You are on page 1of 14

A.

Konsep Dasar Penyakit Cholelitiasis


1. Pengertian
Cholelithiasis adalah batu empedu yang terdapat di saluran empedu.
Lebih dari 90% klien dengan cholecystitis menyebabkan cholelithiasis.
Cholelitiasis adalah timbunan batu kristal dalam kandung empedu atau
didalam saluran empedu. Batu yang ditemukan didalam kandung empedu
disebut kolelitiasis, sedangkan batu didalam saluran empedu disebut
koledokolitiasis. Batu empedu juga dapat didefini11sikan sebagai endapan
satu atau lebih komponen empedu, seperti kolestrol, bilirubin, garam
empedu, kalsium, dan protein(Naga, 2013).
Kolelitiasis adalah suatu penyakit yang berisi batu empedu yang biasa
ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau
pada kedua-duanya. Kolelitiasis disebut juga dengan batu empedu,
gallstones, atau biliary calculus. Kolelitiasis atau batu empedu. Batu empedu
dikenal ada tiga jenis, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin,
dan batu campuran.Kandung empedu terletak di bawah hati, di sisi perut
bagian kanan atas, tepat di bawah lobus kanan hepar. Kandung empedu ini
memiliki fungsi untuk menyimpan dan memekatkan empedu(Sanusi et al.,
2019).
2. Etiologi
Secara umum, etiologi dari batu empedu masih belum diketahui secara pasti.
Namun sejauh ini banyak riset yang dilakukan, faktor predisposisilah yang
menjadi paling penting untuk diketahui. Predisposisi tersebut antara lain
usia lebih dari 60 tahun. Genetika, jenis kelamin (wanita lebih sering, di
karenakan hormon estrogen meningkat saturasi kolestrol dalam kandung
empedu), kegemukan (maka kadar kolestrol dalam kandung empedu pun
tinggi), infeksi saluran pencernaan, dan kondisi klinis seperti diabetes, sirosis

1
hati, pankreatitis, kangker kandung empedu, dan juga reseksi ileum(Naga,
2013).
3. Patofisiologi
Penyebab yang jelas belum diketahui pada kasus ini tetapi ada beberapa
faktor etiologi yang dapat diidentifikasi anatara lain :
a. Faktor metabolik
Cairan empedu mengandung air, HCO3, pigmen empedu, garam empedu
dan kolestrol yang tinggi dalam cairan empedu memungkinkan
terbentuknya batu. Tidak dijumpai kolerasi darah dan kolestrol empedu.
b. Statis bilier
Stagnasi cairan pada empedu menyebabkan air ditarik ke kapiler,
sehingga garam empedu menjadi lebih banyak yang akan mengubah
kelarutan kolestrol.
c. Peradangan
Karena proses peradangan, kandung empedu menjadi berubah, sehingga
keasaman cairan empedu bertambah dan daya laru kolestrol menjadi
menurun.
Dampak cholelitiasis terhadap fungsi pencernaan tergantung pada
besarnya batu dan lokasi batu. Bila besarnya batu menghambat sirkulasi dan
penekanan pada jaringan maka akan dijumpai manifestasi klinis akibat
spasme duktus dan gangguan pencernaan akibat cairan empedu yang tidak
mengalir ke duodenum.
1) Bilirubin terkonjugasi akan meningkat dalam darah diakibatkan oleh
absorsi cairan empedu oleh kapiler darah sebagai dampak adanya
obstruksi. Ikterus akan timbul
2) Cairan empedu tidak masuk ke duodenum, menyebabkan gangguan
ingesti dan absorpsi khususnya lemak dan vitamin yang larut dalam
lemak. Dingesti dan absorbsi karbohidrat dan lemak berkurang maka
akaan menyebabkan neunasa, muntah, diare, distensi abdomen.

2
3) Adanya obstruksi akan menyebabkan spasme pada duktus biliaris yang
berusaha untuk melewatkan sumbatan, sehingga menimbulkan nyeri
yang tambah bila kimus masuk ke duodenum pada saat makan.
Ada dua jenis batu yaitu :
a) Batu kolestrol dengan ciri berukuran besar, warna kuning pucat, dapat
bergerombol atau tunggal, terjadi akibat gangguan metabolisme
kolestrol dan garam empedu.
b) Batu pigmen empedu, berukuran kecil, warna hitam atau coklat,
biasanya bergerombol, terjadi akibat gangguan metabolisme bilirubin
tak terkonjugasi(Diyono, 2013).
4. Manifestasi Klinis
a. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akirnya akan menjadi infeksi. Penderita akan
mengalami panas dan mungkin terasa massa padat pada abdomen.
Penderita pada kolik bilier disertai dengan nyeri hebat pada abdomen
kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan.
b. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi
dibawa ke dalam duodenum akan diresap oleh darah.
c. Perubahan warna uruin dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi di warnai pigmen empedu akan tampak
kelabu dan biasanya pekat.
d. Defisiensi vitamin
obstruksi aliran empedu juga akan menganggu absorpsi vitamin A, D, E,
dan K yamh larut lemak. Oleh karena itu penderita dapat memperlihatkan
gejala defisiensi vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama.
e. Terjadi regurgitasi gas
Reegurtasi gas ini dapat berbentuk flatus maupun sendawa(Naga, 2013).

3
5. Pemeriksaan Diasnotik
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimpotamik biasanya tidak menunjukan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis apabila terjadi sidroma mirizi akan ditemukan
peningkatan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus soledokus
oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mengakibatkan batu di
dalam koledokus. Kadar serum alkali fosfatase mungkin juga amilase
serum biasanya meningkat serangan akut.
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasa ya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15 % batu kandung empedu yang bersif
atradiopak.biasanya empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsiumtinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops,kandung empedu biasanya terlihat sebagai jaringan lunakdi
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalamususbesar,
difleksurahepatika.

4
2) Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai kadar spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intra-hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang
mengakibatkan peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat
duktus koledokus distal terkadang sulit dideteksi karena terhalang
adanya udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa
nyeri pada batu kandung empedu yang lebih jelas dari pada dengan
palpa sibiasa.
3) Kolesistografi
Digunakan untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan
kontrascukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup
akuratuntuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung
jumlahdan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada
keadaanileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum di atas 2
mg/dl,obstruksi pylorus dan hepatitis, karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu(Albab, 2013)
6. Komplikasi
a. Dalam kolelitiasis : gangguan apapun yang berkaitan dengan
pembentukan batu empdu ( kolangitis, kolesistitis, koledolitiasis, atau
ilues batu empedu)
b. Dalam kolesistitis : komplikasi kantung empedu (epiema, hidrops
mukokel, atau gangren) : gangren bisa menyebabkan perforasi,
pembentukan fistula, pankreatitis, empedu seperti air lemon dan kantung
empedu porselen.
c. Dalam koledolitiasis : kolangitis, sakit kuning obstruktif, pangkreatitis,
dan sirois bilier sekunder.
d. Dalam kolangitis : syok septik dan kematian.

5
e. Dalam ilues batu empedu : obstruksi usus, yang menyebabkan perforasi
instestinal, peritonitis, septisemmia, infeksi sekunder dan syok
septik(Sarwiji, 2011).
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan dari penyakit cholelitiasis bisa dilakukan dengan dua cara
yaitu non bedah dan bedah.
a. non bedah
1) perubahan pola makan dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak.
2) Lisis batu, pelarutan batu dengan menggunakan metlit butil eter.
3) Litrotipasi, pemecahan batu empedu denagan menggunakan
gelombang kejut dari perangkatelektromagnetik, yaitu ESW
(Extraporall Sbock Wave Litotripsy)
4) Endoscopy ERCP.
b. Bedah
Penatalaksanaan bedah ini dilakukanan dengan mengangkat kandung
empedu atau kolesistektomy. Dilakukan jika batu kandung empedu
menyebabkan serangan nyeri berulang-ulang, meskipun telah dilakukan
perubahan sebagaimana pada penatalaksanaan nonbedah seperti uraiain
sebelumnya(Naga, 2013).
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
(Hadi, 2016)Menjelaskan bahwa tahap awal yang sangat penting dalam
proses asuhan keperawatan adalah pengkajian. Pada tahap ini menentukan
keberhasilan perawat dalam mengkaji masalah pada pasien dan mengambil
langkah selanjutnya untuk mengatasi masalah pada pasien. Adapun hal-hal
yang perlu dikaji adalah:
a. Identitas klien dan penanggung jawab
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan saat
ini Keluhan klien saat ini

6
2) Riwayat kesehatan lalu
Apakah dahulu klien memiliki riwayat penyakit atau kelainan pada
ginjal, dan apakah memiliki gejala-gejala tumor
3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga keluarga klien memiliki riwayat penyakit
ginjal atau tumor
c. Riwayat kesehatan Lingkungan
Bagaimana lingkungan sekitar tempat tinggal klien.
d. Pola Kesehatan Fungsional
1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Merupakan persepsi klien tentang penyakitnya dan bagaimana cara
klien mempertahankan kesehatannya
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Terkait bagaimana kebiasaan klien dalam mengonsumsi makanan,
adakah kesulitan dalam makan, dan bagaimana frekuensi makan
klien tiap hari.
3) Pola Eliminasi
Apakah terdapat gangguan pada pola, frekuensi, dan warna pada
eliminasi
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Terkait dengan aktivitas sehari- hari atau pekerjaan klien, apakah
ada kesulitan dalam melaksanakan aktivitas
5) Pola Istirahat dan Tidur
Bagaimana pola kebiasaan tidur klien, apakah terdapat keluhan
kesulitan tidur
6) Pola Kognitif dan Perseptual
Apakah klien mengeluh adanya gangguan pada kemampuan sensasi
(penglihatan dan pendengaran), adanya keluhan nyeri, dan
kesulitan yang dialami.memfasilitasi peregangan dan pelepasan
kelompok otot yang akan menghasilkan perbedaan sensasi ,lakukan

7
pengkajian nyeri PQRST, kolaborasi pemberian analgesik, berikan
relaksasi otot progresif.
P : Apa yang merasakan nyeri itu muncul
Q : Bagaimana rasa nyeri yang dirasakan
R : Dibagian tubuh sebelah mna nyeri itu muncul
S : skla nyeri (1-10)
T : Kapan nyerinya muncul(Aini et al., 2019)
7) Pola Persepsi Diri
Apakah klien dan keluarganya merasa cemas atas penyakit yang
menimpa klien.Kecemasan merupakan suatu kekhawatiran yang
berhubungan dengan perasaan dan emosi pasien ketika akan
menjalani operasi dengan kriteria tingkatan yang diukur dan dinilai
menggunakan modifikasi alat ukur T-MAS dengan skala interval,
dengan kriteria : skor 1–7 : cemas ringan, 8–14:cemas sedang , 15 –
21 : cemas berat(Arifa & Trise, 2012)
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan tindakan untuk mengkaji bagian tubuh
klien dengan melakukan pemeriksaan TTV (tanda-tanda vital) dan
pemeriksaan head to toe. Dalam Pemeriksaan fisik daerah abdomen
pemeriksaan dilakukan dengan sistematis inspeksi, auskultasi, palpasi,
dan perkusi.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatn pada dengan pre dan post oprasi pasien
cholelitiasis berdasarkan SDKI menurut (PPNI, 2016)
1) Pre oprasi
a) Ansietas
2) Post oprasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b) Resiko infeksi
c) Gangguan mobilitas fisik berhubungann dengan nyeri

8
d) Risiko defisit nutrisi
b. Fokus interfensi
Fokus intervensi keperawatan pada pasien dengan pre dan post op
cholelitiasis berdasarkan SIKI menurut (PPNI, Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1,
2018)
Pre oprasi
1) Anisetas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan keluhan cemas
klien berkurang :
a) Kebingungan menurun
b) Tekanan darah menjadi normal
c) Kekhawatiran menurun
d) Pola tidur

membaik Intervensi:

a) Identifikasi saat tingkat ansietas


b) Latihan kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
c) Ajarkan tehnik relaksasi
d) Anjurkan mengambil posisi nyaman semi flower
e) Ciptakan lingkungan teanang tanpa ada
gangguan Post oprasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik Tujuan dan Kriteria hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan tingkat nyeri pada
klien menurun dengan kriteria hasil:
a) Keluhan nyeri menurun
b) Tampak meringis menurun
c) Mampu menuntaskan aktivitas
d) Rasa gelisah menurun

9
e) Mampu menggunakan teknik nonfarmakologis
f) Kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat
Intervensi:
a) Identifikasi lokasi, karakteristik,skala, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi faktor yang memperberat nyeri
c) Berikan teknik non farmakologik untuk mengurangi rasa nyeri
(misal: terapi pijat, aromaterapi, kompres hangat/dingin, teknik
relaksasi)
d) Ajarkan teknik nonfarmakologik untuk mengurangi rasa nyeri
e) Kolaborasi pemberian analgesik
f) Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
2) Resiko infeksi
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan risiko infeksi
pada klien menurun dengan kriteria hasil:
a) Tidak terdapat bau pada cairan luka pasien
b) Bengkak berkurang
c) Nyeri berkurang
d) Kerusakan lapisan kulit menurun
e) Kerusakan jaringan menurun
f) Perdarahan menurun
Intervensi:
a) Monitor tanda dan gejala infeksi
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
c) Berikan perawatan kulit pada area luka
d) Batasi jumlah pengunjung
e) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
f) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
3) Gangguan mobilitas fisik
Tujuan dan Kriteria
Hasil:

10
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan gangguan
mobilitas fisik pada klien menurun dengan kriteria hasil:
a) Gerakan terbatas pada klien menurun
b) Kelemahan fisik klien menurun
c) Pergerakan ekstremitas klien meningkat
d) Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat
e) Tekanan darah membaik
f) Nyeri klien menurun
g) Kecemasan menurun
Intervensi:
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b) Monitor TTV
c) Fasilitasi aktivitas dengan menggunakan alat bantu
d) Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatkan
pergerakan
e) Ajarkan mobilisasi sederhana (mis: duduk di tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke kursi)
4) Risiko defisit nutrisi
Tujuan dan Kriteria
Hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan risiko defisit
nutrisi pada klien menurun dengan kriteria hasil:
a) Nafsu makan membaik
b) Porsi makan meningkat
c) Perasaan cepat kenyang menurun
d) Frekuensi makan meningkat
Intervensi
a) Identifikasi faktor yang mempengaruhi asupan gizi
b) Monitor mual dan muntah
c) Identifikasi kemampuan menelan
d) Berikan makanan sesuai keinginan jika memungkinkan

11
3. Pathways

Obesitas, diet rendah serat tinngi

Kadar empedu turun

Kolestrol

Supersaturasi

Pembentukan kristal

Gangguan
mobilitas fisik
Batu

Kolestiasis pada saluran empedu tindakan oprasi Luka Nyeri


Akut

Resiko
Batu terdorong menuju duktus Kurangnya pengetahuam infeksi

Ansetas
Gangguan pola tidur

Obstruksi duktus pada kandung empedu

Gesekan empedu dengan dinding

Nyeri akut

Nyeri abdomen pada kuadran kanan ata

12
DAFTAR PUSTAKA
Albab, A. U. (2013). Karakteristik Pasien Kolelitiasis Di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo. 1–56.

Arianti, A., Mayna, N. P., & Hidayat, Y. (2020). Mobilisasi Dini Terhadap
Pemulihan Peristaltik Usus Dan Skala Nyeri Pasien Post Pembedahan. Journal
of Holistic Nursing Science, 7(1), 21–31.
Arif, M., Suryati, I., & Fitri, H. (2020). Pengetahuan Dan Sikap Terhadap
Pelaksanaan Mobilisai Dini Pada Pasien Post Operasi Prosiding Seminar
Kesehatan Perintis. Jurnal.Stikesperintis, 3(1), 52–56.

Arifa, S., & Trise, I. N. (2012). Pengaruh Pemberian Informasi Persiapan Op Dengan
Pendekatan Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasn Pasien Pre
Op. Jurnal Kebidanan, IV(01), 40–49.
Diyono. (2013). BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH sistem
pencernaan. KENCANA (DIVISI dari PRENADAMEDIA Group).
Hadi, P. (2016). Modul Bahan ajar cetak: Keperawatan Medikal Bedah II.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Hamzah, A. A. (2020). PROMOSI MANAJEMEN NYERI NONFARMAKOLOGI
OLEH KELUARGA PADA PASIEN POST OPERASI DI RUANG BCH
RSUPN DR.CIPTOMANGUN KUSUMO JAKARTA. JURNAL
KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071, 1, 7–8.
Indrayana, T., & Wahyudi, T. (2020). Pengaruh Range of Motion Rom ) Aktif
Terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut Pada Lanjut Usia. Jurnal Perawat Indonesia,
4(2), 339.
Irawati, P., Sekarsari, R., & Marsita, A. (2016). Kefektian Latihan Rentang Gerak
ROM. Jurnal Ilmu Keperawatan. Jktf, 2, 31–40.
Jannah, M. (2019). “Metode Pengumpulan Data Dalam Pengkajian Proses
Keperawatan.”
Naga, S. s. (2013). BUKU PANDUAN LENGKAP Ilmu Penyakit Dalam (P. E.
Nareswati (ed.)). DIVA Press.
Nurhikmah, R., & Efriza, Abdullah, D. (2018). Hubungan Peningkatan Indeks Massa
Tubuh dengan Kejadian Kolelitiasis di Bagian Bedah Digestif RSI Siti Rahmah
Padang Periode Januari - Juni 2018. Medical Journal.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi 1). DPP PPNI.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. DPP PPNI.


PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tidakan
Keperawatan (edisi 1). PPNI DPP.
PPNI. (2018b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
13
14

You might also like