihat kondisi terkini di kedua wilayah, maka dapat dikatakan solusi ini
belumlah efektif. Pasalnya pada kondisi terkini, keadaan keduanya justru terpuruk dimana
Palestina yang mengalami banyak kerugian dan kerusakan akibat serangan-serangan yang
dilakukan oleh Israel dan Israel yang bahkan tingkat kemiskinannya mencapai angka 18,4%
yang kemudian menjadikannya sebagai negara dengan angka kemiskinan tertinggi di antara
negara-negara anggota OECD.15
Israel dan Palestina juga keduanya sama-sama mengalami ketegangan, permusuhan,
dan kekerasan yang berkelanjutan, yang berdampak negatif pada keamanan, stabilitas, dan
perdamaian di kawasan tersebut. Bahkan berdasarkan Human Rights Watch tahun 2022, Israel
dan Palestina terlibat dalam konflik bersenjata pada bulan Mei 2021 yang menewaskan banyak
korban jiwa, tak terkecuali anak-anak. 16 Hal inilah yang kemudian menjadi acuan dalam
menganalisis efektivitas two-state solutions yang ternyata belum berjalan dengan efektif sebab
konflik yang masih terus berlanjut dan bahkan semakin memburuk kondisinya.
Aspek berikutnya yang menjadi aspek terakhir dalam menganalisis efektivitas two-state
solutions dalam menangani konflik Palestina-Israel ialah dengan melihat apakah kedua belah
pihak beserta komunitas internasional menerima dan mendukung solusi tersebut. Pasalnya jika
solusi ini masih belum bisa diterima oleh pihak-pihak terkait, maka akan sulit menjalankan

13
Ruslin, Ismah Tuti. 2013. Memetakan Konflik di Timur Tengah (Tinjauan Geografi Politik). Jurnal Politik
Profetik. Hlm. 21
14
RAND Corporation. 2015. The Cost-of-Conflict Stdy Team. Hlm. 115
15
OECD. 2019. Israel - Economic Snapshot. Diakses di: https://www.oecd.org/economy/israel-economic-
snapshot/
16
Human Rights Watch. 2022. World Report 2022: Israel and Palestine. Diakses di:
https://www.hrw.org/world-report/2022/country-chapters/israel-and-palestine
solusi ini dengan efektif. Two-state solutions sendiri merupakan konsep yang mengusulkan
pembagian wilayah antara Sungai Yordan dan Laut Tengah menjadi dua negara yang merdeka
dan berdaulat, yakni Palestina dan Israel yang hidup saling berdampingan satu sama lain.
Namun begitu, solusi yang terdengar baik ini masih belum dapat diterima dengan baik oleh
kedua belah pihak walaupun mendapat dukungan dari PBB dan organisasi internasional
lainnya. Aspek ini kemudian menjadi aspek yang penting karena jika pihak terkait menolak
solusi yang ada, maka akan sulit solusi tersebut direalisasikan dan berjalan dengan efektif.
Terdapat beberapa alasan mengapa solusi ini belum dapat diterima dengan baik oleh
Palestina dan Israel serta komunitas internasional yang kemudian menjadikannya tidak dapat
berjalan dengan efektif. Beberapa alasan yang menjadikan pada akhirnya solusi ini tidak
berjalan dengan efektif, antara lain:
1) Masing-masing pihak, yaitu Palestina dan Israel, sama-sama masih memiliki
klaim yang kuat atas status Yerusalem yang merupakan kota suci bagi tiga
agama monoteis, yaitu Yahudi, Islam, dan Kristen. Israel mengklaim bahwa
Yerusalem merupakan ibu kota abadi dan tidaklah terbagi, sedangkan Palestina
menginginkan Yerusalem Timur yang diduduki oleh Israel sejak tahun 1967.
Kedua negara ini sama-sama memiliki klaim atas historis, agama, dan politik
yang kuat sehingga sulit bagi keduanya untuk mencapai sebuah kompromi yang
mufakat. Israel dan Palestina sama-sama mengklaim bahwa wilayah tersebut
merupakan bagian dari kedaulatan keduanya dan saling taut terkait dengan
dominasi antar aktor.17
2) Pengungsi Palestina yang jumlahnya mencapai 5,6 juta orang yang tersebar dari
Tepi Barat sampai Suriah. Berdasarkan Resolusi PBB nomor 194 Tahun 1948
mengatakan bahwa pengungsi Palestina ini memiliki hak untuk kembali ke
tanah air mereka atau mendapatkan kompensasi. Akan tetapi, Israel justru
menolak untuk mengakui hak tersebut dengan alasan mereka khawatir
keseimbangan demografis akan terganggu dan karakter Yahudi Israel akan
terancam oleh mereka. Masalah inilah yang kemudian menyebabkan two-state
solutions masih belum bisa berjalan dengan efektif sebagaimana mestinya.
3) Ketidakstabilan politik, sosial, dan ekonomi di kedua belah pihak yang
kemudian mempengaruhi kemauan dan kemampuan mereka untuk bernegosiasi
dan berkompromi. Contohnya saja Israel yang dipimpin oleh pemerintah koalisi
menjadikannya rapuh dan memiliki partai-partai yang memiliki pandangan
berbeda terkait konflik mereka dengan Palestina. 18 Palestina di sisi lain juga
harus menghadapi perpecahan dimana faksi pertama ialah Fatah yang
menguasai Tepi Barat dan faksi kedua ialah Hamas menguasai jalur Gaza.
Keduanya juga memiliki pandangan dan visi yang berbeda mengenai solusi
untuk konflik dengan Israel dan seringkali keduanya terlibat dalam konflik
bersenjata.19

17
Pratiwi, Fadhila Inas. 2022. Konflik Israel dan Palestina Tidak Ada Resolusi. Artikel Ilmiah Unair
18
CNN. 2023. Opinion: This is Why The Two-States Solutions is Dead. Diakses di;
https://www.cnn.com/2023/10/10/opinions/israel-gaza-hamas-biden-greenblatt/index.html
19
The Times of Israel. 2018. Support for Two-States Solutions at Lowest ini Nearly 20 Years. Diakses di:
https://www.hrw.org/world-report/2022/country-chapters/israel-and-palestine
4) Keterlibatan dan pengaruh dari negara-negara dan organisasi-organisasi
regional dan internasional yang intervensinya dapat mendukung atau justru
menghambat proses perdamaian melalui solusi ini. Contohnya saja Amerika
Serikat yang merupakan sekutu utama Israel. Keterlibatannya dalam konflik ini
menyebabkan pelaksanakan solusi ini sulit untuk berjalan efektif. Pasalnya,
Amerika Serikat sendiri seringkali menggunakan kuasanya untuk melindungi
Israel dari kritik dan sanksi internasional yang diberikan kepadanya. 20 Di sisi
lain, ada juga Iran yang turut terlibat dengan memberikan dukungan finansial
kepada Palestina, seperti Hamas, yang menolak eksistensi Israel.
Belum lagi dengan negara-negara yang tidak konsisten dan komitmen dengan
kebijakan dan sikap yang mereka telah putuskan terkait konflik ini. Contohnya
seperti Uni Eropa yang menjadi pendukung utama solusi ini tetapi seringkali
justru mengalami perbedaan pendapat dan kepentingan di antara negara-negara
anggotanya sehingga posisinya melemah dalam usaha perdamaian ini. Selain
itu, Liga Arab juga menjadi organisasi regional yang turut menghambat
efektivitas solusi ini sebab masih adanya ketegangan dan konflik yang
seringkali terjadi diantara negara-negara anggotanya sehingga mengganggu
solidaritas dan koordinasi mereka dalam mendukung Palestina.
Kondisi inilah yang kemudian disayangkan, sebab two-state solutions solutions ini
merupakan solusi yang baik dan bahkan memiliki keunggulan. Beberapa keunggulan yang
dimiliki antara lain:
1) Dapat meningkatkan pendapatan, lapangan kerja, dan kualitas hidup bagi rakyat
Palestina dan Israel. Pernyataan ini merupakan hasil studi yang dilakukan oleh RAND
Corporation tahun 2015 yang mengatakan bahwa two-state solutions dapat memberikan
manfaat ekonomi sebesar $123 miliar untuk Israel dan $50 miliar untuk Palestina
selama 10 tahun dibandingkan dengan skenario status quo atau konflik berkelanjutan
karena solusi ini dapat membuka peluang kerjasama dan integrasi Israel dan Palestina
dengan negara-negara Arab, di bidang perdagangan, investasi, struktur, dan lainnya
yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan di kawasan tersebut.21
2) Solusi ini dapat memberikan sebuah manfaat sosial bagi kedua pihak dimana
ketegangan, permusuhan, dan kekerasan yang terjadi dapat berkurang sehingga dapat
meningkatkan keamanan, stabilitas, dan perdamaian di kawasan tersebut. Solusi ini
dapat mengakhiri pelanggaran HAM yang terjadi dan menghentikan serangan-serangan
yang hanya akan memberikan banyak kerugian serta trauma dan korban jiwa. Maka
dari itu, two-state solutions dapat meningkatkan kepercayaan, pengertian, dan toleransi
antara rakyat Israel dan Palestina, serta antara rakyat Israel dan Arab, yang dapat
membuka jalan untuk kerjasama dan dialog di bidang pendidikan, kesehatan, budaya,
dan lain-lain. 22

20
The Washington Institute. 2020. Palestinians and The Two-State Solutions: Hard Data on the Hardest
Question. Diakses di: https://www.washingtoninstitute.org/policy-analysis/palestinians-and-two-state-solution-
hard-data-hardest-questions
21
RAND Corporation. 2015. The Cost-of-Conflict Study Team.
22
The Jerusalem Post. 2022. Why Support a Two-State Solution If It Wont Work? - Opinion. Diakses di:
https://www.jpost.com/opinion/article-720306
3) Solusi ini dapat memberikan manfaat budaya yang berharga bagi Israel dan Palestina,
dengan menghormati dan melindungi keragaman agama, etnis, dan budaya yang ada di
wilayah tersebut, serta mengelola dan memanfaatkan warisan sejarah dan seni yang ada
di wilayah tersebut. Dengan two-state solutions, hak beribadah akan terjamin dan
terlindungi bagi rakyat Palestina dan Israel. Solusi ini juga akan membantu berbagi dan
mempromosikan warisan sejarah serta seni yang ada di wilayah mereka.
4) Solusi ini juga dapat memberikan manfaat lingkungan yang juga tak kalah penting bagi
Palestina dan Israel dengan berbagi dan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang
ada di wilayah mereka, serta mengatasi masalah-masalah yang dapat merusak kualitas
hidup dan kesehatan masyarakat mereka. Dengan two-state solutions, maka kedua
pihak dapat meningkatkan kerjasama dan koordinasi mereka beserta dengan negara-
negara Arab lainnya, di bidang energi terbarukan yang merupakan sumber daya yang
bersih dan berkelanjutan bagi pembangunan di kawasan tersebut.23
Maka dari itu, kita dapat lihat bagaimana sebenarnya two-state solutions ini merupakan
solusi yang baik untuk mencapai perdamaian dan memberikan banyak manfaat selain sekedar
mendamaikan konflik antara Palestina dan Israel yang terjadi. Namun sayangnya, solusi ini
masih belum dapat berjalan dengan efektif yang disebabkan oleh beberapa alasan dan masih
belum dapat terlaksana sepenuhnya. Meskipun begitu, two-state solutions ini masih memiliki
potensi untuk menjadi solusi yang efektif, jika:

● Kedua belah pihak dapat menemukan solusi kreatif dan kompromi untuk
menyelesaikan isu-isu sensitif dan kompleks, seperti Yerusalem, pengungsi, dan
permukiman, dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan
kemanusiaan.
● Kedua belah pihak dapat meningkatkan dialog dan kerjasama, baik di tingkat
pemerintah, masyarakat sipil, maupun sektor swasta, untuk membangun kepercayaan
dan saling pengertian.
● Kedua belah pihak dapat mendorong partisipasi dan keterlibatan dari negara-negara
Arab dan Muslim, terutama yang telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel,
untuk membantu mewujudkan solusi dua negara.
● Kedua belah pihak dapat memanfaatkan peran dan tekanan dari komunitas
internasional, terutama PBB, untuk mengawasi dan menegakkan hukum internasional
dan hak asasi manusia, serta memberikan bantuan dan insentif bagi kedua belah pihak.

KESIMPULAN

Two-state solutions dianggap menjadi satu-satunya cara untuk merealisasikan


perdamaian sekaligus meredam konflik yang terjadi di Palestina dan Israel. Konflik
berkepanjangan ini sudah menimbulkan banyak dampak yang merugikan, seperti banyaknya
korban jiwa, pengungsi, pelanggaran terhadap HAM, dan ketidakstabilan regional maupun
dunia. Efektivitas two-state solutions dapat dikatakan dari terjamin atau tidaknya hak dan
kepentingan dari kedua belah negara aktor yang bersangkutan. Dalam hal ini, Palestina dan
Israel harus mengakui kedaulatan dan eksistensi satu sama lain serta tidaklah melakukan

23
Ibid.
berbagai tindakan yang dapat mengancam atau merugikan pihak lain. Keduanya juga haruslah
menjamin kebebasan dan keamanan bagi warga negara mereka, serta menghormati keragaman
agama, etnis, dan budaya yang ada di wilayah mereka.

Two-state solutions juga baru bisa dikatakan efektif jika dapat mengakhiri atau
menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM sehingga setiap manusia mendapatkan haknya
dihormati dan dilindungi. Solusi ini belum bisa diaplikasikan secara maksimal karena
ketidakstabilan politik, sosial, dan ekonomi di kedua belah pihak yang kemudian
mempengaruhi kemauan dan kemampuan mereka untuk bernegosiasi dan berkompromi. Faktor
keterlibatan dan pengaruh dari negara-negara dan organisasi-organisasi regional dan
internasional yang intervensinya dapat mendukung atau justru menghambat proses perdamaian
melalui solusi ini. Belum lagi dengan negara-negara yang tidak konsisten dan komitmen
dengan kebijakan dan sikap yang mereka telah putuskan terkait konflik ini, seperti Uni Eropa
yang memiliki tujuan tertentu dan keberlangsungan Liga Arab yang menjadi faktor
penghambat Two-state solutions.

Kendati demikian, berdasarkan hasil analisis beberapa faktor lain dianggap mampu
menjadi pendukung Two-state solutions ini. Kedua negara aktor meningkatkan dialog dan
kerjasama, baik di tingkat pemerintah, masyarakat sipil, maupun sektor swasta, untuk
membangun kepercayaan dan saling pengertian, demi menemukan solusi dan kompromi
mengenai isu konflik dengan mengedepankan prinsip kesetaraan, keadilan dan kemanusiaan.
Kedua negara aktor dapat mendorong partisipasi dan keterlibatan dari negara-negara Arab dan
Muslim, terutama yang telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, untuk membantu
mewujudkan solusi dua negara. Faktor pendukung memanfaatkan peran dan tekanan dari
komunitas internasional, terutama PBB, untuk mengawasi dan menegakkan hukum
internasional dan hak asasi manusia, serta memberikan bantuan dan insentif bagi kedua belah
pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Anadolu Agency. 2023. Singapore supports 2-state solution to Palestine conflict. Diakses
di:
https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/singapore-supports-2-state-solution-to-palestine-
conflict/3021773

CNN. 2023. Opinion: This is Why The Two-States Solutions is Dead. Diakses di;
https://www.cnn.com/2023/10/10/opinions/israel-gaza-hamas-biden-greenblatt/index.html

Dewantara, Jagad, dkk. 2023. Pelanggaran HAM Dalam Konflik Israel dan Palestina
Berdampak Terhadap Hilangnya Hak Asasi Manusia Khususnya Hak Anak di Palestina. Jurnal
Kewarganegaraan, Vmol. 7, No. 1.

Ekip. 2017. Liga Arab Tetap Berpegang Pada Rencana Perdamaian 2002. Diakses di:
https://www.aa.com.tr/id/dunia/liga-arab-tetap-berpegang-pada-rencana-perdamaian-
2002/1000117#

Fisher, M. (2014, July 2). The Two-State Solution: What It Is and Why It Hasn’t Happened.
The New York Times. Diakses dari [The Two-State Solution: What It Is and Why It Hasn’t
Happened - The New York Times]

Human Rights Watch. 2022. World Report 2022: Israel and Palestine. Diakses di:
https://www.hrw.org/world-report/2022/country-chapters/israel-and-palestine
OECD. 2019. Israel - Economic Snapshot. Diakses di: https://www.oecd.org/economy/israel-
economic-snapshot/

Pratiwi, Fadhila Inas. 2022. Konflik Israel dan Palestina Tidak Ada Resolusi. Artikel
Ilmiah Unair

RAND Corporation. 2015. The Cost-of-Conflict Study Team.

Ruslin, Ismah Tuti. 2013. Memetakan Konflik di Timur Tengah (Tinjauan Geografi
Politik). Jurnal Politik Profetik. Jurnal Politik Profetik, Vol. 1, No. 1.
Sekretariat Nasional ASEAN-Indonesia. 2018. Soal Palestina-Israel, Indonesia Tegaskan “Two
State Solutions” sebagai Solusi Perdamaian.

The Jerusalem Post. 2022. Why Support a Two-State Solution If It Wont Work? - Opinion.
Diakses di: https://www.jpost.com/opinion/article-720306

The Times of Israel. 2018. Support for Two-States Solutions at Lowest ini Nearly 20 Years.
Diakses di: https://www.hrw.org/world-report/2022/country-chapters/israel-and-palestine
The Washington Institute. 2020. Palestinians and The Two-State Solutions: Hard Data on
the Hardest Question. Diakses di: https://www.washingtoninstitute.org/policy-
analysis/palestinians-and-two-state-solution-hard-data-hardest-questions

Eliandy Rian Rifki, Amini, dkk. 2023. Konflik Palestina Dengan Israel. Jurnal Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial (JPIPS). Vol 1, Hal. 106. Diakses pada 14 November 2023.

Shaleh, Muhsin Muhammad, 2004. Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi, Gema Insani
Press, Jakarta, hlm 46-48. Diakses pada 14 November 2023.

Nurjannah Emilia Palupi, Fakruddin M. 2019. Deklarasi Balfour: Awal Mula Konflik
Israel Palestina. PERIODE. Vol.1 No.1. hal 18. Diakses pada 14 November 2023.

Maulani, Z.A.(2002). Zionisme: Gerakan Menaklukan Dunia.Jakarta: Daseta. Diakses


pada 14 November 2023.

Saleh, Muhsin M. (2001).Palestina Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi.Jakarta:


Gema Insan Press.

Anwar. M Aris: Israel Is Not Real: Negara Fiktif di Tanah Rampasan, Jakarta: Rajut
Publishing House, 2009. Hal 112.

Abu Bakar, 2008. Berebut Tanah Palestina, Insan Madani, Yogyakarta, hlm 268-269.

Akhmad Iqbal, 2010, Perang-Perang Paling Berpengaruh di Dunia, I, JBPublisher,


Yogyakarta, hlm 156.

You might also like