You are on page 1of 25

MAKALAH

Jual Beli dan Tujuan Bisnis

Disusun oleh:

1. Dhafa Alvin S.A 211320021

2. Verdiansyah 211320003

3. Aulia Putri Pebriani 211320017

4. Harmilla 211320014

JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS

FAKULTAS MANAJEMEN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK KAMPUS SINTANG

2023

1
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-

natikan syafa‟atnya dia khirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmatsehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulismampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Manajemen Bisnis Syariah

dengan judul “

Jual beli dan Tujuan Bisnis”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada bapak dosen
Manajemen Bisnis Syariah kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Sintang, 20 November 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
Latar Belakang Masalah....................................................................................................................4
1.2.Rumusan Masalah........................................................................................................................5
1.3. Tujuan Rumusan Masalah..........................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
2.1 PENGERTIAN JUAL BELI........................................................................................................6
2.2 Syarat Jual beli............................................................................................................................8
2.3 Jual Beli yang Dilarang dalam islam.........................................................................................10
2.4 Berbisnis untuk keuntungan.......................................................................................................13
2.5 Berbisnis untuk hobi..................................................................................................................14
2.6 Berbisnis untuk Ibadah..............................................................................................................15
2.7 Fastabiqul khairat......................................................................................................................19
BAB III................................................................................................................................................24
Penutup................................................................................................................................................24
Kesimpulan......................................................................................................................................24
Daftar Pustaka.................................................................................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebagai manusia tidak akan terlepas dari kegiatan sosial,
karena pada hakikatnya kita adalah makhluk Allah yang diciptakan sebagai makhluk sosial.
Salah satu kegiatan yang selalu kita jumpai setiap waktu dan tempat, yang tidak memandang
umur, gender, maupun status kita adalah jual beli. Bahkan jual beli merupakan kegiatan
ekonomi yang esensinya adalah saling tolong menolong antara satu individu dengan individu
lainnya, maupun kelompok satu dengan kelompok lainnya.

Sebenarnya bahasan tentang jual beli ini adalah bagian dari muamalah yang akan selalu
berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan hal jual
beli merupakan hal yang dinamis, namun dengan syarat harus sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang sudah disyariatkan dalam oleh Syari‟at Islam. Dalam praktek jual beli sendiri,
tidak sedikit oknum-oknum perorangan maupun kelompok yang ingin mendapatkan
keuntungan lebih banyak daripada modal awalnya. Hal ini dikarenakan sifat loba atau tamak
yang mudah sekali merasuki bahkan menjadi darah daging manusia. Mereka tidak
memedulikan lagi ketentuan-ketentuan yang membatasi perkara jual beli ini, asal
mendapatkan untung yang banyak tanpa memerhatikan pihak lain.. Untuk mengetahui
bagaimana pengaruh jual beli bagi manusia, kemudian bagaimana rukun-rukunya maupun
tujuan dari jual beli tersebut, maka penulis berusaha untuk menguraikannya pada makalah ini.
Dengan harapan kita sebagai umat Muslim yang baik bisa melaksanakan praktek jual beli
yang diridhoi olehAllah dan saling menguntungkan satu sama lain.

4
1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan pokok yang akan ditelitioleh penulis antara
lain:

1. Menjelaskan Pengertian jual beli

2. Menjelaskan Syarat Jual Beli

3. Menjelaskan Jual beli yang dilarang dalam islam

4. Menjelaskan Berbisnis untuk keuntungan

5. Menjelaskan Berbisnis untuk hobi

6. Menjelaskan Berbisnis untuk ibadah

7. Menjelaskan Fastabiqul Khairat

1.3. Tujuan Rumusan Masalah

Adapun tujuan dari rumusan masalah tersebut adalah:

1. Mengetahui Pengertian jual beli

2. Mengetahui Syarat jual beli

3. Mengetahui Jual beli yang dilarang dalam islam

4. Mengetahui Berbisnis untuk keuntungan

5. Mengetahui Berbisnis untuk hobi

6. Mengetahui Berbisnis untuk ibadah

7. Mengetahui Fastabiqul Khairat

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN JUAL BELI


Jual-beli atau perdagangan dalam bahasa arab sering disebut dengan kata al-bay’u (
‫)البيع‬, al-tijarah. Sedangkan jual beli menurut istilah adalah pertukaran harta dengan harta
untuk keperluan pengelolaan yang disertai dengan lafal ijab dan kabul menurut tata aturan
yang ditentukan dalam syariat Islam.

Menurut Rachmat Syafei, secara etimologi jual beli dapat di artikan sebagai
pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Namun secara terminologi, para ulama
berbeda pendapat dalam mendefinisikan

jual beli tersebut di antaranya:

1. Menurut ulama Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta (benda)

dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan);

2. Menurut Imam Nawawi, dalam al-majmu yang dimaksud dengan jual

beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan;

3. Menurut Ibnu Qudama, dalam kitab al-mugni, yang dimaksud dengan

jual beli adalah pertukaran harta dengan harta, untuk saling

menjadikan milik.

Jadi menurut beberapa ulama di atas bahwa jual beli adalah tukar menukar barang
dengan maksud untuk saling memiliki. Jual beli adalah tukar menukar barang. Hal ini telah
dipraktikkan oleh masyarakat prinitif ketika uang belum digunakan sebagai alat tukar
menukar barang, yaitu dengan sistem barter yang dalam terminologi fiqh disebut dengan
bai’al-muqqayyadah. Jadi jual beli adalah transaksi yang sejak lama dilakukan oleh

6
masyarakat kita bahkan nenek moyang kita. Sedangkan menurut kamus bahasa arab ba’a,
yabi’un, bai’an artinya menjual, artinya memperjual belikan barang. Secara bahasa, kata bai’
berarti pertukaran secara mutlak. Masing-masing dari kata bai’ digunakan untuk menunjuk
sesuatu yang ditunjuk oleh yang lain. Dan, keduanya adalah kata-kata yang memiliki dua
makna atau lebih dengan makna-makna yang saling bertentangan.

Jual beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana
pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang
maupun barang. Syafi’iah dan Hanabilah mengemukakan bahwa opjek jual beli bukan hanya
barang (benda), tetapi juga manfaat, dengan syarat tukar-menukar berlaku selamanya, bukan
untuk sementara Jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-
benda dan pihak lain menerimanya sesuai denganperjanjian atau ketentuan yang telah
dibenarkan syara’ dan disepakati.Dalam jual beli terdapat pertukaran benda yang satu dengan
benda yang lain yang menjadi penggantinya. Akibat hukum dari jual beli adalah terjadinya
pemindahan hak milik seseorang kepada orang lain atau dari penjual kepada pembeli.

Jadi jual beli adalah memberikan barang atau benda yang dijual kepada pihak yang
membeli, dan si pembeli memberikan berupa alat tukar yang sepadan dengan barang atau
benda tersebut. Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu

mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang telah dijanjikan. Jadi jual beli merupakan pengikatan seorang pembeli kepada
penjual atau sebaliknya, denga sama-sama memberikan kesepakatan yang telah di sepakati.

Jual beli (al-bay’) secara bahasa artinya memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad
saling mengganti, dikatakan: “Ba’a asy-syaia jika dia mengeluarkannya dari hak miliknya,
dan ba’ahu jika dia membelinya dan memasukkannya ke dalam hak miliknya, dan ini masuk

dalam katagori nama-nama yang memiliki lawan kata jika disebut ia mengandung makna dan
lawannya seperti perkataan al-qur yang berarti haid dan suci.

2.2 Syarat Jual beli


Syarat jual beli adalah ketentuan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan akad jual
beli. Setiap rukun jual beli harus memenuhi syarat sebagai berikut:

7
1. Syarat penjual dan pembeli (aqidain)

Jual beli dianggap sah apabila penjual dan pembeli memenuhi syarat sebagai berikut:

 Kedua belah pihak harus baligh, maksudnya baik penjual atau pembeli sudah

 Keduanya berakal

Penjual dan pembeli harus berakal sehat, maka orang yang gila dan orang yang bodoh yang
tidak mengetahui hitungan tidak sah melakukan akad jual beli.

Dalam hal ini Syaikh Taqiyuddin Abi Bakar al-Hushni dalam kitab

Kifâyatul Akhyâr menjelaskan:

Artinya: Disyaratkan bahwa jual beli dilakukan oleh ahlinya, baik penjual maupun pembeli.
Tidak sah jual belinya anak kecil, orang gila dan orang yang safih (bodoh).

 Bukan pemboros (tidak suka memubazirkan barang).

 Bukan paksaan, yakni atas kehendak sendiri. Rasulullah bersabda:

Artinya: “Nabi saw. bersabda sesungguhnya jual beli itu sah, apabila dilakukan atas dasar
suka sama suka.” (HR. Ibnu Hiban dan Ibnu Majah).

2. Syarat barang jual beli (ma’qud alaih)

Adapun syarat barang yang diperjualbelikan sebagai berikut:

 Barang harus ada saat terjadi transaksi, jelas dan dapat dilihat atau diketahui oleh
kedua belah pihak. Penjual harus memperlihatkan barang yang akan dijual kepada
pembeli secara jelas, baik ukuran dan timbangannya, jenis, sifat maupun harganya.

 Barang yang diperjualbelikan berupa harta yang bermanfaat. Semua barang yang
tidak ada manfaatnya seperti membahayakan ataupun melanggar norma agama dalam
kehidupan manusia tidak sah untuk diperjualbelikan. Contohnya jual beli barang
curian atau minuman keras.

 Barang itu Jual beli bangkai, kotoran, barang yang menjijikkan dan sejenisnya tidak
sah untuk diperjualbelikan dan hukumnya haram.

8
 Milik Oleh karenanya barang-barang yang bukan milik sendiri seperti barang
pinjaman, barang sewaan, barang titipan tidak sah untuk diperjualbelikan.

 Barang yang dijual dapat dikuasai oleh Tidak sah jual beli ayam yang belum
ditangkap, merpati yang masih beterbangan, ikan yang masih dalam kolam dan
sebagainya. Sebagaiamana hadis Nabi Muhammad Saw.:

Artinya: “ Rasulullah Saw. bersabda: “Janganlah kamu sekalian membeli ikan yang masih
dalam air, karena sesungguhnya hal itu mengandung gharar (tipu muslihat, belum
jelas).” (HR. Ahmad).

3. Alat untuk tukar menukar barang

Alat tukar menukar haruslah alat yang bernilai dan diakui secara umum penggunaannya.
Selain itu, menurut ulama fikih bahwa nilai tukar yang berlaku dimasyarakat harus memenuhi
syarat sebagai berikut:

 Harga harus disepakati kedua belah pihak dan disepakati

 Nilai kesepakatan itu dapat diserahkan langsung pada waktu transaksi jual

 Apabila jual beli dilakukan secara barter (al-muqayyadah), bukan berupa uang tetapi
berupa baran

4. Ijab dan kabul

Ijab dilakukan oleh pihak penjual barang dan kabul dilakukan oleh pembeli barang.
Ijab kabul dapat dilakukan dengan kata-kata penyerahan dan penerimaan atau dapat juga
berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi atau nota dan lain sebagainya. Hal utama yang ada
dalam jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan ini dapat dilihat pada saat akad
berlangsung dan ijab kabul harus diucapkan secara jelas dalam transaksi.

9
2.3 Jual Beli yang Dilarang dalam islam
1. Riba (Bunga)

Dalam Islam, riba atau bunga dianggap haram. Riba didefinisikan sebagai keuntungan
tambahan yang diperoleh dari pinjaman atau hutang. Alasan pelarangan ini adalah karena riba
dianggap sebagai bentuk eksploitasi dan ketidakadilan dalam transaksi keuangan. Oleh
karena itu, sistem ekonomi syariah menekankan pentingnya transaksi yang adil dan
menyarankan untuk menghindari praktik riba.

2. Gharar (Ketidakjelasan atau Ambiguitas dalam Kontrak)

Gharar dalam Islam merujuk pada ketidakpastian, penipuan, dan risiko dalam
transaksi. Konsep ini melarang penjualan barang yang belum ada, seperti panen yang belum
dipetik atau ikan yang belum ditangkap.

Dalam keuangan Islam, gharar dilarang karena bertentangan dengan prinsip kepastian
dan keterbukaan dalam berbisnis. Gharar dapat muncul saat klaim kepemilikan tidak jelas
atau mencurigakan.

Contohnya adalah kontrak berjangka dan opsi yang memiliki tanggal pengiriman di
masa depan. Gharar adalah konsep penting dalam keuangan Islam dan digunakan untuk
mengukur legitimasi investasi berisiko seperti penjualan singkat, judi, atau kontrak yang
tidak jelas.

3. Maysir (Perjudian)

Maysir atau judi dalam bahasa Arab adalah aktivitas jual beli yang dilarang dalam
Islam. Aktivitas ini melibatkan taruhan atau permainan yang mengandung unsur
ketidakpastian.

Al-Qur'an, dalam Surah Al-Baqarah ayat 219, menyatakan bahwa judi memiliki dosa
yang lebih besar daripada manfaatnya.

Dalam Surah Al-Maidah ayat 90-91, Allah menjelaskan bahwa maysir adalah
perbuatan setan yang bertujuan untuk mengalihkan orang mukmin dari mengingat Allah dan
menjalankan ibadah.

10
Setan memperindah judi sehingga orang tergoda, yang kemudian dapat menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara mereka. Oleh karena itu, judi dianggap haram dan
dilarang dalam Islam

4. Tahdeed (Ancaman)

Dalam Islam, tahdeed atau ancaman dalam transaksi dilarang. Transaksi yang
melibatkan ancaman atau paksaan menghilangkan unsur kesukarelaan dan keadilan, yang
merupakan prinsip dasar dalam perdagangan Islam.

Islam menekankan pentingnya kejujuran, transparansi, dan kesepakatan bersama


dalam setiap transaksi. Ancaman dapat mengakibatkan salah satu pihak merasa tertekan
untuk menerima kondisi yang tidak adil atau merugikan.

Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa setiap transaksi dilakukan dengan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan, Islam melarang praktek tahdeed dalam jual beli.

5. Ghalat (Kesalahan)

Dalam Islam, ghalat merujuk pada kesalahan dalam transaksi. Kesalahan ini dapat
berupa ketidaksesuaian informasi, ketidaktahuan, atau ketidakpastian yang dapat merugikan
salah satu pihak.

Selain itu, transaksi yang melibatkan barang haram seperti alkohol dan daging babi
juga dianggap sebagai kesalahan.

Oleh karena itu, bagi umat Muslim sangat penting untuk memastikan bahwa setiap
transaksi yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan terbebas dari kesalahan.

6. Zulm (Ketidakadilan)

Dalam transaksi keuangan Islam, ada unsur-unsur yang dilarang karena dapat
menyebabkan eksploitasi dan ketidakadilan. Islam menekankan transparansi, akurasi, dan
pengungkapan informasi penting dalam setiap transaksi agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Salah satu elemen yang dilarang adalah "zulm" atau ketidakadilan. Islam melarang segala
bentuk transaksi yang dapat menyebabkan ketidakadilan kepada salah satu pihak dalam
kontrak.

11
7. Khedaa (Penipuan)

Islam menekankan pentingnya keadilan dan transparansi. Salah satu elemen yang
dilarang dalam transaksi Islam adalah "Khedaa" yang berarti penipuan.

Islam memandang bahwa setiap transaksi harus didasarkan pada kebenaran, akurasi,
dan pengungkapan informasi yang relevan. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada pihak
yang dirugikan atau dimanfaatkan oleh pihak lain.

Dengan demikian, penipuan dalam bentuk apa pun dianggap bertentangan dengan
prinsip-prinsip keadilan dan transparansi yang diajarkan oleh Islam.

8. Istighlal (Eksploitasi)

Dalam hukum Islam, "Istihlal" merujuk pada tindakan menganggap sesuatu yang
haram sebagai halal. Istilah ini berasal dari akar kata Arab yang berarti "membuka" atau
"melepaskan". Dalam konteks fiqh, istihlal mengacu pada distorsi yang salah dan tidak tepat
dari hukum Islam.

9. Ihtikar (Monopoli)

Ihtikar dalam bahasa Arab berarti menimbun barang, terutama makanan, dengan
tujuan menjualnya kembali pada harga yang lebih tinggi.

Hal ini dilakukan dengan cara membeli barang saat harganya tinggi, namun tidak menjualnya
segera, melainkan menimbunnya untuk dijual kembali pada harga yang lebih tinggi di
kemudian hari.

Praktek ini dianggap merugikan masyarakat karena dapat mengakibatkan kelangkaan barang
dan kenaikan harga. Oleh karena itu, Islam melarang praktek monopoli, terutama pada
barang-barang kebutuhan pokok, untuk menjaga kesejahteraan dan keadilan ekonomi.

Jual beli yang dilarang dalam Islam bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil
dan transparan. Dengan memahami dan menghindari transaksi yang dilarang, umat Islam
dapat memastikan bahwa mereka bertransaksi dengan cara yang sesuai syariat

12
2.4 Berbisnis untuk keuntungan
Di dalam Agama Islam bukan berarti melarang umatnya untuk mencari keuntungan
dan laba. Keuntungan yang diperbolehkan oleh Islam adalah laba yang diperoleh secara
wajar, dengan menetapkan harga yang layak tanpa merugikan dan mengurangi hak-hak bagi
kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli. Ekonomi Islam tidak hanya
menfokuskan pada keuntungan materi atau duniawi semata, tetapi juga keuntungan ukhrawi.
Sehingga umat Islam dalam melakukan jual beli tidak hanya mengejar keuntungan duniawi
semata tetapi juga keuntungan ukhrawi, yaitu bertindak secara jujur dan amanah, bukan
sebaliknya..

Yang dimaksud dengan keuntungan adalah tambahan harga barang yang diperoleh
pedagang antara harga pembelian dan penjualan barang yang diperdagangkan. Adapun
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dalam penentuan batas keuntungan yang
diinginkan oleh pedagang.

Kelayakan dalam menetapkan harga dan pengambilan keuntungan, karena keadaan ini
sering menimbulkan bertambahnya jumlah barang dan meningkatkan peranan uang, yang
pada gilirannya membawa pada pertambahan laba. Islam menganjurkan agar para pedagang
tidak berlebihan dalam mengambil keuntungan.

Adanya keseimbangan antara standar laba dan tingkat kesulitan perputaran modal,
semakin besar tingkat kesulitan dan resikonya, maka semakin besar pula laba yang
diharapkan pedagang. Begitu juga dengan semakin berkurangnya tingkat
bahaya, pedagang dan pengusaha akan menurunkan standarisasi labanya.
Proses pembayaran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pembayaran tunai dan
pembayaran kredit, tetapi dikalangan pedagang harga pembelian secara kredit
lebih mahal dari pembayaran tunai, untuk standar laba menjadi lebih tinggi.

Islam tidak memberikan batasan tertentu terhadap laba atau keuntungan dalam
perdagangan. Keuntungan yang diperbolehkan oleh Islam adalah keuntungan
yang diperoleh secara wajar, dengan menetapkan harga yang adil tanpa
merugikan dan mengurangi hak-hak bagi kedua belah pihak serta larangan
memberikan mudarat terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Harga yang adil
tercipta melalui mekanisme permintaan dan penawaran sebab mencerminkan
kerelaan antara penjual dan pembeli, dengan syarat mekanisme pasar dapat

13
berjalan secara sempurna.

Dalam pemaparan ini tidak cukup hanya sampai di sini, tetapi mengharapkan
pengembangan lebih lanjut. Dalam sebuah pasar diharapkan adanya persaingan
yang sehat, namun persaingan sehat di sini bukan berarti persaingan sempurna,
tetapi suatu persaingan yang bebas dari penimbunan, permainan harga, dan lain
sebagainya, sehingga akan terwujudnya suatu jalinan perdagangan yang sesuai
dengan syari'at Islam.

2.5 Berbisnis untuk hobi


"hobi adalah bisnis yang terbaik" mungkin ungkapan yang paling tepat dan terbukti
kenyataannya, karena banyak bisnis yang dilakoni seseorang, awalnya adalah hobinya,
kesukaannya

karena orang yang menyukai sesuatu, cenderung akan mengetahui sesuatu itu dari A-Z, tidak
hanya tahu, dia memahami betul dan selalu ingin mencari tahu, karena dia suka

berawal dari suka, orang itu memiliki "skill", karena terus menerus melakukan hal yang dia
suka, saat sudah memiliki keahlian, maka dia bermanfaat bagi orang yang lainnya, dan
memberi manfaaat atau nilai guna inilah inti daripada bisnis

bisnis yang baik adalah bisnis yang awalnya hobi, atau bisnis yang disukai, sedangkan hobi
yang baik adalah hobi yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain dan di dalam
jalan dakwah, tidak ada hobi yang remeh, bila masih dalam batasan halal, dan diniatkan
karena Allah Swt.

karena di dalam agama Islam, adalah fardhu (kewajiban) kifayah, untuk menguasai segala
sesuatu yang penting dalam melindungi ummat dari ancaman-ancaman, ataupun dalam hal
yang menyebabkan kewajiban harus terlaksana

maka hobi beladiri itu penting, untuk dapat menyiapkan fisik yang prima dalam berdakwah,
maka hobi sosial media itu penting agar dakwah bisa tersebar, maka hobi hacking itu penting
untuk melindungi dakwah di dunia maya, maka hobi berdagang itu penting agar dakwah bisa
didanai, maka hobi membaca itu penting agar dakwah bisa berlanjut

14
karena kaum Muslim, harusnya menjadi expert dalam segala hal, agar manfaatnya bisa
dinikmati ummat ini juga, agar kewajiban kita tertunaikan, yaitu menjadi "ummat terbaik"

2.6 Berbisnis untuk Ibadah


Bisnis itu bukan tujuan, tetapi sebuah ekosistem hidup yang membangun kekayaan,
yang dengan kekayaan itu membuat kita bisa melakukan banyak kebaikan di tengah-tengah
masyarakat. Sejatinya berdagang adalah membantu menyediakan kebutuhan orang lewat
tangan anda. Tidak ada yang salah dengan perdagangan. Pelakunya saja yang sering
melakukan kecurangan dalam perdagangan. Jika seorang pedagang berlaku benar maka
dalam bisnis banyak mendapat ibadah. Nabi Muhammad SAW berdagang, paman Baginda
berdagang, istri Baginda berdagang dan sahabat Baginda banyak yang berdagang. Dunia
adalah ladang untuk beramal, apa saja bisa menjadi amal baik, maka akan menjadi ibadah.
Semua amal baik jadi ibadah apalagi jika seorang pebisnis bisa membuka lapangan kerja
untuk orang lain. Ini akan menjadi nilai lebih untuk pebisnis. Berbisnis sangat bagus untuk
ekosistem masyarakat. Dalam hukum ilmu ekonomi, Jika daya beli masyarakat bertumbuh
maka perputaran ekonomi baik.

Kondisi umat saat ini relatif belum mampu berdaulat dalam penguasaan ekonomi dan
memiliki ketergantungan ekonomi yang cukup tinggi terhadap pihak lain. Salah satu
penyebab kelemahan tersebut antara lain pemahaman yang belum optimal terhadap nilai-nilai
dan agama dan sosial, sehingga nilai-nilai tersebut diabaikan dan tidak dapat
diimplementasikan secara komprehensif dalam seluruh lini kehidupan. Sudah semestinya kita
bangkit dari keterpurukan ekonomi khususnya dalam mengatasi problem kemiskinan dan
keterbelakangan akibat termarjinalkan dalam dunia ekonomi dan bisnis dengan
mengembangkan jiwa entrepreneurship yang kokoh dan tangguh. Apalagi di tengah samudera
modernitas saat ini, segala aspek bisa terhubung dengan demikian mudah dan cepat. Beragam
kreativitas maupun inovasi bisa segera dibangun bersumber dari akses terhadap gerbang
informasi yang terbuka lebar. Karena menjadi wirausahawan sesungguhnya hanya
membutuhkan keberanian secara pribadi untuk kemudian menciptakan karya bernilai
ekonomi tinggi melalui proses kreativitas dan inovasi.

15
IBADAH

Dalam islam kerja dalam berbisnis itu merupakan sebuah kewajiban. Sebagai bentuk
kewajiban orang yang tak melaksanakannya akan mendapatkan siksaan dan orang yang
mengerjakannya akan mendapatkan pahala. Jadi secara umum bekerja dalam berbisnis sudah
bernilai adalah dengan tujuan untuk melaksanakan sebagai umat. Secara ibadah berarti bakti
kepada Allah swt, sebab didorong dan dibangkitkan oleh aqidah atau tauhid. Dalam
pandangan Islam, ibadah adalah kepatuhan kepada Allah yang didorong oleh rasa kekaguman
dan ketakutan. Dalam konteks pengembangan bisnis, kesadaran manusia atas potensi yang
terdapat dalam dirinya merupakan modal utama terciptanya kreativitas dan inovasi, yang
pada akhirnya bisa bermuara pada terbentuknya karya ataupun entitas bisnis.

Al-Qur’an telah mempopulerkan berbagai bentuk ibadah selain ibadah wajib. Shalat,
dzikir dsb.. Berkaitan dengan ibadah adalah amal saleh yang memberi manfaat secara
individual. Namun ada amal saleh yang bermanfaat bagi pelaku sekaligus bermanfaat bagi
orang lain, hal tersebut adalah amal kemasyarakatan, seperti halnya membuka lapangan
pekerjaan baru, membebaskan orang dari kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan dan
menolong orang yang sedang berada dalam kesulitan. Menurut Islam, amal sosial ini bernilai
lebih tinggi daripada amal individual. Karya yang berkembang di tengah masyarakat akan
diberi ganjaran lebih besar daripada aktivitas yang menguntungkan diri sendiri.

IBADAH SOSIAL

Ibadah sosial secara umum manfaatnya akan dirasakan orang banyak sehingga nilai
ibadahnya banyak. Aktivitas sosial yang bernilai ibadah ini insya Allah akan menjadi energi
positif yang sangat besar bagi kemajuan bisnis kita, dan bayangkan pahala yang terus
mengalir dari setiap aktivitas bisnis kita. Sebagai beragama Islam baik al-qur'an maupun
hadits Nabi Muhammad SAW diketahui bahwa dimensi pengabdian atau ibadah sosial dan
kemanusiaan dalam Islam sesungguhnya jauh lebih luas dan lebih utama dibandingkan
dengan dimensi ibadah personal. Dalam literasi kita dapat melihat bahwa bidang
Ibadat ibadah personal merupakan satu bagian dari banyak bidang keagamaan lain. Dalam
buku-buku lain kita juga melihat bahwa bab ibadah personal jauh lebih sedikit dibanding bab-
bab yang lain. Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari, sebuah kitab hadits paling populer,
misalnya hanya mengupas persoalan ibadah dalam empat jilid dari dua puluh jilid yang

16
menghimpun bab lainnya. Ini jelas menunjukkan bahwa perhatian Islam terhadap persoalan-
persoalan publik jauh lebih besar dan lebih luas daripada perhatian terhadap persoalan-
persoalan personal.

ISLAM DAN KEWIRAUSAHAAN

Dalam pandangan Islam, bekerja dan berusaha, termasuk berwirausaha dapat


dikatakan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia karena keberadaannya
sebagai khalîfahfî al-ardh dimaksudkan untuk memakmurkan bumi dan membawanya ke arah
yang lebih baik. Posisi bekerja dalam Islam sebagai kewajiban kedua setelah shalat. Oleh
karena itu apabila dilakukan dengan ikhlas maka bekerja itu bernilai ibadah dan mendapat
pahala. Bekerja tidak saja menghidupi diri sendiri, tetapi juga menghidupi orang-orang yang
ada dalam tanggungan dan bahkan bila sudah berkecukupan dapat memberikan sebagian dari
hasil kerja untuk menolong orang lain yang memerlukan.

Berusaha dalam bidang bisnis dan perdagangan adalah usaha kerja keras. Dalam kerja
keras itu, tersembunyi kepuasan batin yang tidak dinikmati oleh profesi lain. Dunia bisnis
mengutamakan prestasi lebih dulu, baru kemudian prestise, bukan sebaliknya. Prestasi
dimulai dengan kerja keras dalam semua bidang. Bekerja keras merupakan hal yang penting
dari kewirausahaan. Prinsip kerja keras dalam kewirausahaan merupakan langkah nyata yang
harus dilakukan agar dapat menghasilkan kesuksesan, tetapi harus melalui proses yang penuh
dengan tantangan atau risiko.

Teladan dari Rasulullah SAW yang juga merupakan seorang wirausaha dapat
dijadikan aset yang sangat berharga dalam konsep kewirausahaan yang berbasis syariah.
Nilai-nilai kejujuran shiddiq, amanah dapat
dipercaya, fathanah kecerdasan, tablig komunikatif merupakan pilar utama yang harus
dimiliki oleh seorang wirausaha. Sebagai pelaku bisnis dan juga rasul, Nabi Muhammad
SAW tak henti-hentinya menghimbau umatnya untuk berwirausaha guna mencari rezeki
Allah yang halal. Islam mengajarkan bahwa rezeki tidak ditunggu tapi dicari bahkan
dijemput. Allah menurunkan rezeki sesuai dengan usaha yang dilakukan manusia sesuai
prinsip bisnis universal, yaitu amanah dan terpercaya, di samping mengetahui dan memiliki
keterampilan bisnis yang baik dan benar. Oleh karena itu seberapa besar manusia
mencurahkan pikiran dan tenaga, sebesar itu pula curahan rezeki yang dikaruniakan Allah
SWT.

17
Berbisnis Dengan Motivasi Ibadah

Syariat Islam memandang penting kekayaan untuk dapat mendukung pelaksanaan


ketentuan-ketentuan Allah SWT. Setidaknya terdapat dua rukun Islam yang mensyaratkan
kemampuan ekonomi yang cukup, yakni kewajiban melaksanakan zakat dan ibadah haji.
Lebih lanjut Rasululah saw menyatakan dengan sabdanya Kaada a-faqru an yakuuna
kufran” yakni kemiskinan bisa membawa orang kepada kekufuran. Berarti bahwa kemiskinan
bisa menjadi ancaman terhadap iman, bahkan dalam banyak kasus seorang muslim berpindah
keyakinan karena alasan kebutuhan ekonomi. Oleh sebab itu, sudah seharusnya dari sekarang
kita tanamkan dalam diri kita sebagai seorang muslim untuk bangkit memerangi kemiskinan
yang masih menimpa banyak saudara kita, umat Islam.

Umat Islam dan pelaku bisnis seharusnya bersyukur atas sebab Rasulullah membekali
umat Islam untuk menghadapi perbedaan. Beliau menegaskan bahwa perbedaan itu adalah
rahmat, apabila pandai dan arif menangani perbedaan itu. Islam juga mengajarkan agar
perbedaan dan kemajemukan dikembangkan sebagai pendorong untuk melaksanakan
perbuatan baik bagi sesama, serta berulang kali mengajarkan untuk ber-fastabiqul khairah,
berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan, termasuk berkompetisi dalam bisnis secara sehat
untuk mencapai kesejahteraan dunia maupun kebahagiaan akhirat.

Motivasi yang diajarkan oleh Islam adalah semangat untuk beribadah dengan
sungguh-sungguh dan bekerja keras untuk mencari ridha Allah SWT. Melalui kerja keras
inilah umat Islam akan mampu menempuh kehidupan dengan bekal kekuatan yang mantap.
Sedangkan berdiam diri akan menjerumuskan kepada titik lemah dan ketidakberdayaan.
Islam senantiasa mengajak penganutnya untuk senantiasa bergairah, optimis dalam menjalani
hidup, bukan menjadi makhluk yang lemah dan miskin. Sebab Islam juga merupakan agama
yang berorientasi pada masa depan, yakni kejayaan di dunia dan di akhirat. Sebagaimana
firman Allah Swt QS al-Kahfi 7-8 berikut ini:

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan
baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya
dan Sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi
tanah rata lagi tandus.

Ayat tersebut menunjukkan kepada manusia bahwa bumi ini hanya sebagai tempat
bagi manusia-manusia terbaiknya untuk mencari dan mengembangkan fasilitas ibadah dan

18
amaliah, manusia dipersilakan untuk mengeksplorasi bumi dan isinya guna kepentingan
ibadah, seperti kejayaan diri, keluarga, negara dan umat manusia pada umumnya. Setiap
orang yang tidak mau memanfaatkan waktu dan kesempatan akan merugi.

Islam melarang orang yang menuruti angan-angannya yang kosong, bercita-cita tanpa
disertai dengan usaha. Adapun demikian, Islam juga melarang orang yang bekerja keras
untuk merealisasikan cita-cita namun melupakan adanya Allah Swt. Islam mengajak setiap
manusia untuk ikhlas menyerahkan diri kepada Allah dan bekerja dengan baik. Keselarasan
dalam menjalankan tanggung jawab demi kejayaan di dunia, ketenangan di alam kubur dan
kenikmatan di akhirat itulah yang menjadi cita-cita dalam tuntunan Islam. Motivasi ibadah
untuk meraih ridha Allah ini dapat dijadikan dorongan untuk membangkitkan jiwa
kewirausahaan karena menumbuhkan jiwa kewirausahaan merupakan “pintu gerbang” dalam
membentuk dan menumbuhkan pribadi ulet, tanggung jawab, dan berkualitas yang bermuara
pada terwujudnya kompetensi kerja.

2.7 Fastabiqul khairat


Arti Fastabiqul Khairat

Menurut buku Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas XII oleh H. Aminudin dan Harjan
Syuhada, fastabiqul khairat artinya suatu konsep yang menghendaki setiap muslim untuk
melakukan kebaikan demi mendapatkan rida Allah SWT.

Dalam konteks ini, kebaikan yang dimaksud adalah perbuatan yang menunjukkan sikap taat
dan patuh dalam menjalankan setiap perintah serta menjauhi setiap larangan Allah SWT.
Dalam menjalankannya pun harus dilandasi semata-mata mengharapkan rida dan balasan
pahaladari Allah SWT.

Manfaat Fastabiqul Khairat

Masih diambil dari sumber sebelumnya, fastabiqul khairat memiliki manfaat yang sangat baik
untuk umat Islam. Berikut sejumlah manfaat fastabiqul khairat.

19
1. Memanfaatkan Waktu dengan Hal yang Paling Baik
Fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan bisa membantu kita dalam
memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Sebab, dengan fastabiqul khairat, muslim akan
disibukkan dengan melakukan kebaikan sebanyak mungkin.

Tak bisa lagi bagi seorang muslim menyia-nyiakan waktu hidup di dunia yang sebentar ini
dengan hal-hal yang tidak berguna. Alangkah baiknya bila muslim memanfaatkannya untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berusaha menjadi lebih baik daripada orang
lain dalam hal ibadah kepada Allah SWT.

2. Meningkatkan Mutu Diri


Energi yang digunakan untuk fastabiqul khairat bukanlah menjadi sia-sia namun malah
berguna untuk peningkatan mutu diri untuk menjadi lebih baik.

"Energi yang dimiliki selalu diarahkan pada amalan-amalan yang diridai Allah sehingga
dapat meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT," tulis H. Aminudin dan Harjan
Syuhada.

3. Terhindar dari Godaan Setan dan Dosa


Seperti yang dijelaskan sebelumnya, fastabiqul khairat pun bermanfaat untuk melindungi diri
dari godaan setan yang selalu mengajak pada keburukan dan kesesatan.

Oleh karena itu, seorang yang selalu berlomba-lomba dalam hal kebaikan akan bisa terhindar
dari perbuatan dosa dan maksiat yang nantinya akan dilaknat Allah SWT.

20
Contoh Kegiatan Fastabiqul Khairat

Dinukil dari buku Fastabiqulkhairat: Empat Siasat Jitu Memenangkan Perlombaan Berhadiah
Surga oleh Khalid Abu Syadi, berlomba-lomba dalam kebaikan dapat dilakukan melalui
perkara baik berikut ini.

1. Ibadah
Ibadah yang dimaksud meliputi salat, puasa, membaca Al-Qur'an, menghafalkan Al-Qur'an,
dan sebagainya.

2. Muamalah
Fastabiqul khairat dalam hal muamalah meliputi menyambung tali silaturahmi, berbakti
kepada kedua orang tua, berbuat baik kepada tetangga, dan menyantuni anak yatim.

3. Akhlak
Berlomba dalam kebaikan yang ketiga berasal dari akhlaknya yakni, seseorang diserukan
untuk berlaku jujur, menjaga amanah, menepati janji, berlaku adil, ataupun bersikap pemaaf.

4. Adat dan Kebiasaan


Kebiasaan yang diperlombakan dalam ajang fastabiqul khairat adalah berlomba untuk
menuntut ilmu, berusaha mendapatkan rezeki, berusaha menikah, dan apapun dengan niat
yang baik.

21
Studi kasus: praktik jual beli dalam perspektif islam

Latar Belakang:

Sebuah perusahaan retail bernama "Barakah Mart" beroperasi di sebuah kota besar.
Barakah Mart berkomitmen untuk menjalankan bisnis mereka sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah dalam jual beli. Mereka memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan yang adil,
transparan, dan bermanfaat bagi masyarakat, sambil tetap memastikan keberlanjutan dan
pertumbuhan bisnis.

Tujuan Bisnis:

1. Keberkahan dan Manfaat Sosial: Barakah Mart berusaha mencapai keberkahan dalam
setiap transaksi bisnis mereka. Tujuan utama mereka adalah memberikan manfaat
sosial melalui penyediaan barang dan layanan yang halal dan bermanfaat bagi
masyarakat.

2. Keseimbangan Keuntungan dan Keadilan: Perusahaan bertujuan untuk mencapai


keseimbangan antara mencari keuntungan dan memastikan keadilan dalam transaksi.
Mereka tidak hanya memprioritaskan aspek keuntungan semata, tetapi juga
memperhatikan keadilan dalam menetapkan harga dan berusaha memberikan nilai
tambah kepada pelanggan.

3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat: Barakah Mart memiliki inisiatif untuk


memberdayakan ekonomi masyarakat setempat. Mereka berusaha bekerja sama
dengan produsen lokal dan memberikan dukungan kepada usaha kecil dan menengah
yang sesuai dengan prinsip syariah.

22
Praktik Jual Beli:

1. Kejujuran dan Transparansi: Dalam setiap transaksi, Barakah Mart menekankan


kejujuran dan transparansi. Mereka memberikan informasi yang jelas tentang kualitas
dan harga produk kepada pelanggan. Praktik ini mencerminkan nilai-nilai etika dalam
Islam terkait dengan transparansi dalam bisnis.

2. Larangan Riba: Barakah Mart menetapkan kebijakan untuk menghindari praktik riba
dalam segala bentuk transaksi keuangan mereka. Ini termasuk penentuan harga yang
adil dan jelas, serta penawaran opsi pembayaran yang bebas dari unsur riba.

3. Barang dan Jasa yang Halal: Semua produk yang dijual oleh Barakah Mart harus
memenuhi standar kehalalan. Mereka bekerja sama dengan lembaga sertifikasi halal
untuk memastikan bahwa barang-barang yang mereka sediakan sesuai dengan hukum
syariah.

4. Berkomitmen terhadap Lingkungan: Barakah Mart juga memperhatikan dampak


lingkungan dari bisnis mereka. Mereka berusaha menggunakan bahan-bahan ramah
lingkungan dan mendukung praktik bisnis yang berkelanjutan, sejalan dengan ajaran
syariah tentang kewajiban menjaga alam.

Pemantauan dan Evaluasi: Barakah Mart memiliki tim internal yang bertanggung jawab
untuk memantau dan mengevaluasi kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Selain itu,
mereka juga melibatkan lembaga syariah eksternal untuk melakukan audit secara berkala
guna memastikan bahwa semua praktik bisnis mereka sesuai dengan nilai-nilai syariah.

Melalui penerapan prinsip-prinsip syariah dalam jual beli dan tujuan bisnis yang dijalankan,
Barakah Mart berusaha menjadi agen positif dalam masyarakat, menyediakan layanan yang
mencerminkan nilai-nilai keadilan, keberkahan, dan keseimbangan dalam aktivitas bisnis
mereka.

23
BAB III

Penutup

Kesimpulan
Bagi umat Islam yang melakukan bisnis dan selalu berpegang teguh pada norma-norma
hukum Islam, akan mendapatkan berbagai hikmah diantaranya;

(a) bahwa jual beli (bisnis) dalam Islam dapat bernilai sosial atau tolong menolong terhadap
sesama, akan menumbuhkan berbagain pahala,

(b) bisnis dalam Islam merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan dan halalnya
barang yang dimakan untuk dirinya dan keluarganya,

(c) bisnis dalam Islam merupakan cara untuk memberantas kemalasan, pengangguran dan
pemerasan kepada orang lain,

(d) berbisnis dengan jujur, sabar, ramah, memberikan pelayanan yang memuaskan sebagai
mana diajarkan dalam Islam akan selalu menjalin persahabatan kepada sesama manusia.

24
Daftar Pustaka

Humas, T. (2022). Pengertian Jual Beli, Dasar Hukum, Rukun Syarat dan Macam-macam
jual beli. Retrieved from https://an-nur.ac.id/pengertian-jual-beli-dasar-hukum-rukun-
syarat-dan-macam-macam-jual-beli/

Pangestu, Z. A. (2020). MAKALAH JUAL BELI. Retrieved from


https://www.academia.edu/45683997/MAKALAH_JUAL_BELI

(N.d.). Retrieved from http://eprints.radenfatah.ac.id/133/2/BAB%20II.pdf

Santoso. (2023). Macam Macam Jual Beli yang Dilarang dalam Islam. Retrieved from
https://yatimmandiri.org/blog/muamalah/jual-beli-yang-dilarang-dalam-islam/

Jurnal Ilmu Ekonomi Islam https://ejournal.iainu-kebumen.ac.id/index.php/lab

“Hobi adalah bisnis yang terbaik” by @felixsiauw. (n.d.). Retrieved from https://www.portal-
islam.id/2015/03/hobi-adalah-bisnis-yang-terbaik-by.html

Poskomalut.com. (n.d.). Bisnis Sebagai Ibadah. Retrieved from


https://poskomalut.com/bisnis-sebagai-ibadah/

Qatrunnada, J. N. (n.d.). Fastabiqul Khairat Artinya Apa? Ini Penjelasan dan Contohnya.
Retrieved from https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6899202/fastabiqul-
khairat-artinya-apa-ini-penjelasan-dan-contohnya

25

You might also like