You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN RESPIRASI DISTRES SYINDROM

(RDS)

Nama : TAUPIK RIZKI


Nim : 5022031113

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN SERANG
2022
A. Definisi

Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris

disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan

gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan

lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory

grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat

inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan

udara dalam paru.

Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya

kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya

kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan

sindrom ini adalah pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran

hialin (PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah,

2005).

Salah satu yang akan dibahas dalam makalah ini adalah idiopatic

respiratory distress syndrome (IRDS) atau disebut juga penyakit membran hialin

(PMH).

Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada

sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD) (Suriadierita Yulianni,

2006).

Sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome, RDS) adalah istilah

yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus (Asrining Surasmi,

dkk, 2003).

RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang

bayi-bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup

bulan (Donna L. Wong, 2003).

B. Etiologi

RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik

dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan

ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua

usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).

PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari

28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi

yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan

frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur

kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria,

persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi

sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit

putih (Nelson, 1999).


C. Patofisiologi

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya

untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan

faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya

tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.

Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan

alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu

memohon sisa udara fungsional (kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan

Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang

ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau

ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat

inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat

menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras

untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi),

sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang

lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap

kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat

kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk

menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan.

Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka


alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat

menyebabkan atelektasis.

Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary

vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal.

Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran

darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan

pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri

melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.

Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi

pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi

vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan

selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik

menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada

bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital.

Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang

menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin.

Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu

lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan

menghambat pertukaran gas.

Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon

dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan

pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan


sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan

menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak

mengalir ke dalam alveoli.

Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi

normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya

dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis

surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen

yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan

penurunan surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2003).

Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran

yang terdiri dari : atelektasis  hipoksia  asidosis  transudasi  penurunan

aliran darah paru  hambatan pembentukan substansi surfaktan  atelektasis.

Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi

(Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).


D. PATHWAY
Primer Sekunder

Bayi prematur Perdarahan antepartum, Ibu diabetes Seksio sesaria Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi Pneumotorak,
hipertensi hipotensi Pernapasan
(pneumoniaintra uterin
aspirasi) neonatorum neonatus sindrom wilson,
Gangguan
(padaperfusi
ibu) darah mikity pada
Insufisiensi
Pembentukan uterus Hiperinsulinemia Pengeluaran
membran hialin janin Sumbatan jalan napas Janin kekurangan Pemberian kadar bayi prematur
hormon stress oleh
parsial oleh air ketuban O2 dan kadar CO2 Trauma
O2 yang akibat
tinggi
surfaktan paru Sirkulasi utero plasenter Mengalir
ibuke janin Gangguan
dan mekonium meningkat kadar O2 yang
belum sempurna kurang baik Imaturitas paru pematangan paru perfusi tinggi
bayi yang berisi air
Kerusakan surfaktan
Bayi prematur; dismaturitas Menekan sintesis
surfaktan
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang

Penurunan produksi surfaktan

Meningkatnya tegangan permukaan alveoli

Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi

Surfaktan menurun Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi

IDIOPATIC RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / IRDS


Janin tidak dapat menjaga
rongga paru tetap
Kolaps paru
mengembang
Hipoksia Gangguan ventilasi pulmonal
Retensi CO2 Peningkatan pulmonary
Tekanan negatif intra Kerusakan endotel kapiler vaskular resistence (PVR)
toraks yang besar Kontriksi vaskularisasi dan epitel duktus arteriousus Asidosis respiratorik
pulmonal Hipoperfusi Pembalikan parsial
Transudasi alveoli Pe↓ pH dan PaO2 jaringan paru sirkulasi darah janin
Usaha inspirasi yang lebih Masukan oral
P↓ oksigenasi jaringan
kuat tidak adekuat/ Pembentukan fibrin Membran hialin
menyusu buruk melapisi alveoli Vasokontriksi berat Me↓nya aliran Aliran darah dari
- Dispena Metabolisme anaerob darah pulonal kanan ke kiri
Fibrin & jaringan yang melalui arteriosus
- Takipnea nekrotik membentuk lapisan Menghambat Pe↓ sirkulasi paru
Timbunan asam laktat dan foramen ovale
- Apnea membran hialin pertukaran gas dan pulmonal
- Retraksi dinding Peningkatan MK : kerusakan
metabolisme Asidosis metabolik Penurunan curah MK : Resti penurunan pertukaran gas
dada MK : Perubahan curah jantung
(membutuhkan jantung
- Pernapasan cuping nutrisi kurang glikogen lebih Kurangnya cadangan
hidung dari kebutuhan glikogen dan lemak coklat
banyak M↓nya perfusi ke Paru Me↓nya aliran darah pulmonal - Pe↓ kesadaran
- Mengorok tubuh
organ vital - Kelemahan otot
Respon menggigil pada Otak Iskemia Gangguan
- Kelemahan - Dilatasi pupil MK :
MK : Pola nafas tidak bayi kurang/tidak ada Bayi kehilangan panas tubuh/tdk MK : Termoregulasi fungsi
Hipoglikemia serebral - Kejang Resti
efektif, intoleransi aktivitas dapat me↑kan panas tubuh tidak efektif - Letargi cidera
E. Manifestasi Klinis

Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan

berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan

pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan

riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan.

Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. Setelah lahir

dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan

membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.

Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis

dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran

klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O 2 yang menurun

dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal,

epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan

pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada

penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting

oedema terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang

menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf Pengajar IKA,

FKUI, 1985).

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Gambaran radiologis

Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto

rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan


kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip

penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan

lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah

adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk

prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis

ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran hialin,

walaupun manifestasi klinis belum jelas.

2. Gambaran laboratorium

Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium

diantaranya adalah :

a. Pemeriksaan darah

Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45

mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila

dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar

PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan

karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO 2 meninggi, karena gangguan

ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah

menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik

dan metabolik dalam tubuh.

b. Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi

pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula


perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung

compliance’ berkurang, functional residual capacity’ merendah disertai

‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi

paru akan terganggu.

c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa

perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten,

pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada

lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.

3. Gambaran patologi/histopatologi

Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan

membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu

terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang

ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal

dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan

a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu

diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara

meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus

adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati

karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O 2

yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis

paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.

c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan

homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan

glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat

badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu

dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO 3 secara

intravena.

d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik

untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis

50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan

atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.

e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian

surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun

harganya amat mahal.

2. Penatalaksanaan keperawatan

Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat

badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.

Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima

bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat
timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat

terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesuakran dalam

pemberian makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman

(kebutuhan psikologik) (Ngastiyah, 2005).

H. Pencegahan

Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru

yang belum sempurna karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit

ini ialah mencegah kelainan bayi yang maturitas parunya belum sempurna.

Maturitas paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan

telah berlangsung baik. Gluck (1971) memperkenalkan suatu cara untuk

mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan

sfingomielin dalam cairan amnion. Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama

atau lebih dari 2, bayi yang akan lahir tidak akan menderita penyakit membran

hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari 2 berarti paru bayi belum

matang dan akan mengalami penyakit membran hialin. Pemberian kortikosteroid

oleh beberapa sarjana dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada

janin. Penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan saat ini. Cara yang

paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas

dan hal ini tentu agar sulit dikerjakan pada beberapa komplikasi kehamilan

tertentu.
I. Komplikasi

1. Pneumotoraks / pneumomediastinum

2. Pulmonary interstitial dysplasia

3. Patent ductus arteriosus (PDA)

4. Hipotensi

5. Asidosis

6. Hiponatermi / hipernatremi

7. Hipokalemi

8. Hipoglikemi

9. Intraventricular hemorrhage

10. Retinopathy pada prematur

11. Infeksi sekunder

(Suriadi dan Yuliani, 2006).


ASUHAN KEPERAWATAN RDS
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama,

tanggal pengkajian.

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat maternal

Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan

plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau intrapartus.

b. Status infant saat lahir

Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir

melalui operasi caesar.

3. Data dasar pengkajian

a. Cardiovaskuler

 Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat

 Murmur sistolik

 Denyut jantung DBN

b. Integumen

 Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral

 Pitting edema pada tangan dan kaki

 Mottling
c. Neurologis

 Immobilitas, kelemahan

 Penurunan suhu tubuh

d. Pulmonary

 Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)

 Nafas grunting

 Pernapasan cuping hidung

 Pernapasan dangkal

 Retraksi suprasternal dan substernal

 Sianosis

 Penurunan suara napas, crakles, episode apnea

e. Status behavioral

 Letargi

4. Pemeriksaan Doagnostik

a. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi

diafragma dengan over distensi duktus alveolar

b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas

c. Data laboratorium :

 Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan

amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)

 Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan

maturitas paru
 Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu

 Tingkat phospatydylinositol

 AGD : PaO2< 50 mmHg, PaCO2> 50 mmHg, saturasi oksigen 92%-

94%, pH 7,3-7,45.

 Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium dari

sel alveolar yang rusak.

B. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DO : Surfaktan ↓ Gangguan
- Hiperkapnea  pertukaran gas
- Hipoksia Tegangan permukaan alveolus ↑
- Takipnea 
- Sianosis Ketidakseimbangan infasi saat inspirasi
- Letargi 
- Dispnea Kolaps alveoli
- GDA abnormal 
- Pucat Gangguan ventilasi pulmonal

Hipoksia Retensio CO2 Peningkatan


  pulmonary
Kerusakan endotel Asidosis vaskular resistance
dan epitel duktus respiratorik 
arteriousus  Hipoperfusi
 Vasokonstriksi jaringan paru
Transudasi alveoli  
 Penurunan Menurunkan aliran
Pembentukan
sirkulasi paru dan darah pulmonal
fibrin
perfusi alveolar

Membran hialin Gangguan
melapisi alveoli pertukaran gas

2 DO : Surfaktan menurun Pola napas tidak


- Dispnea; takipnea  efektif
- Periode apnea Janin tidak dapat menjaga rongga paru tetap
- Pernapasan cuping Mengembang

hidung Usaha inspirasi lebih kuat
- Retraksi dinding 
dada - Sukar bernapas
- Sianosis - Dispnea
- Mendengkur - Retraksi dinding dada
- Napas grunting - Kelelahan
- Kelelahan - Pernapasan cuping hidung

MK : pola nafas tidak efektif

C. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar

surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi/kelelahan,

keterbatasan pengembangan otot.


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi


ketidakseimbangan ventilasi perfusi keperawatan selama 3x24 jam Observasi
DS diharapkan pertukaran gas  Monitor frekuensi, irama kedalaman,dan
meningkat dengan kriteria hasil : upaya napas
 Tingkat kesadaran meningkat  Monitor pola napas(seperti
DO  Dyspnea menurun bradipnea,takipnea,hiperventilasi,kussmaul,ch
 Bunyi napas tambahan eyine-stokes,biot,ataksik)
menurun  Monitor adanya produksi sputum
 PCO2 membaik  Auskultasi bunyi napas
 PO2 membaik  Monitor saturasi oksigen
 Pola napas membaik  Monitor nilai AGD

2 Pola napas tidak efektip b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
kelemahan otot pernapasan keperawatan selama 3x24 jam Observasi
DS diharapkan hasil pola napas  Monitor pola napas (frekuensi,
membaik dengan kriteria hasil : kedalaman,usaha napas)
 Dispnea menurun  Monitor bunyi napas tambahan
DO  Penggunaan otot bantu (missal,gurgling,mengi,wheezing,ronhki
napas menurun kering)
 Frekuensi napas membaik  Monitor sputum(warna,jumlah,aroma)
 Kedalaman napas membaik Terapeutik
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15
detik
 Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari sesuai
toleransi jantung
 Berikan oksigen jika diperlukan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,eksepektoran,mukolitik
DAFTAR PUSTAKA

Doenges dan Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk


Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.

Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada
Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.

Wong L. Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

You might also like