You are on page 1of 19

INSTRUKSI UNTUK SISWA

BLOK 8 ENDOKRIN, METABOLISME DAN NUTRISI


DISKUSI KELOMPOK 8

Hari dan Tanggal : Jumat, 24 November 2023, Pukul 12.30 – 15.30 WIB
Bahan Studi : Perawakan Pendek terkait endokrin
Penyakit : Yodium Defisien Hipotiroid
Narasumber : Elly Noer R, dr., SpA
Terkait : 1. Kontributor Indarti, dr, Mkes 2. Dr. Henny J,dr.,
MKes
3. Anita LS, dr., MKes, SpPK
4. Apen Afgani, dr, SpPD,Mkes

MEMBLOKIR CAPAIAN PEMBELAJARAN

1. BLA 1 Merumuskan diagnosis berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


interpretasi studi pendukung pada kasus sistem endokrin, metabolisme, dan nutrisi.
(CPL: STN 12; PP2, 3,4,5,9; KU1, 3)
(Menurut bidang kompetensi 1, 2,3,4,6)
2. BLA 2 Menerapkan pengetahuan medis dasar yang berkaitan dengan patogenesis,
patofisiologi, dan kemungkinan komplikasi dalam sistem endokrin, metabolisme, dan
kasus nutrisi.
(CPL: STN 12; PP1,2,3,4,5,9; MEREKA ADALAH 1, 3; KK 1:2)
(Menurut bidang kompetensi 1,2,3,4,5)
3. BLA 3 Manajemen perencanaan menurut patofisiologi dan obat berbasis bukti dalam
sistem endokrin, metabolisme, dan kasus nutrisi.
(CPL: STN 12; HLM 6; INI MEMILIKI 1.3; KK 7:8, 8)
(Menurut bidang kompetensi 1,2,3,4,7)
4. BLA 4 Menerapkan profesionalisme dan komunikasi yang efektif dalam manajemen
kasus yang berkaitan dengan sistem endokrin, metabolisme, dan kasus nutrisi.
(CPL: STN 1,2,4,5,6,7,8,9,10; 11,12; HLM 7,8,9,10; KK 10)
(Menurut bidang kompetensi 1,2,3)

DISKUSI KELOMPOK CAPAIAN PEMBELAJARAN

1. Merumuskan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang dengan menyusun gambaran kasus (C4-C5)
2. Menganalisis hubungan penurunan hormon dengan munculnya gejala dan tanda pada pasien!
(C4-C5)
3. Menganalisis hubungan penurunan hormon tiroid dengan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak (C4-C5)
4. Membandingkan hubungan antara berbagai penurunan hormon dan penampilan perawakan
pendek (C2-C3)
5. Menjelaskan peran pemeriksaan penunjang diagnosis dan keputusan intervensi lebih lanjut
bagi pasien seperti dalam kasus ini (C4-C5)
lebih pendek
dengan frekuensi buang air besar yang rendah; Dia buang air besar setiap lima hari
sekali.
tidak terlalu aktif bermain
lebih nyaman di ruangan yang hangat, dan tidak suka tinggal lama di ruangan ber-AC
anak dapat berbicara dalam kalimat lengkap,
bermain bola tetapi tidak aktif,
membuat lingkaran tetapi terputus.
Skenario

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa oleh orang tuanya ke poliklinik rumah sakit
dengan keluhan bahwa anak itu terlihat lebih pendek daripada teman-temannya pada usianya.
Keluhan disertai dengan frekuensi buang air besar yang rendah. dia buang air besar setiap
lima hari sekali. Anak itu tampaknya tidak terlalu aktif bermain, lebih nyaman di ruangan yang
hangat, dan tidak suka tinggal lama di ruangan ber-AC. Pada saat ini, anak dapat berbicara
dalam kalimat lengkap, bermain bola tetapi tidak aktif, dan membuat lingkaran tetapi terputus.
Sejarah keluarga yang serupa ditolak. Riwayat makan: 3x sehari 3/4, dari porsinya, sudah
selesai, lauk pauk tahu, tempe, tidak suka telur atau makanan yang mengandung protein
hewani, tidak suka makanan asin (memiliki cukup garam), tidak diketahui penggunaan garam
beryodium, ibu memasak menggunakan garam tanpa merek.

Riwayat kehamilan dan persalinan:


Bayi itu lahir cukup bulan, dibantu oleh bidan, dan segera mulai menangis; berat lahir 2500
gram, panjang badan 40 cm, lingkar kepala ibu tidak diukur.

Pemeriksaan fisik:
berat: 15 kg, Tinggi: 80 cm.
Kesadaran: waspada, denyut nadi 80 x / menit, laju pernapasan 24x / menit, suhu 36,5 °C
Lingkar kepala : 49 cm, dismorfik (-)
Leher: kelenjar tiroid: hanya teraba
Abdomen: hernia umbilikalis (-)
Ekstremitas: hipotonia (-), palmar pucat (-), kulit kering (+)

Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan darah rutin: Hb: 11 g/dl, leukosit 7000/mm3, Jumlah leukosit diferensial:
0/2/3/70/20/5, trombosit 340.000/mm3

Tugas:

1. Buat gambaran kasus dan dasar diagnosis!


Skenario Penjalasan
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa oleh orang • Insidensi
tuanya ke poliklinik rumah sakit Keluhan disertai dengan
frekuensi buang air besar yang rendah. dia buang air
• Gejala hipotiroid (constipation)
besar setiap lima hari sekali.

keluhan bahwa anak itu terlihat lebih pendek daripada


teman-temannya pada usianya.
DD/
1. Perawakan pendek e.c susp hipotirioid e.c defisiensi iodium
2. Perawakan pendek e.c defisiensi GH

Pada saat ini, anak dapat berbicara dalam kalimat Gejala hipotiroid (decreased energy)
lengkap, bermain bola tetapi tidak aktif, dan membuat
(cold intolerance)
lingkaran tetapi terputus.

Sejarah keluarga yang serupa ditolak. Riwayat makan: • Menyangkal dd/familial


3x sehari 3/4, dari porsinya, sudah selesai, lauk pauk
• Kesan asupan protein hewani
tahu, tempe, tidak suka telur atau makanan yang
mengandung protein hewani, tidak suka makanan asin kurang Kesan asupan yodium
(memiliki cukup garam), tidak diketahui penggunaan kurang etiologi
garam beryodium, ibu memasak menggunakan garam
tanpa merek.
Riwayat kehamilan dan persalinan: • term = Lahir cukup bulan
Bayi itu lahir cukup bulan, dibantu oleh bidan, dan
2500 gr = Berat Badan Lahir
segera mulai menangis; berat lahir 2500 gram, panjang
badan 40 cm, lingkar kepala ibu tidak diukur. cukup 40 cm = Pendek
• BB/U: -2 s/d 2 SD (N)
Pemeriksaan fisik: TB/U: <-3SD (Perawakan sangat
• berat: 15 kg, pendek/kerdil) BB/TB: > 3SD
• Tinggi: 80 cm. Menyangkal malnutrisi, IUGR,
• Kesadaran: waspada, infeksi kronis
• denyut nadi 80 x / menit, • dbn
• laju pernapasan 24x / menit,
• suhu 36,5 °C
• LK (N)
• Lingkar kepala : 49 cm, • LK (N),
• dismorfik (-) Goiter/Struma derajat 1 tanda
• Leher: kelenjar tiroid: hanya teraba hipotiroid kongenital (-) tanda
• Abdomen: hernia umbilikalis (-) hipotiroid (dry skin)
• Ekstremitas: hipotonia (-), palmar pucat (-), kulit • dbn
kering (+)

Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan darah rutin:
• Hb: 11 g/dl,
• leukosit 7000/mm3,
• Jumlah leukosit diferensial: 0/2/3/70/20/5,
• trombosit 340.000/mm3

DK/ Perawakan pendek e.c susp hipotirioid e.c defisiensi iodium

PENYEBAB HIPOTIROID

Berikut etiologi/penyebab dari hipotiroid :


1. Hipotiroid Primer (gangguan terjadi pada kelenjar tiroid itu sendiri)

1. Penyakit autoimun kronis = Sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar tiroid..


2. Terapi Radioiodin

Terapi ini bertujuan untuk menghancurkan sel kelenjar tiroid. Beberapa penyakit yang
menggunakan terapi radioiodine yaitu penyakit graves, goiter noduler, kanker sekitar kepala dan
leher .4,5,6

c. Tiroidektomi
Merupakan tindakan pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar tiroid. d. Kelebihan asupan
iodium

Asupan iodium yang melebihi kebutuhan dapat meningkatkan angka kejadian hipotiroid
subklini7s dan autoimun tiroiditis
e. Kekurangan asupan iodium
Iodium adalah komponen penting dari sintesis hormone tiroid.

f. Hipotiroid kongenital/bawaan sejak lahir


Keadaan menurun atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak lahir karena kelainan
anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan hormone tiroid atau defisiensi iodium
g. Obat – obatan
Beberapa obat seperti amiodarone, lithium, tyrosine kinase inhibitors, obat anti epilepsi dapat
menyebabkan perubahan pada tes fungsi tiroid, melalui mekanisme penghambatan aktivitas 5-
deiodinase yang mengakibatkan penurunan perubahan T3 dan T4.

2. Hipotiroid sekunder = disebabkan oleh gangguan atau keruskan pada kelenjar pituitary otak
yang mengawasi kerja kelenjar tiroid.
3. Hipotiroid tersier = disebabkan oleh adaanya gangguan atau kerusakan di hypothalamus
sehingga akan mempengaruhi produksi TRH.

4. Hipotiroid perifer = muncul karena adanya resistensi jaringan perifer terhadap aksi hormone
tiroid.

• Iodium merupakan bahan baku esensial sintesis hormon tiroid yang berperan dalam
stabilitas metabolisme dan fungsi organ tubuh. Hormon tiroid yang dihasilkan oleh kelenjar
tiroid tersebut memiliki pengaruh sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan
manusia (Mullur R,2013). Kekurangan iodium merupakan penyebab utama munculnya
masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI).
SUMBER :
• Miftahul Adnan.ASUHAN GIZI PADA HIPOTIROID.Universitas Muhammadiyah
Semarang :2021
• Mohamad Samsudin .SURVEILANS.UNTUK MENGATASI MASALAH
GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN IODIUM. Lembaga Penerbit Badan
Litbangkes
2. Jelaskan ilmu kedokteran dasar yang terkait dengan kasus ini!
Anatomi
Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di
dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan saraf.
Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis dan melingkari trakea dua
pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran.
Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi
letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna
dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal tiroid. Nervus
rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus
tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prevertebralis (De Jong & Sjamsuhidajat,
2005).

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain

• arteri karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan
• kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis.
• Kadang kala dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika.
Sistem vena terdiri atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri,

• vena tiroidea media di sebelah lateral


• vena tiroidea inferior.

Terdapat dua macam saraf yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis

• nervus rekurens
• cabang dari nervus laringeus superior (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

Fisiologi

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah
menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga
mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian
akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke
sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi,
hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau
prealbumin pengikat albumin Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid.
TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai umpan balik negatif
sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat
adanya sel parafolikular yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme
kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang (De Jong & Sjamsuhidajat, 2005).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu Thyroid Stimulating
Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi
dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik
negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin
Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (Guyton & Hall, 2006).

Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hormon
tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu : (Sherwood, 2011)
• Efek pada laju metabolism Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara
keseluruhan. Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran
energi tubuh pada keadaan istirahat.
• Efek kalorigenik
Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas.
• Efek pada metabolisme perantara
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam metabolisme
bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik bersifat multifaset, hormon ini tidak
saja mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak dan protein, tetapi banyak
sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi efek yang bertentangan.
• Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan
norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan hormon dari
medula adrenal.
• Efek pada sistem kardiovaskuler Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan
kontraksi jantung sehingga curah jantung meningkat.
• Efek pada pertumbuhan
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan, tetapi juga mendorong efek
hormon pertumbuhan (somatomedin) pada sintesis protein struktural baru dan pertumbuhan
rangka.
• Efek pada sistem saraf
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf terutama Sistem Saraf
Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.

Histologi

Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus. Jaringan tiroid terdiri atas folikel
yang berisi koloid. Kelenjar dibungkus oleh simpai jaringan ikat longgar yang menjulurkan septa ke
dalam parenkim (Jonqueira, 2007).

Koloid terdiri atas tiroglobulin yaitu suatu glikoprotein yang mengandung suatu asam amino
teriodinisasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan dalam folikel sebagai koloid. Selain sel folikel, sel-sel
parafolikel yang lebih besar juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau
diantara folikel. Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel, memudahkan mencurahkan hormon ke
dalam aliran darah (Jonqueira, 2007).

Metabolisme
SINTESIS DAN SEKRESI HORMON TIROID
Sintesis dari T4 dan T3 oleh kelenjar tiroid dimulai dari hipotalamus

• Hipotalamus melepaskan hormon pelepas 1rotropin (TRH) ke dalam sistem portal


hipotalamus-hipofisis ke kelenjar hipofisis anterior.
• TRH merangsang sel 1rotropin di hipofisis anterior untuk melepaskan hormon
perangsang 1roid (TSH). TRH adalah hormon pep1da yang dibuat oleh badan sel di
in1 periventrikular (PVN) hipotalamus.
• Badan sel ini memproyeksikan neuron neurosekretorinya ke sirkulasi portal
hipofisis, tempat TRH dapat berkonsentrasi sebelum mencapai hipofisis anterior.
• TRH merupakan hormon tropik, ar1nya secara 1dak langsung mempengaruhi sel
dengan merangsang kelenjar endokrin lain terlebih dahulu. Ia berikatan dengan
reseptor TRH di kelenjar hipofisis anterior, menyebabkan kaskade sinyal yang
dimediasi oleh reseptor berpasangan G-protein.
• Second messenger ini memobilisasi simpanan kalsium intraseluler dan
mengak1Han protein kinase C, yang mengarah pada ak1vasi gen hilir dan
transkripsi TSH.
• TSH dilepaskan ke dalam darah dan berikatan dengan reseptor hormon pelepas
1roid (TSH-R) pada aspek basolateral sel folikel 1roid.

Lima langkah sintesis 1roid di bawah ini:


1. Sintesis Tiroglobulin : Tirosit dalam folikel 1roid menghasilkan protein yang
disebut 1roglobulin (TG). TG 1dak mengandung yodium apa pun, dan merupakan protein
prekursor yang disimpan dalam lumen folikel. Ini diproduksi di re1kulum endoplasma
kasar. Aparat Golgi mengemasnya ke dalam vesikel, dan kemudian memasuki lumen
folikel melalui eksositosis.
2. Serapan iodida : Protein kinase Fosforilasi menyebabkan peningkatan ak1vitas
simporter Na+-I- basolateral, yang didorong oleh Na+-K+-ATPase, untuk membawa iodida
dari sirkulasi ke dalam 1rosit. Iodida kemudian berdifusi dari sisi basolateral ke puncak
sel, di mana ia diangkut ke dalam koloid melalui transporter pendrin.
3. Iodinasi 3roglobulin : Protein kinase A juga memfosforilasi dan mengak1Han
enzim 1roid peroksidase (TPO). TPO memiliki 1ga fungsi: oksidasi, pengorganisasian, dan
reaksi penggandengan.
1. Oksidasi: TPO menggunakan hidrogen peroksida untuk mengoksidasi iodida (I-)
menjadi yodium (I2). NADPH-oksidase, enzim apikal, menghasilkan hidrogen
peroksida untuk TPO.
2. Organisasi: TPO menghubungkan residu 1rosin dari protein 1roglobulin dengan I2.
Ini menghasilkan monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT). MIT memiliki
residu 1rosin dengan yodium, dan DIT memiliki residu 1rosin dengan 2 molekul
yodium.
3. Reaksi gandingan: TPO menggabungkan residu 1rosin beryodium untuk membuat
triiodothyronine (T3) dan tetraiodothyronine (T4). MIT dan DIT bergabung
membentuk T3, dan dua molekul DIT membentuk T4.
4. Penyimpanan : hormon 1roid terikat pada 1roglobulin untuk disimpan di lumen
folikel.
5. Pelepasan : hormon 1roid dilepaskan ke dalam jaringan kapiler berfenestrasi oleh
1rosit melalui langkah-langkah berikut:
1. Tirosit mengambil 1roglobulin beryodium melalui endositosis
2. Lisosom menyatu dengan endosom yang mengandung 1roglobulin beryodium
3. Enzim proteoli1k dalam endolisosom memecah 1roglobulin menjadi MIT, DIT, T3,
dan T4.
4. T3 (20%) dan T4 (80%) dilepaskan ke kapiler berfenestrasi melalui transporter
MCT8. [5]
5. Enzim deiodinase menghilangkan molekul yodium dari DIT dan MIT. Yodium dapat
diselamatkan dan didistribusikan kembali ke kumpulan iodida intraseluler. [1] [6]
[4]

Sumber :

• (Guyton & Hall, 2006).


• (Sherwood, 2011)
• (Junqueira, 2007).

3. Jelaskan patofisiologi gejala dan tanda terjadinya dalam kasus ini!


ringkasnya

• DEFISIENSI YODIUM
• Hipotalamus akan mensekresi TRH
• TRH menuju Hipofisis anterior yang akan melepaskan TSH
• TSH menuju sel target yaitu kelenjar tiroid
• Kelenjar tiroid akan menghasilkan hormon tiroid membutuhkan 2 komponen yaitu
o iodium dari luar tubuh /makanan
o tiroglobulin yang di sintesis dalam tubuh
• salah satu mengalami defisiensi Jika terjadi penurunan kadar tiroksin dalam darah dengan
waktu yang lama akan menyebabkan kelenjar tiroid bekerja lebih keras untuk memenuhi
kebutuhan tiroksin secara normal.
• Sehingga terjadi hipertropi & hiperplasi pd kelenjar tiroid yang membuat tampak
membesar atau disebut dengan struma simpleks.
Sumber :
• kuliah Pagi ChannelPatofisiologi Hipotiroid (Akibat Kekurangan Yodium):2021
https://www.youtube.com/watch?v=Q1Zae1pbitA
• calgary

4. Sarankan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis dan melakukan perawatan


dalam kasus ini!
DIAGNOSA HIPOTIROID
Pemeriksaan laboratorium :
a. TSH (Tyroid Stimulating Hormone) serum. Nilai normal 0,3 – 4,0 μIU/mL.
b. Free thyroxine (fT4) Nilai normal fT4 yaitu 0,8 - 2,0 ng/dL
C. Pemeriksaan faal tiroid yang membedakan antara hipotirioidisme primer (hipofungsi
kelenjar tiroid), hipotiroidisme sekunder (hiposekresi TSH dari hipofisis), hipotiroidisme
tertier (hiposekresi TRH dari hipotalamus) dan euthyroid sick syndrome (kerusakan konversi
perifer hormone tiroid yang disebabkan oleh penyakit supratiroid, misalnya infeksi berat)
(lihat Hasil Tes Tiroid pada Hipotiroidisme).
D. Thyroid microsomal antibody (TMAb) positif pada 95% pasien tiroiditis hashimoto, dan 55%
pasien penyakit graves’.
E. Antibodi tiroglobulin (TGAbs) positif pada 60% pasien tiroiditis hashimoto.
F. Antibodi terhadap reseptor TSH (TRAbs) kebanyakan terdapat pada pasien penyakit graves’.6
G. PEMERIKSAAN KADAR YODIUM DALAM URINE

Apabila kadar TSH tinggi dan nilai fT4 kurang dari normal maka orang tersebut menderita
3
hipotiroid.
SUMBER :
• Miftahul Adnan.ASUHAN GIZI PADA HIPOTIROID.Universitas Muhammadiyah
Semarang :2021

5. Jelaskan manajemen kasus dalam konteks pertumbuhan dan perkembangan anak, dan
jelaskan bagaimana pemantauan dan evaluasi dilakukan dalam masalah ini!
Tatalaksana pasien hipotiroid harus didasarkan pada beberapa prinsip terapi, antara
lain:5,7,8

• - Meringankan keluhan dan gejala.


• - Menormalkan metabolisme.
• - Menormalkan TSH.
• - Menormalkan T3 dan T4.
• - Mencegah terjadinya komplikasi.

Terapi farmakoterapi utama dilakukan dengan pemberian hormon tiroksin.

Terapi dengan preparat tiroksin dapat diberikan dalam dua bentuk L-thyroxin (T4), dan L-
triodothyronin (T3). Terapi substitusi dapat diberikan dengan dosis kecil pada awal
pengobatan dan kemudian dinaikan secara bertahap sesuai dengan kadar TSH. Dosis yang
direkomendasikan untuk L-T4: 1.6 ug/kgBB atau setara dengan 100-125 mg/hari,
sedangkan dosis L-T3 diberikan pada rentang 25 ” 50 ug/hari.

Pendekatan tatalaksana farmakoterapi hipotiroid :

a. Hipotiroid overt :

• Jika serum TSH diatas batas atas nilai normal namun < 10 mU/L lakukan monitoring
fungsi tiroid tiap 6 bulan. Pertimbangkan terapi LT4 apabila gejala hipotiroid muncul daN
anti-TPO positif.
• Jika serum TSH > 10 mU/L ulang pemeriksaan fungsi tiroid, obati dengan LT4 apabila
terus meningkat TSH > 10 mU/L.

b. Hipotiroid subklinis :

• Jika serum TSH diatas batas atas nilai normal namun < 10 mU/L lakukan monitoring
fungsi tiroid tiap 6 bulan. Pertimbangkan terapi LT4 apabila nilai TSH meningkat
progresif > 10 mU/L.

Jika serum TSH > 10 mU/L ulang pemeriksaan fungsi tiroid. Pertimbangkan pemberian
dengan LT4 apabila terus meningkat TSH > 10 mU/L, dan jika terdapat gejala hipotiroid
atau faktor resiko tinggi kardiovaskuler.

Dosis terapi substitusi tiroksin pada pasien hipotiroid disesuaikan berdasarkan beberapa
keadaan berikut:

a. Usia <50 tahun.


a. Dosis awalan diberikan antara 100-150 ug per hari.
b. Pada kasus hipotiroidisme ringan dapat diberikan dosis yang lebih rendah.
b. Usia > 50 tahun pasien tanpa penyakit jantung.
a. Dosis awalan diberikan 25-50 ug/hari.
b. Evaluasi TSH dilakukan 6-8 minggu, titrasi 25 ug. c.
c. Usia > 50 tahun pada pasien penyakit jantung.
a. Dosis awalan diberikan 12.5ug/hari.
b. Evaluasi TSH dilakukan 6-8 miggu, titrasi 12.5 u

ASUHAN GIZI PADA HIPOTIROID

Tujuan Diet :

1. Memberikan asupan energi yang cukup sesuai kebutuhan untuk memperbaiki status gizi
2. Memenuhi kebutuhan zat gizi mikro terutama mineral iodium dan selenium untuk
meningkatkan produksi hormone tiroid
c. Membantu menurunkan berat badan, melancarkan BAB dan menurunkan kolesterol

Prinsip dan Syarat Diet :

1. Energi cukup
2. Protein tinggi 2 – 2,5 gr/kgBB
3. Lemak cukup 10 – 25% dari total energi
4. Karbohidrat cukup, sisa dari kebutuhan energi total
5. Kebutuhan normal iodium berdasarkan AKG 2019 :
6. Anak – anak 120 mcg, dewasa 120 mcg dan Ibu hamil +70 mcg
7. Tinggi mineral iodium, selenium, seng dan kalsium \
8. Tinggi serat

Jenis makanan yang boleh dikonsumsI


a. Makanan tinggi iodium fungsinya dapat meningkatkan sintetis hormone tiroid contonya
garam beryodium, daging, udang, telur, ikan laut, susu, telur, rumput laut, kerang
b. Makanan tinggi selenium fungsinya dapat meningkatkan produksi hormon tiroid.
Selenium dapat ditemukan pada seafood, daging, hati, dan kacang.
c. Makanan tinggi seng. Rendahnya kandungan seng dalam tubuh dapat mengurangi
hormon tiroid dan menyebabkan hipotiroid. Konsumsi makanan tinggi seng
mengembalikan fungsi kelenjar tiroid, seperti daging, telur, kacang, dan bayam.
d. Makanan tinggi kalsium. Pada penderita hipotiroid, pembentukan tulang terhambat,
maka dengan konsumsi makanan tinggi kalsium bisa membantu pembentukan tulang.
Makanan sumber kalsium, antara lain: susu, yoghurt, dan keju.
e. Makanan tinggi serat. Makanan tinggi serat dapat membantu menurunkan berat badan,
melancarkan BAB dan menurunkan kolesterol

Jenis makanan yang harus dibatasi::


a. Lauk nabati : tahu, tempe dan kacang-kacangan. Karena mengandung isoflavon yang
dapat menghambat penyerapan iodin dalam tubuh, sehingga terjadi kekurangan iodin.
Seperti kita tahu, iodin berperan dalam produksi hormon tiroid
b. Sayuran mentah seperti kubis putih, kubis merah, brokoli, dan kol harus dibatasi
konsumsinya karena bersifat goitrogenik. Goitrogen mengganggu produksi dan fungsi hormon
tiroid. Senyawa ini dapat hilang melalui proses pengolahan, sehingga sayuran yang
mengandung zat ini tidak dianjurkan untuk dimakan mentah dan konsumsinya harus dibatasi.
c. Minuman ringan mengandung pemanis buatan, minuman berenergi, soda, sirup, kopi
dan grapefruit. Minuman ini bisa mengganggu keseimbangan produksi dan fungsi hormon
tiroid

Upaya penanggulangan GAKI


Upaya-upaya yang dlakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah GAKI meliputi suntikan
lipiodol, distribusi kapsul iodium dosis tinggi khusus untuk daerah endemik berat dan endemik
sedang, program iodisasi garam dan penyuluhan/KIE. Belakangan kegiatan surveilans menjadi
bagian dalam upaya penanggulangan di Indonesia.

a. Lipiodol dan Yodiol

Penanggulangan GAKI secara intensif dilaksanakan pada awal tahun 1980-an menindaklanjuti hasil
temuan kretinisme/gondok oleh Djokomoeljanto di Sengi tahun 1974 dan hasil pemetaan gondok
secara kasar pada tahun 1980-1983. Pemberian suntikan lipiodol secara crash program dilakukan
sejak tahun 1974 – 1991. Lebih dari 14 juta penduduk dari 26 provinsi telah diberi suntikan lipiodol
secara intramuscular. Oleh karena harganya mahal, memerlukan tenaga terampil untuk menyuntik
dan adanya efek samping berupa reaksi alergi, abses pada tempat suntikan dan risiko penularan
penyakit akibat penggunaan jarum suntik berulang- ulang, maka setelah beberapa tahun diganti
dengan kapsul Yodiol. Pemerintah menetapkan tiga strategi penanggulangan GAKI pada tahun 1990
yaitu penggunaan garam beriodium untuk semua sebagai strategi jangka panjang; kapsul iodium
sebagai strategi jangka pendek di daerah endemik GAKI; fortifikasi iodium dalam air minum di
daerah endemik GAKI. Kapsul minyak iodium ini didistribusikan secara luas di daerah endemik GAKI
berat dan sedang dengan sasaran kelompok risiko tinggi yaitu anak sekolah, ibu hamil, dan wanita
usia subur. Kapsul minyak beriodium berisi iodium yang dilarutkan dalam minyak dengan dosis 200
mg iodium. Dosis pemberian kapsul minyak beriodium untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak
sekolah diberikan 1 kapsul per tahun, sedangkan wanita usia subur diberikan 2 kapsul per tahun.
Berbagai program yang dijalankan berhasil menurunkan prevalensi GAKI pada anak sekolah dari
27,7 persen pada tahun 1990 menjadi 9,8 persen pada tahun 1998. Walaupun demikian GAKI masih
dianggap sebagai masalah karena prevalensi masih di atas 5 persen akan menimbulkan spektrum
GAKI. Kantung-kantung daerah endemik GAKI masih tetap ada karena tidak semua daerah di
Indonesia berhasil menurunkan prevalensi GAKI. Tahun 1997-2003 dilaksanakan program
Intensifikasi Penanggulangan GAKI (IP-GAKI) untuk percepatan penurunan prevalensi GAKI
menitikberatkan pada pencapaian pemakaian garam beriodium lebih dari 90 persen penduduk.
Strategi yang dilaksanakan dengan pemantauan status iodium masyarakat, peningkatan konsumsi
garam beriodium, peningkatan pasokan garam beriodium, distribusi kapsul iodium pada sasaran
yang tepat serta pemantapan koordinasi lintas sektor dan penguatan kelembagaan penanggulangan
GAKI. Berakhirnya proyek IP-GAKI tidak menjadikan upaya penanggulangan GAKI berhenti di
tempat. Pada tahun 2004 dicanangkan Rencana Aksi Nasional Kesinambungan Program
Penanggulangan GAKI (RAN KPP GAKI) yang bertujuan mencapai garam beriodium untuk semua
pada tahun 2005 dan menjaga kelestariannya pada tahun 2010. Untuk itu ditetapkan tujuan
program jangka pendek yaitu peningkatan proporsi rumah tangga yang mengonsumsi garam
beriodium dan peningkatan cakupan distribusi kapsul iodium di daerah endemis sedang dan berat.
Tujuan jangka panjang adalah pelestarian proporsi rumah tangga yang mengonsumsi garam
beriodium dan pelestarian cakupan kapsul iodium di daerah endemik sedang dan berat. Program
penanggulangan GAKI jangka pendek telah membuahkan hasil yang signifikan, tetapi muncul
masalah baru tentang kelebihan iodium (hipertiroid). Departemen Kesehatan melalui Direktur
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat mengeluarkan surat edaran No. JM 03.03 B V/2195/95 yang
secara resmi melarang penggunaan kapsul iodium di seluruh Indonesia untuk menanggulangi GAKI.
Penggunaan kapsul minyak beriodium dibatasi untuk tidak digunakan secara massal, hanya dapat
digunakan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

b. Garam beriodium

Saat ini program penanggulangan GAKI di Indonesia yang utama adalah distribusi garam beriodium
di daerah endemik. Penanganan gondok endemik di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1927 oleh pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan
peraturan yang mengharuskan iodisasi garam rakyat. Waktu itu garam hanya dihasilkan oleh satu-
satunya pabrik P.N. Garam di Madura. Garam difortifikasi iodium dengan kadar 5 ppm,
didistribusikan secara terbatas di daerah Dieng Jawa Tengah dan daerah Tengger di Jawa Timur.
Distribusi garam beriodium tersebut tidak bertahan lama karena adanya Perang Dunia II dan
lemahnya pengelolaan sehingga dihentikan awal tahun 1950-an.

Pemerintah mengatur tentang garam beriodium pertama kali pada tahun 1975 melalui peraturan
menteri yang menyatakan semua garam yang dikonsumsi masyarakat harus mengandung iodium.
Gagasan iodisasi garam rakyat secara nasional mulai dibicarakan kembali untuk mengatasi masalah
kurang iodium, dengan koordinasi Bappenas dan Kementerian Kesehatan (dulu Departemen
Kesehatan) tahun 1982. Pembicaraan lintas sektor dengan Departemen Perindustrian Perdagangan
dan Departemen Dalam Negeri menghasilkan Surat Keputusan Bersama (SKM) 3 Menteri tentang
dimulainya upaya idoisasi garam rakyat. Tahun 1985 ditingkatkan menjadi SKB 4-Menteri dengan
ditambah Menteri Pertanian. Peraturan menteri akhirnya di tingkatkan lagi menjadi Keputusan
Presiden No.69 tahun 1994 tentang wajib Iodisasi Garam. Peraturan ini mengatur tingkat iodisasi
garam pada 40 persen ± 25 persen ppm KIO3. Keputusan Presiden tahun 1994 memperkuat
pelaksanaan program pengendalian GAKI nasional di Indonesia.

c. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)


Dalam mendukung pencapaian program garam beriodium untuk semua perlu kegiatan komunikasi
informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat
mempunyai visi dan misi yang sama dalam penanggulangan GAKI. Bentuk kegiatan KIE melalui
pemasyarakatan informasi tentang pentingnya mengonsumsi garam beriodium, advokasi,
pendidikan dan penyuluhan tentang ancaman GAKI dan dampak yang ditimbulkan. Peran serta
masyarakat dalam penanggulangan GAKI mencakup law enforcement dan social enforcement.

d. Surveilans GAKI

Survailans merupakan salah satu dari indikator kesinambungan program GAKI. Surveilans GAKI
berisi kegiatan pemantauan yang dilakukan secara terus-menerus terhadap indikator GAKI di
masyarakat untuk dapat dilakukan langkah-langkah penanggulangan yang tepat.

SUMBER :

• Miftahul Adnan.ASUHAN GIZI PADA HIPOTIROID.Universitas Muhammadiyah


Semarang :2021
• ASITA ERLI.OMEGA.PID X UKRIDA :2019
• Mohamad Samsudin .SURVEILANS.UNTUK MENGATASI MASALAH GANGGUAN
AKIBAT KEKURANGAN IODIUM. Lembaga Penerbit Badan Litbangkes, 2017.

6. Jelaskan berbagai penurunan hormon dan penampilan perawakan pendek!


Sekresi GH diatur secara sentral oleh hormon hipotalamus
• GHRH dan somatostatin. Growth hormone releasing hormone berfungsi untuk
merangsang produksi GH sedangkan somatostatin menghambat sekresi GH.
• Pelepasan GH juga diregulasi oleh respon neurohormonal.
• Rangsangan kolinergik meningkatkan sekresi GH dengan menghambat pelepasan
somatostatin, sedangkan rangsang β-adrenergikmemiliki efek yang berlawanan.
• Respon perifer juga mempengaruhi sekresi GH. Ini dapat terjadi melalui somatostatin yang
juga diproduksi pada jaringan lain atau hormon ghrelin yang diproduksi di lambung.
• Ghrelin dapat memicu sel somatotrof untuk memproduksi GH. Hormon-hormon lain yang
dapat mempengaruhi GH adalah kortisol, thyroid releasing hormone (TRH), leptin, seks
steroid, dan hormon tiroid.
• Kortisol dan TRH dapat menghambat sekresi GH sedangkan hormon tiroid dan seks
steroid memicu pelepasan GH.
• Keadaan-keadaan seperti aktivitas fisik, starvasi, anoreksia, stres dan jumlah jam tidur
dapat menstimulasi sekresi GH. Sedangkan depresi, hiperglikemia, dan obesitas
menurunkan GH basal, tetapi menstimulasi sekresi GH 1,4,
. Growth hormone sendiri

menghambat pelepasannya melalui mekanisme umpan balik. Hal ini terjadi melalui beberapa
jalur yang diperankan oleh GH maupun Insulin like growth factor (IGF-1). Sel somatotrof
dapat dihambat
secara langsung melalui rangsangan produksi IGF- 1 lokal maupun melalui hambatan pada
GHRH dan stimulasi somatostatin oleh GH. Mekanisme lainnya adalah melalui IGF-1 yang
sebagian besar diproduksi di hati akibat rangsangan GH. Insulin like growth factor tersebut
dapat menghambat sintesis GHRH dan merangsang sintesis somatostatin.4,7 Mekanisme
kontrol sekresi GH dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengaruh GH terhadap proses fisiologi tubuh sangat kompleks. Growth hormone adalah
komponen pokok yang mengontrol sebagian dari proses fisiologis kompleks yaitu
pertumbuhan dan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.1 Ada dua mekanisme GH
dalam bekerja, yaitu secara langsung dan tidak langsung:

1. Secara langsung

Secara langsung GH menyebabkan lipolisis, meningkatkan transportasi asam amino ke


jaringan, sintesis protein dan glukosa di hati serta beberapa efek langsung pada
pertumbuhan tulang rawan.7

2. Secara tidak langsung Secara tidak langsung GH bekerja melalui IGF-1 yang dihasilkan
oleh berbagai jaringan sebagai respon terhadap GH. IGF-1 dalam sirkulasi terikat pada 6
spesific binding potein dalam beberapa kombinasi. IGF- binding protein (IGFBP) yang utama
adalah IGFBP- 3 yang merupakan 95 % dari semua binding protein. Jaringan yang
memproduksi IGF-1 antara lain hati, otot, tulang, tulang rawan, ginjal dan kulit. Sebagian
besar IGF- 1 yang dilepas disirkulasi berasal dari hati.2
Sumber :
• I Gusti Ayu Dewi Ratnayanti .PERAN GROWTH HORMONE TERHADAP
METABOLISME LIPID.Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana : VOL 43 NO 3:2012

7. Bagaimana aspek epidemiologi, bioetika dan kemanusiaan dari kasus ini?

Epidemiologi
• Data epidemiologi hipotiroid menunjukkan bahwa prevalensi dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, ras, dan lokasi geografis. Prevalensi hipotiroid meningkat pada orang berusia
lanjut, pada , dan area-area yang mengalami defisiensi iodin. Selain itu, hipotiroid juga
sering ditemukan pada pasien dengan gangguan autoimun seperti diabetes mellitus tipe 1,
atrofi gaster autoimun, dancoeliac disease karena berkaitan dengan endokrinopati
autoimun.
• Di negara-negara dengan asupan iodin cukup, prevalensi hipotiroid bervariasi antara 1‒
2% dan meningkat hingga 7% pada orang berusia 85‒89 tahun. Data menunjukkan bahwa
prevalensi hipotiroid meningkat seiring bertambahnya usia dan meningkat pada area
dengan defisiensi iodin (negara berkembang). Prevalensi hipotiroid juga dilaporkan 10 kali
lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.
PBHL
Beneficence
Menerapkan GRP : anamnesis, pemfis, mengusulkan pemeriksaan penunjang, sehingga
didapatkan diagnosis perawakan pendek ec hipotiroid ec defisiensi iodium
Non-Maleficence
Level kompetensi Hipotiroid menurut SKDI adalah 2, sehingga sebagai dokter umum dapat
menegakkan diagnosis kemudian merujuk
Autonomi
Melakukan informed consent pada orang tua pasien sebagai wali.
Justice
Tidak membeda-bedakan pelayanan terhadap pasien
Referensi:
1. Lafranchi S. Gangguan tiroid galn. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF. Editor. Nelson: buku teks pediatri. Edisi ke-18. Filadelfia:
Sounders;2007.h.2319-25 2. IDAI Kolegium Endokrinologi 2009

You might also like